Anda di halaman 1dari 13

Bunuh Diri dan Euthanasia

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqih

Disusun Oleh :

1. Reza Delviana (1910205055)


2. Wahyuni Ulfa (1910205057)

Dosen Pengampu :

Dr. Aletmi,S.IQ,MA

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yg berjudul ” Bunuh Diri dan Euthanesia” tepat waktu.

Makalah ” Bunuh Diri dan Euthanesia “ disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah
Fiqh dan Ushul Fiqih dengan Dosen pengampu Bapak Dr. Aletmi,S.IQ,MA Selain itu, penulis
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Bunuh Diri dan
Euthanasia.

Penulis berharap Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Sungai Penuh, 31 Mei 2021

Kelompok 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian adalah suatu kepastian bagi setiap makhluk hidup.Namun akhir-
akhir ini menjadi polemik tersendiri ketika merebaknya beberapa kasus tentang
kematian antara kematian yang bersifat alamiah dengan seakan bersifat keinginan
mengakhiri kehidupannya dengan beberapa sebab alasan tertentu baik faktor medis
yang biasa disebut dengan eutanasia maupun ideologi yang sering terjadi dengan
bom bunuh diri.
Bunuh diri merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Ketidakstabilan kondisi sosial-ekonomi, kemiskinan dan pengangguran, orientasi
individualisme dan kolektivisme merupakan realitas yang kini sering dijumpai.
Fenomena tersebut berpotensi menjadi sumber stres, dan jika stres itu cukup besar, lama
atau spesifik maka akan mengganggu kesehatan jiwa individu.
Ketidakmampuan individu mengelola stres akan mengarahkan perilaku individu pada
perilaku destruktif, dimana puncak dari perilaku destruktif adalah bunuh diri. Tindakan
bunuh diri merupakan masalah serius dalam kesehatan masyarakat dunia.Angka bunuh
diri cenderung meningkat, baik di negara berkembang maupun Negara maju.
Lari dari realitas boleh jadi merupakan pilihan yang dapat ditoleransi ketimbang
terus menerus dalam kesadaran yang menyakitkan.Sehingga nampaknya bunuh diri
merupakan jalan pembebasan dari penderitaan.
Dra. Sumarni DW, M.kes seorang sosiolog dari UGM membenarkan pernyataan
tersebut dengan mengatakan bahwa alasan seseorang melakukan bunuh diri karena
tingkat religiusitas sebagian masyarakat masih rendah. Atau dengan istilah lain
kurangnya memahamai agama dengan benar, karena masih adanya kepercayaan yang
dianut sejak turun temurun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Bunuh Diri?
2. Bagaimana Hukum Bunuh Diri?
3. Apa pengertian Euthanasia?
4. Apa saja macam-macam euthanasia?
5. Bagaimana pendapat ulama terkait dengan Euthanasia
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian bunuh diri.
2. Untuk mengetahui hukum bunuh diri.
3. Untuk mengetahui pengertian euthanasia.
4. Untuk mengetahui macam macam euthanasia.
5. Untuk mengetahui bagaimana pendapat para ulama terkait dengan euthanasia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bunuh Diri
1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan
disengaja (Sadock, 2013). Edwin Schneidman menyatakan bahwa bunuh diri
sebagai tindakan pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri
(Schneidman, 2006). Bunuh diri dipandang sebagai malaise multidimensional
pada kebutuhan individu (Roy A, 2000). Tindakan tersebut dirasakan sebagai
pemecahan yang terbaik. Sedangkan percobaan bunuh diri didefenisikan sebagai
tindakan mencelakai diri sendiri yang cukup serius sehingga membutuhkan
pemeriksaan medis dan dilakukan dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
(Krakowski, 2014).

