Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling (BK) adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan
oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka
atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau
kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya
sendiri.
Sangat banyak masalah – masalah di sekolah terutama pada siswa itu sendiri yang tidak
dapat diselesaikan dengan pengajaran oleh guru biasa di sekolah, untuk menyelesaikan
masalah pada setiap siswa di sekolah sangat di perlukan Bimbingan dan Konseling, tapi
sebelum itu agas Bimbingan dan Konseling dapat terlaksana dengan baik, salah satu
syarat yang perlu dan mutlak adalah di kuasainya pengertian yang tepat mengenai
Bimbingan dan Konseling itu oleh semua personil sekolah yang terlibat dalam kegiatan
pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, menyangkut upaya
memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseling, agar mampu
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya
(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual), dan sudah
menjadi keniscayaan apabila dijumpai problematika yang mewarnai proses pelaksanaan
yang melibatkan banyak hal. Akan tetapi dalam hal ini hanya akan dibahas problematika
atau permasalahan yang menyangkut: kelembagaan/bimbingan dan konseling itu sendiri,
peserta didik (konseli) dan konselor.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hambatan-hambatan dalam bimbingan dan konseling?
2. Bagaimana pemahaman yang salah mengenai bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana strategi mengatasi hambatan bimbingan dan konseling?

C. Tujuan
1. Mengetahui hambatan-hambatan dalam bimbingan dan konseling?
2. Mengetahui pemahaman yang salah mengenai bimbingan dan konseling?
3. Mengetahui strategi mengatasi hambatan bimbingan dan konseling?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hambatan-hambatan Dalam Proses Konseling

Secara garis besar hambatan bimbingan dan konseling dikelompokkan dalam dua hal,
yaitu:

1. Hambatan Internal.

Hambatan internal ini berkaitan dengan kompetensi konselor. Kompetensi


konselor meliputi kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi
akademik konselor yakni lulusan S1 bimbingan konseling atau S2 bimbingan
konseling dan melanjutkan pendidikan profesi selama 1 tahun. Kenyataan di
lapangan membuktikan bahwa masih banyak ditemukan diberbagai sekolah SMP,
MTs, MA, SMA, dan SMK guru BK nonBK, artinya konselor sekolah yang bukan
berlatar pendidikan bimbingan konseling. Mereka diangakat oleh kepala sekolah
karena dianggap bisa atau mereka yang berasal dari sarjana agama. Meskipun
secara keilmuan mereka tidak mendalami tentang teori-teori bimbingan konseling.
Kompetensi profesional terbentuk melalui latihan, seminar, workshop. Untuk
menjadi konselor profesional memerlukan proses dan waktu. Konselor profesional
membutuhkan jam terbang yang cukup matang. Di samping itu masih juga
ditemukan dilapangan, adanya manajemen bimbingan dan konseling yang masih
amburadul. Uman Suherman (2008), lebih lanjut menjelaskan mengenai
manajemen bimbingan dan konseling, layanan bimbingan dan konseling perlu
diurus, diatur, dikemudikan, dikendalikan, ditangani, dikelola, diselenggarakan,
dijalankan, dilaksanakan dan dipimpinoleh orang yang memiliki keahlian,
keterampilan, serta wawasan dan pemahaman tentang arah, tujuan, fungsi,
kegiatan, strategi dan indicator keberhasilannya.

