Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TINJAUAN AGAMA TERHADAP BUNUH DIRI,MASA


NIFAS,PEMBERIAN ASI

Oleh Kelompok 9:
1. Leonidas Anan Riyadi
2. Moch. Alfian Candra
3. Novia Dwi Lestari
4. Ranna Yusuf R.

STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG


TAHUN AKADEMIK 2015-2016
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,karunia,serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tinjauan Agama Terhadap
Bunuh Diri,Masa Nifas,Pemberian Asi” dalam pandangan Islam ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.Dan juga
kami berterima kasih kepada:
 Bapak Dr.H.Akhyak,M.Ag selaku dosen mata kuliah Agama
yang telah memberikan tugas ini dan yang memberikan
bimbingan,saran kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita.Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
membacanya.Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Tulungagung,09 September 2015

Penyusun
Daftar Isi

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 4
B Rumusan Masalah.......................................................... 4
C. Tujuan............................................................................ 4
D. Manfaat.......................................................................... 4

Bab II Pembahasan
1. Tinjauan Agama terhadap Bunuh Diri.........................5
2. Tinjauan Agama terhadap Masa Nifas...................6
3. Tinjauan Agama terhadap Pemberian ASI..........................7-8

Bab III Penutup


Kesimpulan dan Saran....................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pandangan agama terhadap masalah kesehatan maupun kehidupan
sangatlah penting. Di era ini sangat banyak hal yang perlu kita ketahui
soal pandangan agama terhadap apapun di kehidupan ini seperti yang
kita ketahui bunuh diri salah satu contoh cara yang tidak dibenarkan
oleh islam,Banyak orang yang berputus asa dalam kehidupan dan
akhirnya memilih jalan akhir yaitu mengakhiri kehidupannya dengan
cara bunuh diri. Padahal cara itu sangatlah salah. Dalam berbagai
ayatnya, Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT, adalah tuhan yang
menganugerahkan hidup dan menentukan mati. Diantaranya:
Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara
kamu ada yagn dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun)
supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah
diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha kuasa
(Q.S. Al-Nhal, 16: 70).
Dari ayat ini kita mengetahui bahwa kematian “suatu saat” pasti datang
entah itu dimasa kanak-kanak, muda, atau lanjut usia. Ayat ini
menyinggung tentang ketidak berdayaan dimasa tua yang dialami oelh
sebagian manusia ketika mereka dianugerahi umur panjang.[1]
Demikian halnya bila sebelum ajal tiba, seseorang dalam rentang
waktu yang panjang tertimpa berbagai penyakit yang menyebabkan dia
harus mendapatkan peraatan dan perhatian medis.
Oleh karena itu tentu sangat perlu tahu bagaimana tinjauan-tinjauan
agama terhadap beberapa hal seperti yang telah dibahas tadi agar
semua umat manusia dapat memahami pendidikan agama islam
terhadap masalah kehidupan,kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tinjauan Agama Terhadap Bunuh Diri?
2. Bagaimana Tinjauan Agama Terhadap Masa Nifas?
3. Bagaimana Tinjauan Agama Terhadap Pemberian
ASI?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
 Untuk mengetahui bagaimana saja tinjauan agama
terhadap Bunuh Diri
 Untuk mengetahui bagaimana saja tinjauan agama
terhadap Masa Nifas
 Untuk mengetahui bagaimana saja tinjauan agama
terhadap Pemberian ASI

D. Manfaat
Sebagai penambah wawasan mahasiswa mengenai bagaimana saja
tinjauan agama terhadap Bunuh Diri,Masa Nifas,Pemberian ASI
BAB II
PEMBAHASAN
1. TINJAUAN AGAMA TERHADAP BUNUH DIRI
Orang yang nekad bunuh diri, biasanya karena putus asa diantara
penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya
(jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya.
Keperluan pokok dalam kehidupan sehari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada
jaman sekarang ini, pengeluaran lebih besar dari pemasukan.

