Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STUDI ISLAM

ASPEK POLITIK DAN KELEMBAGAAN ISLAM DAN ASPEK


PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pembimbing : Muhammad Kamil, S. Ag, M. Si

Disusun Oleh :

Nurul Rizky Fadlilah


Fadlilah Khalik (11180260000007)
Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris
Kelas 1B – Kelompok 11

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA
TAHUN AJARAN 2018/2019
1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahii Robbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta
Alhamdulillah
Alam. Atas segala karunia nikmat-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Sholawat serta salam terjunjung kepada baginda agung Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju
zaman terang-benderang seperti sekarang ini.

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
serta berbagai macam nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata

kuliah studi islam yang berjudul “Aspek


“Aspek Politik dan Kelembagaan Islam dan Aspek
Pendidikan Islam.”
Islam.”

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan penulisan, sumber, dan data di dalamnya. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Karena atas kritik dan saran
tersebut, insyaallah makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Saya
harap nantinya makalah ini juga dapat berguna bagi pembaca sekalian sebaga

referensi ataupun lainnya. Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terimakasih.


Wassalamualaikum
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 29 November 2018

Nurul Rizky Fadlilah

2
DAFTAR ISI

JUDUL……………………………………………………………………………...1
JUDUL……………………………………………………………………………...1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….3
ISI……………………………………………………………………….3

BAB I : PENDAHULUAN
PENDAHULUAN………………………………………………………..4
………………………………………………………..4

I.1 Latar Belakang…………………………………………………………...4


Belakang…………………………………………………………...4

I.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..5


Masalah………………………………………………………..5

I.3 Tujuan Pembahasan


Pembahasan……………………………………………………...5
……………………………………………………...5

BAB II : PEMBAHASAN
PEMBAHASAN………………………………………………………...6
………………………………………………………...6
II.1 Aspek Politik dalam Islam……………………………………………...6
Islam……………………………………………...6

II.2 Aspek Kelembagaan dalam Islam………………………...


Islam………………………......................10
...................10

II.3 Aspek Pendidikan dalam Islam…………………………...


Islam…………………………......................12
...................12

BAB III : PENUTUP……………………………………………………………...15

Kesimpulan…………………………………………………………………15

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..16

3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu ungkapan yang populer menyangkut umat manusia yaitu “manusia merupakan

makhluk politik”. Ungkapan ini sering sekali dikaitkan bahwa manusia tidak dapat
dap at dipisahkan dari
persoalan politik.

Kata politik berasal dari bahasa latin politicus, dan bahasa yunani politicos
politicos,, dan yang
mengartikan “berhubungan dengan warga masyarakat”. Kedua kata tersebut berasal darri kata
polis yang berarti kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia politik adalah: (1) Pengetahuan
mengenai ketatanegaraan seperti sistem pemerintahan dan dasar pemerintahan. (2) Segala urusan
dan tindakan mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain. (3) Cara bertindak mengenai suatu
masalah atau kebijakan.

Padana kata politik dalam bahasa Arab adalah siyasah yang berasal dari kata sasa
sasa.. Dalam
kamus kata ini sering diartikan sebagai mengatur, mengurus, dan memerintah. Kata sasa sama
dengan to govern, to lead. Sedangkan siyasah sering diidentikan dengan policy of government.
Lalu, secara terminologis kata ini sering diartikan sebagai mengatur atau memimpin sesuatu
dengan cara yang membawa pada kemaslahatan.

KaIau kata politik dikaitkan dengan Islam maka politik Islam ialah aktivitas politik
sebagian umat Islam yang menjadikan umat Islam sebagai acuan nilai dan basis solidaritas
berkelompok. Pendukung perpolitikan Islam ini belum tentu seluruh umat Islam (pemeluk agama
Islam), karenanya maka daIam kategori politik dapat disebut sebagai kelompok politik Islam, juga
menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, seperti menggunakan perlambang Islam,
dan istilahisrilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana
politik.