2. Hambatan Eksternal.
a. Layanan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa saja

Bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip


keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan
asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah
satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa
pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui
pendidikandan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi, serta
pengalaman- pengalaman

b. Bimbingan dan Konseling hanya untuk orang yang bermasalah saja

Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya masalah,


jika tidak ada maka BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk
membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri bahwa
salah satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu
dalam menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu
sendiri adalah melakukan tindakan preventif agar masalah tidak timbul dan
antisipasi agar ketika masalah yang sewaktu-waktu datang tidak
berkembang menjadi masalah yang besar.

c. Keberhasilan layanan BK tergantung kepada sarana dan prasarana

Kehandalan dan kehebatan seorang konselor itu disebabkan dari


ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan mutakhir. Seorang
konselor yang dinilai kurang bagus kinerjanya, seringkali berdalih dengan
alasan bahwa ia kurang didukung oleh sarana dan prasarana yang bagus.
Sebaliknya pihak konseli pun terkadang juga terjebak dalam asumsi bahwa
konselor yang professional terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki
konselor. Pada hakikatnya profesionalitas konselor itu dinilai bukan dari
faktor luarnya, tetapi lebih kepada faktor kepribadian konseloritu sendiri,
termasuk didalamnya pemahaman agama, tingkah laku sehari-hari,
pergaulan dan gaya hidup.
d. Konselor harus aktif, sedangkan konseli harus/boleh pasif

Sering kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan sepenuhnya


penyelesaian masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa
memang itulah kewajiban konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan BK
tersebut konseli harus membayar. Hal ini terjadi sebenarnya juga
disebabkan karena tak jarang konselor yang membuat konseli itu menjadi
sangat berketergantungan dengan konselor. Konselor terkadang
mencitrakan dirinya sebagai pemecah masalah yang handal dan dapat
dipercaya. Konselor seperti ini biasanya berorientasi pada ekonomi bukan
pengabdian. Tak jarang juga konselor yang enggan melepaskan
konselinya, sehingga dia merekayasa untuk memperlambat proses
penyelesaian masalah, karena tentunya jika tiap pertemuan konseli harus
membayar maka akan semakin banyak keuntungan yang
diperolehkonselor.

e. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus


segeraterlihat

Konseli (orangtua/keluarga konseli) yang berekonomi tinggi memaksakan


kehendak kepada konselor untuk dapat menyelesaikan masalahnya secepat
mungkin tak peduli berapapun biaya yang harus dikeluarkan. Tidak jarang
konselor sendiri secara tidak sadar atau sadar (karena ada faktor tertentu)
menyanggupi keinginan konseli yang seperti ini, biasanya konselor ini
meminta kompensasi dengan bayaran yang tinggi. Yang lebih parah justru
kadang ada konselor itu sendiri yang mempromosikan dirinya sebagai
konselor yang mampu menyelesaikan masalah secara tuntas dan cepat.
Pada dasarnya yang mampu menganalisa besar/kecil nya masalah dan
cepat/lambat nya penanganan masalah adalah konselor itu sendiri, karena
konselor tentunya memahami landasan dan kerangka teoritik BK serta
mempunyai pengalaman dalam penanganan masalah yang sejenisnya.

f. Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah “polisi sekolah”


Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi
sekolah”. Hal ini disebabkan karena seringkali pihak sekolah
menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan
sekolah lainnya kepada guru BK. Bahkan banyak guru BK yang diberi
wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang bermasalah. Sehingga
banyak sekali kita temukan di sekolah-sekolah yang menganggap guru BK
sebagai guru yang ditakuti. Guru (BK) itu bukan untuk ditakuti tetapi
untuk disegani, dicintai dan diteladani. Jika kita menganalogikan dengan
dunia hukum, konselor harus mampu berperan sebagai pengacara, yang
bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat mencurahkan isi hati dan
pikiran. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi
informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif
yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan
bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi
harapan. Kendati demikian, konselor juga tidak bisa
membela/melindungisiswa yang memang jelas bermasalah, tetapi konselor
boleh menjadi jaminan untuk penangguhan hukuman/pe-maaf-an bagi
konselinya. Yangsalah tetaplah salah tetapi hukuman boleh saja tidak
diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu sendiri.

