Anda di halaman 1dari 5

layanan referel

1. pengertian

Referal atau alih tangan merupakan layanan dengan melimpahkan masalah kepada pihak yang lebih
mampu dan berwenang. Layanan referal ini dilakukan apabila masalah yang dihadapi peserta didik di
luar kemampuan atau kewenangan guru atau guru pembimbing MISD. Menumt Surya 1986; 24 ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam layanan referal, yaitu: 1 Referal harus disertai dengan data
yang lengkap tentang peserta didik dan masalah yang dihadapinya. 2 Referal harus disertai dengan surat
pengantar yang menjelaskan tujuan referal. 3 Referal harus disetujui oleh peserta didik yang
bersangkutan, dan orang tua kalau perlu. 4 Layanan referal harus tetap menjadi tanggung jawab pihak
sekolah. Pihak yang dirujuk harus tetap menjalin hubungan dengan pihak sekolah. 5 Pihak yang dirujuk
harus memberikan laporan terperinci tentang perkembangan dan hasil upaya rujukan itu kepada pihak
sekolah. Laporan tersebut penting diketahui dan dijadikan bahan untuk memberikan perlakuan yang
berkesinambungan di sekolah dan di rumah.

2. tujuan dan fungsi

Tujuan Referal

1. Tujuan umum dari alih tangan kasus adalah diperolehnya pelayanan yang optimal, setuntas
mungkin, atas masalah yang dialami konseli.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus berkaitan dengan fungsi-fungsi konseling yaitu:

· Fungsi pengentasan : Tenaga ahli yang menjadi arah referal diminta memberikan pelayanan yang
secara spesifik lebih menuntaskan pengentasan masalah konseli.

· Fungsi pemahaman : Untuk memahami masalah yang sedang dihadapi konseli guna pengentasan.

· Fungsi pencegahan : Merupakan dampak positif yang diharapkan dari referal untuk menghindari
masalah yang lebih pelik lagi.

· Fungsi pengembangan dan pemeliharaan : Dengan terentaskannya masalah berbagai potensi


dapat terpelihara dan terkembang.
· Fungsi advokasi : Berhubungan dengan masalah klien berkenaan dengan terhambatnya atau
teraniayanya hak-hak konseli.

3. komponen

Komponen dalam Referal

Penyelenggaraan referal melibatkan tiga komponen pokok, yaitu :

1. Klien dengan masalahnya

Tidak semua masalah dapat dialih tangankan untuk itu perlu dikenali masalah-masalah apa saja yang
menjadi kewenangan konselor. Seperti masalah-masalah berkenaan dengan :

ü Penyakit, baik penyakit fisik ataupun mental (kejiwaan)

ü Kriminilitas, dengan segala bentuknya.

ü Psikotropika, yang didalamnya dapat terkait masalah kriminilitas dan penyakit.

Apabila konselor mengetahui bahwa konseli secara substansial berkenaan dengan salah satu atau lebih
dari tersebut diatas, konselor harus mengalihtangankannya keahli lain yang berwenang. Namun bila
berkenaan dengan kekhawatiran takut terkena penyakit atau guna-guna, hal ini menjadi kewenangan
konselor untuk menanganinya. Bila berkenaan dengan masalah kriminal, siapapun yang mengetahuinya
harus segera melapor kepihak yang berwenang. Dalam hal ini konselor hanya menangani klien yang
masalah kriminalnya telah diproses oleh pihak yang berwajib dan yang lainnya.

2. Konselor

Dalam menangani konseli, hal-hal yang perlu dikenali secara langsung oleh konselor, bahwa hanya
konseli yang normal saja yang ditangani konselor, diluar itu dialih tangankan kepada ahlinya. Untuk
dapat mengalihtangankan konseli dengan baik, konselor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang
memadai tentang para ahli yang dapat menjadi arah referral beserta nama dan alamatnya hendak
dimiliki konselor.

Ahli lain

Lima ahli lain perlu dipahami oleh konselor sebagai arah referal, yaitu dokter, psikiater, psikolog, guru,
dan ahli lain dalam bidang tertentu.

a) Dokter, adalah ahli yang menangani berbagai penyakit jasmaniah

b) Psikiater, adalah ahli yang menangani penyakit psikis


c) Psikologi, adalah ahli yang mendeskripsikan kondisi psikis

d) Guru, termasuk dosen, adalah ahli dalam mata pelajaran atau bidang keilmuan tertentu.

e) Ahli bidang tertentu, adalah mereka yang menguasai bidang-bidang tertentu, seperti adat, agama,
budaya tertentu, dan hukuman, serta ahli lain pengembangan pribadi yang memerlukan kebutuhan
khusus kepada ahli-ahli tersebut itulah klien dialihtangankan sesuai dengan permasalahannya. Pihak
yang berwenang seperti polisi, tidak termasuk kedalam pihak yang menjadi arah ATK, sebab masalah
Kriminal yang harus dilaporkan kepada polisi bukanlah ATK, melainkan merupakan kewajiban semua
warga.

4. teknik

Pertimbangan

Pertama-tama harus dipertimbangkan benar tidak perlunya referral, melalui diskusi yang cukup
mendalam dengan konseli. Konselilah yang mengambil keputusan tentang akan dilaksanakannya referal.
Selanjutnya konselor memfasilitasi penyelenggaraan referal.

2. Kontak

Konselor melakukan kontak awal dengan ahli yang menjadi arah referral dengan cara yang cepat dan
tepat. Apabila kontak awal berhasil positif, konselor langsung meminta konseli bertemu langsung
dengan ahli yang dimaksud (surat pengantar dengan beberapa catatan yang perlu) dapat disertakan dan
dibawa konseli. Selanjutnya konselor dapat berhubungan dengan ahli tempat referal dalam
memperlancar pelayanan pada umumnya dan jika memungkinkan dapat melakukan kerjasama demi
kesuksesan pelayanan terhadap konseli.

3. Waktu dan tempat

Referal dapat diselenggarakan setelah dua hal terpenuhi yaitu:

- Klien memutuskan untuk referal (bersedia).

- Ahli yang menjadi arah ATK merespon positif diselenggarakannya referal.

4. Evaluasi

Konselor mengevaluasi apakah referal itu berjalan lancar dan cukup produktif untuk mengetahui
keberhasilan pelayanan secara menyeluruh.

konferensi kasus
1. pengertian

Pengertian

konferensi kasus Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan
dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri
oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan siswa (konseli).

Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus dilakukan konferensi kasus. Tetapi
untuk masalah-masalah yang tergolong pelik dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi
kasus sangat penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian masalah siswa
(konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di sekolah semata, tetapi bisa dilakukan
secara kolaboratif, dengan melibatkan berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki
kepentingan dengan permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).

Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Artinya, tidak semua
pihak bisa disertakan dalam konferensi kasus, hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan
kepentingan langsung dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam konferensi
kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus bersifat rahasia dan hanya
untuk diketahui oleh para peserta konferensi.

Konferensi kasus bukanlah sejenis “sidang pengadilan” yang akan menentukan hukuman bagi siswa.
Misalkan, konferensi kasus untuk membahas kasus narkoba yang dialami siswa X. Keputusan yang
diambil dalam konferensi bukan bersifat “mengadili” siswa yang bersangkutan, yang ujung-ujungnya
siswa dipaksa harus dikeluarkan dari sekolah, akan tetapi konferensi kasus harus bisa menghasilkan
keputusan bagaimana cara terbaik agar siswa tersebut bisa sembuh dari ketergantungan narkoba.

2. tujuan

Secara umum, tujuan diadakan konferensi kasus yaitu untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi
pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:

1. mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan berbagai data/informasi
yang dipandang saling bertentangan atau kurang serasi satu sama lain (cross check data)
2. mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan data yang cukup
komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa (konseli) guna memudahkan pengambilan
keputusan

3. mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran dari para peserta
konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa (konseli) beserta upaya pengentasannya.

3. fungsi

4. teknik

4. teknik

Implementasi konferensi kasus dapat menerapkan beberapa teknik sebagai berikut :pertama, kelompok
nonformal. Konferensi kasus menggunakan teknik ini bersifat tidak resmi, artinya tidak menggunakan
cara-cara tertentu yang bersifat instruksional, atau tidak ada instruksi atau perintah dari siapa pun.

Kedua, pendekatan normatif. Penerapan teknik ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (a)
Penyebutan nama seseorang harus disertai penerapan asas kerahasiaan (apabila memungkinkan
penyebutan nama dihindari). (b) Pengungkapan sesuatu dan pembahasannya harus didasarkan pada
tujuan positif yang menguntungkan semua pihak yang terkait. Dengan perkataan lain, apa pun yang
dibahas tidak merugikan pihak-pihak tertentu. (c) pembicaraan dalam suasana bebas dan terbuka,
objektif tanpa pamrih, dan tidak didasarkan asas criteria kalah menang. (d) Diminta kelompok diwarnai
semangat memberi dan menerima. (e) Bahasa dan cara-cara yang digunakan diwarnai oleh asas
kenormatifan.

Ketiga, pembicaraan terfokus. Semua peserta konferensi kasus bebas mengembangkan apa yang
diketahui, dipikirkan, dirasakan, dialami, dan dibayangkan akan terjadi berkaitan dengan kasus yang
dibicarakan, namun jangan sampai pembicaraan meluas di luar konteks, mengada-ada, apalagi sampai
menyentuh daerah yang menyinggung pribadi-pribadi tertentu. Untuk itu, konselor harus mampu : (a)
Membangun suasana nyaman bagi seluruh peserta dalam mengikuti pembiaraan, (b) Mendorong para
peserta untuk berperan optimal dalam pembahasan kasus, (c) Mengambil inti pembicaraan dan
menyimpulkan seluruh isi pembicaraan.

Anda mungkin juga menyukai