Anda di halaman 1dari 24

AlL Of My WorLd

 Beranda ▼

Rabu, 14 Maret 2018

Makalah Politik Islam

disusun oleh:

1.      Hanifah                        2015210043

2.      Maines Panjaitan         2015210038

3.      Sari Mustikawati         2015120120

4.      Siti Nur Rahayu           2015210034

5.      Suryanih                      2015120108

STMIK – Akademi Bina Insani - Bekasi, Jawa Barat - 2016

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena anugerah dari-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Politik Islam” ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi
seluruh alam semesta.
            Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Pendidikan
Agama Islam. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun para pembaca. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya.
Terima kasih.

Bekasi, Mei 2016

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar  Belakang

Politik adalah salah satu aktivitas manusia terpenting sepanjang sejarah. Dengannya manusia
saling mengelola potensi yang tersebar diantara mereka, saling bersinergi dalam tujuan yang sama,
saling memahami dalam perbedaan yang ada, juga saling menjaga aturan yang disepakati bersama.
Ada yang dipimpin dan ada yang memimpin, ada yang memikirkan sederet konsep mutakhir, ada
juga yang merealisir. Ada yang memerintah dan ada juga yang diperintah. Semua ini adalah aktivitas
umat manusia. Semakin skala aktivitas tersebut membesar, semakin tinggi bendera politik itu
berkibar. Ini jelas dipahami mayoritas masyarakat muslim non-modern.

Namun, saat kata politik disandingkan dengan "ISLAM", saat benderanya berkibar di langit-
langit, saat suara para pembaru muslim yang meneriakkan "sistem politk Islam" melengking
memasuki pendengaran generasi muda muslim mengubah pola pikir mereka, menghancurkan
benteng sekat akibat dikotomi Islam dan politik yang sesat. Disini Islam hadir untuk menunjukkan
dan menuntun bagaimana cara berpolitik yang benar sesuai dengan syariat yang menjadi pedoman
hidup umat, yaitu Al-Quran.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan Politik Islam?

2.      Apakah yang menjadi Prinsip Dasar Politik Islam?

3.      Bagaimanakah Bentuk Sistem Pemerintahan Islam?

4.      Bagaimanakah Pemikiran  Politik Islam Kontemporer?

5.      Bagaimanakah Demokrasi Dalam Pandangan Islam?

1.3 Tujuan

1. untuk dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan  Politik Islam


2. untuk dapat mengetahui apa saja yang menjadi Prinsip Dasar Politik Islam

3. untuk dapat mengetahui bagaimana Bentuk Sistem Pemerintahan Islam

4. untuk dapat mengetahui bagaimana Pemikiran  Politik Islam Kontemporer

5. untuk dapat mengetahui bagaimana Demokrasi Dalam Pandangan Islam

1.4 Manfaat

1. dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan  Politik Islam

2. dapat mengetahui apa saja yang menjadi Prinsip Dasar Politik Islam

3. dapat mengetahui bagaimana Bentuk Sistem Pemerintahan Islam

4. dapat mengetahui bagaimana Pemikiran  Politik Islam Kontemporer

5. dapat mengetahui bagaimana Demokrasi Dalam Pandangan Islam

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Politik Islam

Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya
sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata
polis yang maknanya kota. Dalam teori politik islam, politik itu identik dengan siyasah secara bahasa
disebut dengan mengatur. Fiqh siyasah adalah aspek ajaran islam yang mengatur sistem kekuasaan
dan pemerintahan. Politik artinya segala urusan dan tindakan, kebijakan, dan siasat mengenai
pemerintahan suatu negara atau kebijakan suatu negara terhada negara-negara lain. Politik dapat
juga dikatakan kebijakan atau cara bertindak suatu negara dalam menghadapi / menangani suatu
masalah.

            Politik Islam terdiri dari dua aspek yaitu politik dan islam. Politik berarti suatu cara bagaimana
penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai dengan keinginan penguasa.
Sedangkan Islam berarti penataan dan islam sebagai din merupakan organisasi penataan menurut
ajaran Allah , yaitu Al-Qur’an dan menurut sunnah rasulnya. Politik Islam dapat diartikan sebagai
suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat, agar berprilaku sesuai dengan ajaran Allah
menurut sunah rasulnya. Dalam konsep islam, kekuasaan tertinggi adalah Allah SWT. Ekspresi
kekuasaan Allah tertuang dalam Al-Qur’an menurut sunah rasul.  Penguasa tidak memiliki kekuasaan
yang mutlak, ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka bumiyang berfungsi untuk menegakkan ajaran
Allah dalam kehidupan nyata.

2.2 Prinsip Dasar Politik Islam

 1.   Musyawarah

Dalam hal ini musyawarah merupakan prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat
penting, artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam haruslah
berdasarkan atas kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai
dengan ayat al Qur’an dalam surat ali Imran ayat 159.
Artinya : “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada Allah” (Q.S. al Imran : 159).

Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-
oarang yang akan menjawab tugas-tugas utama dalam pentatbiran ummat. Asas musyawarah yang
kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah
dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan
dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul dikalangan ummat melalui
proses ijtihad.

Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar yang amat prinsip antara lain dalam sistem
politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala masalah dan situasi yang
bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala
urusan, hal ini mengandung arti bahwa setiap pemimpin pemerintahan (penguasa, pejabat, atau
imam) harus selalu bermusyawarah dengan pengikut atau dengan umatnya, sebab musyawarah
merupakan media pertemuan sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok orang-orang yang
mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan musyawarah itu pula semua pihak ikut
terlibat dalam menyelesaikan persoalan, dengan demikian hasil musyawarah itupun akan diikuti
mereka, karena merasa ikut menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi
musyawarah itu terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah
dijelaskan dalam wahyu-Nya.