B. Pemahaman yang salah mengenai bimbingan dan Konseling


Banyak faktor yang mempengaruhi kesalahpahaman pandangan terhadap bimbingan dan
konseling, salah satunya adalah latar belakang pendidikan guru bimbingan di sekolah.
Awal tahun 1960 pakar mengatakan bahwa perlu Bimbingan dan Konseling di sekolah
tetapi tenaga atau guru BK yang profesional belum ada. Jadi diangkatlah guru mata
pelajaran sebagai guru BK dan kisah ini berlanjut sampai sekarang. Guru BK tersebut
dalam menjalankan tugasnya banyak yang tidak sesuai dengan tujuan, asas-asas, dan
prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling. Dari satu faktor ini, memicu banyak
kesalahpahaman terhadap Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Kesalahpahaman yang terjadi selajutnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan kepala
sekolah tentang Bimbingan dan Konseling itu sendiri antara lain tugas-tugas yang bukan
merupakan tanggung jawab guru BK dilimpahkan kepada guru BK.
Bimbingan dan Konseling dianggap hanya menangani siswa yang bermasalah saja.
Ketika seorang siswa terkena masalah, guru BK baru turun untuk menanganinya.
Bimbingan dan Konseling dahulu bernama Bimbingan dan Penyuluhan (BP).
Perbedaannya yaitu Bimbingan dan Penyuluhan hanya menangani siswa yang
bermasalah, sedangkan Bimbingan dan Konseling bukan hanya siswa yang bermasalah
saja tetapi untuk semua siswa terutama yang membutuhkan. Selain itu konselor juga
sering menampilkan "profil orang tua" dari pada "profil konselor" yaitu Bimbingan dan
Konseling hanya dianggap sebagai layanan pemberian nasehat, hal ini diperkuat dengan
semakin bertambah usia konselor maka ada kecenderungan untuk memberikan nasehat
saja dari pada upaya pemecahan masalah.
Kesalah pemahaman ini juga tidak hanya dilihat dari hal-hal diatas. Menurut Endang
Ertiati Suhesti (2012) mengemukakan bahwa ada 7 kesalahpemahaman dalam bimbingan
dan konseling, yaitu:
1. Konselor sekolah (masih) dianggap polisi sekolah
Tidak jarang konselor sekolah diberi tugas untuk mengurusi dan menghakimi para
peserta didik yang tidak mematuhi peraturan. Konselor sekolah ditugaskan untuk
mencari para peserta didik yang bersalah dan diberi wewenang mengambil
tindakan bagi peserta didik yang bersalah tersebut. Konselor sekolah didorong
untuk mencari bukti - bukti bahwa peserta didik tersebut bersalah. Dengan tugas
semacam itu akan membentuk stigma diantara para peserta didik bahwa konselor
bertugas untuk mengurusi para peserta didik yang menjadi “biang kerok”
keributan atau yang menyalahi peraturan. Sehingga jika ada peserta didik yang
dipanggil atau berurusan dengan konselor termasuk dalam kelompok peserta didik
bermasalah.
Padahal pandangan tersebut keliru, konselor sekolah bukan polisi yang selalu
mencurigai dan akan menangkap siapa saja yang bersalah. Konselor sekolah
adalah kawan dan kepercayaan peserta didik, menjadi tempat berbagi tentang apa
yang dirasakan dan dipikirkan mereka. Konselor sekolah harus perupaya untuk
menjadi seorang yang bisa menunjukkan jalan, membangun kekuatan dan
kemauan individu menuju ke arah yang lebih baik.
2. Konselor sekolah dianggap dewa nasehat
Adanya perbedaan usia yang lebih tua dengan pesert didik mendorong konselor
untuk memberi nasehat. Padahal bimbingan dan konseling dilakukan bukan hanya
