Anda di halaman 1dari 14

SISTEM POLITIK DALAM ISLAM

KELOMPOK 12

TEKNIK SIPIL
Di susun oleh :

1. CIKAL SETIYAWAN NPM - 012019105931


2. HABIB YOGA K NPM - 012019105874
3. PARAMA PANDHU S NPM - 012019105849

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SIPIL
INTSTITUT ADHI TAMA SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….i
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang………………………………………………………………… ii
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………...iii
c. Tujuan………………………………………………………………………….iii
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Politik Dan Politik Islam………………………………………..1-3
b. Islam Dan Politik Luar Negeri………………………………………………...4-5
c. Perpolitikan Dalam Negeri Menurut Islam……………………………………6-
7
d. Batas Politik Dalam Islam………………………………………………………8
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan……………………………………………………………………...9
b. Saran..…………………………………………………………………………...9
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah subahana


wat’ala yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
dapat menyelesaikan tugas Pendidikan Agama Islam tentang Sistem
Politik Islam dengan baik meski memiliki halangan maupun rintangan.
Tugas ini kami harapkan dapat membantu bagi pembaca. Dan
juga diharapkan dapat menambah nilai yang ada. Dalam penyusunan
tugas ini, kami tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna
perbaikan di masa mendatang dan semoga manfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist
sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak
perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi
persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaan termuat di dalam pedoman
tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist permasalahan politik juga
tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam, prinsip politik
luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam
keadaan perang.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan
dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada.
Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut:
1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38
dan Ali Imran:159)
3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al
Nisa:58)
4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al
Baqarah:190)
7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan
(Al Anfal:60)
9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al
Hujarat:13)
11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hokum
Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa islam juga memiliki politik luar
negeri. Tujuan dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah kepada
manusia di penjuru dunia, mengamankan batas territorial umat islam dari fitnah
agama, dan system jihad fisabilillah untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Jadi
politik bermakna instansi dari negara untuk keamanan kedaulatan negara dan
ekonomi

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Pengertian Politik Dan Politik Islam ?


1.2.2 Bagaimana Tentang Politik Islam Dan Poltik luar negeri?
1.2.3 Bagaimana perpolitikan dalam negeri menurut pandangan islam?
1.2.4 Bagaimana tentang batas politik dalam islam?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui pandangan islam tentang politik menghalalkan segala cara.


1.3.2 Mengetahui pandangan islam tentang pemerintah otoriter
1.3.3 Mengetahui pandangan islam tentang perang negara Islam dengan negara
Barat.
BAB II
PEMBAHASAN

A . Pengertian Politik Dan Politik Islam


Politik secara umum
Pengertian Politik atau definisi dan makna politik secara umum yaitu
sebuah tahapan dimana untuk membentuk atau membangun posisi-posisi
kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-
keputusan yang terkait dengan kondisi masyarakat. Politik adalah pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan
keputusan, terkhusus pada negara. Pengertian Politik jika ditinjau dari
kepentingan penggunanya dimana pengertian politik terbagi atas dua yaitu
pengertian politik dalam arti kepentingan umum dan pengertian politik dalam arti
kebijaksanaan. Pengertian politik dalam arti kepentingan umum adalah segala
usaha demi kepentingan umum baik itu yang ada dibawah kekuasaan negara
maupun pada daerah. Pengertian politik Secara Singkat atau sederhana adalah
teori, metode atau teknik dalam memengaruhi orang sipil atau individu. Politik
merupakan tingkatan suatu kelompok atau individu yang membicarakan mengenai
hal-hal yang terjadi didalam masyarakat atau negara. Seseorang yang
menjalankan atau melakukan kegiatan politik disebut sebagai "Politikus".

Politik islam
A.Definisi politik islam
Politik Islam (bahasa Arab: ‫ )سياسي إسالمي‬adalah Politik di dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama
dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa -
yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama ‘alaiha
wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila
dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Bererti
secara ringkas maksud Politik Islam adalah pengurusan atas segala urusan
seluruh umat Islam.Politik Islam (bahasa Arab: ‫ )سياسي إسالمي‬adalah Politik di dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku
para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar
kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti
Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan
mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi /
mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud Politik Islam adalah
pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam.
B.Dalil politik islam
Nabi Muhammad SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam
sabdanya: "Adalah Bani Israil, mereka diurusi (siyasah) urusannya oleh para nabi
(tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang
menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah."
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim) ”
Jelaslah bahawa politik atau siyasah itu bermakna adalah mengurusi
urusan masyarakat. Nabi Muhammad bersabda :
"Siapa saja yang bangun di pagi hari dan dia hanya memperhatikan urusan
dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah; dan barang
siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka dia tidak termasuk
golongan mereka (iaitu kaum Muslim). (Hadis Riwayat Thabrani)

C.Pemikiran politik Islam

Islam merupakan agama yang paling kaya dengan pemikiran politik.


