Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

POLITIK DALAM ISLAM

NAMA DOSEN

BAPAK AGUS MUKHANDAR,S.Pd,M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

ALIFIA NURAINI 1813353002

BUNGA WIDIA PUTRI 1813353021

SA’DIATUL MUNIROH 1813353033

JULIA FAHRUNISYA SYABILLAH 1813353043

PROGRAM STUDI D4 ANALIS KESEHATAN

POLTEKKES TANJUNG KARANG TAHUN 2018M/1439H


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya, Sehingga Kami dapat menyelesaikan Makalah Agama Islam yang berjudul “Sistem
Politik Dalam Islam”.
Makalah ini ditujukan guna memenuhi tugas makalah untuk presentasi yang diberikan
oleh Bapak Agus Mukhandar,S.Pd.,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam
penyusunan maupun pengolahan data. Dan tanpa adanya bantuan dari semua pihak, penulisan ini
tidak akan dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada kedua orang tua kami, dosen
Pendidikan Agama Islam, teman-teman, dan juga semua pihak yang telah membantu kami
menyelesaikan makalah ini, yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu namanya.
Semoga Allah SWT membalas segala jerih payah dan bantuan yang diberikan kepada
kami. Akhir kata perkenankanlah kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah ini ada kata-kata yang kurang berkenan di hati pembaca. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan Makalah ini. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi
pembaca sekalian, sehingga diharapkan pengetahuan dalam sistem politik dan demokrasi di
Indonesia dapat berasaskan keislaman.

Bandar Lampung,08 Agustus 2018/26 Dzulkaidah 1439

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………......………………………………................….......… i
DAFTAR ISI ...……………………...………………………………………...............…......… ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Sistem Politik Dalam Islam ..................................................................... 3
2.2 Pandangan Islam Mengenai Sistem Politik yang Mengahalalkan Segala Cara ..4
2.3 Pandangan Islam Mengenai Sistem Politik yang Otoriter .................................. 5
2.4 Peran Politik Dalam Islam ..................................................................................... 5

BAB III IMPLEMENTASI DALAM DUNIA KESEHATAN

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 9
4.2 Saran ......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai
pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam
menjalani persoalan hidup. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan
ancaan termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist
permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam,
prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam
keadaan perang.

Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar
politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip
politik islam tersebut:

1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).


2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum

Menurut Abdul Halim Mahmud (1998) bahwa islam juga memiliki politik luar negeri.
Tujuan dari politik luar negeri tersebut adalah penyebaran dakwah kepada manusia di penjuru
dunia, mengamankan batas territorial umat islam dari fitnah agama, dan system jihad fisabilillah
untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Jadi politik bermakna instansi dari negara untuk
keamanan kedaulatan negara dan ekonomi.

1
1.2. Tujuan

1. Mengetahui sejarah sistem politik dalam islam

2. Mengetahui pandangan islam tentang politik menghalalkan segala cara.

3. Mengetahui pandangan islam tentang pemerintah otoriter.


4. Peran politik Islam dalam masyarakat dan penguasa.

5. Hubungan antara politik Islam zaman Rasulullah SAW dengan zaman sekarang.

1.3 Ruang Lingkup

Untuk seluruh Negara diseluruh dunia dan terkhusus untuk Negara-negara yang belum
mengerti bagaimana sitem politik dalam Islam.Dan juga Negara-negara yang sudah menganut
sistem politik Islam namun belum sepenuhnya menerapkan sitem politik tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sistem Politik Dalam Islam

