Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BAB IX

SISTEM POLITIK ISLAM

1
DAFTAR ISI

1. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3


1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3. Tujuan .......................................................................................................3
2. BAB II PEMBAHASAN .................................................................................5
2.1. Pengertian Politik ..................................................................................... 5
2.2. Pentingnya Pemerintah ............................................................................ 7
2.3. Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Islam .................................................... 8
2.4. Penguasa dan Rakyat ............................................................................ 10
2.5. Demokrasi Dalam Pandangan Islam ...................................................... 10
3. BAB III KESIMPULAN ................................................................................ 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan ini, tidak mungkin manusia akan berdiri sendiri


tanpa adanya manusia lain. Mereka akan saling bersosialisasi, bekerja sama,
dan menciptakan sebuah kelompok yang akan saling menghormati,
menghargai, dan sebagainya. Pastilah dari itu muncul sebuah pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam suatu masyarakat luas sebagai wujud proses
pembentukan keputusan, terkhusus dalam sebuah negara, dengan kata lain
terbentuk sebuah sistem politik. Setiap negara mempunyai sistem politik yang
berbeda-beda. Setiap negara akan berjuang menerapkan sistem politiknya
untuk menciptakan stabilitas dan keamanan.
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al
Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat
muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa
yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaan termuat
didalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist
permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas:
prinsip politik islam, prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar
negeridalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang. Prinsip-prinsip
politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik
islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada.
1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud politik?


2. Bagaimana pentingnya pemerintah?
3. Bagaimana nilai-nilai dasar sistem politik Islam?
4. Apa yang dimaksud penguasa dan rakyat?
5. Apakah itu demokrasi dalam pandangan Islam?
1.3. Tujuan

1. Mengetahui pengertian politik


2. Mengetahui pentingnya pemerintah
3. Mengetahui nilai-nilai dasar sistem politik Islam
4. Mengetahui pengertian penguasa dan rakyat
5. Mengetahui demokrasi dalam pandangan Islam

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Politik

Politik dalam bahasa Arab disebut (siyasah). Dalam kamus Lisamul


Arabdisebutkan bahwa kata siyasahbermakna mengurus sesuatu dengan kiat-
kiat yang membuatnya baik atau berarti pengurusan suatu perkara hingga
menjadi baik. Politik sendiri menurut Ibnu Qayyim dibagi menjadi dua macam,
yaitu politik yang diwarnai kedzaliman sehingga diharamkan dan politik yang
diwarnai keadilan dan merupakan bagian dari syariat Islam.
Politik bila dilihat dari sisinya yang buruk (politik yang diwarnai
dengan kedzaliman) semata akan melahirkan trauma politik pada seseorang.
Namun, apabila dilihat dari segala sisi, ada pula politik yang syar'i (politik
yang diwarnai dengan keadilan). Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, politik
yang syar'i disebut dengan as-siyasah asy-syariyah (Ruawifi, 2009: 5).
Pengertian politik yang sejalan dengan dengan syariat atau as-siyasahasy-
syariyahadalah pengaturan kepentingan rakyat banyak dalam lingkup Daulay
Islam (negara Islam) dengan cara-cara yang dapat menjamin terealisasinya
kemaslahatan umum, dapat menolak segala macam kerugian, dan tidak
melanggar syariat Islam serta kaidah-kaidah asasinya, sekalipun tidak sejalan
dengan pendapat para alim mujtahid.
Jadi, politik adalah undang-undang pemerintahan, pengadilan, kriteria
badan eksekutif negara, pembentukan lembaga-lembaga tinggi negara,
pengaturan militer, dan sebagainya.
2.2. Pentingnya Pemerintah

Secara etimologi, pemerintahan berasal dari: (a) Kata dasar


"pemerintah" berarti melakukan pekerjaan menyeluruh. (b) Penambahan
awalan "pe" menjadi "pemerintah" berarti badan yang melakukan kekuasaan
memerintah. (c) Penambahan akhiran "an" menjadi "pemerintahan" berarti
perbuatan, cara, hal atau urusan daripada badan yang memerintah tersebut.
Islam adalah agama yang sempurna kehadirannya benar-benar
memuliakan manusia dan menebar kasih sayang diantara mereka. Oleh karena
itu, manusia tidak akan bisa menjalankan urusan agama dan dunia secara
sempurna, kecuali ada yang menjadi pemimpin di tengah-tengah mereka yang
mempunyai wilayah dan kewenangan untuk memerintah dan menjalankan
pemerintahan dengan baik.
Menurut Hasan al-Banna, Islam menganggap pemerintahan sebagai
salah satu dasar sistem sosial yang dibuat untuk manusia. Islam tidak
menghendaki kekacauan atau anarkis dan tidak membiarkan satu jamaah tanpa

4
Imam (pemimpin). Jadi orang yang menganggap bahwa Islam tidak memberi
penjelasan tentang politik atau politik bukan bidang pembahasannya, maka ia
mengkhianati dirinya dan juga mengkhianati Islam.
2.3. Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Islami

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam


mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di
implementasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar
tersebut adalah :
a. Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama


yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku. (Q.S.
al-Mukminun: 52)”.
b. Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah
ijtihadiyah.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan


mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.
c. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.
d. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang
kekuasaan).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan

5
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.
e. Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat
Islam.

“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka


damaikanlah antara kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-
duanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat
aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika telah
kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah
berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah
kamu damaikan antara keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.
f. Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan
agresi dan invasi.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi)


janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
g. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah


kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan
keamanan.

6
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya
akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.
i. Keharusan menepati janji.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan


janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
j. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-


laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya

7
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.
l. keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal:
Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
Berangsur-angsur (al-tadaruj)
Tidak menyulitkan (adam al-haraj)
2.4. Penguasa dan Rakyat

Pada masa pemerintahan Hisyam Bin Abdul Malik, penduduk padang


pasir dilanda kemarau. Berdatanganlah para kepala suku menghadapnya. Lalu,
sang khalifah duduk bersama mereka. Di antara para kepala suku tersebut
terdapat pemuda berumur empat belas tahun bernama Darwas Bin Habib.
Kehadiran Darwas membuat Hisyam merasa disepelekan. Menolehlah ia
kepada sang penjaga pintunya dan berkata sampai terdengar oleh kaum itu.
"Apa yang diinginkan seseorang hingga sampai di sini, sedangkan umurnya
masih anak-anak."
Berkatalah Darwas, "Ya, Amirul Mukminin, sesungguhnya masuknya
saya di sini tidak akan menyusahkan engkau. Tidak mengurangi sesuatu apa
pun darimu, tetapi ini hanya suatu kehormatan saja bagi saya. Sebenarnya
mereka inilah yang ingin datang menghadapmu untuk mengurus sesuatu, tetapi
mereka takut menyampaikannya." Perkataan pemuda itu sungguh
mengagumkan sang khalifah, sehingga membuat marahnya mereda. Dan
berkatalah dia, "Kalau begitu, katakanlah apa yang engkau inginkan."
Lalu pemuda itu berkata, "Ya, Amirul Mukminin, tiga tahun musibah
menimpa kami. Satu tahun melelehkan lemak kami, satu tahun memakan
daging, dan satu tahun lagi menghancurkan tulang. Sedangkan di hadapanmu
berlimpah harta benda. Bagaimana jika harta itu untuk kami? Apa yang
menyebabkan harta benda itu tidak pernah sampai ke tangan kami? Jika harta
benda itu untuk Allah, maka bagi-bagikanlah kepada para hamba-Nya. Dan
jika harta benda itu untuk engkau, maka sedekahkanlah untuk kami.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang suka bersedekah."
Banyak mutiara hikmah yang bisa dipetik dari riwayat tersebut. Penguasa dan
rakyat bagaikan jiwa dan raga. Tak ada kehidupan baginya jika tidak
bersamanya. Penguasa harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
rakyatnya. Ketika rakyatnya menderita sebagai akibat dari krisis

8
multidimensional yang berkepanjangan, penguasa harus siap untuk menderita
bersama-sama rakyat dan bersama-sama berusaha bangkit dari krisis.
Begitu juga ketika meraih kemenangan dan kesenangan. Penguasa
harus dapat membaginya secara adil kepada seluruh rakyatnya. Sehingga,
rakyat dapat ikut merasakan dan menikmati jerih payah mereka. Apabila
penguasa dan rakyat dapat menyadari peran dan tanggung jawabnya masing-
masing, tentunya kemakmuran akan dapat terwujud. Tentunya kemakmuran
yang diharapkan adalah yang adil, merata, dapat dinikmati oleh seluruh rakyat.
Penguasa juga harus dapat mencerna aspirasi rakyat yang dapat memajukan
bangsa, meski datangnya dari rakyat kalangan bawah sekalipun. Penguasa
harus peka dan segera mengambil kebijakan yang mengutamakan
kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Dalam posisi
tersebut penguasa jangan sampai ragu-ragu dalam mengambil tindakan selama
tindakannya masih dalam jalur yang benar.
Sikap transparan dari penguasa pun sangat dibutuhkan supaya rakyat
dapat melihat kinerja penguasa, dan sekaligus dapat mengingatkan ketika
penguasa sudah keluar dari aturan yang benar. Kedekatan dan tenggang rasa
antara penguasa dan rakyatnya seperti inilah yang akan menjadikan suatu
bangsa menjadi adil dan makmur.
2.5. Demokrasi Dalam Pandangan Islam

Di dalam sistem demokrasi, rakyat merupakan pemegang kendali


penuh. Suatu undang-undang disusun dan diubah berdasarkan opini atau
pandangan masyarakat. Setiap peraturan yang ditolak oleh masyarakat, maka
dapat dibuang, demikian pula dengan peraturan baru yang sesuai keinginan
dan tujuan masyarakat itu sendiri dapat disusun dan diterapkan. Berbeda
halnya dengan sistem Islam, seluruh kendali maupun hasil keputusan
berpatokan pada hukum Allah SWT. Masyarakat tidaklah diberi kebebasan
menetapkan suatu peraturan apapun kecuali peraturan tersebut sesuai dengan
hukum Islam. Demikian juga dalam permasalahan ijtihadiyah, suatu peraturan
dibentuk sesuai dengan hukum-hukum politik yang sesuai dengan syari’at
Islam. Kewenangan majelis syura dalam Islam terikat dengan nash-nash
syari’at dan ketaatan kepada ulil amr (pemerintah). Syura (Musyawarah)
terbatas pada permasalahan yang tidak memiliki nash (dalil tegas) atau
permasalahan yang memiliki nash namun memiliki indikasi beberapa
pemahaman. Adapun permasalahan yang memiliki nash yang jelas dan dengan
indikasi hukum yang jelas, maka syura tidak lagi diperlukan. Syura hanya
dibutuhkan dalam menentukan mekanisme pelaksanaan nash-nash syari’at.
Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan
politik utama dalam Al-Qur’an. Jika konsep syura itu ditransformasikan dalam
kehidupan modern sekarang, maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat

9
dengan cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan
praktik demokrasi barat.
Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah digariskan
oleh Al-qur’an dapat dijumpai dalam surah Ali-Imran ayat 159, yang berbunyi
sebagai berikut. “maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjatuhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membetulkan tekad,
maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang orang
yang bertawakal kepada-Nya. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 159.
Kemudian di dalam surah Asy-Syuura ayat 38 Allah berfirman: “Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.”
BAB III

KESIMPULAN

Politik Islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota
masyarakat, agar berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunah rasulnya.
Prinsip dasar politik Islam diantaranya adalah Musyawarah (syura),Keadilan
,Kebebasan ,Persamaan, dan Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah
tentang Kebijakan yang diambilnya. Sistem pemerintahan dalam Islam adalah
sistem Khilafah. Ijmak sahabat telah menyepakati kesatuan khilafah, kesatuan
daulah dan ketidakbolehan baiat kecuali kepada seorang khalifah. Seluruh imam
madzhab, para mujtahid dan fukaha sepakat dengan hal itu.

10

Anda mungkin juga menyukai