Dalam aspek politik perlu dicatat bahwa semasa Nabi, beliau telah mendirikan tatanan
sosial politik Islam di Madinah. Namun setelah lebih dari tiga abad kemudian,
kemudia n, para pemikir hukum
baru mulai merumuskan teori politik mereka secara lebih
lebih sistematis. Di antara mereka
mereka yang cukup
populer adaIah Al Mawardi dan Al GhazaIi.
GhazaIi. Pada umumnya, kepada kedua ulama Sunni itulah
yang mengkonstuksikan pandangan politiknya. Menurut Al Mawardi,
Mawardi, konsep politik Islam

4
didasarkan akan adanya kewajiban mendirikan lembaga kekuasaan, karena ia dibangun sebagai
pengganti kenabian untuk melindungi agama dan mengatur
men gatur dunia. Dan juga Al Mawardi menulis
ada lima unsur pokok dalam suatu negara, yaitu: Agama sebagai landasan negara dan persatuan
rakyat, wilayah, penduduk, pemerintah yang berwibawa, dan keadilan dan keamanan.

Selain masalah politik, manusia seringkali dikaitkan dengan masalah masalah yang
berkaitan dengan pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Quraish Shihab, bahwa manusia
yang dibina adalah akhluk yang memiliki unsur unsur material (jasmani) dan imaterial (akal dan
jiwa). Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan
etika, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan keterampilan. Dengan penggabungan
unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan
akhirat , ilmu dan iman. Itu sebabnya pendidikan islam dikenal istilah adab al-din dan adab al-
dunya.

I.2 Rumusan Masalah


Untuk mempermudah dalam menyusun makalah ini, penulis berinisiatif membuat rumusan
masalah berupa :

1. Apakah aspek-aspek politik dalam islam.?


2. Apakah aspek-aspek kelembagaan dalam islam.?
3. Apakah aspek-aspek pendidikan dalam islam.?

I.2 Tujuan Pembuat


Pembuatan
an
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui aspek-aspek politik dalam islam.
2. Mengetahui aspek-aspek kelembagaan dalam islam.
3. Mengetahui aspek-aspek pendidikan dalam islam.

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Aspek Politik dalam Islam


Persoalan yang pertama-tama timbul dalam islam menururt sejarah bukanlah persoalan
tentang keyakinan, melainkan persoalan politik.
Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam di Mekkah, beliau belum dapat membentuk
suatu masyarakat yang kuat lagi berdiri sendiri. Umat islam pada waktu itu masih mendapat
kedudukan yang lemah dan tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang orang-orang
Quraisy di Mekkah pada waktu itu. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan pengikut setianya
memutuskan untuk berhijrah ke kota Yastrib atau Madinah dikarenakan terror yang dicetuskan
oleh orang-orang Quraisy.
Di kota ini keadaan Nabi bersama umat Islam mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Jika di Mekkah sebelumnya mereka merupakan perkumpulan umat yang lemah dan
tertindas, di Madinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera menjadi umat yang
kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk
itu dan yang akhirnya merupakan suatu negara; suatu negara yang daerah kekuasaannya diakhir
zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Madinah Nabi Muhammad
bukan lagi mempunyai sifat
sifat sebagai Rasul Allah, melainkan juga mempunyai sifat sebagai
sebagai Kepala
Negara.
Jadi sesudah beluau wafat, beliau nesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara

yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tidak dapat diganti.
Dalam sejarah, pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakar As Shiddiq. Abau Bakar menjadi
kepala negara yang ada pada waktu itu dengan memakai gelar khalifah, yang arti lafiznya adalah
pengganti (successor). Kemudian setelah Abu bakar wafat, diganti oleh Umar Ibn Al-Khattab
menggantikan beliau sebagai khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi khalifah
yang ketiga dan pada pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah
mengatakan bahwa pada masa kekhalifahan Usman, yang menjadi orang-orang dalam
pemerintahannya tidak lain dan tidak bukan
b ukan merupakan anggota
an ggota keluarga Usman sendiri. Usman
dianggap lemah dan tidak kuat untuk menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh

6
dalam masyarakat. Nepotisme ini akhirnya berpengaruh terhadap kepemimpinan Usman sebagai
khalifah. Sahabat-sahabat Nabi yang pada mulanya menyokong Usman, akhirnya berpaling.
Setelah Usman wafat, Ali Ibn Abi Thalib, sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang
keempat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi
khalifah. Diantaranya dari Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah.
Tantangan kedua datang dari Mu’awiah, Gubernur Damaskus dan angota keluarga terdekat dari
Usman Ibn Affan. Konflik pun terjadi hingga akhirnya Mu’awiah naik derajatnya menjadi khilafah
yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak ditermia Ali sehingga ia mati
terbunuh tahun 661 M.
Perlu dijelaskan bahwa khalifah yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, tidak
mempunyai bentuk kerajaan, tetapi lebih dekat merupakan republik, dalam artian kepala negara
dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun. Sebagai coontoh, khalifah pertama yaitu Abu
Bakar tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi Muhammad. Umar sebgai khalifah kedua

pun juga tidak memiliki hubungan darah dengan Nabi. Demikian pula Usman dan Ali yang
menjabat sebagai khalifah ketiga dan keempat. Mereka adalah sahabat Nabi dan dengan demikian
hubungan mereka sesama mereka merupakan hubungan persahabatan. Demikianlah ungkapan
sejarah tentang pengangkatan sahabat-sahabat Nabi Muhammad menjadi khalifah. Jelas bahwa
cara pengangkatan kepala negara sebagai yang diungkapkan sejarah ini bukanlah cara yang dipakai
dalam sistem kerajaan. Cara itu lebih sesuai untuk dimasukan dalam pemerintahan demokrasi.
Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu,
seorang khalifah berasal dari suku Quraisy. Keempat khalifah besar memang orang-orang ternama
dari suku Quraisy dan demikian juga Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas, semuanya
berasal dari suku Nabi Muhammad itu. Pendapat ini kemudian menjadi teori ketatanegaraan yang
dianut oleh Ahli Sunnah. Sementara itu Ahli Sunnah membahas soal khalifah dari aspek-aspek
lain yang sering dijumpai pada buku-bu yang khusus dalam membahas soal ketatanegaraan dalam
islam seperti Al-Ahkam Al Sultaniah, karangan AL-Mawardi. berlainan dengan kaum Khawarij,
berpendapat, bahwa Khalifah tidak dapat dijatuhkan, walaupun Khalifah yang zalim.
Menggulingkan Khalifah yang zalim tapi kuat, akan membawa kekacauan dan pembunuhan dalam
masyarakat. Al-Ghazali mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Khalifah dapat menyerahkan
men yerahkan
kekuasaan untuk memerintah kepada Sultan yang berkuasa. Dalam sejarah Dinasti Bani Abbas

memang terdapat Sultansultan yang berkuasa di samping Khalifah-khalifah yang lemah. Sebagai

7
dilihat di atas, tidak jarang bahwa Khalifah hanya merupakan boneka dalam tangan Sultan. Ibn
Jama'a sama dengan Al-Ghazali, lebih mengutamakan ketertiban dalam masyarakat daripada
pemerintahan yang zalim. Patuh kepada kekuasaan adalah kewajiban yang diharuskan agama.
Penentuan pengganti oleh seorang Khalifah, dalam pendapat Ibn Jama'a, merupakan salah satu
bentuk pemilihan.
Selanjutnya al Mawardi mengemukakan tentang tugas dan fungsi
fun gsi imamah meliputi 10 hal:
1. Memelihara dan melindungi agama dari ancaman dan gangguan serta perlakuan tidak adil.
2. MeIaksanakan hukum yang adil untuk melindungi kaum yang lemah.
3. Melindungi hak asasi agar masyarakat merasa anian bekerja dan melakukan kewajiban
mereka.
4. Menegakkan hukum untuk melindungi hak-hak Tuhan dan hakhak manusia untuk
memperolah keselamatan dan perlindungan dari ancaman musuh.
5. Melindungi keamanan dan keselamatan negara dari ancaman musuh.