Bunuh diri bukan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan suatu perilaku
atau satu bentuk atau cara menuju kematian (Sadock, 2013). Bunuh diri biasanya
merupakan “jeritan minta tolong” (cry for help) untuk melepaskan diri dari situasi
yang tidak menyenangkan. Tindakan ini dilakukan oleh diri sendiri dan disengaja
(Surilena, 2014). Apabila tindakan percobaan bunuh diri dilakukan terus- menerus
tanpa intervensi dari orang lain sangat mungkin dapat menyebabkan kematian
(Roy A, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwasanya bunuh diri
adalah usaha seseorang untuk menyakiti dirinya sendiri dengan tujuan untuk
meniadakan atau menghilangkan nyawanya sendiri, hal ini biasanya dilakukan
atas dasar motivasi-motivasi tertentu seperti menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi.
2. Hukum Bunuh Diri

Dalam Agama Islam, bunuh diri merupakan tindakan terlarang yang sangat
dibenci oleh Allah.Ancaman dosanya pun tidak tanggung-tanggung dan begitu
mengrugikan. Bahkan dalam hadist dijelaskan bahwa pelaku bunuh diri akan kekal
mendekam di neraka jahanam.
Dalam agama Islam, bunuh diri dengan alasan apapun adalah haram. Orang yang
melakukan perbuatan ini terancam akan mendapatkan dosa yang sangat besar. Sebab
hidup dan matinya seseorang itu berada di tangan Allah SWT dan merupakan karunia
dan wewenang dari Allah.

Bunuh diri diharamkan bukan karena tidak menyayangi hidup yang telah
diberikan kepada Allah kepadanya melainkan karena telah mendahului apa yang
dikehendaki Allah pada dirinya. Secara otomatis telah melanggar qadha’ qodar
yang telah ditentukan oleh Allah, tetapi di sini saya tidak membicarakan aliran
theology Qadariyah. Jadi seseorang itu harus mampu meghadapi sagala ujian yang
diberikan kepada Allah kepada kita dan jangan pula seseorang itu putus asa
sebelum mencoba mengerjakan pekerjaan yang dianggap sukar untuk
diselesaikan. Begitu juga dengan euthanasia, yang esensinya kita diberi amanat
oleh Allah untuk saling menjaga nyawa seseorang antara satu dengan yang
lainnya.[3]
َ ‫ض َّل‬
3. ‫ضلاال بَ ِِددا‬ َّ ِ‫َّللاَ ال يَ ْغ ِف ُر أ َ ْن يُ ْش َركَ بِ ِه َو َي ْغ ِف ُر َما د ُونَ ذَلِلَ ِل َم ْه يَشَا ُء َو َم ْه يُ ْش ِر ْك ب‬
َ ْ‫اَّللِ فَقَد‬ َّ ‫إِ َّن‬

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan

(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa

yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan

Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (Qs.an-Nisa’ :116)

B. Euthanasia
1. Pengertian Euthanasia
Eutanasia berasal dari kata “eu” artinya baik, bagus dan “thanatos” artinya
mati. Jadi eutanasia artinya mati yang baik tanpa melalui proses kematian dengan
rasa sakit atau penderitaan yang berlarut-larut. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa eutanasia adalah usaha dan bantuan yang dilakukan untuk
mempercepat kematian seseorang yang menurut perkiraan sudah hampir
mendekati kematian, dengan tujuan untuk meringankan atau membebaskannya
dari penderitaannya.
Euthanasia adalah istilah yang didapati dalam dunia kedokteran, diartikan
sebagai pembunuhan tanpa penderitaan terhadap pasien yang sedang kritis (akut)
atau menderita penyakit menahun serta tipis harapannya untuk sembuh kembali.
Seorang pasien yang sedang sakit parah dan tidak sanggup lagi, lalu bermohon
agar dokter mengakhiri hayatnya, maka dikabulkanyalah permohonan itu atas
pertimbangan pasien tersebut tipis harapannya untuk dapat sembuh. Kalau pada
orang seperti ini dimatikan maka kita melakukan euthanasia, yang sekarang ini
tidak atau belum diterima di Indonesia, dan negara-negara lain pun masih ada
yang belum menerimanya. Meskipun euthanasia itu juga demi rasa kemanusiaan
yakni membebaskan orang yang hidup padahal tidak ada harapan lagi untuk
hidup. Kehidupan orang secara vegetatif ini membutuhkan juga perawatan, biaya,
dan sebagainya. Itu alasan-alasan yang dipertimbangkan bagi euthanasia .
2. Macam-macam Euthanasia
Euthanasia dapat dibagi menjadi dua macam, diantaranya:
a. Euthanasia Aktif (positif)
Yaitu apabila seorang dokter melihat pasiennya dalam keadaan
penderitaan yang sangat berat, karena penyakitnya yang sulit disembuhkan
dan menurut pendapatnya penyakit tersebut akan mengakibatkan
kematian, dan karena rasa kasihan terhadap si penderita ia melakukan
penyuntikan untuk mempercepat kematiannya. Firman Allah SWT:

"…… dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah


maha penyayang"
b. Euthanasia Pasif (Negatif)
Yaitu apabila dokter tidak memberikan bantuan secara aktif untuk
mempercepat proses kematian pasien.6 Jika seorang pasien menderita
penyakit dalam stadium terminal, yang menurut pendapat dokter sudah
tidak mungkin lagi disembuhkan, maka kadang-kadang pihak keluarga
karena tidak tega melihat seorang anggota keluarganya berlamalama
menderita di rumah sakit, lalu meminta kepada dokter untuk
menghentikan pengobatan. Akibatnya si penderita akhirnya meninggal.
Firman Allah SWT:

7
"……. Allah menghidupkan dan mematikan dan Allah melihat apa yang
kamu kerjakan"
Contohnya: seorang penderita kanker ganas merasakan sakit yang luar
biasa hingga penderita pingsan. Menurut pengetahuan medis, orang yang
sakit ini tidak ada harapan untuk bisa hidup normal lagi (tidak ada harapan
hidup). Sehingga orang yang sakit tersebut dibiarkan mati secara alamiah.
Karena walaupun peralatan medis digunakan, sudah tidak berfungsi lagi
bagi pasien.
3. Pendapat Ulama tentang Euthanasia
Ajaran Islam memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam Islam
ditegaskan bahwa semua bentuk kehidupan merupakan ciptaan Allah akan
mengalami kebinasaan, kecuali Allah sendiri sebagai sang pencipta. Allah SWT
berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala
penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. Islam mengajarkan
bahwa kematian datang dengan tidak seorang pun yang dapat memperlambat atau
mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya terjadi dengan izin-
Nya dan kapan saat kematian itu tiba telah ditentukan waktunya oleh Allah.
Dalam Islam kematian adalah sebuah gerbang menuju kehidupan abadi (akhirat)
di mana setiap manusia harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya selama
hidup di dunia di hadapan Allah SWT.
Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional
Pengobatan Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic
Medical) menyatakan: bahwa eutanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri
(tidak dibenarkan) sesuai dengan firman Allah: “Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”. Kesabaran dan
ketabahan terhadap rasasakit dan penderitaan sangat dihargai dan mendapat
pahala yang besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah menimpa
kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan,
kesusahan maupun penyakit, bahkan dari yang menusuknya, kecuali Allah
menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu”
(HR. Bukhari Muslim).
Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan Ulama syara’ ialah
bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya, pendapat ini
dikemukakan menurut Jumhur Fuqaha dan Imam-Imam mazhab. Bahkan menurut
mereka, mengobati atau berobat ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya.
Sahabat-sahabat Imam syafi’i, Imam Ahmad dan sebagian Ulama menganggap
bahwa mengobati itu sunnah.
Para Ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama. Berobat
ataukah bersabar? Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak
berobat) itu lebih utama, berdasarkan hadits 'Atho bin robaah yang diriwayatkan
dalam kitab sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit ayan dan auratnya
sering terbuka, wanita itu meminta kepada Nabi SAW agar mendoakannya, lalu
beliau menjawab “Jika engkau mau bersabar (maka bersabarlah) engkau akan
mendapat surga; jika engkau mau, maka saya doakan kepada Allah agar Dia
menyembuhkanmu. Wanita itu menjawab aku akan bersabar. Sebenarnya saya
tadi ingin dihilangkan penyakit saja, oleh karena itu doakanlah kepada Allah agar
saya tidak minta dihilangkan penyakit saya. Lalu Nabi mendoakan orang itu agar
tidak meminta dihilangkan penyakitnya”. Hadist tersebut menunjukkan bahwa
boleh meninggalkan berobat dalam kondisi seperti yang wanita itu alami yaitu
saat masih kuat menahan penyakitnya (Fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid no.
8197).
Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali membantah orang yang
berpendapat bahwa tidak berobat itulebih utama dalam keadaan apapun. Pendapat
fuqaha yang lebih popular mengenai masalah berobat atau tidak bagi orang sakit
adalah: sebagian besar di antara mereka berpendapat mubah, sebagian kecil
menganggapnya sunnah, dan sebagian kecil lagi (lebih sedikit) berpendapat wajib.
Jadi pendapat dari sejumlah fuqaha, para ahli (dokter), dan ahli fiqh lainnya
memperbolehkan eutanasia pasif (negatif).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kematian adalah suatu kepastian bagi setiap makhluk hidup.Namun akhir-
akhir ini menjadi polemik tersendiri ketika merebaknya beberapa kasus tentang
kematian antara kematian yang bersifat alamiah dengan seakan bersifat keinginan
mengakhiri kehidupannya dengan beberapa sebab alasan tertentu baik faktor medis
yang biasa disebut dengan eutanasia maupun ideologi yang sering terjadi dengan
bom bunuh diri.
Bunuh diri merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk mengakhiri
hidupnya. Ketidakstabilan kondisi sosial-ekonomi, kemiskinan dan pengangguran,
orientasi individualisme dan kolektivisme merupakan realitas yang kini sering dijumpai.
Fenomena tersebut berpotensi menjadi sumber stres, dan jika stres itu cukup besar, lama
atau spesifik maka akan mengganggu kesehatan jiwa individu.