Pemikiran politik Islam bermula dari masalah etika politik, falsafah politik, agama,
hukum, hingga tatacara kenegaraan. Tapi keragaman khazanah pemikiran politik
Islam itu boleh dikatakan bermula pada pemikiran tentang hubungan agama dan
negara.

D. Pandangan Orientalis Barat tentang Politik Islam

1. Dr. V. Fitzgerald berkata : "Islam bukanlah semata agama (a


religion), namun ia juga merupakan sebuah sistem politik (a political
system). Meskipun pada dekad-dekad terakhir ada beberapa
kalangan dari umat Islam, yang mendakwa diri mereka sebagai
kalangan 'modernis', yang berusaha memisahkan kedua sisi itu,
namun seluruh gagasan pemikiran Islam dibangun di atas
fundamental bahawa kedua sisi itu saling bergandingan dengan
selaras, yang tidak boleh dipisahkan antara satu sama lain".

2. Prof. C. A. Nallino berkata : "Muhammad telah membangun dalam


waktu bersamaan: agama (a religion) dan negara (a state). Dan
batas-batas wilayah negara yang ia bangun itu terus terjaga
sepanjang hayatnya".

3. Dr. Schacht berkata : " Islam lebih dari sekadar agama, ia juga
mencerminkan teori-teori perundangan dan politik. Dalam ungkapan
yang lebih sederhana, ia merupakan sistem peradaban yang
lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan".
4. Prof. R. Strothmann berkata : "Islam adalah suatu fenomena agama
dan politik. Kerana pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga
seorang politik yang bijaksana, atau "negarawan".

5. Prof D.B. Macdonald berkata : "Di sini (di Madinah) dibangun negara
Islam yang pertama, dan diletakkan prinsip-prinsip utama dalam
undang-undang Islam".

Politik dari segi Bahasa

Istilah Politik berasal dari bahasa Yunani ‘polis‘ yang artinya negara-kota.
Dalam negara-kota di zaman Yunani, orang saling berinteraksi guna mencapai
kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam hidupnya. Ketika manusia
mencoba untuk untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika mereka
berusaha meraih kesejahteraan pribadi melalui sumber daya yang ada, atau
ketika mereka berupaya mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya,
maka mereka sibuk dengan suatu kegiatan yang kita semua namai sebagai
‘politik‘. Hal itulah yang mendasari terbentuknya pengertian politik.
secara bahasa dalam bahasa Arab disebut as-siyasah yang berarti
mengelola, mengatur, memerintah dan melarang sesuatu. Atau secara definisi
berarti prinsip prinsip dan seni mengelola persoalan publik (ensiklopedia ilmu
politik).

Politik secara istilah


Seperti yang kita ketahui, istilah politik tidak pernah ada dalam Islam. Akan
tetapi, esensi politik ada dalam Islam yaitu memimpin dan dipimpin. Kata Yasusu
yang menjadi akar kata as-siyasah dalam hadist sahih dari Iman Bukhari dari Abu
Huraira r.a “(Zaman dahulu) bani Israil itu dipimpin oleh para Nabi”. Hadis ini
menunjukkan bahwa politik atau as-siyasa dalam Islam berarti masyarakat harus
memiliki seseorang yang mengelola dan memimpin mereka ke jalan yang benar,
dan membela yang teraniaya dari para pelanggar hukum sesuai dengan
penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathu Al-Bari.Inilah pemahaman
Nabi akan definisi politik atau as-siyasah. Disinilah pengertian politik menemukan
naungan rindang yang melindunginya dari hujanan asumsi yang menyebut bahwa
istilah politik tidak pernah ada dalam literatur Islam.