semata - mata untuk memberikan nasehat. Menurut endang Ertiati dalam buku
Priyanto Erman Anti (1999:123) menegaskan bahwa pemberian nasehat hanya
merupakan sebagian kecil dari upaya - upaya bimbingan dan konseling. Lebih
dari itu konseli membutuhkan pelayanan lain, seperti mendapatkan layanan
informasi, bimbingan belajar, penempatan dan penyaluran. Oleh sebab itu,
pelayanan bimbingn dan konseling menyangkut keseluruhan kepentingan konseli
untuk mengembangkan pribadinya secara maksimal.
3. Bimbingan dan konseling hanya untuk konseli - konseli tertentu saja
Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah tdak hanya terbatas pada beberapa
individu saja. Seluruh peserta didik mendapatkan hak yang sama dalam
memperoleh layanan bimbingan dan konseling, kapanpun juga. Bimbingan dan
konseling tidak mengenal penggolongan peserta didik berdasarkan kondisinya
(misalnya jenis kelamin, kelas sosial/ekonomi, agama, suku dan lain sebagainya).
Penggolongan yang dilakukan, hanya didasarkan klasifikasi masalah (Endang
Ertati dalam buku Prianto dan Erman Anti 1999:124)
4. Dalam proses konseling konselor sekolah harus aktif
Saat proses konseling berlangsung, seringkali konselor yang lebih aktif dalam
berbicara dan memegang kendali dengan kalimat - kalimat yang sarat nasehat atau
dengan memperbanyak bicara tentang dirinya. Hal ini perlu diminimalisir.
Konselor sebaiknya memahami kapan perlu berhenti bicara dihadapan konseli
saat konseling berlangsung. Upayakan untuk memberi ruang dan kesempatan
konseli berbicara sepenuhnya untuk menceritakan tentang apa yang dirasakan dan
dipikirkannya. Lebih jauh konselor berupaya untuk menggali lebih dalam akar
penyebab maslah yang sedang dihadapi konseli.
5. Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja.
Pada realitanya, anggapan bahwa tugas konselor sekolah bisa dilakukan siapa saja
masih banyak ditemukan. Diantaranya mereka mempunyai pandangan bahwa
konseling sama halnya dengan pembicaraan biasa, sehingga siapapun bisa
melakukannya.
6. Hasil pekerjaan konselor sekolah harus segera dilihat
Tak bisa dipungkiri bahwa yang diinginkan dalam dunia pendidikan adalah
peserta didik yang mempunyai perilaku dan kepribadian baik serta dapat
mengembangkan diri dengan optimal. Oleh karenanya, banyak pihak yang
menghendaki hasil pekerjaan bimbingan konseling segera dilihat agar tidak
menghambat kemajuan pendidikan. Padahal mengubah ke arah yang lebih baik
tidak dapat dilakukan dalam hitungan jam saja, butuh proses dan waktu yang
relatif lama.
7. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua konseli
Seringkali upaya penanganan dalam menghadapi masalah konseli disamaratakan
karena masalah yang ditangani juga sama. Perlu diingat bahwa setiap individu
adalah unik, memiliki perbedaan masing - masing, sehingga walaupun dengan
masalah yang sama belum tentu cara penanganannya sama. Cara apapun yang
akan dipakai dalam membantu mengatasi masalah sebaiknya perlu disesuaikan
dengan kondisi pribadi konseli dn berbagi hal yang terkait dengannya. Bahkan
seringkali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu
dibedakan. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji mendalam dapat
memiliki hakikat berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk
mengatasinya.