2.   Keadilan

Kata ini sering digunakan dalam al Qur’an dan telah dimanfaatkan secara terus menerus untuk
membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak sekali ayat al Qur’an memerintahkan
berbuat adil dalam segala aspek kehidupan manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat
90:

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pelajaran kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. an Nahl : 90).
Ayat di atas memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil, sebaliknya melarang mengancam
dengan sanksi hukum bagi orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip
keadilan dalam sistem pemerintahan Islam harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai dasar atau
nilai-nilai sosial masyarakat yang tanpa dibatasi kurun waktu.

Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan
sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam
sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang
bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa
dan anak-anaknya. Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim, mempunyai tingkatan
yang amat tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Dijadikan keadilan sebagai prinsip politik Islam, maka mengandung suatu konsekuensi bahwa
para penguasa atau penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan
juga berlaku adil terhadap suatu perkara yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan
mempertimbangkan beberapa hak warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi
warganya berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan.  Adil menjadi prinsip
politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan pemerintahannya dan bagi warganya
harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh keadilannya, hak dan kewajiban harus
dilaksanakan dengan seimbang.

3.   Kebebasan

Adalah nilai yang juga amat diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di sini bukan kebebasan bagi
warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warga negara, tetapi kebebasan di sini
mengandung makna yang lebih positif, yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu
yang lebih baik, maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang
buruk, sehingga proses berfikir ini dapat melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil
pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini pernah diberikan oleh Allah kepada
Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk atau tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah
sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Berkata (Allah) : Turunlah kamu berdua dari surga bersamasama sebagaimana kamu
menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu
barangsiapa yang mengikuti petunjuk dari-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Q.S. Toha :
123).

Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah kebebasan yang mempunyai akibat yang berbeda,
barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka iapun akan dibalasa
dengan keburukan sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan. Kebebasan yang diipelihara oleh
sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan
prinsip kebebasan yang sebenar adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam
serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

4.   Persamaan

Prinsip ini berarti bahwa “setiap individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, juga
mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas kemasyarakatan tanpa
diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo)”. Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada
rakyat yang diperintah secara sewenang-wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak
rakyatnya karena ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah
menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah untuk
membuat jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling kenal mengenal
dan tukar pengalaman, bahkan yang membedakan diantara mereka hanyalah karena taqwanya.

6.    Pertanggungjawaban dari Pemimpin Pemerintah tentang kebijakan


yang diambilnya.

Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak
tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan
musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentatbiran negara dan ummat. Hak
rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk
menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga
bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-
keputusan pihak pemerintah.
Jika seorang pemimpin pemerintahan melakukan hal yang cenderung merusak atau menuruti
kehendak sendiri maka umat berhak memperingatkannya agar tidak meneruskan perbuatannya itu,
sebab pemimpin tersebut berarti telah meninggalkan kewajibannya untuk menegakkan
kebenarannya dan menjauhi perbuatan yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan
peringatan, maka umat berhak mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena
penguasa di dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah, maka tindakan
penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat Allah, menindas rakyat,
melanggar perintah al Qur’an dan as Sunnah, maka pemimpin tersebut berhak diturunkan dari
jabatannya.

2.3 Bentuk Sistem Pemerintahan Islam

Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang lain sama sekali dengan sistem-
sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang menjadilandasan
berdirinya pemikiran, konsep, standar, serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk
melayani kepentingan umat, maupun aspek dari undang-undang dasar seta undang-undang
yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk yang menggambarkan wujud negara,
maupun hal-hal yang menjadikannya beda sama sekali dari seluruh bentuk pemerintahan
yang ada di dunia.

2.3.1        Pemerintahan Islam bukan monarki

Kalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota),


dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya;
seperti kalau mereka mewariskan harta kekayaan. Sedangkan sistem pemerintahan Islam,
pemerintahan akan dipegang oleh orang yang di bai’at oleh umat dengan penuh ridha dan
kebebasan memilih. Sistem Islam tidak pernah memberikan kekhususan pada Khalifah atau
imam dalam bentuk hak-hak istimewa atau hak-hak khusus. Khalifah adalah wakil umat
dalam masalah pemerintahan dan kekuasaan, yang mereka pilih dan mareka bai’at dengan
penuh ridha agar menerapkan syariat Allah atas diri mereka. Khalifah tidak memiliki hak,
selain hak yang sama dengan hak rakyat biasa. Khalifah juga bukan hanya sebuah simbol
bagi umat, yang menjadi Khalifah namun tidak memiliki kekuasaan apa-apa.
2.3.2        Pemerintahan Islam bukan republik

Sistem pemerintahan Islam berdiri diatas pilar akidah Islam, serta hukum-hukum syara.
Dimana kedaulatannya ditangan syara, bukan ditangan umat. Dalam hal ini, baik
umat maupun Khalifah tidak berhak membuat aturan sendiri, karena yang berhak membuat
aturan adalah Allah swt. Sedangkan Khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi
hukum-hukum untuk dijadikan sebagai undang-undang dasar serta perundang-undangan
dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. begitu pula umat tidak berhak untuk
memecat Khalifah karena yang berhak memecat Khalifah adalah syara semata. Akan tetapi
umat berhak untuk mengangkatnya sebab Islam telah menjadikan kekuasaan ditangan
umat.
Sedangkan dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementrian bersama seorang
Khalifah sebagaimana dalam konsep demokrasi. Yang ada dalam sistem khilafah hanyalah
para mu’awin (pembantu Khalifah) yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas
mereka adalah membantu Khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah
pembantu sekaligus pelaksana.

