OLEH KLP 5 :
THALIA RULI PUTRI RAMADANI DJAYA (A021171309)
ASKIANTI (A021171315)
JIHAN GNEISS SETIANI (A021171311)
LELI FITRI AMALIA (A021171306)
SRI RAMADANA (A021171307)
MUH TAHANG (A021171310)
MUHAMMAD FIRMANSYAH WALENNA (A021171314)
BUDIANTO IRBAR (A021171313)
LUKMAN (A021171316)
PENDAHULUAN
I.I LatarBelakang
I.II RumusanMasalah
2. Bagaimana prinsip-prinsipdasarpolitikdalamIslam ?
3. BagaimanabentukdemokrasidalamIslam ?
2. Mengetahuiprinsip-prinsipdasarpolitikdalam Islam
3. Mengetahuibentukdemokrasidalam Islam
I.IV MetodePenulisan
PEMBAHASAN
Dalamfiqihataufiqihsiyasahmeliputi :
Sedangkan al-siyasisecarabahasaberartimengatur.
Fiqhsiyasahdalamkonteksterjemahandiartikansebagaimateri yang
membahasmengenaiketatanegaraan Islam (politik Islam).
a. SiyasahDusturiyyah
Siyasah Dusturiyah menurut tata bahasanya terdiri dari dua suku kata yaitu Siyasah itu
sendiri serta Dusturiyah. Arti Siyasah dapat kita lihat di pembahasan diatas, sedangkan
Dusturiyah adalah undang-undang atau peraturan. Secara pengertian umum Siyasah
Dusturiyah adalah keputusan kepala negara dalam mengambil keputusan atau undang-undang
bagi kemaslahatan umat.
b. SiyasahDauliyyah
c. SiyasahMaaliyah
Arti kata Maliyah bermakna harta benda, kekayaan, dan harta. Oleh karena itu Siyasah
Maliyah secara umum yaitu pemerintahan yang mengatur mengenai keuangan negara.
Djazuli (2003) mengatakan bahwa Siyasah Maliyah adalah hak dan kewajiban kepala negara
untuk mengatur dan mengurus keungan negara guna kepentingan warga negaranya serta
kemaslahatan umat. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi yang dapat mempersatukan
kekuatan-kekuatan dan aliran-aliran yang berbeda-beda di masyarakat. Dalam konsep Islam,
kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekrepesi kekuasaan dan kehendak Allah tertuang
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu penguasa tidaklah memiliki kekuasaan
mutlak, ia hanyalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi yang berfungsi untuk membumikan
sifat-sifat Allah dalam kehidupan nyata. Di samping itu, kekuasaan adalah amanah Allah
yang diberikan kepada orang-orang yang berhak memilikinya. Pemegang amanah haruslah
menggunakan kekuasaan itu dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
yang telah ditetapkan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
a. al-Musyawarah
Dalam prinsip perundang-undangan Islam, musyawarah dinilai sebagai lembaga yang amat
penting artinya. Penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam
haruslah didasarkan atas kesepakatan musyawarah. Karena itu musyawarah merupakan
prinsip penting dalam politik Islam. Prinsip musyawarah ini sesuai dengan ayat al-Quran
Surah Ali Imran ayat 159: Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya”. Jelas bahwa musyawarah sangat
diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap
mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan
oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan
bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang
disampaikan menjadi pertimbangan bersama.
b. al-Adalah(keadilan)
Artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan
harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya
penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam
beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90; QS. as-Syura: 15; al-Maidah: 8; An-
Nisa‟: 58, dan seterusnya. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan,
sehingga ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari
kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang
mengatasnamakan) Islam”. Artinya : “Allah berfirman: "Jangan takut (mereka tidak akan
dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami
(mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka
katakan)”. (Q.S as-syura : 15)
c. al-Musawah (persamaan)
Artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan
kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku
otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari
dari hegemoni penguasa atas rakyat.
d. al-Amanah (pemenuhankepercayaan)
Sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu
kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan,
pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu
melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Karena jabatan
pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan orang yang
menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut.
