Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

AHKAM AS-SULTANIYAH

OLEH :
LA ODE MUHAMAD SAPUTRA : H1A118201

MUSLIMIN : H1A118191

ANUGRAH THEO PAMUNGKAS : H1A118225

ALDI RIFALDI HASTA : H1A118220

RAIHAN SAPUTRA LAPOTULO : H1A118224

KEVIN SURYA AMRALI : H1A118247

NAYO RIZA AISYAH : H1A118240

NURUL SRI RAHMAWATI : H1A118222

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ahkam as sultaniyah dengan baik dan benar.
Adapun makalah ini adalah makalah kelompok pertama untuk mata
kuliah hukum islam kami telah berupaya sekuat tenaga kami semungkin apa
yang kami dapat maksimalkan, dan sedapat mungkin kami telah meluangkan
waktu kami untuk bersma membuat makalah ini dengan baik dan benar
walaupun masih banyak yang perlu di koreksi.
Akhirnya kami sekelompok mengharapkan semoga dari makalah
ilmiah hukum islam ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari
Bapak Dosen Hukum Islam ataupun teman-teman kelompok yang lain kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Kendari, 19 mei 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahkam As-Sultaniyah...........................................................2
B. Pengangkatan Imamah............................................................................4
C. Pengangkatan Kepala Daerah.................................................................7
D. Pengangkatan Kepala Perang.................................................................9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................13

2
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Islam adalah agama yang rahmat lil alamin yakni rahmat bagi seluruh
alam.Oleh karena itu islam juga mengatur berbagai bentuk kegiatan baik dalam
bentuk ibadah maupun bentuk muamalah. Dalam bentuk muamalah atau biasa di
sebut hubungan dalam bentuk horizontal ini di kenal dengan hukum islam.
Hukum Islam memiliki beberapa sub bahasan salah satunya adalah bertalian
tentang pemerintahan, dalam hal ini pemerintahan dalam islam atau biasa dikenal
dengan (ahkam as sultaniyah). Ahkam as sultaniyah yaitu hukum yang
membicarakan persoalan hubungan dengan kepala negara, kementerian, gubernur,
tentara, dan pajak. Aturan tersebut, saat ini termasuk dalam hukum konstitusional,
administrasi, dan fiskal. Kami membuat makalah ini karena pada dasarnya untuk
mengenal kompilasi hukum islam dengan baik.
b. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ahkam As-Sultaniyah
2. Bagaimana pengangkatan imamah dalam islam.
3. Bagaiamana kepala daerah dalam islam
4. Bagaimana pengangkatan kepala daerah dalam islam.
c. Tujuan
1. Agar mengetahui bagaimana sistem pemerintahan dala islam
2. Agar mengetahui pengangkatan pemimpin dalam islam

1
BAB II
PEMBAHASAN
AHKAM AS SUTANIYAH
(PEMERINTAHAN DALAM SYARIAT ISLAM)

A. Pengertian Ahkam As-Sultaniyah


Ahkam As-sultaniyah, yaitu hukum yang membicarakan persoalan
hubungan dengan, kepala negara, kementrian, gubernur, tentara, dan paja. Aturan
tersebut, termasuk dalam hukum konstitusional, administrasi, dan fiskal.

Umat Islam adalah umat pertama yang menata pemerintahan dengan cara-
cara administrasi tertulis yang sangat jelas. Bahkan, Piagam Madinah adalah
merupakan Konstitusi tertulis pertama di dunia. Dr. Muhammad Hamidullah,
dalam bukunya The Prophets Establishing a State and His Succession (Islamabad:
Pakistan Hijra Council, 1988), menempatkan satu bab berjudul The First Written-
Constitution in the World untuk menyebut Piagam Madinah. Jadi, sebelum
Rasulullah saw, meskipun banyak pemikir yang membicarakan tentang masalah
politik dan kenegaraan, tetapi belum ada satu pun negara yang memiliki
Konstitusi tertulis seperti negara Madinah.