2.3.3        Pemerintahan Islam bukan kekaisaran

Sistem kekaisaran amat jauh dari ajaran Islam sebab wilayah yang diperintah dengan sistem
Islam tidak sama sistem kekaisaran. Bahkan berbeda jauh, sebab sistem ini tidak
menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal pemberlakuan hukum
didalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah memberikan keistimewaan dalam
bidang pemerintahan dan ekonomi di wilayah pusat. Sedangkan dalam tuntunan Islam
dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat dalam wilayah negara.
Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan. Bahkan islam memberikan semua hak
rakyat dan kewajiban mereka kepada orang non-Islam yang memiliki kewarganegaraan.

2.3.4        Pemerintahan Islam bukan federasi

Sistem pemerintahan Islam juga bukan federasi yang membagi wilayah-wilayahnya dalam
otonominya sendiri-sendiri dan bersatu dalam pemerintahan secara umum. Tetapi sistem
pemerintahan Islam adalah kesatuan. Begitu pula anggaran belanjanya akandiberikan secara
sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya.
2.3.5        Sistem pemerintahan dalam Islam bukan imperium

Sistem imperium sangat jauh dari Islam. Sebab sistem imperium tidak menyamakan diantara
golongan masyarakat di wilayah-wilayah imperium dalam hukum. Sebaliknya imperium menetapkan
keistimewaan untuk pusat imperium dalam hal pemerintahan, keuangan dan perekonomian.
Metode Islam dalam pemerintahan adalah menyamakan antara semua rakyat yang diperintah di
seluruh bagian daulah, mengingkari sektarianisme rasial, memberi kepada non muslim yang menjadi
warga negara seluruh hak-hak dan kewajiban syar’i mereka, sehingga mereka memiliki hak dan
kewajiban seperti yang dimiliki oleh kaum muslimin secara adil. Maka dengan persamaan ini sistem
pemerintahan Islam berbeda dari imperium. Dengan sistem ini, sistem pemerintahan Islam tidak
menjadikan daerah-daerah sebagai jajahan. Sumber daya tidak dikumpulkan di pusat untuk manfaat
pusat saja. Sebaliknya seluruh bagian daulah dijadikan sebagai satu kesatuan betapapun jauh
jaraknya dan betapapun beragam suku dan bangsanya. Setiap daerah dinilai sebagai bagian integral
dari tubuh daulah. Penduduknya memiliki seluruh hak yang dimiliki oleh penduduk pusat, atau
daerah lain manapun. Kekuasaan pemerintahan, sistem dan hukumnya adalah sama untuk seluruh
daerah.

Bentuk negara khilafah disebut juga dengan al-Khilafah yang artinya suatu susunan


pemerintahan yang diatur menurut ajaran agama Islam. Sebagaimana yang dibawa dan dijalankan
oleh Nabi Muhammad Saw. semasa beliau masih hidup, dan kemudian dijalankan oleh Khulafaur
Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib). Yang kepala
negaranya disebut Khalifah. Khilafah adalah bentuk pemerintahan yang dinyatakan oleh hukum-
hukum syara’ agar menjadi daulah Islam sebagaimana yang didirikan oleh Rasulullah saw di Madinah
al-Munawarah, dan sebagaimana yang ditempuh oleh para sahabat yang mulia setelah beliau.
Pandangan ini dibawa oleh dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah dan yang menjadi kesepakatan ijmak
sahabat. Tidak ada yang menyelisihinya di dalam umat ini seluruhnya kecuali orang yang dididik
berdasarkan tsaqafah kafir imperialis yang telah menghancurkan daulah Khilafah dan memecah
belah negeri kaum Muslimin.

2.4 Pemikiran  Politik Islam Kontemporer

Ada tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran islam modern atau kontemporer:
1.       Kemunduran Islam  disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-
gerakan pembaharuan dan pemurnian.

2.      Rongrongan barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan dunia Islam yang berakhir dengan
penjajahan.

3.      Keunggulan barat dalam bidang ilmu, teknologi dan organisasi.

Dalam periode ini ada tiga kecenderungan  pemikiran politik islam, yaitu integralisme, interseksion
dan sekularisme. Kelompok pertama memiliki pandangan  bahwa agama dan politik adalah menyatu
dan tidak terpisahkan, Kelompok kedua berpendapat bahwa agama dan politik melakukan hubungan
timbal balik yang saling bergantung, Kelompok ketiga memiliki pandangan bahwa agama harus
dipisahkan dengan negara dengan argumen Nabi Muhammad Saw tidak pernah memerintahkan
mendirikan negara.

2.4.1 Pemikiran para tokoh tentang politik Islam kontemporer:


1.    Ali Abdul Raziq 

Merupakan tokoh yang paling kontroversial, terutama dengan terbitnya buku al-Islam wa Ushul al-
Hukm yang berisi tentang penolakannya terhadap adanya hubungan antara syariah Islam dengan
negara. Tugas nabi Muhammad menurutnya hanya sebagai penyampai ajaran agama murni dan
tidak bermaksud untuk mendirikan negara. Lebih dari itu, Alquran dan hadis  dianggapnya tidak
pernah menyinggung sedikitpun tentang masalah khilafah dan negara. Faktor-faktor yang
memperngaruhi dan melatarbelakangi munculannya ide kenegaraan Ali Abdul Raziq adalah: 1)
Kondisi kerapuhan dan kemunduran umat Islam, 2) persentuhan dengan pendidikan Barat yang
walau ditekuninya hanya setahun, tetapi memberi nuansa yang luas kepada pemikirannya, 3)
pengaruh ide pembaharuan dan pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani.