Di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah (661-850 Masehi), pemikiran politik Islam
didominasi oleh perdebatan tentang sistem pemerintah atau lebih tepatnya hubungan khalifah
dan Negara.Kedua dinasti Islam ini cenderung menganut sistem pemerintahan atau system
politik yang tidak memisahkan agama dan Negara.Bahkan agama yang direpresentasikan oleh
khalifah cenderung mensubordinasi Negara atau kehidupan politik di kedua dinasti.
Tapi, sejak kira-kira 850 M, pemikiran dan praktek politik yang dominan di dunia muslim
adalah yang memisahkan agama dan Negara. Kekuasaan dibagi antara sultan yang mengatur
urusan militer serta menegakkan hukum dan ketertiban dan ulama yang mengatur urusan social
dan keluarga.
Sejak 1000-1200 M, para pemikir muslim seperti Al-Mawardi, Nizam Al-Mulk, Al-
Ghazali,Ibn Rusyd serta Al-Razi menawarkan pemikiran politik jalan tengah atau pemikiran
politik keseimbangan. Di masa-masa tersebut, sultan dan ulama saling bekerja sama dan saling
tergantung.
Namun, pada 1220-1500 M, ide penyatuan agama dan politik kembali mendominasi
pemikiran para pemikir muslim. Pemikir muslim yang paling menonjol pada masa itu yang
menganjurkan pemerintahan berdasarkan syariat adalah Ibn Taimiyah. Dimana masa itu disebut
sebagai masa “syariat dan pedang”.
Puncak pemerintahan berdasarkan syariat berlangsung pada masa kerajaan-kerajaan
modern yang meliputi Dinasti Utsmani, Dinasti Safawi dan Dinasti Mogul.Tentu daja Dinasti
Utsmani yang berpusat di Turki menjadi dinasti paling terkemuka.Dinasti ini disebut Khilafah
Islamiyah.Namun, dinasti ini mengalami kemunduran dan dibubarkan pada tahun
1924.Kemunduran ini menandai mulai berpengaruhnya pemikiran politik Barat.Para pemikir
yang diidentifikasi sebagai pemikir liberal bermunculan. Mereka antara lain Jamaluddin Al-
Afghani dan Muhammad Abduh yang menganut paham pemisahan agama dan politik. Berpijak
pada kemajuan Barat, para pemikir muslim ini menawarkan pemikian modernisme. Masa ini
disebut sebagai abad modernisme.
Tapi kemajuan barat dewasa ini memunculkan reaksi di kalangan Islam fundamentalis.
Pemikir Islam fundamentalis paling terkemuka adalah tokoh Ikhwanul Muslim, Al-Maududi,
serta sayyid Qutb. Mereka menginginkan kehidupan masyarakat muslim dewasa ini mencontoh
kehidupan di masa Nabi atau setidaknya masa kejayaan dinasti-dinasti di masa awal Islam. Itu
berarti mereka menginginkan tidak adanya pemisahan agama dan politik.
Islam boleh jadi agama yang paling kaya dengan pemikiran politik dimana pemikiran
politik Islam terentang mulai masalah etika politik, filsafat politik, agama, hukum, hingga tata
Negara. Politik Islam juga dipengaruhi oleh pemikiran politik Plato, Aristoteles dan Iran kuno.
Tapi keragaman khazanah pemikiran politik Islam itu bisa dikatakan bermuara pada pemikiran
tentang hubungan agama dan negara. Ada pemikiran para pemikir muslim yang menginginkan
pemisahan Islam dan politik sebagai pemikiran politik Islam dan pemikiran yang menghendaki
penyatuan Islam dan politik sebagai pemikiran Islam politik. Sejak Revolusi Perancis agama

3
Kristen relatif telah selesai membahas hubungan gereja dan Negara bahwa gereja harus terpisah
dari Negara, Islam masih berkutat pada persoalan yang satu ini sejak zaman Nabi hingga zaman
kini.
Pada zamannya, Nabi membentuk sebuah komunitas yang diyakini bukan hanya
komunitas agama, tapi juga komunitas politik. Nabi berhasil menyatukan berbagai komunitas
kesukuan dalam Islam. Di Madinah, tempat hijrah Nabi, beliau berhasil menyatukan komunitas
sosial, yakni kaum pemukim dan kaum pendatang. Lebih dari itu, di Madinah, Nabi juga berhasil
mengatur kehidupan kaum muslim, nasrani serta Yahudi dalam komunitas “Negara Madinah”
atau “masyarakat Madinah”.
Komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah inilah yang belakangan kerap dirujuk oleh
para pemikir muslim, baik yang liberal maupun yang fundamentalis sebagai masyarakat Islam
ideal. Pemikir liberal lebih suka menyebut komunitas yang dibentuk Nabi di Madinah sebagai
“masyarakat madani”, sedangkan mereka yang fundamentalis lebih nyaman menyebut “Negara
Madinah”.