Adapula orang yang menderita batinnya yang bertakibat patah hati, hidup
tidak bergairah, masa depannya keliatan suram, tidak bercahaya. Batinnya
kosong dari cahaya iman dan berganti dengan kegelapan yang menakutkan.
Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak punya uang, tidak
punya kedudukan, dan tidak punya nama, karena semua itu belum tentu dan
ada kalanya tidak dapat membahagiakan seseorang, pada media masa kita
baca ada jutawan, artis dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri
penderitaanya itu, apakah penderitaan jasmani atau penderitaan batin.

Kalau kita perhatikan, maka tampak jelas, baik kelompok pertama maupun
kedua, sama-sama tidak mampu menghadapi kenyataan dalam hidup ini.
Mereka tidak mampu menghayati dalam memahami, bahwa dunia ini dengan
segala isinya adalah pemberian Allah dan pinjaman yang akan dikembalikan,
dan suka dukapun silih berganti dalam menghadapinya.
Hidup dan mati itu ada ditangan Allah SWT dan merupakan karunia dan
wewenang Allah SWT, maka Islam melarang orang melakukan pembunuhan,
baik terhadap orang lain (kecuali, dengan alasan yang dibenarkan oleh
agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apapun.
[2]
Dalil-dalil syar’i yang melarang bunuh diri dengan alasan apapun, ialah:

1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29-30

Artinya: dan janganlah kamu membunuh diri mu, sesungguhnya Allah adalah
maha penyayang kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan
melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukannya kedalam
neraka yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

2. Hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari jundub bin Abdullah r.a:

Artinya: telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang
mendapat luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu
memotong tangannya dengan pisau itu kemudian tidak berhenti-henti
darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah bersabda, ”Hambaku telah
menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikan.” aku mengharamkan
surga untuknya.