2.    Muhammad Husain Haikal


Menurut Haikal sendiri menyatakan sistem pemerintahan yang berdasarkan permusyawaratan.
model Islam harus dapat mewujudkan kebebasan, persaudaraan dan persamaan bagi manusia-
sebanding atau bahkan melebihi dari yang dapat diberikan oleh sistem-sistem demokrasi dalam
pengertian sekarang.
Ada beberapa prinsip dalam Negara islam demokrasi diantaranya yaitu:
•    Prinsip persaudaraan

Dalam menetapkan prinsip ini, wawasan Islam luas sekali. Islam tidak memasang rintangan dan
batasan apapun. Persaudaraan dalam Islam tidak hanya merupakan pemanis bibir atau sekadar
basa-basi, melainkan suatu prinsip yang sangat esensial. Persaudaraan Islam juga suatu akidah yang
harus ditumbuhkan dalam jiwa setiap muslim dan tercermin dalam tindakan manusia. Atau, kalau
tidak, ia akan menjadi orang yang lemah imannya.
Sebenarnyalah, selama ini arti solidaritas manusia yang kita semua dambakan dan kita kampanyekan
dengan sungguh-sungguh, sampai beberapa hal berikut ini terwujud. Yaitu, persaudaraan di antara
sesama manusia dan di antara bangsa-bangsa. Sampai setiap individu dan setiap bangsa benar-benar
menyadari bahwa sesungguhnya kewajiban persaudaraan menuntut seseorang merasa bahagia
melihat saudaranya mendapat kebahagiaan yang sama seperti apa yang ia rasakan.

•    persamaan dalam Islam

Adapun persamaan dalam Islam merupakan contoh yang tertinggi yang patut diteladani. Bagi
Islam, persamaan tidak hanya sebatas yang ditetapkan undang-undang, tetapi lebih dari itu juga
mencakup persamaan di hadapan Allah. Persamaan Islam sama sekali tidak memperhitungkan
keterpautan rezeki, keterpautan ilmu, dan berbagai keterpautan lain yang bersifat duniawi.  Apabila
kepercayaan terhadap konser persamaan di depan undang-undang adalah salah satu sendi
demokrasi, apalagi kepercayaan terhadap konsep persamaan di hadapan Allah. Allah adalah sumber
setiap hukum dan segala sesuatu, kekuatan satu-satunya yang menciptakan dan mengatur alam.

•    kebebasan prinsip islam yang mulia

Dewasa ini, kebebasan bisa berarti mempunyai hak dan boleh menggunakan sekehendak anda,
asal Anda tidak merugikan dan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Dalam kenyataannya, Islam
memang memberikan kebebasan penuh kepada manusia, kecuali, tentu dalam hal-hal yang dikenai
sanksi dan syara’nya. Hanya saja, menurut Haikal bentuk kebebasan yang tersurat dan tersirat dalam
semboyan Revolusi Perancis adalah yang terpenting, kebebasan berpikir dan mengeluarkan
pendapat. Orang mungkin tidak percaya bahwa kebebasan ini juga telah ditetapkan dalam ajaran
Islam, justru dalam bentuk dan makna yang lebih luas.

Secara historis kebebasan ini lebih banyak dipraktekkan dalam dunia Islam pada zaman
klasik dan pertengahan. Pada masa-masa itu, tulis Haikal tidak dikenal adanya batasan bagi
kebebasan berpikir, selama kebebasan berpikir itu tetap berada dalam jalur benar. Kita lihat
misalnya bagaimana di kalangan kaum muslimin Ahli Sunnah terdiri dari empat madzhab. Seluruh
kaum Muslimin menghormati keempat madzhab tersebut, kendati di antara mereka ada perbedaan
dalam berpikir dan berpendapat. Madzhab-madzhab ini ditetapkan oleh para imam yang diakui
kelebihannya oleh segenap kaum musllimin, dalam tingkat keimanan dan kedudukan mereka yang
tinggi. Salah satu prinsip penting yang ditetapkan oleh Islam adalah menghormati perjanjian dan
tidak merusaknya. Prinsip ini sangat esensial dalam kehidupan internasional Islam. Bagaimana Islam
dan demokrasi bertemu dalam segala hal yang mendasar dan bahwa keduanya bertemu dalam
prinsip-prinsip umum. Juga dalam asas legislative (tasyri’) dan hukum, dalam sistem pemerintahan,
serta dalam aturan tentang hubungan internasional.

3.    Abdul Wahab Khollaf


Menurut Khollaf kekuasaan  negara dapat didelegasikan kepada, kekuasaan membuat undang-
undang (al-sulthat at-tasyri‟iyat), kekuasaan peradilan atau kekuasaan kehakiman (al-sulthat al-
qadhaiyat), dan  kekuasaan melaksanakan undang-undang (al-sulthat al-tanfiziyat)  dapat disebut
juga kekuasaan  legislatif, eksekutif dan yudikatif.