Dalam teori keislaman politik identik dengan siasah. Secara etimologis siasah artinya
mengatur,aturan,dan keteraturan.Fiqih siasah adalah hukum islam yang mengatur sistem
kekuasaan dan pemerintahan. Politik sendiri artinya segala urusan dan tindakan (kebijakan,
siasat, dan sebagainnya) mengenai pemerintahan suatu negara lain. Politik dapat juga berarti
kebijakan atau cara bertindak suatu negara dalam menghadapi atau menangani suatu masalah.

Garis-garis besar siasah Islam meliputi tiga Aspek:


a. Siasah Dusturiyyah (Tata Negara dalam Islam)
b. Siassah Dauliyyah (Hukum politik yang mengatur hubngan antara satu negara dengan
negara lain.)
c. Siasah Maliyyah (Hukum politik yang mengatur sistem ekenomi negara).

2.2 Pandangan Islam Mengenai Sistem Politik yang Mengahalalkan Segala Cara

Beberapa prinsip politik islam berisi mengenai mewujudkan persatuan dan kesatuan
bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan
bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan
menepati janji. Dari beberapa prinsip diatas yang berkorelasi dengan politik, menggambarkan
umat islam dalam berpolitik tidak dapat lepas dari ketentan-ketentuan tersebut. Berpolitik dalam
islam tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Maka dapat disimpulkan bahwa politik islam
memiliki pengertian mengurus kepentingan rakyat yang didasari prinsip-prinsip agama.
Sedangkan politik yang menghalalkan segala cara adalah mementingkan kepentingan
individu atau kelompok. Entah itu menyiksa masyarakat yang ia pimpin. Jadi dapat dikatakan
bahwa ni merupakan kezaliman terhadap sesama manusia dan Allah telah menjelaskan dalam al-
Quran bahwa kezaliman termaksud perbuatan keji.
Oleh karena itu, korelasi pengertian politik islam dengan politik menghalalkan segala cara
merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik

4
yang menghalalkan segala cara. Terlebih lagi islam mengajarkan bahwa dalam berpolitik tidak
sekedar mengurusi atau mengendalikan rakyat saja, tetapi juga mengemban kebajikan untuk
seluruh rakyatnya.

2.3 Pandangan Islam tentang Pemerintah Otoriter

Dari prinsip-prinsip islam dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemerintahan adalah
memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Sehingga seluruh rakyatnya diharapkan dapat
menerima hak-haknya sebagai warga negara dan turut mengawasi pemerintahan. Sedangkan
pemerintah berfungsi sebagai institusi yang mengatur masyarakat demi masyarakatnya. Maka
logika yang dapat diperoleh negara dalam islam merupakan kegiatan demi kesejahteraan
masyarakat. Apabila suatu pemerintahan telah beralih fungsi dari institusi yang melayani
masyarakatnya, menjadikan kekuasaan sebagai peyalahgunaan. Maka pemerintahan tersebut
dikatakan tidak sehat.
Berbagai macam bentuk pemerintahan menjadi perdebatan diantara para pemikir. Karna
telah banyak pemimpin-pemimpin yang tidag ber integritas, yang mengakibatkan penyimpangan
yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya.
Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Pemerintaha yang amat buruk dikaca mata
agama. Bukan hanya menzalimi tapi bahkan menghilangkan secara total norma-norma yang ada
dalam agama.

2.4 Peran Politik Dalam Islam

1. Peran Kepala Negara dalam Politik Islam

Untuk mengurusi tanggung jawab kepentingan masyarakat, maka secara syara’


tanggung jawab itu diberikan kepada penguasa, dan penguasa disini bias dikatakan
sebagai kepala Negara (khalifah). Inilah yang dapat menjadikan peran kepala Negara
dalam politik islam, yaitu :

a) Menjalankan hukum islam sebagai konstitusi Negara.

b) Bertanggung jawab terhadap politik dalam dan luar negeri.

c) Mengangkat dan memberhentikan ketua MA, Dirjen Departemen.

d) Berhak menerima dan menolak duta-duta asing.