Inilah etika Islam. e. al-Masuliyyah (tanggungjawab) Kekuasaan dan jabatan itu adalah
amanah yangh harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung
jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah
ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan
rakyat dan juga amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan Tuhan.
e. al-Huriyyah (kebebasan)
Artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk
mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq alkarimah dan dalam rangka al-amr bi-„l-ma‟ruf wa an-nahy „an
al„munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus
diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan
kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. Sebagaimanafirman ALLAH dalam
Q.S Thahaayat 123 yang artinya : “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian
kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka”
Demokrasi sendiri artinya sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sebelum menyoal arti demokrasi menurut islam, kita perlu menyamakan persepsi tentang arti
demokrasi itu sendiri. Apabila mengartikan pemerintahan yang demokratis hanya merujuk
pada pemerintah yang dibangun dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, sebenarnya islam
sangat kaya dengan konsep kesetaraan warga dalam sebuah komunitas yang kita kenal
dengan sbutan “umat”. Konsep demokrasi dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat yang
menjadi rujukan banyak negar di dunia untuk diterapkan, pada prinsipnya menghargai raklyat
sebagai satu-kesatuan, memiliki otoritas dan berada dalam posisi yang setara baik dimata
hokum maupun dalam kesempatan mencari penghidupan. Dalam tataran ini, islam justru
telah memulai dari hal yang paling mendasar yaitu tidak mengartikan manusia atau individu-
individu dalam satu komunitas itusebagai rakyat melainkan umat.
Perngertian umat jauh lebih bernilai, dihargai, memiliki kesetaraan dan posisi yang sama di
hadapan manusia. Bahkan Allah tak akan membedakan manusia dari berbagai golongan,
suku, jenis kelamin, melainkan hanya akan membedakan manusia itu dari ketakwaannya.
Tapi, jika pemerintahan demokratis dikaitkan dengan dikotomi Barat dan Timur atau
dikaitkan dengan pengembangan demokrasi pada masa awal demokrasi di Yunani Kuno,
dapat dikatakan bahwa islam jauh melebihi demokrasi tersebut. Islam telah mengatur tidak
hanya individu tapi bagaiman melaksanakan Negara dan bangsa dalam posisi yang sama.
Nabi Muhammad SAW telah menerapkan konsep demokrasi ini yang kemudian diikuti oleh
para sahabat sampai ratusan tahun ke depan.
Berangkat dari kisah para sahabat, sejarah para khalifah-khalifah dunia islam pada saat awal
munculnya islam, seperti khutbah Abu Bakar yang diucapkan setelah beliau terpilih sebagai
khalifah pertama, “Wahai sekalian manusia, kalian telah mempercayakan kepemimpinan
kepadaku, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika kalian melihat aku
benar, maka bantulah aku, dan jika kalian melihat aku dalam kebatilan, maka luruskanlah
aku. Taatilah aku selama aku taat kepda Allah, maka bila aku tidak taat kepada-Nya
janganlah kalian menaatiku.”
Dari pidato singkat beliau, kita sudah menyimpulkan bahwa sahnya pada saat itu, masyarakat
di depan hukum sudah dianggap mempunyai kedudukan yang sama. Maka dari itu, bila saja
beliau (Abu Bakar) melakukan sebuah kesalahan, beliau meminta untuk diingatkan atau
ditegur. Ini sesuai dengan makna Q.S An-Nisa (4) ayat 58 tentang keadilan Tuhan,
Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah
kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum diantara
manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan
(suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya
Allah sentiasa Mendengar, lagi senantiasa Melihat.” Kenyataan ini merupakan suatu fakta
bahwa benih-benih demokrasi sudah dimunculkan oleh islam jauh sebelum para Negara-
negara sekuler mengagung-agungkan demokrasi.