C. Strategi Mengatasi Hambatan Bimbingan dan Konseling


Adapun cara-cara untuk meminimalisir dan mencoba mengatasi hambatan dalam proses
pelaksanaan konseling agar berjalan lebih efektif, adalah sebagai berikut:
1. Dalam kegiatan konseling diharapkan konselor dan konseli untuk membina
hubungan (kerjasama) yang baik dalam diri masing-masing agar tercipta suasana
yang nyaman sehingga ada perasaan bebas, terutama konseli, untuk
mengungkapkan persoalan yang sedang dihadapinya.
2. Dari pihak konselor, diharapkan teknik-teknik dalam konseling (verbaldan
nonverbal) harus dikuasai dengan baik, sehingga masalah yang sedang dihadapi
konseli dapat terungkap dengan baik dan jelas.
3. Membuat program bimbingan dan konseling sesuai dengan kubutuhan dan situasi
kondisi sekolah.
4. Melaksanakan program sesuai dengan kemampuan guru bimbingan dan konseling
dan sekolah.
5. Melaksanakan sosialisasi tentang tugas guru bimbingan dan konseling disekolah
agar para siswa, guru mata pelajaran lain, dan kepala sekolah memahami tugas-
tugas guru bimbingan dan konseling disekolah.
6. Tidak terlalu menuntut kepada sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana
bimbingan dan konseling jika sekolah memang tidak mampu menyediakannya.
Namun membuat usulan adalah hal yang bijak untuk dilaksanakan.
7. Menguasai konsep bimbingan dan konseling dan jangan malu bertanya jika guru
bimbingan dan konseling memang tidak menguasai layanan bimbingan dan
konseling di sekolah, bertanya lebih baik dari pada salah dalam melaksanakan
layanan bimbingan dan konseling.
8. Menjalin kerja sama yang solid antar guru bimbingan dan konseling melalui
komunikasi intensif dalam forum MGBK, ABKIN dan forum-forum lain yang
dapat meningkatkan kinerja bimbingan dan konseling.
9. Tidak memaksakan diri untuk menangani kasus yang bukan menjadi tanggung
seorang guru bimbingan dan konseling sepeti narkotika, kasus-kasus kriminal,
atau kasu-kasus kelainan jiwa, ingat bahwa betanggung jawab sebatas siswa yang
normal. Dan jika hal ini terjadi disekolah, maka segera koordinasikan dengan
pihak terkait untuk segera di “Referal” atau alih tangan kasuskan.
10. Menumbuhkan niat dan mantapkan hati bahwa “Saya akan menjadi guru
bimbingan dan konseling yang professional mulai hari ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam proses bimbingan dan konseling terdapat hambatan baik dari internal maupun
eksternal. Dimana hal ini dapat mengurangi efektivitas dalam proses bimbingan konseling.
Selain hambatan, pemahaman yang salah juga mempengaruhi proses bimbingan dan
konseling. Menurut Endang Ertiati Suhesti (2012) mengemukakan bahwa ada 7
kesalahpemahaman dalam bimbingan dan konseling, yaitu: (1) Konselor sekolah (masih)
dianggap polisi sekolah; (2) Konselor sekolah dianggap dewa nasehat; (3) Bimbingan dan
konseling hanya untuk konseli - konseli tertentu saja; (4) Dalam proses konseling konselor
sekolah harus aktif; (5) Tugas dan fungsi konselor sekolah dapat dilakukan siapa saja; (6)
Hasil pekerjaan konselor sekolah harus segera dilihat; dan (7) Menyamaratakan cara
pemecahan masalah bagi semua konseli. Hal ini haruslah diselesaikan agar meminimalisir
dampak negatif terhadap proses bimbingan konseling.
DAFTAR PUSTAKA

Aas, H. (2021). Makalah TMBKI HAMBATAN DAN KENDALA DALAM KONSELING (FIX).

Diakses dari https://www.academia.edu/37731072/Makalah_TMBKI_HAMBATAN


DAN_KENDALA_DALAM_KONSELING_FIX_, pada 23 Oktober 2021, pukul 20:47
WIB

Blog ku. (2017). Problematika Bimbingan dan Konseling. Diakses dari

https://renysoleha96.blogspot.com/2017/01/problematika-bimbingan-dan-konseling.html,
pada 23 Oktober 2021, pukul 20:58 WIB

Ilmu Kita. (2016). Kesalahpahaman Bimbingan dan Konseling. Diakses dari

http://asrofimuhammad183.blogspot.com/2016/02/kesalahpahaman-bimbingan-dan-
konseling.html, pada 23 Oktober Oktober, pukul 20:54 WIB

Anda mungkin juga menyukai