Ayat Al-Qur’an dan Hadist tersebut di atas dengan jelas menunjukkan,


bahwa bunuh diri itu di dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun.
Dengan demikian keliru sekali, kalau ada anggapan, bahwa dengan jalan
bunuh diri, segala persoalan telah selesai dan berakhir. Padahal azab
penderitaan yang lebih berat, telah menyongsong di akhirat kelak.
Kadang-kadang ditegaskan pula oleh para pemikir Muslim Modern bahwa
bunuh diri menunjukkan penurunan keimanan karena agama cenderung
mengurangi depresi mental dan pedihnya tragedi kehidupan.Dan bahwa
ateisme adalah sebab utama dari menyebarluasnya kasus bunuh diri.
Ateisme sendiri yaitu sebuah pandangan filosofi yang tidak
mempercayai adanya keberadaan Tuhan atau Dewa.Hal ini bisa
mengindikasikan suatu kesadaran terhadap kesimpulan penelitian Barat
tentang masalah bunuh diri dan agama.Sebuah studi statistic lintas
bangsa(Miles E Simson dan George H Concklin, “Socio Economic
Development,Suicide and Religio: A Tes of Durkheim’s Theory of Religion
and Suicide” menyimpulkan prensentase Muslim dalam penduduk suatu
bangsa menunjukkan relasi negatif yang signifikan dengan tingkat bunuh diri
bangsa tersebut.Sebuah hasil yang tetap bertahan bahkan ketika menjadi
pengendali untuk modernitas ekonomi,social,demografi.Angka bunuh diri
dikalangan kaum Muslim pada masa modern tampak sangat
rendah.Angkanya hanyalah sepersekian dari tingkat bunuh diri di negeri
Barat dan jauh lebih rendah daripada yang terjadi di kebanyakan Negara
berkembang non-muslim . Lalu bolehkah menyalatkan orang yang mati
bunuh diri? Misalnya, ia sengaja menggantung dirinya, menusuk diri dengan
sebilah pisau, membakar diri, mengonsumsi racun atau menenggelamkan
dirinya di tepi pantai. Sebagian muslim menganggap ia tidak boleh
dishalatkan. Namun bagaimana pandangan Islam itu sendiri?
Ada yang pernah bertanya pada Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang pernah
menjabat sebagai Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam,
“Kami pernah dapati orang yang mati tergantung di atas pohon dan di
lehernya terdapat tali. Kami tidak mengetahui apakah orang tersebut mati
tercekik (karena bunuh diri) atau ada yang membunuhnya lalu
menggantungnya di atas pohon. Jika dia membunuh dirinya sendiri dengan
menggantung dirinya di atas pohon, apakah ia dishalatkan oleh kaum
muslimin?”
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menjawab, “Jika ia seorang muslim, maka ia
tetap dishalatkan baik ia mati bunuh diri atau dibunuh oleh orang lain. Jika ia
sampai membunuh dirinya sendiri, itu termasuk dosa besar. Karena seorang
muslim tidak boleh membunuh dirinya sendiri. Allah mengharamkan
seseorang membunuh dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
‫َو ال َتْقُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ِإَّن َهَّللا َك اَن ِبُك ْم َر ِح يًم ا‬
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َم ْن َقَتَل َنْفَس ُه ِبَش ْى ٍء ُع ِّذ َب ِبِه َيْو َم اْلِقَياَم ِة‬
“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di
dunia, niscaya pada hari kiamat, niscaya ia akan disiksa dengan cara seperti
itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika ia jelas bunuh diri, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar. Namun
ia tetap dishalatkan. Walau ada yang berbeda penilaian, namun yang tepat ia
tetap dishalatkan. Sebagian muslim tetap menyolatkan, memandikan,
mengafani dan menguburkannya.
Begitu pula ketika diketahui ia dibunuh oleh orang lain secara zalim, ia tetap
dimandikan dan dishalatkan. Ia dimandikan, dikafani, dishalatkan dan
dikuburkan di pemakaman kaum muslimin. Wallahul musta’an. Laa hawla wa
laa quwwata illa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah.
Demikian fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang penulis ambil
dari website pribadi beliau.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Umat Islam bersepakat bahwa
orang yang melakukan dosa meskipun melakukan dosa besar tetap
dishalatkan. Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa
beliau bersabda,

‫صلوا على كل من قال ال إله إال هللا محمد رسول هللا‬


“Shalatkanlah setiap orang yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallahu
Muhammad Rasulullah (Tiada sesembahan yang berhak disembah
melainkan Allah dan Muhammad itu utusan Allah)”, meskipun dalam
sanadnya ada kelemahan. Apa yang kami sebutkan dari ijma (konsensus)
dapat menguatkan dan menshahihkannya.” (Al Istidzkar, 3: 29)
Imam Nawawi rahimahtullah berkata, “Al Qadhi mengatakan, menurut
pendapat para ulama, setiap jenazah muslim baik meninggal karena suatu
hukuman, dirajam, bunuh diri dan anak zina tetap dishalatkan. Imam Malik
dan lainnya berpendapat bahwa pemimpin umat sebaiknya tidak menyalati
orang seperti itu ketika ia dihukum mati karena suatu hukuman. Dari Az
Zuhri, ia berkata bahwa orang yang terkena hukuman rajam dan yang
diqishash tetap dishalatkan. Adapun Abu Hanifah berpendapat bahwa orang
yang berbuat keonaran dan orang yang terbunuh dari kalangan kelompok
pembangkang tidak dishalatkan.” (Lihat Syarh Muslim karangan Nawawi)
Dalil yang menunjukkan akan kewajiban shalat kepada pelaku kemaksiatan
adalah apa yang diriwayatkan oleh Samurah radhiyallahu anhu,
‫ َأَّم ا َأَنا َفال ُأَص ِّلي َع َلْيه‬: ‫َأَّن َر ُجال َقَتَل َنْفَس ُه ِبَم َش اِقَص َفَقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
“Ada orang yang bunuh diri dengan pisau, maka Rasulullah sallallahu’alaihi
wa sallam bersabda: “Kalau saya, maka saya tidak shalatkan dia.” (HR. An
Nasa’i no. 1964 dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Nampaknya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menyetujui para sahabat
yang menyalatinya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam enggan
menyalatinya sebagai hukuman terhadap kemaksiatannya dan sebagai
pelajaran bagi orang lain atas perbuatannya.
Ini menunjukkan dianjurkannya menyalatkan pelaku maksiat kecuali
pemimpin umat. Seyogyanya dia tidak menyalatkan pelaku dosa besar yang
terus menerus dan mati dalam kondisi seperti itu. Hal ini dilakukan karena
mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya yang lain jera dan tidak
melakukan semacam itu.
Ibnu Abdul Barr rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil bahwa
imam dan para pemimpin agama tidak menyalati pelaku dosa besar. Akan
tetapi tidak boleh melarang orang lain menyalatkannya. Bahkan ia harus
memberikan arahan pada orang lain sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengarahkan, ‘Shalatkanlah sahabat kalian’.” (Al Istidzkar, 5: 85)
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:
http://www.binbaz.org.sa/mat/14059 (di salin tanggal 15 september 2015)