Demokrasi adalah tatanan bernegara dan mempunyai prinsip-prinsip yang disyaratkan untuk
menjadi sebuah komunitas yang berdemokrasi. Menurut Sadek. J. Sulayman, dalam
demokrasi terdapat beberapa prinsip baku yang harus diaplikasikan dalam sebuah Negara
demokrasi, diantaranya:
Dan prinsip-prinsip di atas sesuai dengan syariat islam yang juga menjunjung tinggi sebuah
kebebasan, mulai dari kebebasan jiwa yang harus dijaga, kebebasan untuk mengolah harta
dan juga kebebasan berpendapat. Bahkan dalam islam sendiri tidak mengenal pemaksaan
untuk memeluk agamanya, hanya saja ada kewajiban mengajak kepada syariat islam yang
disebut dakwah, tapi semua diserahkan kepada hidayah dari Allah nantinya. Misalnya lagi
mekanisme pemimpin dalam islam juga sejalan dengan prinsip-prinsip di atas, dalam sebuah
hadist Rasulullah menganjurkan untuk memilih pemimpin dari sekelompok orang atau
komunitas, dan juga kepemimpinan dalam islam yang tidak dianggap sah kecuali bila
dilakukan dengan bai‟at secara terbuka oleh semua anggota masyarakat.
Seorang khalifah sebagai seorang pemimpin tertinggi tidak boleh mengambil keputusan
dengan hanya melandaskan pada pendapat dirinya belaka, ia harusmengumpulkan pendapat
dari cendekiawan atau ahli piker dari anggota masyarakat. Islam tidak mengenal kata kasta
sebab Allah SWT tidak membedakan hamba-hamba-Nya dari kedudukan dan hartanya. Allah
SWT semata-mata membedakan kedudukan umat-Nya dari amal ibadahnya. Oleh karena itu,
selayaknya umat islam menyeimbangkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhiratnya.
Sesuai dengan isi Q.S Ali Imran (3) ayat 159 tentang demokrasi: Artinya : “Maka disebabkan
rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya”. Yang diharapakan dari musyawarah adalah mufakat untuk kebenaran. Apabila
mereka menghadapi masalah, maka harus diselesaikan dengan cara musyawarah. Rasulullah
SAW sendiri mengajak para sahabatnya agar mereka bermusyawarah dalam segala urusan,
selain masalah-masalah hukum yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Adapun hal-hal yang harus dimusyawarakan hanya menyangkut persoalan duniawi seperti
urusan rumah tangga, social, budaya, politik, dan sebagainya. Sedang persoalan agama
bersifat mutlak, ketentuannya termaktub dalam Al-Qur,an dan Sunnah. Menurut DR. Yusuf
Qardhawi, substansi demikrasi sejalan dengan islam ini bisa dilihat dari beberapa hal,
misalnya:
a. Proses pemilihan pemimpin yang dipilih secara langsung oleh rakyat banyak, dan dalam
islam hal ini contohnya menjadi imam shalat saja islam melarang imam yang tidak disukai
oleh makmumnya.
b. Pemilihan umum termasuk pemberian saksi, makanya barangsiapa yang menolak untuk
ikut dalam pemilihan dan kandidat yang baik kalah karena banyak yang tidak ikut memilih
maka yang menang adalah kandidat yang tidak selayaknya, maka orang ini melanggar ajaran
Allah untuk memberikan kesaksian disaat dibutuhkan.
c. Penetapan hukum berdasarkan suara mayoritas, dalam islam ada istilah syura, yaitu
musyawrah. “…sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka…”
(Asy-syura:38) dan “…karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (Ali Imran:159).
d. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarka pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan islam.