2. Peran Masyarakat dalam Politik Islam

Tidak jauh berbeda dari peranan kepala Negara dalam politik islam, masyarakat
juga mempunyai peran dalam menjalankan kewajiban untuk taat kepada Amir
(penguasa). Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam surat An-nisa ayat 59

5
Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. “

Sehingga jelaslah bahwa peran masyarakat untuk menaati penguasanya dalam politik
islam itu memang penting. Karena dengan adanya komponen-komponen tersebut politik
islam itu dapat berjalan secara aktif dan sesuai dengan tuntutan dalam ajaran islam.

Selain berkewajiban untuk menaati penguasanya, masyarakat juga mempunyai tiga peran
penting dalam politik islam, yaitu :

1. Kekuasaan memilih penguasa.

2. Terlibat dalam musyawarah.

3. Mengoreksi si penguasa.

Peran-peran itulah yang nantinya memperlihatkan bagaimana seorang penguasa dan


masyarakat bisa menjadi bagian-bagian dalam masalah yang muncul pada suatu Negara.

6
BAB III

IMPLEMENTASI DALAM DUNIA KESEHATAN

Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan
publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat
kepala daerah. (Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun
2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan
masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. Konsep
kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk
pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas,
program-program karitas yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) atau pengobatan gratis dan Jampersal.
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b (menimbang);
disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan. Hal
ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya
saing .
Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup,
menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan
(morbiditas). Boleh jadi indikator ini terus menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak
hanya menyangkut masalah keuangan, namun transparansi dalam informasi atas pelayanan
publik
Sebagai contoh, data mengenai jumlah penderita gizi buruk, jumlah penduduk miskin,
rasio jumlah penduduk dengan jumlah sarana kesehatan dan prosedur pelayanan dasar maupun
rujukan hendaknya diberikan pada publik secara transparan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, tidak bisa tidak, negara harus berperan aktif. Mengutip
Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan rakyat , Politik kesehatan adalah
kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang
paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara.Untuk mewujudkan hak rakyat itu,

7
jelas diperlukan keputusan politik yang juga sehat, yang diambil oleh pemerintahan yang juga
sehat secara politik. Dengan kata lain, politik kesehatan ditentukan oleh sehat tidaknya politik
negara. Hanya pemerintahan dan DPR yang sakit-sakitan yang senang dan membiarkan
rakyatnya juga sakit-sakitan. Karena sehat merupakan hak rakyat, dan negara pun tak ingin
rakyatnya sakit-sakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk
kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang besar, sangat besar, karena negara tidak ingin
rakyatnya sakit-sakitan.

8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut
berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik islam
berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan
menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah,
Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik
islam dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan.
Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Pemerintahan
yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan memaksakn kehendaknya kepada rakyat.
Setiap pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan
yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya.
Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang
menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan
menjaga adanya perdamain. Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang,
namun dengan sebab yang sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu
sendiri. Dan perang inipun telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi
tidak sembarangan perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan
kesejahteraan seluruh umat.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan kami diatas, kami dapat memberikan saran kepada kita semua
yang nantinya kita akan menjadi pilitikus-politikus hebat, bukan hebat dalam memanfaatkan
rakyat. Tapi hebat untuk mengayomi rakyat. Jadi marilah kita memperbaiki karakter itegritas
kita. Dan memulai dari diri sendiri lebih baik dari pada sibuk mengoreksi orang lain. Dan ada
pepatak mengatakan “cubitlah diri sendiri serbelum mencubit orang lain”.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hasby, Subky, dkk.2007. BUKU DARAS.PPA Universitas Bramijaya; Malang


Black,Antony.2001.The History of Islamic Political Thought : From the Prophet to the
Present.Edinburgh University Press.
Ali, Abdullah dan Mariana Arietyawati.2006.Terjemahan : Pemikiran Politik Islam dari Masa
Nabi hingga Masa Kin .Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta
http://indahpuspa074.blogspot.com/2014/09/politik-dalam-kesehatan.html
http://blog-cantik-cuco.blogspot.com/2015/11/makalah-sistem-politik-dalam-islam.html

iii

Anda mungkin juga menyukai