http://islamqa.com (di salin tanggal 15 september 2015)

2. TINJAUAN AGAMA TERHADAP MASA NIFAS


Dalam memahami nifas sebelumnya kita harus tahu pengertian nifas dalam
islam yang terbagi menjadi dua yaitu nifas menurut bahasa adalah
melahirkan,sedangkan menurut istilah syara’ adalah darah perempuan yang
keluar melalui organ kewanitaan perempuan setelah melahirkan.
 Adapun juga pengertian masa nifas pendapat dari ahli maupun tokoh
yaitu:
berlangsung Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6-40 hari. Lamanya masa nifas ini yaitu ± 6 – 8
minggu.Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang kira-kira 6
minggu. (Abdul Bari,2000:122).[3]
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran
yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi
kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary
cunningham,MacDonald,1995:281).[4]
 Nifas menurut pendapat Ulama dan Hal-hal yang dilarang diwaktu nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena melahirkan.
Para ulama bahkan mengkategorikan darah yang keluar karena keguguran
termasuk nifas juga. Jadi bila seorang wanita melahirkan bayi yang
meninggal di dalam kandungan dan setelah itu keluar darah, maka darah itu
termasuk darah nifas.
Lamanya Nifas
Umumnya para ulama mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
sebuah nifas bagi seorang wanita aling cepat adalah hanya sekejap atau
hanyahhd sekali keluar. bila seorang wanita melahirkan dan darah berhenti
begitu bayi lahir maka selesailah nifasnya. dan dia langsung serta puasa
sebagaimana biasanya. Menurut as Syafi`iyah biasanya nifas itu empat puluh
hari, sedangkan menurut al Malikiyah dan juga as Syafi`iyah paling lama
nifas itu adalah enam puluh hari. menurut al Hanafiyah an al Hanabilah
paling lama empat puluh hari. bila lebih dari empat puluh hari maka darah
istihadhah.

Dalilnya adalah hadis berikut ini :


‫كانت النفساء على عهد رسول هللا تقعد بعد نفاسها أربعين يوما‬
“Dari Ummu Slamah r.a berkata: para wanita yang mendapat nifas, dimasa
Rasulullah duduk selama empat puluh hari empat puluh malam (HR.
Khamsah kecuali Nasa`i).

At-Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini : bahwa para ahli ilmu
dikalangan sahabat Nabi, para tabi`in dan orang-orang yang sesudahnya
sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus meninggalkan salat
selama empat puluh hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh
hari. bila demikian ia harus mandi dan salat. namun bila selama empat
puluhhari darah masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia
tidak boleh meninggalkan salatnya.