6. Mengorganisasi penuntutanjihad terhadap siapa sajayang menentang dakwah Islam sampai


akhirnya menyerah dan tunduk kepada negara.
7. Memungut pajak dan zakat yang telah ditetapkan syariat maupun penetapan lainnya.
8. Menetapkan anggaran belanja yang diperlukan dari baitul mal (semacam lembaga keuangan
yang berlaku dewasa ini).
9. Mengangkat pejabat dan pembantu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas administrasi
pemerintah.
10. Imam haruslah aktifmemimpin sendiri tugas-tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk
melindungi umat dan agama, tidak boleh sekedar berfungsi sebagai simbol belaka.

8
Dengan bertitik tolak pada azaz dan tujuan negara menurut ajaran Islam, demikian pula
azaz-azaz konstusionalnya yang antara lain adalah azaz musyawarah, negara menurut
menu rut ajaran Islam
dapat diberi macam-macam prediket. Prediket itu tidak bersumber kepada dalil al Quran dan hadis
h adis
Nabi, prediket tersebut adalah:

Negara ideology (Daulatul Fikriah)


Fikriah) negara yang
yang berasas cita-cita,yaitu terlaksananya ajaran-ajaran
al Quran dan Sunnah Rasul dalam kehidupan masyarakat, menuju akan tercapainya kesejahteraan
hidup di dunia, jasmani dan rohani, materil dan sprituil, perseorangan atau kelompok, serta
menghantarkan kepada tercapainya kebahagiaan hidup di akhirat.

A. Negara hukum (Daulat Qonuniyah), negara yang tunduk pada aturan-aturan Al-Quran dan
Sunah Rasul. Penguasa yang mengelola kehidupan negara maupun rakyatnya tunduk
kepada ketentuan-ketentuan hukum Al-Quran dan Sunah Rasul.
B. Negara Teo-demokrasi, negara yang berasas ajaran-ajaran Tuhan (dan rasul-Nya), yang

dalam realisasinya berIandaskan prinsip musyawarah.


C. Negara Islam (Darul Islam). Predikat negara-negara Islam dalam kitab-kltab fikih
dipergunakan untuk membedakan dengan negaranegara bukan
buk an Islam, yaitu negara sahabat
atau negara perjanjian (Darul Ahdi) dan negara perang atau negara musuh (Darul Harbi),
dalam rangka pembahasan hubungan antarnegara.

Dari adanya kemungkinan memberi bermacam-macam predikat bagi


b agi negara menurut ajaran Islam
tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembagian predikat negara itu termasuk hal yang
menjadi wewenang manusia, sesuai dengan kesepakatan dalam musyawarah, bukan hal yang
ditetapkan dalam dalil-dalil Al-Quran dan Sunah Rasul. Pendapat ini dikemukakan juga oleh
Muhammad Natsir, menurutnya, kaum muslimin tidak dilarang meniru sistem yang dipergunakan
oleh orang non Muslim selama sistem tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Suatu
sistem bukan monopoli suatu bangsa atau negara.

9
II.2 Aspek Kelembagaan dalam Islam
Islam dalam sejarah, seperti telah dilihat mengambil bentuk negara. Sebagai Negara Islam
sudah barang tentu harus mempunyai lembaga-lembaga kemasyarakataan seperti pemerintahan;
hukum, pengadilan; polisi; pertahanan dan pendidikan.

Sebagai telah dilihat dalam Bab V, negara Islam dikepalai oleh seorang Khalifah, baik
dalam bentuk Kepala Negara yang dipilih maupun dalam bentuk Raja yang jabatannya mempunyai
sifat turuntemurun. Dalam menjalankan tugas pemerintahan, Khalifah dibantu oleh seorang wazir
yang menjadi pembantu utama, penasehat dan tangan kanannya. Di bawah wazir terdapat beberapa
diwan (departemen) umpamanya Diwan Al-Kharaj, Departemen Pajak Tanah, Bait Al-Mal /
Departemen Keuangan, Diwan Al-Jaisy (Departemen Pertahanan) dan lain sebagainya. Tiap
Diwan dipimpin oleh seorang kepala. Rapat para Kepala Diwan diketuai oleh Wazir. Dengan
demikian Wazir pada hakikatnya mempunyai kedudukan Perdana Menteri.

Di ketika menurunnya prestise dan kekuasaan Khalifah di zaman Bani Abbas, pembesar
yang berkuasa di pemerintahan pusat bukan
buk an lagi Wazir atau Hajib, tetapi Amir Al-Umara' (Kepala
Panglima) atau Sultan. Sebagai telah disebut, Khalifah Al-Mu'tasim mendirikan Tentara Pengawal
yang terdiri dari orang-orang Turki. Pada akhirnya Tentara Pengawal ini begitu berkuasa di
Bagdad sehingga mereka dapat menjatuhkan dan mengangkat Khalifah sekehendak mereka. Di
zaman Khalifah AI-Muqtadir (908 - 932 M) Panglima Tentara Pengawal itu diberi gelar baru,
'Amir Al-Umara', dan Amir Al-Umara' inilah sebenarnya yang memegang kekuasaan di pusat
pemerintahan.

Tentara tersusun dari harbiah (infantri), ramiah (pemanah) dan fursan (kavaleri), Senjata
yang dipakai ialah pedang beserta perisai, tombak, panah, ali-ali (catapults), mangonel (pelempar
batu), dabbabah (alat serangan terhadap kota yang dibentengi tembok) dan kemudian juga senjata
api. Untuk menjaga diri dari panah api, para pelempar memakai pakaian tahan api. Dalam
rombongan tentara terdapat pula insinyur, dokter, qadi atau hakim untuk mengurus soal pembagian
harta perang, penunjuk jalan (raid) untuk mengurus soal perkemahan, penterjemah dan juru tulis.

Pendidikan dalam sejarah Islam pada mulanya diberikan di mesjid, tetapi kemudian di
sekolah-sekolah yang disebut kuttab atau madrasah. Ini merupakan sekolah dasar di mana anak-

anak diberi pelajaran membaca serta menghafal Al-Qur-an, riwayat hidup Nabi Muhammad,

10
nahwu, sharaf, berhitung dan menulis. Kalau sekolah serupa ini adalah untuk orang umum,
Khalifah dan orang-orang kaya menggaji guru untuk memberi pelajaran pada anak mereka di
istana atau di rumah. Pendidikan tinggi dibentuk juga di lembaga-lembaga lain seperti Bait Al-
Hikmah yang didirikan Khalifah Al-Makmun di tahun 830 M di Bagdad dan Dar Al-Hikmah yang
dibangun oleh Khalifah Fatimiah Al-Hakim di Cairo di tahun 1005 M. Di Dar Al-Hikmah
diajarkan aliran Syi'ah. Di Coruova Abd Al-Ra.hman III mendirikan Universitas Cordova yang
dikunjungi mahasiswa Islam dan Kristen, bukan Kristen dari Spanyol saja tetapi juga dari daerah-
daerah lain di Eropa. Untuk menampung Universitas itu Mesjid Besar Cordova diperbesar. Di
tahun 972 M Mesjid Al-Azhar didirikan oleh Panglima Fatimi Jawhar Al-Saqilli di Cairo yang
beberapa tahun kemudian dijadikan Universitasoleh Khalifah Al-Aziz (975 - 996 M). Sebagai
diketahui sampai sekarang Al-Azhar masih ada dan altan merayakan ulang tahunnya yang keseribu
dalam waktu dekat.

Hukum yang dipakai dalam mengatur masyarakat di zaman Kerajaan-kerajaan Islam di


masa lampau bukan hanya hukum fikih, tetapi juga hukum sebagai diputuskan oleh Khalifah atau
Sultan. Hukum ini kemudian diberi nama iradah saniyah. Adapula hukum yang dibuat oleh rapat
Menteri dengan persetujuan Khalifah atau Sultan dan ini disebut qanun. Qanun mengurus soala-
soal administrasi negara dan soal-soal yang mempunyai corak politik seperti pemberontakan, soal
pemalsuan uang, pelanggaran hukum, dan sebagainya. Hukum dalam bentuk putusan Khalifah
mengurus pertikaian-pertikaian yang biasa timbul setiap hari.

Untuk urusan kesehatan telah disebut di atas bahwa wakaf dipergunakan dalam mendirikan
dan membiayai pemeliharaan rumah-rumah sakit. Dari semenjak semula dalam sejarah Islam
rumah rumah sakit telah didirikan oleh berbagai Khalifah. Khalifah AlWalid (705 - 715 M)
memberi perintah kepada gubernur-gubernurnya untuk mendirikan rumah-rumah sakit di
daerahnya. Bagdad di bawah Harun Al-Rasyid (786 - 809 M) telah mempunyai rumah sakit dan
demikian pula Cairo, yang didirikan oleh Ibn Tulun pada tahun 872 M. Nama yang dipakai untuk
rumah sakit waktu itu ialah kata Persia bimaristan. Rumah-rumah sakit mempunyai bagian pria
dan wanita. Di antara rumah-rumah sakit itu ada yang mempunyai perpustakaan sendiri dan ada
pula yang memberikan kursus ilmu kedokteran.

Di rumah-rumah sakit Bagdad, dokter-dokter kepala dan ahli-ahli bedah memberi kuliah
kepada mahasiswa untuk kemudian diuji dan diberi ijazah.
ijazah . Pelajaran diberikan bukan hanya
han ya dalam

11
bentuk teori saja tetapi juga dalam bentuk praktikum. Di
Di samping rumah-rumah sakit terdapat pula
klinik-klinik yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk memberi pengobatan kepada
masyarakat. Rumah-rumah sakit yang banyak terdapat di dunia Islam mempunyai pengaruhnya,
melalui Perang Salib, terhadap pembentukan rumah-rumah sakit di Eropa. Ilmu kedokteran yang
ada di dunia Islam pada waktu itu lebih tinggi dari ilmu pengobatan yang dilakukan di Eropa.

II.3 Aspek Pendidikan dalam Islam


Dalam bahasa Indonesia kata Pendidikan merupakan kata jadian yang berasal dari kata
didik yang diberi awalan pe dan akhiran an yang berati proses pengubahan sikap dan tatalaku
seseorng atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia. Sedangkan dalam Ensiklopedi
Indonesia dinyatakan bahwa pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kebodohan
menuju ke kecerahan pengetahuan.

Dari pengertian etimologi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah
proses mengubah keadaan anak didik dengan berbagai cara untuk mempersiapkan masa depan
yang baik baginya.
Dalam literatur Arab, ada tiga istilah yang biasa dipergunakan untuk menunjuk kepada
konotasi pendidikan; pertama
pertama,, tarbiyah. Kedua
Kedua,, ta’lim. Ketiga
Ketiga,, ta’dib.
Istilah tarbiyah berasal dari kata rabb
rabb,, walaupun kata ini memiliki banyak arti, akan tetapi
pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur,
dan menjaga kelestariannya atau eksistensinya. Sedangkan menurut istilah kata tarbiyah
merupakan tindakan mengasuh, mendidik dan memelihara. Kata tarbiyah pada arti yang luas
menjadi pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan dan perbaikan. Kata yang
mengandung pengertian tarbiyah adalah kata rabb yang memiliki arti memperbaiki, mengurus,
mengatur dan juga mendidik.
Secara bahasa (etimologi), ta’lim ( ‫م‬‫ل‬ ) merupakan bentuk masdar dari kata ‘allama -
yu’allimu - ta’liman ( 
‫لل‬ – ‫لم‬‫ ي‬- ‫ ) علم‬yang berarti pengajaran. Dalam al quran, kata ta’
ta ’lim muncul
dalam berbagai surat. Sedangkan menurut istilah (terminologi) kata ta’lim adalah merujuk kepada
pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.
ketrampi lan.
Secara bahasa, ta’dib merupakan bentuk masdar dari kata addaba- yuaddibu-ta’diban
yuaddibu-ta’diban,, yang

berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah


istilah ta’dib dapat diartikan sebagai proses

12
mendidik yang memfokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti
pelajar.
Dalam Islam terdapat aspek-aspek pendidikan. Aspek pendidikan islam ada 3 macam yaitu
aspek ibadah, aspek aqidah dan aspek akhlak :

1. Aspek Aqidah
Kata “aqidah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti: “ma ‘uqida ‘alaihi wa al-
al-dlamir”,
dlamir”, yakni
sesuatu yang ditetapkan atau yang diyakini oleh hati dan perasaan (hati nurani); dan berarti “ma
tadayyana bihi al-insan
al-insan wa i’taqadahu”, yakni sesuatu yang dipegangi dan diyakini (kebenarannya)
(kebenarann ya)
oleh manusia. Dengan demikian secara etimologis, aqidah berarti kepercayaan atau keyakinan
yang benar-benar menetap dan melekat di hati manusia.

Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah memperoleh, penataan dan penggunaan
pengetahuan. Disebutkan pula, ranah psikologi siswa
siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah
kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, pada perspektif psikologi, kognitif adalah sumber
sekaligus sumber ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor
(karsa). (“Psikologi Belajar”.2003.48) dijelaskan pula pada halamn selanjutnya, “upaya
pengembangan fungsi ranah kognitif sendiri melainkan juga dalam ranah afektif dan psikomotor”
(Psikologi Belajar.2003.51). jadi dapat disimpulkan bahwa aspek aqidah sangat penting karena
aspek aqidah sangat mempengaruhi aspek ibadah (afektif) dan aspek akhlak (psikomotor).

2. Aspek Akhlak

Dalam dunia pendidikan aspek akhlak sering disebut aspek afektif. Muhimin mendefinisikan
akhlak (Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 2003.306), kata “akhlak” (bahasa arab)
merupakan bentuk jamak dari kata “khuluq”, yang brarti tabiat, budi pekerti,kebiasaan. Jadi bila
kita berbicara tentang afektif, maka kita berbicara tentang sikap dan nilai siswa. Muhibbin Syah
(Psikologi Belajar.2003.53) mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya
akan membuahkan kecakapan kognitif tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Ia juga
mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap
perkembangan ranah afektif. Peningkatan kecakapan afektif ini antara lain, berupa kesadaran
beragama yang mantap.

13
3. Aspek Ibadah

Dalam dunia pendidikan aspek ibadah sering disebut dengan aspek psikomotorik. Muhibbin
Syah, M.Ed (Psikologi Belajar.2003.54). mendefinisikan kecakapan psikomotor ialah segala amal
jasmaniah yang
yang konkret dan mudah diamati baik
baik kuantitasnya
kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya

yang terbuka.
Muhibbin Syah, M.Ed. (Psikologi Pendidikan. 2003. 54) berpendapat keberhasilan
pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah
psikomotorik Dijelaskan pula oleh Dr. Nana Sudjana (Dasar-Dasar Proses Belajar. 2005.54.),
seseorang yang berubah tigkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula
perilakunya. Muhaimin berpendapat dalam bukunya (Paradigma Pendidikan islam. 2002. 169),
Pembelajaran PAI justru harus dikembangkan kea rah proses internalisasi nilai (afektif) yang
dibarengi dengan aspek kognitif sehingga timbul dorongan yang sangat kuat untuk mengamalkan

dan mentaati pelajaran dan nilai-nilai dasar agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta
didik (psikomotori).

Dari pernyataan tersebut dapat dismpulkan bahwa keberhasilan


k eberhasilan guru dalam mendidik peserta
didik dapat dilihat dari aspek psikomotor yaitu bias atau tidakkah peserta didik itu
mengaplikasikan mata pelajaran yang diberikan oleh guru kedalam tingkah laku ehidupan sehari-
hari.

14
BAB III
KESIMPULAN

Pada dasarnya aspek politik, kelembagaan dan pendidikan merupakan hal yang sangat
lumrah dan menjadi hal yang paling banyak
ban yak dibahas selama perkembangan zaman dari dulu hingga
kini. Aspek politik islam pada dasarnya merupakan demokrasi. Pada masa sepeninggal Rasulullah
SAW, Abu Bakar As Siddiq menjadi pengganti beliau sebagai khalifah pertama di tanah Arab.
Sebagai yang diketahui, Abu Bakar diangkat menjadi khalifah bukan karena adanya hubungan
darah terhadap Rasulullah SAW, melainkan atas hasil musyawarah kaum Anshar dan Muhajirin.
Demikian pula pada khalifah selanjutnya. Namun pada masa sepeninggal
sepenin ggal Ali Ibn Abi Thalib, umat
Islam terpecah menjadi beberapa golongan dan masing-masing golongan membentuk dinasti-
dinasti. Sayyid Qutb menambahkan bahwa pernerintahan Islam dapat menganut sistem apa pun
asalkan tetap melaksanakan syariat Islam. Karena itu, semua pemerintahan yang melaksanakan

syariat Islam dapat disebut sebagai pemerintahan Islam, apapun bentuk dan corak
pemerintahannya. Sebaliknya, pemerintahan yang tidak mengakui dan menjalankan syariat Islam,
Islam,
meskipun dilaksanakan oleh organisasi yang menamakan dirinya
dirin ya Islam atau mempergunakan label
Islam, tetap tidak dapat dikatakan sebagai pemerintahan Islam.
Pada masa kekhalifahan dan dinasti-dinasti sudah mulai terdapat lembaga lembaga
kemasyarakatan. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya lembaga pemerintahan, lembaga militer
atau keamanan, lembaga kesehatan, dan lembaga pendidikan. Semua kelembagaan itu dibentuk
demi untuk menjaga stabilitas masyarakat di dalam maupun diluar kekhalifahan atau dinasti.
Kemudian aspek pendidikan dalam islam bertujuan untuk membina dan mengembangkan
pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmania juga harus be
berlangsung
rlangsung secara bertahap.
Pada hakikatnya, pendidikan adalah proses yang berlangsung secara kontiniu dan
berkesinambuangan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu di emban oleh
Pendidikan Islam pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Sebagai
aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam
memerlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Oleh karena itu, dasar yang terpenting
dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an
Al- Qur’an dan hadist (Sunnah Rasulullah).

15
DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi, Azra, Pendidikan islam


islam,, Ciputat: Logos, 1999
Jurnal MD Vol. I No. 1 Juli-Desember 2008
Mu’man. “Aspek-aspek Pendidikan Islam dan Implementasi
Implementasinya
nya dalam Pembinaan
Mental Peserta
Peserta didik”. Jakarta. 2005
Nasution, Harun. “Islam Ditinjau dari Berbagai
Berbagai Aspek
Aspeknya”
nya”.. Jilid 1. Jakarta. 2016
Tafsir Al-Quran Tematik. “Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik”.
Seri 3. Jakarta. 2009
http://arisutomotulungagung.b
http://arisutomotulungagung.blogspot.com/20
logspot.com/2017/03/tarbiyah-talim
17/03/tarbiyah-talim-dan-tadib.htm
-dan-tadib.htmll
http://dedi45no.blogspot.com/2013/03/makala
http://dedi45no.blogspot.com/2013/03/makalah-aspek-aspek-pe
h-aspek-aspek-pendidikan-
ndidikan-
islam.html

16

Anda mungkin juga menyukai