Bunuh diri adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja
(Sadock, 2013). Edwin Schneidman menyatakan bahwa bunuh diri sebagai tindakan
pembinasaan yang disadari dan ditimbulkan diri sendiri (Schneidman, 2006). Bunuh diri
dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan individu (Roy A, 2000).
Tindakan tersebut dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik. Sedangkan percobaan
bunuh diri didefenisikan sebagai tindakan mencelakai diri sendiri yang cukup serius
sehingga membutuhkan pemeriksaan medis dan dilakukan dengan tujuan untuk
mengakhiri hidup (Krakowski, 2014).
Eutanasia berasal dari kata “eu” artinya baik, bagus dan “thanatos” artinya mati.
Jadi eutanasia artinya mati yang baik tanpa melalui proses kematian dengan rasa sakit
atau penderitaan yang berlarut-larut. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
eutanasia adalah usaha dan bantuan yang dilakukan untuk mempercepat kematian
seseorang yang menurut perkiraan sudah hampir mendekati kematian, dengan tujuan
untuk meringankan atau membebaskannya dari penderitaannya.
B. Saran
Dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan kepada pembaca agar dapat
memahami apa pengertian dari filsafat pendidikan dan apa saja cakupan cakupannya.
DAFTAR PUSTAKA

Adam,Hussein Muhammad. 2012. Ebook Kajian Bunuh Diri. (Sukabumi Selatan : Adamsein
Media Ebook Publisher.

Rada,Arifin. 2013. Euthanasia dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Perspektif. Vol.18. No.2.

Sinta. Perilaku Bunuh Diri. Dikutip pada https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen


dir/82010cf43c3085d04815ce7f04ddd813.pdf. Diakses pada tanggal 2 Juni 2021.

Thobroni,Ahmad. 2017. Bom Bunuh Diri dan Euthanasia dalam Tinjaun Hukum Islam. Jurnal
Studi dan Penelitian Hukum Islam. Vol.1. No.1.

Anda mungkin juga menyukai