Hal-hal yang dilarang dilakukan wanita yang sedang Nifas


Wanita yang sedang nifas sama denganhal-hal yang diharamkan oleh wanita
yang sedang haidh, yaitu :
1. Shalat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan Nifas diharamkan untuk
melakukan salat. Begitu juga mengqada` salat. Sebab seorang wanita yang
sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya untuk melakukan salat.
Dalilnya adalah hadis berikut ini :
`Dari Aisyah r.a berkata : `Dizaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat
nifas, lalu kami diperintahkan untuk mengqada` puasa dan tidak diperintah
untuk mengqada` salat (HR. Jama`ah).
Selain itu juga ada hadist lainnya:
‫إذا أقبلت الحيضة فدعي الصالة‬
Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila
kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan salat

2. Berwudu` atau mandi janabah


As Syafi`iyah dan al Hanabilah mengatakan bahwa: `wanita yang sedang
mendapatkan haid diharamkan berwudu`dan mandi janabah. Adapun
sekedar mandi biasa yang tujuannya membersihkan badan, tentu saja
tidak terlarang. Yang terlarang disini adalah mandi janabah dengan niat
mensucikan diri dan mengangkat hadats besar, padahal dia tahu dirinya
masih mengalami nifas atau haidh.
3. Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang menjalankan puasa dan
untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya dihari yang lain.
4. Tawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang melakukan tawaf.
Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu
mensyaratkan seseorang suci dari hadats besar.
‫افعلوا ما تفعل الحاج غير أن ال تطوفي حتى تطهري‬
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu
mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf
disekeliling ka`bah hingga kamu suci (HR. Mutafaqq `Alaih)
5. Menyentuh Mushaf dan Membawanya
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-
Quran :
‫ال يمسه إال المطهرون‬

Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.` . (Al-Qariah ayat 79)
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga
orang yang nifas dilarang menyentuh mushaf Al-Quran
6. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Kecuali dalam hati atau doa / zikir yang lafaznya diambil dari ayat Al-Quran
secara tidak langsung.
‫ال تقرأ الجنب وال الحائض شيئا من القرآن‬

“Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al-
Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)”
Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita nifas membaca Al-
Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan
hafalannya bila masa nifasnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak
terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan
dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133. Hujjah mereka adalah karena hadits
di atas dianggap dhaif oleh mereka.

7. Masuk ke Masjid
Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku
halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhori, Abu Daud
dan Ibnu Khuzaemah.)
8. Bersetubuh
Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuh dengan suaminya.
Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:
‫َو َيْس َأُلوَنَك َع ِن اْلَم ِح يِض ُقْل ُهَو َأًذ ى َفاْعَتِز ُلوْا الِّنَس اء ِفي اْلَم ِح يِض َو َال َتْقَر ُبوُهَّن َح َّتَى َيْطُهْر َن‬
‫َفِإَذ ا َتَطَّهْر َن َفْأُتوُهَّن ِم ْن َح ْيُث َأَم َر ُك ُم ُهّللا ِإَّن َهّللا ُيِح ُّب الَّتَّو اِبيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر يَن‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah
suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”(QS. Al-
baqarah :222)
Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak
menyetubuhinya.Sedangkan al Hanabilah membolehkan mencumbu wanita
yang sedang nifas pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau
selama tidak terjadi persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah
SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang
haid maka beliau menjawab:
‫اصنعوا كل شيء إال النكاح‬
“Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan” (HR. Jama`ah)`.
Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang nifas ini tetap belangsung
sampai wanita tersebut selesai dari nifas dan selesai mandinya. Tidak cukup
hanya selesai nifas saja tetapi juga mandinya. Sebab didalam al Baqarah
ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi
sampai mereka menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya
darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al Malikiyah
dan as Syafi`iyah serta al Hanafiyah.
Perlu kita kita ketahui bahwa darah yang keluar dari rahim baru disebut
dengan nifas jika wanita tersebut melahirkan bayi yang sudah berbentuk
manusia,Jika seseorang mengalami keguguran dan ketika dikeluarkan
janinnya belum terwujud manusia,maka darah yang keluar bukanlah darah
nifas.Darah tersebut dihukumi sebagai darah penyakit(istihadhah) yang tidak
menghalangi dari shalat,puasa dan ibadah lainnya.
Klasifikasi Masa Nifas
Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan – jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia
yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali
dan sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu –
minggu, berbulan – bulan atau tahunan.
Tujuan Asuhan Nifas
Asuhan nifas bertujuan untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensip, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya
dan perawatan bayi yang sehat.
4. Memberikan pelayanan KB.
5. Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
Perubahan–Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas
1. Perubahan Fisiologi Masa Nifas Pada Sistem Reproduksi
Pada masa nifas ini akan terjadi perubahan fisiologi, yaitu :

 Alat genitalia
Alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih
kembali seperti keadaan sebelum hamil atau sering disebut involusi,selain itu
juga perubahan-perubahan penting lain,yakni hemokonsentrasi dan
timbulnya laktasi karena laktogenik hormone dari kelenjar hipofisis terhadap
kelenjar mammae.

 Serviks
Segera setelah post partum bentuk servik agak menganga seperti corong.
Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik uteri tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.

 Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur
ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum
menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak
jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan
karena ligamenta, fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi
menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan
penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar
panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2
hari post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain
adalah dicegahnya pula statis darah yang dapat mengakibatkan
thrombosis masa nifas.

2. Perubahan Psikologis Dalam Masa Nifas


Periode masa nifas merupakan suatu waktu yang sangat rentan untuk
terjadinya stress, terutama pada ibu primipara sehingga dapat membuat
perubahan psikologis yang berat. Periode adaptasi psikologi masa nifas,
dideskripsikan oleh Reva Rubin ada 3, yaitu:
a. Taking in Period
1) Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu umumnya menjadi pasif
dan sangat tergantung dan fokus perhatian terhadap tubuhnya.
2) Ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang
dialami
3) Tambahan makanan kaya gizi sangat penting dibutuhkan sebab nafsu
makan biasanya akan meningkat. Kurang nafsu makan memberi indikasi
bahwa proses pemulihan kesehatan tidak berlangsumg normal.
b. Taking Hold Period
1) Periode ini berlangsung pada 3-4 hari setelah persalinan, ibu menjadi
berkonsentrasi pada kemampuannya menjadi ibu yang sukses, dan
menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayinya
2) Fokus perhatiannya pada kontrol fungsi tubuh misalnya proses defekasi
dan miks, kekuatan, dan daya tahan tubuh ibu
3. TINJAUAN AGAMA TERHADAP PEMBERIAN ASI

Air susu ibu (ASI) adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan
kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu
ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik
bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat
kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak
dan perkembangan sistem saraf.Makanan-makanan tiruan untuk bayi yang
diramu menggunakan tekhnologi masa kini tidak mampu menandingi
keunggulan makanan ajaib ini. ASI juga bisa ungkapan kasih sayang Allah
sekaligus anugerah yang luar biasa terhadap setiap bayi yang terlahir ke
muka bumi. Di dalam Surat Cintanya, bertebaran ayat-ayat tentang ASI.
Antara lain :

(Al-Baqarah [2]: 233) ‫َو اْلَو اِلَداُت ُيْر ِض ْعَن َأْو الَدُهَّن َح ْو َلْيِن َك اِم َلْيِن ِلَم ْن َأَر اَد َأْن ُيِتَّم الَّرَض اَع َة‬

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,


yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan” (Al-Baqarah [2]: 233)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

‫ وهي سنتان‬،‫ أن يرضعن أوالدهن كمال الرضاعة‬:‫هذا إرشاد من هللا تعالى للوالدات‬

“ Ini merupakan petunjuk dari Allah Ta’ala kepada para ibu agar mereka
menyusui anak-anaknya dengan pemberian ASI yang sempurna selama dua
tahun” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dapat kita simpulkan, penjelasan dalam syariat tentang pemberian ASI yang
sempurna adalah selama dua tahun. Namun, bukan berarti cukup diberikan
ASI saja selama dua tahun tanpa tambahan makanan yang lainnya.

Adapun dalam tinjauan medis, pemberian ASI juga selama dua tahun.
Selama 6 bulan pertama, ASI diberikan secara eksklusif. Artinya sampai usia
6 bulan, bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan tambahan yang
lainnya. Setelah usia 6 bulan, baru mulai ditambahkan makanan pendamping
ASI (MP-ASI). Namun demikian, ASI tetap menjadi yang utama. Pemberian
jenis makanan MP-ASI disesuaikan dengan usia dan perkembangan bayi.
Manfaat pemberian ASI eksklusif antara lain :

(1). Mengandung zat-zat gizi yang berkualitas tinggi berguna untuk


kecerdasan dan pertumbuhan.

(2). Mengandung zat kekebalan, melindungi bayi dari berbagai penyakit


infeksi

(3). Menghisap ASI membantu pertumbuhan gigi, langit-langit, dan rahang


bayi.

(4). Menghindarkan bayi dari alergi dan diare.

(5). Mempererat hubungan kasih sayang ibu- bayi.

(6). Dapat menjarangkan kehamilan.

(7). Menghindarkan ibu dari kemungkinan kanker payudara.


(8). Mencegah kegemukan pada bayi.

Hikmah ayat yang terkandung dalam kitab Suci Alqur’an tersebut, setidaknya
menekankan bahwa Air Susu Ibu (ASI) sangat penting. Walaupun masih ada
perbedaan pendapat tentang wajib atau tidaknya menyusui, tapi selayaknya
bagi seorang muslim menghormati ayat-ayat Allah tersebut. Terlepas wajib
atau tidaknya hukum menyusui, dalam ayat tersebut dengan tegas dianjurkan
menyempurnakan masa penyusuan. Dan di sana juga disinggung tentang
peran sang ayah, untuk mencukupi keperluan sandang dan pangan si ibu,
agar si ibu dapat menuyusi dengan baik. Sehingga jelas, menyusui adala
kerja tim. Keputusan untuk menyapih seorang anak sebelum waktu dua
tahun harus dilakukan dengan persetujuan bersama antara suami isteri
dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi si bayi. Insprasi utama dari
pengambilan keputusan ini harus didasarkan pada penghormatan kepada
perintah Allah dan pelaksanaan hukum-Nya, dan tidak bertujuan
meremehkan perintahNya. Demikian pula jika seorang ibu tidak bisa
menyusui, dan diputuskan untuk menyusukan bayinya pada wanita lain,
sehingga haknya untuk mendapat ASI tetap tertunaikan.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
 Kesimpulan:
1. Bunuh Diri dalam pandangan islam sangat tidak dibenarkan karena
segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri
dan segaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akibatnya adalah dosa
2. Masa nifas ialah masa dimana mulai kembali dari persalinan selesai
hingga alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil
3. Pemberian Asi sangatlah penting dalam kesehatan maupun dalam
pandangan islam karena gizi yang terkandung dalam ASI sangatlah
baik untuk kesehatan bayi

 Saran
Kami selaku penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif
dari pembaca,Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai
bahan pertimbangan untuk memperbaiki makalah ini di kemudian
hari.Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan hasil
yang lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA

1. H. Mas J. Fuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT. Toko


Gunung Agung. 2007. hal. 161
2. Ibid.
3. (Abdul Bari,2000:122).
4. (F.Gary cunningham,MacDonald,1995:281).

Anda mungkin juga menyukai