Jauh sebelum ilmu politik internasional berkembang di Barat, ulama-


ulama Islam juga telah melahirkan karya-karya besar dalam bidang ini. Salah satu
yang terkenal, misalnya, ialah Kitab al-Siyar al-Kabir karya Imam Syaibani (w.
804). Kitab ini, pada tahun 1965, diterjemahkan oleh Prof. Majid Khadduri, ke
dalam bahasa Inggris dengan judul The Islamic Law of Nations (Baltimore: The
John Hopkins Press, 1966). Kepeloporan Syaibani dalam bidang ilmu hubungan
internasional jauh melampaui ilmuwan Hugo Grotius (m. 1645) yang dianggap
sebagai peletak dasar hukum internasional saat ini. Tetapi, meskipun demikian,
bisa ditanyakan kepada para mahasiswa kajian hubungan internasional di banyak
universitas Islam, apakah mereka mengenal nama Imam Syaibani atau tidak.

2
Ketika mempelajari ilmu pengetahuan di jurusannya, mahasiswa
diperkenalkan dengan asal-asul keilmuan dalam perspektif Barat, yang biasanya
dimulai dengan pemikiran para Filosof Yunani dan langsung meloncat ke
pemikiran para ilmuwan Barat abad modern.

Dalam bidang ilmu politik, misalnya, mahasiswa diperkenalkan dengan


sejarah pemikiran politik, mulai pemikiran politik Aristoteles, Plato, dan langsung
meloncat ke pemikir-pemikir politik Eropa abad modern. Sebagai misal, dalam
buku World Masterpieces (New York: WW Norton&Company Inc, 1956), yang
menghimpun karya-karya besar ilmuwan dunia sepanjang sejarah, sama sekali
tidak dijumpai karya-karya para ilmuwan Muslim. Dalam bidang politik, yang
dianggap pemikir besar adalah Niccolo Machiavelli. Hal serupa bisa dijumpai
juga pada buku berjudul Powerful Ideas: Perspectives on the Good Society
(Victoria, The Cranlana Program, 2002).

Tahun 1911, orientalis Belanda Snouck Hurgronje menerbitkan bukunya


Nederland en de Islam, yang berisi pemikiran dan strategi westernisasi umat
Islam: (1) Dalam bidang yang murni agama, pemerintah dan pejabat-pejabatnya
harus menjamin dan memelihara kebebasan mutlak, (2) Dalam bidang politik,
kebebasan itu harus dibatasi untuk kepentingan bersama, (3) Dalam bidang
hukum Islam, pemerintah harus menjauhi intervensi yang dipaksakan, sekalipun
harus mendorong ke arah proses evolusi hukum sebanyak mungkin, (4) Garis-
garis kebijaksanaan yang kurang lebih negatif ini harus menuju ke arah tujuan
yang positif, yaitu kemajuan orang-orang Islam yang harus dibebaskan dari
beberapa peninggalnan ajaran abad pertengahan yang tidak berguna yang
menyeret mereka hingga demikian lamanya agar supaya dengan jalan ini dengan
perantaraan pendidikan dan pengajaran dapat memperoleh kesempatan asosiasi
kultural dengan kebudayaan Barat. (Dikutip dari: Mukti Ali, Ilmu Perbandingan
Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 32.

3
B. Pengangkatan Imamah (kepemimpinan)

Dalam islam imamah (kepemimpinan) bertugas sebagai pengganti


kenabian dalam melindungi agama dan mengatur kemaslahatan hidup.
Berdasarkan ijma ulama bahwa mengangkat seseorang yang kredibilitas dalam
menjalankan tugas imamah (kepemimpinan) di kalangan umat ini adalah wajib
meskipun imam al asham tidak sependapat dengan mereka. Dalam islam terdapat
syarat syarat kelompok pemilih dan syarat syarat kelompok imamah
(kepemimpinan).
1. Syarat-syarat kelompok pemilih
a. Adil berikut syarat syarat yang menyertainya
b. Memiliki pengetahuan yang dapat mengantarkannya mampu
mengetahui orang yang berhak di angkat sebagai imam (khalifah)
sesuai dengan syarat syarat yang legal
c. Memiliki gagasan dan sikap bijaksana yang membuatnya mampu
memilih orang yang paling layak membuatnya mampu memilih
orang yang paling layak di angkat menjadi imam (khalifah) dan
yang paling tepat serta paling arif dalam mengatur berbagai
kepentingan

Orang yang tinggal sedaerah dengan imam (khalifah) tidak memiliki


kelebihan apapun atas orang yang tinggal di daerah lain. Hanya saja, orang yang
tinggal sedaerah dengan imam (khalifah) secara otomatis bertugas mengangkat
imam (khalifah) sesuai dengan tradisi yang berlaku dan bukan berdasarkan syariat
. Pasalnya, merekalah yang lebih dahulu mengetahui wafatnya imam (khalifah)
dan notabene orang yang layak di angkat sebagai imam adalah penduduk yang
tinggal di daerah tersebut.

2. Syarat-syarat kelompok imamah (kepemimpinan)


a. Adil berikut syarat syaratnnya yang menyeluruh.
b. Memiliki pengetahuan yang membuatnnya mampu berijtihad di
dalam berbagai kasus dan hukum
c. Memiliki panca indra yang sehat, baik telinga, mata, maupun
mulut sehingga ia dapat langsung menangani persoalan yang
diketahuinnya.

4
d. Memiliki organ tubuh yang sehat dan terhindar dari cacat yang
dapat mengahalanginya dari cacat yang dapat dari menjalankan
tugas dengan baik dan cepat
e. Memiliki gagasan yang membuatnnya mampu memimpin rakyat
dan mengurusi berbagai kepentingan
f. Memiliki keberanian dan sifat ksatria yang membuatnya mampu
negara dan melawan musuh
g. Memiliki nasab dari silsilah Quraisy, berdasarkan nash dan ijma.

3. Pengangkatan imamah (kepemimpinan)

Pengangkatan imamah (kepemimpinan) dapat dilakukan dengan dua cara:


pertama, pemilihan oleh ahlul aqdi wal hal. kedua,penunjukan oleh imam
(khalifah) seblumnya. Mengenai pemilihan oleh ahlul aqdi wal hal, para ulama
berbeda pendapat terkait jumlah anggota ahlul aqdi wal hal yang di anggapsah
untuk mengangkat ahlul aqdi wal hal.
Sekelompok ulama berpendapat bahwa pegangkatan imamah tidak sah,
kecuali di hadiri oleh seluruh anggota ahlul aqdi wal hal dari setiap daerah supaya
iamam (khalifah) yang mereka angkat di terima oleh semua pihak dan mereka
semua tunduk terhadap kepemimpinannya. Pemimpin ini di sandarkan pada
pengangkatan abu bakar r.a sebagai imam (khalifah), yang dipilih oleh orang
orang yang mengahadiri pembaiatannya, tanpa menunggu orang yang belum
datang. Begitu juga dalam pengangkatan dewan syura, yang dilakukan tanpa
menunggu kedatangan orang yang hadir.

4. Pemilihan Imam (khalifah)

Ketika ahlu aqdi wal hal telah bersepakat untuk mengangkat seorang
imam (khalifah), hendaknya terlebih dahulu mereka mempelajari profil orang
orang yang memenuhi syarat untuk di angkat sebagai imam (khalifah). Setelah itu,
mereka menyeleksi di antara mereka yang paling banyak memiliki kelebihan,

5
paling sempurna syarat-syaratnya, dan paling mudah di taati oleh rakyat sehingga
mereka tidak menolak untuk mengangkatnnya. Dengan demikian, secara otomatis
ia sah sebagai imam (khalifah). Selanjutnya, seluruh rakyat harus ikut membaiat
dan bersedia untuk menaatinya.

6
C. Pengangkatan Kepala Daerah

Apabila imam (khalifah) mengangkat kepala daerah untuk salah satu


wilayah atau daerah, kekuasaanya terbagi kedalam dua bagian: ada yang bersifat
umum dan ada yang bersifat khusus.

Kepala Daerah Umum


Kepala daerah yang bersifat umum di bagi lagi menjadi dua bagian:
a. Kekuasaan kepala daerah atas wilayah tertentu melalui jalan damai.
b. Kekuasaan kepala daerah atas wilayah tertentu melalui paksaan.

Kekuasaan Kepala Daerah atas Wilayah Tertentu melalui Jalan


Damai
Adapun kepala daerah yang menguasai wilayah tertentu melalui jalan damai
mempunyai tugas tertentu dan wewenang yang terbatas. Cara pengangkatannya
ialah seorang imam (khalifah) menyerahkan kewenangan untuk menangani satu
daerah atau wilayah beserta penduduknya kepada seorang yang di angkat sebagai
kepala daerah. Melihat tugas-tugasnya yang terbatas maka dapat dikatakan bahwa
kepala daerah memiliki wewenang yang luas, tetapi dengan tugas terbatas. Tugas-
tugas kepala daerah meliputi tujuh aspek:
1. Menangani urusan militer, mengorganisasi kekuatan di segala aspek, dan
menentukan gaji mereka telah di tentukan oleh imam (khalifah), penentuan
gaji oleh imam (khalifah) itulah yang berlaku.
2. Menangani urusan urusan hukum dan mengangkat jaksa serta hakim.
3. Menarik kharaj,yang memungut zakat, mengangkat petugas kharaj dan zakat,
dan menentukan orang orang yang berhak menerimannya.
4. Melindungi agama dan memurnika ajarannya, serta memeliharanya dari
segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan.
5. Menegakkan hudud terkait dengan hak-hak Allah maupun hak-hak manusia.
6. Menjadi imam dalam sholat jumat dan sholat-sholat berjamaah. Dalam hal ini
ia sendiri yang menjadi imam atau menugaskan orang lain untuk
mewakilinnya.
7. Memberikan fasilitas kemudahan kepada wargan dan nonwargannya yang
hendak menunaikan ibadah hajidenagn lancar.

Kekuasaan Kepala Daerah atas Wilayah Tertentu Melalui Paksaan

7
Adapun yang dimaksud kekuasaan kepala daerah atas wilayah tertentu
melalui paksaan ialah seoarang kepala daerah menguasai wilayah tersebut dengan
menggunakan senjata kemudian di angat oleh imam (khalifah) untuk menjadi
penguasa di wilayah tersebut dan di beri wewenang untuk mengelola dan
menatannya, Dengan wewenang itulah ia memiliki otoritas politik dan dan
kewenangan mengelola wilayah serta meberlakukan aturan-aturan agama atas izin
imam (khalifah). Dengan begitu wilayah tersebut dapat di angkat dari dari
kehancuran menuju keselamatan.
Sebenarnya pengangkatan kepala daerah melalui jalur paksa seperti ini
telah keluar dari tradisi pengangkatan kepala daerah yang berlaku, baik dari segi
syarat-syarat maupun aturan-aturannya. Dalam hal ini demi melindungi aturan-
aturan syariat dan hukum-hukum agama maka cara seperti ini dapat di benarkan
manakala jalur damai tidak berhasil dilakukan. Akan tetapi, jika jalur damai dapat
di tempuh, tidak di benarkan menggunakan jalur paksa karena antara keduannya
memiliki perbedaan syarat, baik yang ideal maupun yang tidak ideal.
Dengan di angkatnnya kepala daerah mustauli (menguasai wilayah dengan
kekuatan senjata), paling tidak ada tujuh hal pokok dari aturan-aturan syariat,
antara imam (khalifah) dan kepala daerah memiliki kewajiban yang sama. Akan
tetapi, kewajiban yang dipikul oleh kepala daerah mustauli lebih berat. Ketujuh
aturan-aturan syariat yang terlindungi adalah sebagai berikut.
1. Terlindunginnya jabatan imam (khalifah) dalam mewakili tugas kenabian
dan menangani urusan urusan agama supaya segala kewajiban syariat
berikut anjurannya dapat di tegakkan
2. Lahirnya sikap taat
3. Terciptannya kebulatan tekad untuk saling mencintai dan menolong
supaya umat islam memiliki kekuatan yang mengungguli umat-umat lain.
4. Di benarkannya akad-akad kekuasaan agama supaya aturan aturan
keagamaan dapat dijaankan dengan baik dan tidak menjadi batal lantaran
akad tersebut.
5. Terkelolannya dana syariat dengan benar sehingga pihak yang
membayarnnya merasa puas dan pihak yang menerimanya di anggap sah.
6. Ditegakkannya hudud dengan benar dan di tujukannya kepada pihak
yang memang menerimannya. Sesungguhnya, jiwa seorang mukmin itu

8
dilindungi, kecuali bagi yang melanggar hak-hak Allah dan aturan-
aturannya
7. Diwajibkannya kepala daerah mustauli untuk melindungi agama dan
menjauhkan diri dari larangan- larangan Allah. Jika di taati, hendaknya ia
menyuruh wargannya untuk memenuhi hak-hak Allah dan aturan-
aturannya.

D. Pengangkatan Panglima Perang

Panglima perang ditugaskan secara khusus untuk memerangi orang-orang


musyrik. Tugas panglima perang terbagi ke dalam dua bagian:
1. Sebatas memimpin pasukan dan strategi perang. Dalam hal ini, ia
memiliki syarat yang sama dengan kepala daerah yang bersifat khusus.
2. Mengemban tugas imam (khalifah)untuk menangani hal –hal yang
berhubungan dengan peperangan, seperti membagi harta rampasan dan
membuat perdamaian. Dalam hal ini, ia memiliki syarat yang sama
dengan kepala daerah yang bersifat umum. Sebenarnya, kepala daerah
yang bersifat umum memiliki kewenangan yang lebih luas di bandingkan
dengan kepala daerah yang bersifat khusus, baik dalam hukum maupun
tugasnya. Dapat dikatakan bahwa jika tugas kepala daerah yang bersifat
umum disemoitkan, itu akan menjadi kewenangan paling luas dari kepala
daerah yang paling khusus. Karena itu, kami menganggap itu sebagai
bentuk penyempitan saja.
Tugas-Tugas yang Berhubungan dengan Wewenang Panglima Perang
Secara umum, tugas-tugas yang berhubungan dengan wewenang panglima
adalah sebagai berikut :
 Pertama, Memberangkatkan Pasukan Perang
Jika panglima perang ikut berangkat bersama pasukan perang, ada
tujuh kewajiban yang harus ia penuhi terhadap mereka:
1. Bersikap lemah lembut terhadap mereka dala perjalanan, seperti
membantu pasukan yang lemah danmenjaga stamina pasukan
yang kuat.
2. Memeriksa kuda-kuda yang hendak digunakan oleh pasukan
untuk berperang, berikut punggungnya yang hendak mereka
tunggangi.
3. Melindungi para pasukan yangikut perang bersamannya.

9
4. Mengangkat ketua barisan untuk tiap-tiap kedua pasukan (yang
dibayar dan yang tidak dibayar) supaya memudahkan panglima
perang utuk menganalnya dan agar dapat segera mendekat jika
panglima perang memanggilnya.
5. Membuat panggilan khusus bagi setiap pasukan untuk
membedakan pasukan yang satu dari pasukan lain.
6. Memeriksa para pasukan beserta orang orang yang
menyertainnya
7. Tidak menggabulkan orang yang berbeda mazhab, pendapat,
nasab sehingga tidak memunsulkan konflik dan perpecahan.
 Kedua, Mengatur strategi Perang
Tugas kedua panglima perang adalah mengatur strategi perang,
dengan kemampuan taktik perang dan pengetahuan perang panglima
perang harus berusaha memenangkan perang baik dengan tenaga
maupun dengan otaknya. Dalam perang terdapat kaum musyrikin
yang berada di negara kafir dalammenanganinnya terbagi menjadi
dua:
1. Golongan yang telah mendapat dakwah islam, tapi cenderung
menolak dan memeranginya. Menyikapi hal ini, cara
melumpuhkannya yaitu menyerang mereka pada malam atau
siang hari, atau memberi perigatan untuk memerang mereka
2. Golongan yang belum mendapatkan dakwah islam. Dengan cara
menyampaikan dakwah islam danjika sudah di dakwai dan
mereka tetap bersikap melawan maka panglima berhak untuk
memeranginya.

10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum islam memiliki beberapa sub bahasan yang termasuk dalam KHI
(kompilasi hukum islam). Salah satuya adalah mengenai pemerintahan dalam
islam (ahkam assultaniyah). Dalamhal ini di bahas bagaimana mengangkat
pemimpin dalam islam, baik itu berupa imamah maupun bentuk kepala daerah
semua ini telah di atur dalam sistem pemerintahan islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin, Hukum Islam (pengantar ilmu hukum islam di indonesia), Jakarta:
Sinar Grafika, 2006
Al-mawardi, Imam, Al-Ahkam As Sultaniyah, Jakarta : Qisthi press, 2015

12

Anda mungkin juga menyukai