Menurut Ibnu Aqil, bahwa pengertian politik dalam Islam (as-siyasah)


adalah segala aktivitas yang membuat manusia lebih dekat kepada kebaikan dan
lebih jauh dari kerusakan, walaupun tidak dibuat oleh Rasul dan tidak ada wahyu
yang diturunkan untuknya.
Imam Syafii tidak setuju dengan adanya istilah politik, melainkan lebih
sepakat dengan syariat. Pengertian syariat itu sendiri adalah semua arahan,
batasan, perinta dan larangan yang diberikan Rasul. sehingga kata Imam Syafii,
“tidak ada politik, kecuali sesuai dengan syariat”.
B . Islam Dan Politik Luar Negeri
Akidah Islam menjadi dasar bagi ideologi negara Khilafah Islam, yang
mengharuskannya untuk menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Dengan kata lain, penyebaraluasan dakwah Islam merupakan prinsip politik luar
negeri negara Khilafah Islam dalam membangun hubungannya dengan negara-
negara lain, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Pada
semua bidang itu, dakwah Islam harus dijadikan asas bagi setiap tindakan dan
kebijakan.Yang menjadi dalil bahwa dakwah Islam (penyebarluasan Islam)
sebagai prinsip hubungan luar negeri adalah kenyataan bahwa Rasulullah
‫ﷺ‬. diutus untuk seluruh umat manusia. Allah Swt. berfirman:

َ ‫َ[و َما أَرْ َس ْل َنا‬


ِ ‫ك إِالَّ َكا َّف ًة لِل َّن‬
]‫اس بَشِ يرً ا َو َنذِيرً ا‬

Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada umat manusia


seluruhnya, sebagai pembawa berita dan pemberi peringatan. (QS Saba [34]: 28).

ِ ‫[قُ ْل َياأَ ُّي َها ال َّناسُ إِ ِّني َرسُو ُل‬


]‫هللا إِلَ ْي ُك ْم َجمِيعً ا‬

Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian
semua.” (QS. al-A‘raf [7]: 158).

Semua ini menunjukkan bahwa prinsip politik luar negeri Islam adalah
mengemban dakwah Islam sehingga Islam tersebar luas ke seluruh dunia.

Negara Khilafah Islam menerapkan politik luar negeri berdasarkan metode


(tharîqah) tertentu yang tidak berubah, yakni dakwah dan jihad. Metode ini tidak
berubah sejak Rasulullah ‫ ﷺ‬mendirikan negara di Madinah sampai
keruntuhan Khilafah Islam tahun 1924
ketika kaum pemimpin muslimin (penguasa Daulah Islamiyah) lalai dalam
menerapkan hukum Islam atau mengeluarkan kebijakan negara yang
bertentangan dengan syari’at Islam, maka rakyat berkewajiban untuk
menasehatinya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :

" Penghulu syuhada’ adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan
penguasa yang zalim lalu menasehatinya, kemudian Ia di bunuh".

Dari Abi Umamah, ia berkata :

" Ada seseorang yang datang menghadap kepada Rasulullah, jihad apakah yang
paling baik? Beliau mendiamkannya. Ketika beliau melempar jumrah kedua, dia
bertanya kembali kepada beliau, namun beliau pun tetap tidak menjawabnya.
Maka pada saat melempar jumrah aqabah, dimana beliau (ketika itu) sudah
memasukan kaki beliau keatas pelana (kuda) untuk menaikinya, beliau saw
bertanya :’Mana orang yang bertanya tadi ?’ Dia menjawab : ‘Saya, Ya
Rasulullah.’ Beliau kemudian bersabda : ‘ Adalah kata-kata yang hak (kalimatu
haqqin), yang diucapkan dihadapkan seorang penguasa yang zalim." (Ibnu Majah)

Menasehati penguasa yang lalim memang membutuhkan keberanian dan


pengorbanan yang tinggi. Namun imbalan yang dijanjikan Allah SWT sangatlah
besar. Bagi seorang muslim yang meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allahlah
satu-satunya tempat kembali, maka ia pun akan senantiasa berusaha dan
berjuang untuk meraih kemuliaan ini.

Jihad ditujukan untuk menyingkirkan para penguasa zalim dan institusi


pemerintahan yang menghalangi dakwah Islam. Dengan begitu, dakwah Islam
dapat sampai ke rakyat secara terbuka sehingga mereka dapat melihat dan
merasakan keadilan Islam secara langsung, merasa tenteram dan nyaman hidup
di bawah kekuasaan Islam. Rakyat diajak memeluk Islam dengan cara sebaik-
baiknya, tanpa paksaan dan tekanan. Dengan penerapan hukum Islam inilah,
berjuta-juta manusia di dunia, tertarik dan memeluk agama Islam.

Salah satu tuduhan keji yang dilontarkan oleh Barat kepada Islam adalah
bahwa Islam disebarluaskan dengan darah dan peperangan. Mereka
menggambarkan para pejuang Islam yang memegang pedang di tangan kanan
dan al-Quran di tangan kiri. Memang metode penyebaran Islam adalah dengan
jihad (perang). Namun, perang adalah langkah terakhir, bukan langkah pertama
yang dilakukan Khilafah Islam.

Negara Khilafah tidak pernah memulai peperangan menghadapi musuh-


musuhnya, kecuali setelah disampaikan kepada mereka tiga pilihan: memeluk
Islam; membayar jizyah, yang berarti tunduk pada Khilafah Islam; jihad
memerangi mereka—jika dua pilihan sebelumnya ditolak.
Islam telah membagi dunia ini atas dua katagori, yaitu Darul Islam dan
darul kufur (dâr al-harb). Darul Islam adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya
diterapkan sistem hukum Islam dan system keamanan Islam. Sebaliknya, darul
kufur adalah wilayah atau negeri yang di dalamnya diterapkan sistem hukum kufur
dan sistem keamanan bukan Islam, meskipun mayoritas penduduknya adalah
Muslim (Lihat: Mitsâq al-Ummah). Dasar pembagian ini adalah hadis Rasulullah
saw., sebagaimana dituturkan Sulaiman bin Buraidah r.a:

«‫َار ْال ُم َه{{ا ِج ِري َْن َوأَ ْخ ِب{{رْ ُه ْم‬ ُ ُ َ َ ‫أ ُ ْد ُع ُه ْم إِلَى ْاإلسْ الَم َفإِنْ أَ َجاب ُْو‬
ِ ‫َار ِه ْم ِالَى د‬ ِ ‫ك َفأ ْق ِب ْل ِم ْن ُه ْم َو ُكفَّ َع ْن ُه ْم ث َّم أ ْد ُع ُه ْم إِ َلى ال َّت َح ُّو ِل مِنْ د‬ ِ ِ
َ ِ‫»أَ َّن ُه ْم إِنْ َف َعلُ ْوا َذل‬
‫ك َفلَ ُه ْم ما َ ل ِْل ُم َها ِج ِري َْن َو َعلَي ِْه ْم َما َعلَى ْال ُم َها ِج ِري َْن‬

Serulah mereka ke jalan Islam. Apabila mereka menyambutnya, terimalah mereka


dan hentikanlah peperangan atas mereka, kemudian ajaklah mereka berpindah
dari negeri mereka (yang merupakan darul kufr) ke Darul Muhajirin (Darul Islam
yang berpusat di Madinah). Beritahulah pada mereka, bahwa apabila mereka
telah melakukan semua itu, mereka akan mendapatkan hak yang sama
sebagaimana yang di dapatkan oleh kaum Muhajirin, dan juga kewajiban yang
sama seperti halnya kewajiban Muhajirin.
Hadis ini adalah sebuah nash yang mensyaratkan keharusan berpindah ke Darul
Muhajirin agar mereka memperoleh hak dan kewajiban yang sama dengan hak
dan kewajiban warga Darul Muhajirin.

C. Perpolitikan Dalam Negeri Menurut Islam

Dalam urusan politik, Islam telah mensyari’atkan aturan yang paling


sempurna dan adil. Islam mengajari umatnya segala yang seharusnya dilakuan
dalam berintraksi (muamalah) dengan sesama Muslim atau dengan yang lainnya.
Dalam peraturannya, Islam menggabungkan antara rahmah (kasih sayang)
dengan kekuatan, menggabungkan antara sikap lemah lembut dengan kasih
sayang terhadap semua makhluk sesuai kemampuan. Jika dengan lembut dan
kasih sayang tidak bisa, maka kekuatan yang dipergunakan, namun dengan
penuh hikmah dan keadilan, bukan dengan kezhaliman dan kekerasan, Allâh Azza
wa Jalla berfirman:

﴾٩٠﴿ ‫ُون‬ ُ ‫ان َوإِي َت{{ا ِء ذِي ْالقُ{{رْ َب ٰى َو َي ْن َه ٰى َع ِن ْال َفحْ َش {ا ِء َو ْال ُم ْن َك{{ر َو ْال َب ْغي ۚ َيع‬
َ ‫ِظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت{ َ{ذ َّكر‬ ِ ِ ْ {‫إِنَّ هَّللا َ َي{{أْ ُم ُر ِب ْال َع‬
ِ { ‫{د ِل َواإْل ِحْ َس‬
َ ‫أْل‬ ‫هَّللا‬
َ ‫َوأ ْوفُوا ِب َع ْه ِد ِ إِ َذا َعا َه ْد ُت ْم َواَل َت ْنقُضُوا ا ْي َم‬
‫ان‬ َ

Sesungguhnya Allâh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allâh melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. Dan tepatilah perjanjian dengan Allâh apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allâh sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). [an-Nahl/16:90-91]

Allâh Azza wa Jalla memerintahkan agar berlaku adil, menyayangi dan


berbuat baik kepada setiap orang. Disamping itu, Allâh Azza wa Jalla juga
melarang perbuatan keji serta semua tindak kezhaliman, baik yang berkaitan
dengan nyawa, harta, kehormatan dan hak-hak kemanusiaan.

Allâh Azza wa Jalla menyuruh umat manusia agar menepati janji dan
melarang semua tindakan yang melanggar penjanjian.Semua perkara yang
diperintahkan maupun yang dilarang, diantaranya ada yang wajib dilaksanakan
oleh kaum Muslimin, tanpa ada pilihan lain. Yaitu perkara-perkara yang langsung
disebutkan dan dijelaskan oleh Allâh Azza wa Jalla. Perkara-perkara ini masuk
dalam firman Allâh Azza wa Jalla :

ِ ْ‫{رةُ مِنْ أَ ْم{ ِر ِه ْم ۗ َو َمنْ َيع‬


‫ص هَّللا َ َو َر ُس{ولَ ُه َف َق{ ْ{د‬ َ {‫ضى هَّللا ُ َو َر ُس{ولُ ُه أَ ْم{ رً ا أَنْ َي ُك‬
َ {‫{ون َل ُه ُم ْال ِخ َي‬ َ ‫ِن َواَل م ُْؤ ِم َن ٍة إِ َذا َق‬ َ ‫َو َما َك‬
ٍ ‫ان لِم ُْؤم‬
ً‫ضاَل اًل م ُِبينا‬ َ ‫ض َّل‬ َ

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan
yang Mukmin, apabila Allâh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allâh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata [al-Ahzâb/33:36]Semua jenis perkara di atas telah dikaji dan
alhamdulillah semuanya sesuai dengan perinsip keadilan dan hikmah serta
selaras dengan kemaslahatan dan mampu menangkalmudharat.
Disamping perkara-perkara yang telah disebutkan dengan jelas dan
gamblang, adapula perkara-perkara yang belum jelas. Dalam perkara-perkara
yang masih belum jelas, baik dasar maupun cara penerapannya, maka kaum
Muslimin diperintahkan untuk bermusyawarah dan menimbangnya dari semua
sisi; Memperhatikan syarat serta kaidah-kaidahnya juga akibatnya. Allâh Azza wa
Jalla berfirman:

َ ‫اورْ ُه ْم فِي اأْل َ ْم ِر ۖ َفإِ َذا َع َز ْم‬


ِ ‫ت َف َت َو َّك ْل َعلَى هَّللا‬ ِ ‫َو َش‬

Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allâh. [Ali Imrân/3:159]

‫ور ٰى َب ْي َن ُه ْم‬
َ ‫ش‬ُ ‫َوأَ ْم ُر ُه ْم‬

Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah diantara mereka [asy-


Syûra/42:38]

Dalam permasalahan-permasalahan seperti ini, syari’at memberikan


keleluasaan, setelah meletakkan kaidah-kaidah yang cocok untuk setiap waktu
dan tempat, meskipun keadaan manusia telah berubah dan berkembang. Semua
kaidah syari’at tersebut bila diterapkan dengan baik dan benar, dalam masalah
besar maupun kecil, maka akan mendatangkan kebaikan dan menangkal
keburukan. Namun, pengkajian dan penerapan kaidah-kaidah tersebut
memerlukan majelis atau lembaga yang diisi para Ulama yang memiliki
kompetensi dan kafabelitas sebagai Ulama. Anggota lembaga ini membahas
semua permasalahan, satu persatu. Pembahasannya mencakup semua sisi,
memberikan diskripsi tentang suatu pemasalahan sebagaimana mestinya,
memperkirakan segala hal yang berhubungan dengannya, serta memperhatikan
maslahat yang ingin diraih dan metode termudah untuk mencapainya.Lembaga itu
juga membahas perkara-perkara yang berpotensi menimbulkan mudarat yang
harus ditangkal. Pembahasannya meliputi penyebab dan sumbernya, mencari
metode untuk menghilangkan mudharat, kemudian menghilangkannya secara
keseluruhan atau meminimalisir pengaruh negatifnya. Allâh Azza wa Jalla
berfirman:

‫َفا َّتقُوا هَّللا َ َما اسْ َت َطعْ ُت ْم‬

Maka bertakwalah kamu kepada Allâh menurut kesanggupanmu [at-


Thagâbun/64:16]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫إِ َذا أَ َمرْ ُت ُك ْم ِبأَمْ ٍر َفأْ ُت ْوا ِم ْن ُه َما اسْ َت َطعْ ُت ْم‬

Dan apabila aku perintahkan kepada kalian sebuah perkara, maka lakukanlah
sesuai dengan kemampuan kalian
D. Batas Politik Dalam Islam
Islam tidak memberikan batasan sistem pemerintahan, tetapi menyerahkan
kepada umat untuk memilih dengan bebas sistem yang sesuai dengan kultur,
lingkungan, zaman serta mengingat bahwa ajakan Islam adalah dakwah universal,
cocok untuk segala zaman dan tempat.
Setiap sistem pemerintahan Islam tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip
politik dan perundang-undanganya pada al-Quran, karena al-Quran merupakan
sumber pokok dari perundang-undangan tersebut.
Al-Quran memang tidak menyebutkan bagian perbagian secara terperinci.
Hal tersebut tampaknya memang dibiarkan oleh Allah, agar lewat ijtihad umat
Islam mampu mengembangkannya menjadi sistem politik dan perundang-
undangan yang sesuai dengan kebutuhan waktu dan lingkungannya.

Sumber pokok kedua adalah Sunnah yang merupakan petunjuk


pelaksanaan yang secara umum melengkapi norma-norma yang ada dalam al-
Quran. Karena itu prinsip-prinsip konstitusional dan politik terikat kepada kedua
sumber tersebut. Karena kedua sumber itu memang menjadi pokok pegangan
dalam segala aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan setiap muslim.
Selain kedua sumber hukum tersebut, dalam sistem politik Islam juga
terdapat sumber hukum hukum Qanuni, yang bersumber dari lembaga-lembaga
pemerintahan.
Secara hirarki sumber hukum yang tertinggi dalam sistem ini adalah hukum
yang pertama. Karena itu kedaulatan hukum berada dalam al-Quran, karena di
dalamnya terkandung kehendak Allah tentang tertib kehidupan manusia
khususnya dan tertib alam semesta pada umumnya.
Cita-cita politik seperti yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang
beriman dan beramal saleh yang terkandung dalam al-Quran adalah (1)
Terwujudnya sebuah sistem politik. (2) Berlakunya hukum Islam dalam
masyarakat secara mantap. (3) Terwujudnya ketentraman dalam kehidupan
masyarakat.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat.


Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi.
Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan
bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau
dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr
(pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam dengan
politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan.
Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara.
Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan memaksakn
kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat melindungi,
mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah
pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya.

Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk


pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar
negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain. Walaupun
demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang
sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang
inipun telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak
sembarangan perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan
kesejahteraan seluruh umat.

3.2 Saran
Langkah  politik yang diambil kalangan Islam dalam menanggapi  perubahan
situasi politik nasional era reformasi memang tidak berbeda jauh dengan
pendahulunya. Kalangan Islam mampu berdampingan dengan demokrasi sebagai
bentuk sistem politik modern. Tetapi cukup  mengecewakan keadaan kalangan
Islam saat ini lebih banyak mengikutialur perpolitikan ketimbang pembuat alur.
Selain itu, pertimbangan  kekuatan politik di parlemen menjadi tolok ukur untuk
menentukanl  angkah-langkah perjuangan penegakan syari‟at. Bila posisi politik di
MPR mendukung (Islam sebagai mayoritas), wakil-wakil gerakan Islam atau
kalangan Islam akan membuat aturan-aturan perundang-undangan  yang sesuai
dengan ajaran Islam.

Anda mungkin juga menyukai