2.5 Demokrasi Dalam Pandangan Islam

Rasulullah saw bersabda:

ُ ْ
‫النَّا‬ ‫ َو َم ِن‬    :‫ال‬
َ َ‫فَق‬ ‫وم؟‬
ِ ُّ‫ َوالر‬ ‫س‬ ِ َ‫ َكف‬ ،ِ ‫هَّللا‬ ‫ُول‬
َ ‫ار‬ ٍ ‫بِ ِذ َر‬ ‫ َو ِذ َراعًا‬ ‫بِ ِشب ٍْر‬ ‫ ِش ْبرًا‬ ،‫قَ ْبلَهَا‬ ‫القُرُو ِن‬ ‫بِأ َ ْخ ِذ‬ ‫أ َّمتِي‬ ‫تَأ ُخ َذ‬ ‫ َحتَّى‬ ُ‫السَّا َعة‬ ‫تَقُو ُم‬ َ‫ال‬
َ ‫ َرس‬ ‫يَا‬ :‫فَقِي َل‬ ،»‫اع‬
َ‫أُولَئِك‬  ‫إِاَّل‬  ُ‫س‬
“Hari kiamat tak bakalan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, seperti Persia dan Romawi?”
Nabi menjawab: “Manusia mana lagi selain mereka itu?”(HR. Bukhory no. 7319 dari Abu Hurairah
r.a)

l Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya, Fathul Bariy  (13/301),  menerangkan
bahwa hadist ini berkaitan dengan tergelincirnya umat Islam mengikuti umat lain dalam masalah
pemerintahan dan pengaturan urusan rakyat.

Sekarang dapat kita rasakan kebenaran sabda Beliau saw, dalam pemerintahan dan pengaturan
urusan rakyat, sistem demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik, bahkan tidak jarang hukum Islam
pun dinilai dengan sudut pandang demokrasi, kalau hukum Islam tersebut dianggap tidak sesuai dg
demokrasi maka tidak segan-segan dibuang atau diabaikan.

2.5.1 Pengertian Demokrasi

Dalam teori, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah
sistem pemilihan bebas. Lincoln (1863) menyatakan  “Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Secara teori, dalam sistem demokrasi, rakyatlah yang dianggap
berdaulat, rakyat yang membuat hukum dan orang yang dipilih rakyat haruslah melaksanakan apa
yang telah ditetapkan rakyat tersebut.

Selain itu, demokrasi juga menyerukan kebebasan manusia secara menyeluruh dalam hal :

a. Kebebasan beragama

b. Kebebasan berpendapat

c. Kebebasan kepemilikan

d. Kebebasan bertingkah laku


Inilah fakta demokrasi yang saat ini dianut dan digunakan oleh hampir semua negara yang ada di
dunia. Tentu saja dalam implementasinya akan mengalami variasi-variasi tertentu yang dilatar
belakangi oleh kebiasaan, adat istiadat serta agama yang dominan di suatu negara. Namun demikian
variasi yang ada hanyalah terjadi pada bagian cabang bukan pada prinsip tersebut.

        Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Demokrasi Sistem Kufur, demokrasi
mempunyai latar belakang sosio-historis yang tipikal Barat selepas Abad Pertengahan, yakni situasi
yang dipenuhi semangat untuk mengeliminir pengaruh dan peran agama dalam kehidupan manusia.
Demokrasi lahir sebagai anti-tesis terhadap dominasi agama dan gereja terhadap masyarakat Barat.
Karena itu, demokrasi adalah ide yang anti agama, dalam arti idenya tidak bersumber dari agama
dan tidak menjadikan agama sebagai kaidah-kaidah berdemokrasi. Orang beragama tertentu bisa
saja berdemokrasi, tetapi agamanya mustahil menjadi aturan main dalam berdemokrasi. Secara
implisit, beliau mencoba mengingatkan mereka yang menerima demokrasi secara buta, tanpa
menilik latar belakang dan situasi sejarah yang melingkupi kelahirannya.

2.5.2 Demokrasi Bertentangan Dengan Islam

Dalam demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat, konsekuensinya bahwa hak legislasi
(penetapan hukum) berada di tangan rakyat (yang dilakukan oleh lembaga perwakilannya, seperti
DPR). Sementara dalam Islam, kedaulatan berada di tangan syara’, bukan di tangan rakyat. Ketika
syara’ telah mengharamkan sesuatu, maka sesuatu itu tetap haram walaupun seluruh rakyat sepakat
membolehkannya.

Disisi lain, kalau diyakini bahwa hukum kesepakatan manusia adalah lebih baik daripada hukum
Allah, maka hal ini bisa menjatuhkan kepada kekufuran dan kemusyrikan. Ketika Rasulullah saw
membacakan:

ِ ‫د‬ ‫ ِم ْن‬ ‫أَرْ بَابًا‬ ‫ َو ُر ْهبَانَهُ ْم‬ ‫أَحْ بَا َرهُ ْم‬ ‫اتَّخَ ُذوا‬


ِ ‫هَّللا‬ ‫ُون‬

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS.
At Taubah : 31)
Ady bin Hatimr.a berkata:

‫يعبدونهم‬ ‫يكونوا‬ ‫لم‬ ‫انهم‬ ‫هللا‬ ‫يارسول‬

Wahai Rasulullah mereka (org nashrany) tidaklah menyembah mereka (rahib).

Maka Rasul menjawab:

‫لهم‬ ‫عبادتهم‬ ‫فتلك‬ ‫فيحرمونه‬ ‫هللا‬ ‫احل‬ ‫ما‬ ‫عليهم‬ ‫ويحرمون‬ ‫فيستحلونه‬ ‫هللا‬ ‫حرم‬ ‫ما‬ ‫لهم‬ ‫يحلون‬ ‫ولكن‬ ‫اجل‬

Benar, akan tetapi mereka (rahib dan org alimnya) menghalalkan apa-apa yang diharamkan Allah
maka mereka (org nashrany) menghalalkannya, dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan
Allah maka mereka (nashrany) mengharamkannya pula, itulah penyembahan mereka (nashrany)
kepada mereka (rahib dan org alimnya) [HR. Al Baihaqi, juga diriwayatkan oleh at Tirmidzi dengan
sanad Hasan]

Berkenaan dengan kebebasan beragama, Islam memang melarang memaksa manusia untuk
masuk agama tertentu. Namun demikian Islam mengharamkan seorang muslim untuk meninggalkan
aqidah Islam. Rasulullah bersabda:

“Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah dia”.(HR Bukhari,
Muslim, Ahmad dan Ashabus Sunan).