Selain itu, kita juga dapat melihat konsep-konsep dari pemerintahan islam itu sendiri, yaitu:
c. Akuntabilitas. Poin ini menjadi akibat wajar esensial bagi sistem konstitusional dan
pertisipatoris. Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung jawab pada rakyat dalam
kerangka islam. Kerangka islam disini bermakna bahwa semua umat islam secara teologis
bertanggung jawab kepada Allah dan wahyu-Nya. Dalam uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa demokrasi yang dikenal hari ini adalah tatanan hidup yang jauh hari telah
dicontohkannya oleh umat islam dan menjadi sebuah jaminan kejayaan suatu Negara kalau
benar-benar menerapkan sistem demokrasi tersebut.
Kontribusi Umat Islam terhadap Kahidupan Politik Agama itu sangat penting disegala aspek
kehidupan umat manusia, selain itu agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga.
Dengan agama yang kita yakini hidup akan lebih baik dan indah. Dengan agama, kita akan
lebih bijak menyikapi sesuatu. Oleh karena itu, agama dibutuhkan oleh setiap umat manusia.
Islam adalah solusi. Solusi dari segala permasalahan di dunia ini dengan kesempurnaan
agamanya (syumul).
Kesempurnaan ajaran islam dapat ditelaah dari sumber aslinya, yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah
yang mengatur pola kehidupan manusia, mulai dari hal terkecil hingga terbesar baik ekonomi,
social, politik, hukum, ketatanegaraan, budaya, seni, akhlak/etika, keluarga, dal lain-lain.
Bahkan bagaimana membersihkan najis pun diatur dalam islam. Ajaran islam merupakan
rahmatan lil „alamin (rahmat bagi semesta alam), artinya islam selalu membawa kedamaian,
keamanan, kesejukan, dan keadilan bagi seluruh makhluk hidup yang berada di atas dunia.
Islam tidak memandang bentuk atau rupa seseorang dan membedakan derajat ataumartabat
manusia dalam level apapun. Islam menghormati dan memberikan kebebasan kepada
seseorang untuk menganut suatu keyakinan atau agama tanpa memaksakan ajaran islam
tersebut dijalankan (laa ikrahaa fiddiin).
Islam bukan semata-mata agama (a religion) namun juga merupakan sistem politik (a
political system), islam lebih dari sekedar agama. Islam mencerminkan teori-teori perundang-
undangan politik. Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama
dan Negara secara bersamaan (M. Dhiaduddin Rais, 2001:5). Dalam hal politik, islam
mengatur bagaimana seorang pemimpin harus bersikap terhadap rakyatnya. Dan bagi seorang
pemimpin ada pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan terhadap rakyatnya di
akhirat nanti. Ada batasan-batasan yang diberikan terhadap seorang pemimpin. Berpolitik
adalah kewajiban bagi setiap muslim baik itu laki-laki maupun perempuan.
a. Dalil-dalil syara telah mewajibkan kepada kaum muslim untuk mengurus urusannya
berdasarkan hukum-hukum islam. Sebagai pelaksana praktis hukum syara Allah SWT telah
mewajibkan adanya ditengah-tengah kaum muslim pemerintah islam yang menjalankan
urusan umat berdasarkan hukum syara. Ini dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah:48 yang artinya,
“maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah SWT, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
dating kepadamu”.
b. Syara telah mewajibkan kaum muslim untuk hirau terhadap urusan umat sehingga
keberlangsungan hukum syara bisa terjamin. Karenanya, dalam islam ada kewajiban untuk
mengoreksi penguasa. Kewajiban ini didasarkan pada firman Allah Q.S Ali Imran (3) : 104:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung”.
Disetiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa ini, islam selalu punya pengaruh yang
besar. Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, yaitu era berdirinya kerajaan-kerajaan
hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh umat islam.
Salah satu penyebabnya adalah karena umat islam menjadi penduduk mayoritas bangsa ini.
Selain itu, dalam ajaran islam sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan
kontribusi sebesar-besarnya bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah
politik menjadi sarana penting bagi umat islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa
ini.
II.IV Kontribusi Umat Islam dalam Politik Nasional dari Masa ke Masa
a. Era kerajaan-kerajaan islam Berjaya Pengaruh islam terhadap perpolitikan nasional punya
akar sejarah yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah colonial bercokol di tanah air, sudah
berdiri beberapa kerajaan islam besar. Kejayaan kerajaan islam di tanah air berlangsung
antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
b. Era colonial dan kemerdekaan (Orde lama) Peran islam dan umatnya tidak dapat
dilepaskan terhadap pembangunan politik di Indonesia baik pada masa colonial maupun masa
kemerdekaan. Pada masa colonial, islam harus berperang menghdapi ideology kolonialisme
sedangkan pada masa kemerdekaan islam harus berhdapan dengan ideology tertentu seperti
komunisme dengan segala intriknya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas
menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin islam punya andil besar dalam perumusan NKRI.
Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga perumusan Undang-Undang
Dasar Negara. Para pemimpin islam terutama Serikat Islam pernah mengusulkan agar
Indonesia berdiri di atas Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam piagam Jakarta. Namun,
format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya protes dari kaum umat
beragama lain. Kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, Indonesia menetapkan Pancasila
sebagai filosofi Negara.
c. Era orde baru Pemerintahan masa orde baru menetapkan pancasila sebagai satusatunya
asas di dalam Negara. Ideology politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilakan,
termasuk ideology politik islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi depolitisasi politik
di dalam perpolitikan islam. Politik islam terpecah menjadai dua kelompok. Kelompok
pertama disebut kaum skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan
menginginkan agar islam tidak terjun ke dunia politik.
d. Era reformasi Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan reformasi tidak
lepas dari peran para pemimpin islam pada saat itu. Beberapa pemimpin islam yang turut
mendukung reformasi adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kedua Nahdatul Ulama.
Muncul juga nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendekiawan yang lahir dari kalangan santri.
Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhammadiyah. Bertahun-tahun reformasi bergulir,
kiprah umat islam dalam panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat islam mulai
kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label islam.
Perpolitikan islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila bukan lagi satu-
satunya asas. Partai-partai politik juga boleh menggunakan asas islam. Kemudian
bermunculanlah berbagai partai politik dengan asas dan label islam. Partai-partai politik yang
berasaskan islam antara lain PKB, PKU, PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain. Dalam
kondisi bangsa yang sangat memprihatinkan sekarang, sudah waktunya umat islam untuk
terjun dalam perjuangan politik yang lebih serius. Umat islam tidak boleh lagi bermain di
wilayah pinggiran sejarah. Umat islam harus menyiapkan diri untuk memunculkan pemimpin
- pemimpin yang handal, cerdas, berakhlak mulian, professional dan punya integritas diri
yang tangguh. Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
“rahmatan lil „alamin” dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Dari uraian pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: Politik dalam
bahasa arab disebut siyasah yang artinya, mengurus, mengendali atau memimpin. Prinsip-
prinsip dasar politik dalam islam yaitu Al-Musyawarah, AlAdalah, Al-Musawah, Al-
Amanah, Al-Maasuliyyah dan Al- Hurriyyah.
Demokrasi dalam islam yang dikenal hari ini merupakan tatanan hidup yang jauh hari telah
dicontohkannya oleh umat islam dan menjadi sebuah jaminan kejayaan suatu Negara kalau
benar-benar menerapkan sistem demokrasi tersebut.
Kontribusi umat islam dalam politik nasional sudah terlihat dari masa ke masa, mulai dari era
kerajaan-kerajaan islam Berjaya, era colonial dan kemerdekaan, era orde baru, era reformasi
dan sampai sekarang. Umat islam di Indonesia diharapkan tidak lagi termarginalisasi dalam
panggung politik. Politik islam harus mampu merepresentasikan idealismenya sebagai
“rahmatan lil „alamin” dan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA