DISUSUN OLEH :
HUSNUL KHATIMAH
F444 22 039
TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya tanpa ada
halangan yang berarti. Adapun tema dari makalah ini adalah “Obyek Kajian Politik
Islam”.
Pada kesempatan kali ini penulis mengatakan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Elektronika Dasar yang telah memberikan tugas terhadap
kami.
Penulis menyatakan bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan itu
merupakan langkah yang baik untuk studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
keterbatasan waktu dan kemampuan penulis maka, penulis mohon saran dan kritikan
yang sehat dan membangun demi perbikan makalah yang akan datang.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
AB I : PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Politik Islam ................................................................................... 3
2.2 Siasyah Dauliyah................................................................................................ 4
2.3 Siasyah Dusturiyah ........................................................................................... 6
2.4 Siasyah Maaliyah .............................................................................................. 7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam Islam, politik disebut dengan siyasah, dan masuk dalam disiplin ilmu
fiqh; yakni fiqh siyasah. Nabi Muhammad SAW sebagai figur ideal (uswatun
hasanah) memberikan teladan dalam menjalankan politik praktis dan ketatanegaraan
yang baik dan benar. Keteladanan tergambar dalam kepemimpinan beliau di
Madinah yang berhasil menciptakan negara Madinah bernafaskan baldatun
tayyibatun wa rabbul ghafur. Keberhasilan Nabi inilah kemudian menjadi inspirasi
dan kajian mendalam para pelaku dan pemikir politik Islam saat menjalankan
aktivitas politiknya.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya
sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal
dari kata polis artinya kota. Dari bahasa Inggris, politic, yang secara harfiah bermakna
(1) acting or juding wisely; prudent (2) well judged; prudent atau sikap bijaksana atau
hati-hati dalam bersikap, dan melakukan kebijaksanaan atau tindakan bijak. Kata
tersebut juga bermakna The art of government atau tata pemerintahan/seni
pemerintahan. Maka politik sering diartikan sebagai seni memerintah dan mengatur
masyarakat (Yusuf, 2018). Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, “politik” diartikan
dengan (1) (pengetahuan) yang berkenaan dengan ketatanegaraan atau kenegaraan
(seperti sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan); (2) Segala urusan dan tindakan
(kebijakan, siasat, dsb.) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain; (3).
Cara bertindak (dalam menghadapi dan menangani suatu masalah). Kata turunan dari
kata “politik”, seperti “politikus” atau “politisi” berarti orang yang ahli di bidang politik
atau ahli ketatanegaan atau orang yang berkecimpung di bidang politik. Kata, “politis”
berarti bersifat politik atau bersangkutan dengan politik, dan “politisasi” berarti membuat
keadaan (perbuatan, gagasan dan sebagainya) bersifat politis (Yusuf, 2018 ).
Politik Islam juga dapat diartikan sebagai aktivitas politik sebagian umat Islam yang
menjadikan Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas berkelompok. Karena Islam
adalah meliputi akidah dan syariat, ad Diin wad Daulah. Hal ini tentu sangat berbeda
dengan agama-agama lain, seperti Kristen, Yahudi, Budha, Hindu. Sebab agama-agama
tersebut hanya memuat tuntunan-tuntunan moral saja, tidak mengajarkan sistem politik,
sistem ekonomi, sistem hukum, sistem pemerintahan dan sistem sosial. Sehingga wajar
jika kemudian pelibatan agama tersebut dalam kehidupan politik dan pemerintahan akan
menyebabkan “pemerkosaan” dan “penodaan” terhadap agama. Karena pada dasarnya
yang membuat aturan tersebut bukanlah Tuhan, tetapi akal dan nafsu manusia.
Sementara Islam yang bersifat syamil dan kamil, yaitu bersifat menyeluruh, tidak
memiliki cacat sedikit pun, mengatur seluruh sisi kehidupan manusia dari kehidupan
individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Dari urusan yang paling kecil seperti
makan, tidur dan lain-lain sampai yang paling besar, seperti politik, hukum, ekonomi
dan lain-lain.
Siyasah Dauliyah merupakan segala bentuk tata ukuran atau teori-teori tentang
sistem hukum internasional dan hubungan antar bangsa. Dalam arti lain politik yang
mengatur hubungan suatu negara Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan
negara lainnya (Lidinillah, 2006). Pada awalnya Islam hanya memperkenalkan satu
sistem kekuasaan politik negara yaitu kekuasaan di bawah risalah Nabi Muhammad
SAW dan berkembang menjadi satu sistem khilafah atau kekhilafahan. Dalam sistem ini
dunia internasional, dipisahkan dalam tiga kelompok kenegaraan, yaitu,
1) negara Islam atau darussalam, yaitu negara yang ditegakkan atas dasar berlakunya
syariat Islam dalam kehidupan.
2) darus-harbi, yaitu negara non Islam yang kehadirannya mengancam kekuasaan
negara-negara Islam serta menganggap musuh terhadap warga negaranya yang
menganut agama Islam.
Antara darus-salam dengan darus-sulh terdapat persepsi yang sama tentang batas
kedualatannya, untuk saling menghormati dan bahkan menjalin kerja sama dengan
dunia Internasional. Keduanya saling terikat oleh konvensi untuk tidak saling
menyerang dan hidup bertetangga secara damai, sementara hubungan antara darus-
salam dengan darus-harb selalu diwarnai oleh sejarah hitam. Masing-masing selalu
memperhitungkan terjadi konflik, namun demikian Islam telah meletakkan dasar untuk
tidak berada dalam posisi pemrakarsa meletusnya perang. Perang dalam hal ini
merupakan letak mempertahankan diri atau sebagai tindakan balasan. Perang dalam
rangka menghadapi serangan musuh di dalam Islam memperoleh pengakuan yang sah
secara hukum, dan termasuk dalam ketegori jihad.
Siyasah Dusturiyah merupakan segala bentuk tata ukuran atau teori-teori tentang
politik tata negara dalam Islam atau yang membahas masalah perundang-undangan
negara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at (Lidinillah, 2006). Artinya, undang-
undang itu mengacu terhadap konstitusinya yang tercermin dalam prinsip-prinsip Islam
dalam hukum-hukum syari’at yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi,
baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalah maupun berbagai macam hubungan
yang lain.
Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, al-Qur’an menyediakan suatu dasar yang
kukuh dan tidak berubah bagi semua prinsip-prinsip etik dan moral yang perlu bagi
kehidupan ini. Menurut Muhammad Asad, al-Qur’an memberikan suatu jawaban
komprehensif untuk persoalan tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai anggota
masyarakat dalam rangka menciptakan suatu kehidupan berimbang di dunia ini dengan
tujuan terakhir kebahagiaan di akhirat. Ini berarti penerapan nilai-nilai universal al-
Qur’an dan hadist adalah faktor penentu keselamatan umat manusia di bumi sampai di
akhirat, seperti peraturan yang pernah diperaktekkan Rasulullah SAW dalam negara
Islam pertama yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”.
Setelah Nabi wafat, tidak ada konstitusi tertulis yang mengatur negara Islam,
umat Islam dari zaman ke zaman, dalam menjalankan roda pemerintahan berpedoman
kepada prinsip-prinsip al-Qur’an dan teladan Nabi dalam sunnahnya. Pada masa
khalifah empat, teladan Nabi masih dapat diterapkan dalam mengatur masyarakat Islam
yang sudah berkembang. Namun pasca Khulafa‟ ar-Rasyidin tepatnya pada abad ke-19,
setelah dunia Islam mengalami penjajahan barat, timbul pemikiran di kalangan ahli tata
negara di berbagai dunia Islam untuk mengadakan konstitusi. Pemikiran ini timbul
sebagai reaksi atas kemunduran umat Islam dan respon terhadap gagasan politik barat
yang masuk di dunia Islam bersamaan dengan kolonialisme terhadap dunia Islam. Sebab
salah satu aspek dari isi konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah bidang-bidang
kekuasaan negara. Kekuasaan itu dikenal dengan istilah Majlis Syura atau Dewan
Perwakilan Rakyat (ahl al-halli wa al-aqdi) (Khaliq, 2005). Sedangkan kekuasaan dalam
negara Islam itu secara umum dibagi ke dalam lima bidang, artinya ada lima kekuasaan
dalam Negara Islam, yaitu:
Atas dasar itu, politik ekonomi Islam tidak sekedar diarahkan untuk
meningkatnya pendapatan nasional atau disandarkan pada pertumbuhan ekonomi
nasional, keadilan sosial, dan lain sebagainya. Politik ekonomi Islam terutama ditujukan
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh bagi setiap orang
yang hidup di Negara Islam. Atas dasar itu, persoalan ekonomi bukanlah bagaimana
meningkatkan kuantitas produksi barang dan jasa, tetapi sampainya barang dan jasa itu
kepada setiap orang (distribusi). Hanya saja, pertumbuhan ekonomi juga menjadi obyek
yang diperhatikan dan hendak diselesaikan di dalam sistem ekonomi Islam. Dari sini
bisa disimpulkan, bahwa obyek persoalan ekonomi dalam sistem ekonomi Islam ada
macam: (1) politik ekonomi; (2) pertumbuhan kekayaan.
3.1 Kesimpulan
Siyasah Dauliyah, Politik yang mengatur hubungan suatu negara Islam dengan
negara Islam yang lain atau dengan negara lainnya.
Siyasah Dusturiyah, Segala bentuk tata ukuran atau teori-teori tentang politik tata
negara dalam Islam atau yang membahas masalah perundangundangan negara agar
sejalan dengan nilainilai syari’at.