Adapun kebebasan berpendapat, Islam memandang bahwa pendapat seseorang haruslah terikat
dengan apa yang ditetapkan oleh syariat Islam. Artinya seseorang tidak boleh melakukan suatu
perbuatan atau menyatakan suatu pendapat kecuali perbuatan atau pendapat tersebut dibenarkan
oleh dalil-dalil syara’ yang membolehkan hal tersebut. Islam mengharuskan kaum muslimin untuk
menyatakan kebenaran dimana saja dan kapan saja. Rasulullah saw bersabda :

“…Dan kami(hanya senantiasa) menyatakan al-haq (kebenaran) dimana kami berada, kami tidak
khawatir (gentar) terhadap cacian tukang pencela dalam melaksanakan ketentuan Allah”. (HR
Muslim dari Ubadah bin Shamit).
Berkaitan dengan kepemilikan, Islam melarang individu menguasai barang hak milik umum,
seperti sungai, barang tambang yang depositnya besar, dll, juga melarang cara
mendapatkan/mengembangkan harta yang tidak dibenarkan syara’ seperti riba, judi, menjual barang
haram, menjual kehormatan, dll. Adapun kebebasan dalam bertingkah laku, Islam menentang keras
perzinaan, homoseksual-lesbianisme, perjudian, khamr dan sebagainya serta menyediakan sistem
sanksi yang sangat keras untuk setiap perbuatan tersebut. Sementara demokrasi membolehkan hal
tersebut, apalagi kalau didukung suara mayoritas. sehingga tidak aneh kalau dalam sistem
demokrasi, homoseksual yang jelas diharamkan Islampun tetap dibolehkan asalkan pelakunya sudah
dewasa (diatas 18 tahun) dan dilakukan suka-sama suka. Begitu juga perzinaan asal dilakukan orang
dewasa yang suka-sama suka dan tidak terikat tali perkawinan maka tidaklah dipermasalahkan.

2.5.3 Demokrasi = Syuro (Musyawarah)?

Sebagian kalangan menyatakan bahwa Demokrasi itu sesungguhnya berasal dari Islam, yakni
sama dengan syuro (musyawarah), amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa.  Hal ini
tidaklah tepat karena syuro, amar ma’ruf nahyi munkar dan mengoreksi penguasa merupakan
hukum syara’ yang telah Allah swt tetapkan cara dan standarnya, yang jauh berbeda dengan
demokrasi.

Demokrasi memutuskan segala sesuatunya berdasarkan suara terbanyak (mayoritas). Sedang


dalam Islam, tidaklah demikian. Rinciannya adalah sebagai berikut :

(1) Untuk masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, yang menjadi kriteria adalah kekuatan dalil,
bukan mayoritas. Dalilnya adalah peristiwa pada Perjanjian Hudaibiyah, dimana Rasulullah saw
membuat keputusan yang tidak disepakati oleh mayoritas shahabat, dan ketika Umar r.a protes,
beliau saw menyatakan:

ِ ‫أَ ْع‬ ‫ْت‬
ِ ‫ن‬ ‫ َوهُ َو‬ ‫صي ِه‬
‫َاص ِري‬ ُ ‫ َولَس‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫ َرسُو ُل‬ ‫إِنِّي‬

“Aku ini utusan Allah, dan aku takkan melanggar perintahNya, dan Dia adalah penolongku.” (HR
Bukhari)
(2) Untuk masalah yang menyangkut keahlian, kriterianya adalah ketepatan atau kebenarannya,
bukan suara mayoritas. Peristiwa pada perang Badar merupakan dalil untuk ini.

(3) Sedang untuk masalah teknis yang langsung berhubungan dengan amal (tidak memerlukan
keahlian), kriterianya adalah suara mayoritas. Peristiwa pada Perang Uhud menjadi dalilnya.

2.5.4 Demokrasi: Cacat Sejak Lahir

Demokrasi sejatinya sistem yang cacat sejak kelahirannya. Bahkan sistem ini juga dicaci-maki di
negeri asalnya, Yunani. Aristoteles (348-322 SM) menyebut demokrasi sebagai Mobocracy  atau the
rule of the mob. Ia menggambarkan demokrasi sebagai sebuah sistem yang bobrok, karena sebagai
pemerintahan yang dilakukan oleh massa, demokrasi rentan akan anarkisme.

Plato (472-347 SM) mengatakan bahwa liberalisasi adalah akar demokrasi, sekaligus biang
petaka mengapa negara demokrasi akan gagal selama-lamanya. Plato dalam bukunya, The Republic,
mengatakan, “.…they are free men; the city is full of freedom and liberty of speech, and men in it
may do what they like”. (…mereka adalah orang-orang yang merdeka, negara penuh dengan
kemerdekaan dan kebebasan berbicara, dan orang-orang didalamnya boleh melakukan apa yang
disukainya). Orang-orang akan mengejar kemerdekaan dan kebebasan yang tidak terbatas.
Akibatnya bencana bagi negara dan warganya. Setiap orang ingin mengatur diri sendiri dan berbuat
sesuka hatinya sehingga timbullah bencana disebabkan berbagai tindakan
kekerasan(violence),  ketidaktertiban atau kekacauan (anarchy), tidak bermoral  (licentiousness) dan
ketidaksopanan (immodesty).

Menurut Plato, pada masa itu citra negara benar-benar telah rusak. Ia menyaksikan betapa
negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang korup. Karena demokrasi terlalu mendewa-
dewakan (kebebasan) individu yang berlebihan sehingga membawa bencana bagi negara, yakni
anarki (kebrutalan) yang memunculkan tirani. Kala itu, banyak orang melakuan hal yang tidak
senonoh. Anak-anak kehilangan rasa hormat terhadap orang tua, murid merendahkan guru, dan
hancurnya moralitas. Karena itu, pada perkembangan Yunani, intrik para raja dan rakyat banyak
sekali terjadi. Hak-hak rakyat tercampakkan, korupsi merajalela, dan demokrasi tidak mampu
memberikan keamanan bagi rakyatnya. Hingga pemikir liberal dari Perancis Benjamin Constan
(1767-1830) berkata:”Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran
parlemen.”
2.5.5 Demokrasi Ketuhanan

Karena menganggap demokrasi sebagai konsep yang bagus walaupun ada kekurangannya,
sebagian kalangan ada yang berupaya mengambil ide demokrasi namun membuang apa yang
menurut mereka jelek. Sehingga mereka katakan, “kita memakai demokrasi namun yang berdaulat
tetaplah syara’” yakni mereka bermaksud berdemokrasi namun hukum syara’ tidak akan ditolak.
Ungkapan seperti ini sebenarnya hanyalah permainan kata-kata dan definisi saja, seperti orang mau
memesan sate ayam namun mereka syaratkan sate ayamnya tidak menggunakan daging ayam. Dan
terhadap hal seperti ini hendaknya kita berhati-hati menjaga lidah. Allah berfirman:

‫أَلِي ٌم‬  ٌ‫ َع َذاب‬  َ‫ َولِ ْلكَافِ ِرين‬ ‫ َوا ْس َمعُوا‬ ‫ا ْنظُرْ نَا‬ ‫ َوقُولُوا‬ ‫اعنَا‬
ِ ‫ َر‬ ‫تَقُولُوا‬  ‫اَل‬ ‫آ َمنُوا‬  َ‫الَّ ِذين‬ ‫أَيُّهَا‬ ‫يَا‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa`ina”, tetapi
katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih. (QS Al
Baqarah 104)

“Raa `ina” berarti “sudilah kiranya kamu memperhatikan kami”. Di kala para sahabat menghadapkan
kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai pula kata ini dengan digumam seakan-akan
menyebut ”Raa `ina”, padahal yang mereka katakan ialah”Ru`uunah” yang berarti kebodohan yang
sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Allah menyuruh supaya sahabat-sahabat
menukar perkataan ”Raa `ina” dengan ”Unzhurna’‘ yang juga sama artinya dengan ”Raa `ina”. Kalau
masalah pilihan kata saja Allah memperhatikan, padahal dua kata tersebut kurang lebih artinya
sama, lalu baggaimana pula dengan kata yang memang memiliki pemahaman yang khas seperti
demokrasi ini? Tentunya harus lebih hati-hati lagi.

Berbeda dengan demokrasi, Islam menggariskan bahwa sistem pemerintahan yang seharusnya
dipakai umat Islam tegak diatas 4 pilar pokok yakni:

Pertama, kedaulatan di tangan syara’. Tak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa
kedaulatan di tangan syara’, yakni hanya Allah SWT saja yang berhak menetapkan hukum bagi
manusia, kalaupun semua manusia sepakat menghalalkan yang diharamkan Allah maka kesepakatan
mereka tidak berlaku.

ِ َ‫ ْالف‬ ‫خَ ْي ُر‬ ‫ َوه َُو‬ ‫ق‬


َ‫اصلِين‬ َّ ‫ ْال َح‬  ُّ‫يَقُص‬ ِ ‫هَّلِل‬  ‫إِاَّل‬ ‫ ْال ُح ْك ُم‬ ‫إِ ِن‬
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik. (QS Al An’am : 57)

Ketika terjadi perselisihan, maka keputusan hukumnya juga wajib menggunakan ketentuan syara’.
Allah berfirman:

‫اآْل ِخ ِر‬ ‫ َو ْاليَوْ ِم‬ ِ ‫بِاهَّلل‬  َ‫تُ ْؤ ِمنُون‬ ‫ ُك ْنتُ ْم‬ ‫إِ ْن‬ ‫ُول‬
ِ ‫ َوال َّرس‬ ِ ‫هَّللا‬ ‫إِلَى‬ ُ‫فَ ُر ُّدوه‬ ‫َي ٍء‬
ْ ‫ش‬ ‫فِي‬ ‫تَنَازَ ْعتُ ْم‬ ‫فَإِ ْن‬

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (QS.
An Nisaa’: 59)

Kedua, kekuasaan[6] di tangan umat, yakni umatlah yang berhak memilih pemimpin yang
dikehendakinya untuk menjalankan kekuasaan. Hal ini dapat dipahami dari hadis-hadis tentang
bai’at, bahwa seseorang tak menjadi kepala negara, kecuali dibai’at (diangkat) oleh umat.

Ketiga, mengangkat satu orang khalifah adalah wajib atas seluruh kaum muslimin. Ibnu Katsir dalam
tafsirnya (1/222, Maktabah Syamilah) menyatakan:

َّ ‫ال‬ ‫ َعلَ ْي ِه‬ ‫لِقَوْ لِ ِه‬ ‫يَجُو ُز‬  ‫فَاَل‬ ‫أَ ْكثَ َر‬  ْ‫أَو‬ ‫ض‬


:‫ َوال َّساَل ُم‬ ُ‫صاَل ة‬ ِ ْ‫اأْل َر‬ ‫فِي‬ ‫إِ َما َمي ِْن‬  ُ‫نَصْ ب‬ ‫فَأ َ َّما‬
ِ ‫ ْال ُج ْمه‬ ‫قَوْ ُل‬ ‫ َوهَ َذا‬ . ” َ‫ َكان‬ ‫ َم ْن‬ ‫كَائِنًا‬ ُ‫فَا ْقتُلُوه‬ ‫بَ ْينَ ُك ْم‬ ‫ق‬
َ ِ‫ َذل‬ ‫ َعلَى‬ ‫اإْل ِ جْ َما َع‬ ‫ َحكَى‬ ‫ َوقَ ْد‬ ،‫ُور‬
‫ ِم ْن‬ ،‫ َوا ِح ٍد‬ ‫ َغ ْي ُر‬ ‫ك‬ َ ِّ‫يُفَر‬ ‫أَ ْن‬ ‫ي ُِري ُد‬ ‫ َج ِمي ٌع‬ ‫ َوأَ ْم ُر ُك ْم‬ ‫م‬dْ ‫ َجا َء ُك‬ ‫“ َم ْن‬
‫ ْال َح َر َمي ِْن‬ ‫إِ َما ُم‬ ‫هُ ْم‬

“Adapun  pengangkatan dua imam atau lebih  di bumi  maka hal itu tidak boleh  berdasarkan sabda
Beliau saw: “barang siapa datang kepada kalian sementara urusan kalian bersatu, (orang itu)
hendak memecah kalian maka bunuhlah dia siapapun orangnya“(HR. Muslim) Dan ini merupakan
pendapat jumhur, tidak hanya seorang yang telah menceritakan adanya ijma’ dalam hal ini, di
antara mereka adalah Imamul Haramain.”

Keempat, hanya kepala negara saja yang berhak melegislasikan hukum-hukum syara’.

Hal ini didasarkan pada Ijma’ Shahabat yang melahirkan kaidah syar’iyah yang termasyhur,
‫الخالف‬ ‫يرفع‬ ‫الحاكم‬ ‫حكم‬

Ketetapan penguasa menghilangkan perbedaan pendapat. Juga kaidah syar’iyah lain yang tak kalah
masyhur,”Lil Imam an yuhditsa minal aqdhiyati bi qadri mâ yahdutsu min musykilât.” (Imam (kepala
negara) berhak menetapkan keputusan baru sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terjadi).

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Politik Islam dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mempengaruhi anggota masyarakat, agar
berprilaku sesuai dengan ajaran Allah menurut sunah rasulnya. Prinsip dasar politik Islam
diantaranya adalah Musyawarah (syura),Keadilan ,Kebebasan ,Persamaan, dan Pertanggungjawaban
dari Pemimpin Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya. Sistem pemerintahan dalam Islam
adalah sistem Khilafah. Ijmak sahabat telah menyepakati kesatuan khilafah, kesatuan daulah dan
ketidakbolehan baiat kecuali kepada seorang khalifah. Seluruh imam madzhab, para mujtahid dan
fukaha sepakat dengan hal itu.

Ada tiga hal yang melatarbelakangi pemikiran islam modern atau kontemporer:
(1) Kemunduran Islam  disebabkan oleh faktor-faktor internal dan yang berakibat munculnya
gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian. (2) Rongrongan barat terhadap keutuhan kekuasaan
politik dan dunia Islam yang berakhir dengan penjajahan. (3)Keunggulan barat dalam bidang ilmu,
teknologi dan organisasi. Dalam periode ini ada tiga kecenderungan  pemikiran politik islam, yaitu
integralisme, interseksion dan sekularisme. Dan demokrasi yang telah dijajakan Barat ke negeri-
negeri Islam itu sesungguhnya adalah sistem kufur. Tidak ada hubungannya dengan Islam, baik
langsung maupun tidak langsung. Demokrasi bertentangan dengan hukum-hukum Islam dalam garis
besar dan perinciannya, dalam sumber kemunculannya, aqidah yang melahirkannya atau asas yang
mendasarinya, serta berbagai ide dan peraturan yang dibawanya.

3.2  Saran

      Penyusun  menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini. Sehingga


penyusun menyarankan apabila terdapat kekurangan dalam isi dari makalah ini, maka saran – saran
dan  kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan penulis serta menjadikan semua
itu  menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

menurut.htmlhttp://www.apapengertianahli.com/2014/09/pengertian-politik-dalam-islam-
menurut.html

http://rennyse.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-politik-islam.html

https://achielpinzen.wordpress.com/2012/07/27/bentuk-pemerintahan-islam/
http://makalahriasari.blogspot.co.id/2015/05/makalah-sistem-pemerintahan-islam.html

http://hizbut-tahrir.or.id/2012/09/27/sistem-pemerintahan-islam-adalah-sistem-khilafah-
bukan-sistem-lainnya/

http://kreatif123.blogspot.co.id/2013/06/politik-islam-kontemporer.html

http://syahmuhammadnoor.blogspot.co.id/2013/10/makalah-politik-dalam-islam.html

di Maret 14, 2018


Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

About Me

Maines P.
My name is Maines Panjaitan, yeah I am Moslem,. I Love Islam, and I hope things
will be happy with you, iya kamu,. ahhh kamu.,
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai