Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH POLITIK HUKUM

“AGAMA DAN POLITIK”


Dosen Pengampu: Dr. KH. Dahlan Tamrin, M. Ag.

Disusun Oleh :
Zakiatus Safira (210201210034)

PROGRAM STUDI MAGISTER AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat serta
anugerah-Nya, Shalawat beriring salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kejahiliyahan menuju zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tidak lupa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan,
motivasi, kritik, saran serta sumbangsihnya demi terselesainya makalah ini.
1. Dr. Noer Yasin, M.HI, selaku dosen pengampu mata kuliah Politik Hukum Islam
2. Tak terlupa kedua orang tua kami yang telah mendukung baik formil, materil sehingga
senantiasa mendapat kelancaran dalam perjalanan menuntut ilmu.
3. Teman-teman Magister AS 2021 Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, Semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan untuk meraih cita-cita
dan harapan dimasa depan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka, kami
mengharapkan ktitik dan saran yang membangun dari semua pihak agar dapat menjadi motivasi
bagi kami untuk lebih baik dalam berkarya. Semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, 21 Februari 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia
melalui Nabi Muhammad, Rasulullah SAW. Dan Rasululah merupakan manusia yang
pertama kali mengamalkan Al-Quran, dalam praktiknya pengamalan Al-Quran inilah
yang diajarkannya kepada sahabat-sahabatnya. Dengan demikian, Rasulullah SAW
adalah Al-Quran dalamwujudnya yang nyata.Mengenai keteladanan Rasulullah SAW
tersebut, Al-Quran menegaskan“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
taladan yang baik bagimu (yaitu)orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat, dan yang banyak mengingat Allah. Maka dari itu, sebagai umat Islam yang
mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir sebaiknya
menelurusuri tapak-tapak kehidupan Sang Rasul secaradetail dan rinci yang bisa kita
sebut dengan ilmu Sirah Nabawiyah dan semoga kita bisamengambil pelajaran dan patut
menjadikan beliau sebagai suri taulada.
Pada As-Siyasah an-Nabawiyyah merupakan salah satu hal yang membuktikan
adanya relasi erat antara politik, dan Islam. Sejalan dengan itu, dalam pandangan kaum
tradisionalis, kaitan antara negara dan politik adalah satu hal yang padu, integral dan
tidak bisa dipisahkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan antara agama dan politik dalam Islam
2. Jelaskan mengenai Sirah Nabawiyah
3. Jelaskan Politik Assiasah Annabawiyyah
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahhui hubungan antara agama dan politik dalam Islam
2. Untuk mengetahui pengertian Sirah Nabawiyah
3. Untuk mengetahui Politik Assiasah Annabawiyah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan antara agama dan politik dalam Islam


Islam meletakkan politik sebagai salah satu solusi untuk memecahkan segala
urusan umat, sehingga Islam dan politik dapat menumbuhkan sistem pemerintahan
dimana kaum muslim yang tidak boleh dipisahkan karena islam jika tanpa politik dapat
menumbuhkan sistem pemerintahan di mana kaum muslim yang tidak memiliki
kebebasan dalam melakukan syariat Islam. Tujuan dari politik islam itu sendiri adalah
untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan atas dasar untuk
melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.
Namun, pada orientasi politik dan Islam sangatlah jauh berbeda. Politik
merupakan suatu cara berhubungan dengan sesama manusia demi untuk mencapai tujuan
masing-masing, termasuk dalam hal urusan keduaniaan, sedangkan Islam adalah agama
yang mengatur pola berinteraksi dengan sang maha pencipta.
Pengertian poltik dalam perspektif Islam, terlebih dahulu akan disuguhkan
pengertian politik dalam pandangan terminologi yang berkembang saat ini, secara
pandangan umum banyaknya pengertian politik tersebut, salah satunya adalah Menurut
Asad, politik adalah menghimpun kekuatan, meningkatkan kualitas dan kuantitas
kekuatan, mengawasi dan mengendalikan kekuatan, dan menggunakan kekuatan, untuk
mencapai tujuan kekuasaan dalam negara dan institusi lainnya. Secera istilah politik
Islam adalah pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara.

Pandangan politik menurut syara’, realitanya pasti berhubungan dengan masalah


mengatur urusan rakyat baik oleh negara maupun rakyat, sehingga definisi dasar adalah
netral. Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme, dan Islam) punya pandangan
tersendiri tentang aturan dan hukum mengatur sistem politik. Definisi dan pembahasan
ruang lingkup politik Islam (as-siyasah syar’iyyah) dalam pandangan para ulama dan
cendekiawan Islam setidaknya mencakup tiga isu utama, yakni: a. Paradigma dan konsep
politik dalam Islam, yang secara garis besar mencakup kewajiban mewujudkan
kepemimpinan Islami (khalifah) dan kewajiban menjalankan Syariah Islam. b. Regulasi
dan ketetapan hukum yang dibuat oleh para pemimpin atau imam dalam rangka
menangkal dan membasmi kerusakan serta memecahkan masalah yang bersifat spesifik,
yang masuk dalam pembahasan fiqh siyasah.

Padangan Islam sebagaimana dijelaskan di latar belakang tersebut bahwa, politik


dan Islam bisa saja terjadi integrasi dan relasi yang saling menguatkan antara yang satu
dengan yang lainnya, karena Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin yang
seharusnya menjadi solusi terbaik dalam meyikapi berbagai macam persoalan sosial
kemasyarakatan, karena hanya dengan politik, agama akan menjadi kuat.

1) Prinsip-Prinsip Dasar Politik Islam


a. Musyawarah, asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan
pemilihan kepala negara dan orang-orang yang akan menjawab tugas-tugas utama
dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan
dengan jalan-jalan bagi menentukan persoalan-persoalan baru yang timbul di
kalangan para ummah melalui proses ijtihad.
b. Keadilan, prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh
sistem sosial dan sistem ekonomi Islam.
c. Kebebasan, kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam adalah
kebebasan yang makruf dan kebajikan yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist.
d. Hak untuk menghisab pihak pemerintah, hak rakyat untuk menghisab pihak
pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya.

Dasar kekuatan politik Islam yang pertama adalah Allah swt yang memeliki
kekuasaan mutlak. Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah
sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan
seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah :

 Menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Memelihara keimanan


menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh para ulama’ salaf dari pada
kalangan para umat Islam
 Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan
masalah dikalangan orang-orang yang berselisih menjaga keamanan daerah-
daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai.
 Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syara’ demi
melindungi hak-hak manusia.
 Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan bagi menghadapi
kemungkinan serangan dari pada pihak luar yang melancarkan jihad terhadap
golongan yang menentang Islam
 Serta mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah
sebagaimana yang ditetapkan syariat
 mengatur anggaran belanja Negara dan sebagainya.
B. Pengertian Sirah Nabawiyah serta ruang lingkup sirah nabawiyah

Secara istilah, sirah nabawiyah adalah perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw, baik
sebelum maupun setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, termasuk seluruh peristiwa
dalam kehidupan beliau, sifat fisik dan akhlak beliau. Sirah Nabawiyah adalah rekaman
seluruh mata rantai perjalanan Nabi besar Muhammad SAW yakni asal-muasal, suku dan
nasab, dan keadaan masyarakatnya, sebelum dia dilahirkan. Perjuangannya yang heroik
dan tantangan-tantangan besar yang dilaluinya, hingga wafatnya. Beliau merupakan al
Mushtafa (pilihan Allah) untuk mewakili ajaran-Nya di dunia melalui ucapan dan
perbuatannya yang dibimbing langsung oleh Allah SWT.

Adapun kedudukan sirah nabawiyah pada masa awal, kajian tentang Sirah ini terdapat
di dalam ilmu-ilmu keislaman yang lain, yaitu Tarikh (sejarah), Hadits, dan Fiqih.
Meskipun demikian, Sirah mempunyai kedudukan tersendiri dan karena itu merupakan
ilmu khusus yang berbeda dengan ketiganya. Berbeda dengan Tarikh, ia merupakan
bagian khusus dan penting dari obyek sejarah Islam yang hanya meliputi informasi-
informasi tentang perang-perang Nabi Muhammad SAW, riwayat hidupnya,
perkembangan pertama dakwah Islam diMakkah hingga hijrah ke Madinah,
perkembangan pertama Negara Islam di Madinah, hubungan Islam dengan komunitas
non-muslim dan Negara-negara tetangga. Pada awalnya, ia juga merupakan bagian dari
Ilmu Hadits. Sebagai bagian dari Ilmu Hadits, ia berbicara tentang sifat-sifat Nabi
Muhammad SAW dan kepribadiannya yang juga dihimpun oleh ahli-ahli hadits. Namun,
terdapat perbedaan antara keduanya, yang terletak pada metode pengumpulan dan
pembukaan riwayat serta proses transmisi riwayat masing-masing. Ilmu hadits
menerapkan metode kritik yang ketat dengan hanya bersandar kepada riwayat-riwayat
yang dapat dipercaya, sedangkan proses periwayatan Sirah lebih longgar. Ilmu Sirah juga
menghimpun hukum-hukum syariat yang terambil dari al-sunnahal-nabawiyyah dalam
persoalan mu’amalat dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang mendapat
perlindungan Negara Islam, hubungan Negara Islam dengan non-muslim, baik diluar
maupun didalam Negara Islam, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan
perang, harta rampasan perang dan sebagainya (Badri Yatim, 1997: 197-198).

a. Urgensi Sirah Nabawiyah dalam memahami Islam


Mengkaji perihal Sirah Nabawiyah yaitu guna setiap umat Muslim
memperoleh gambaran mengenai adanya hakikat Islam secara utuh, sebagaimana
Agama Islam tercermin dalam kehidupan nyata Nabi Muhammad SAW dan
sebagiamana Rasulullah SAW mempraktikkan serta mewujudkannya adanya wahyu
ilahi. Oleh karenanya, seluruh prilaku Nabi Muhammad SAW dalam wujud
sejarahnya yang terikat pada tiga pilar agama yaitu adanya iman, islam dan ihsan,
menunjukan secara keseluruhan prinsip-prinsip serta kaidah dan hukum Islam.

Kajian Sirah Nabawiyah menjadi upaya aplikatif yang bertujuan untuk


memperjelas adanya hakikat Islam secara utuh dalam nilai keteladanan yang tertinggi.
Sebagaimana kita rinci kajian Sirah Nabawiyah difokuskan dengan adanya beberapa
sasaran, yaitu :

 Memahami kepribadian Rasulullah SAW memlalui celah-celah kehidupan serta


kondisi-kondisi yang pernah dihadapi beliau, guna untuk menegaskan bahwasanya
Rasulullah SAW merupakan seorang rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu
dari-Nya.
 Agar umat manusia memahami adanya gambaran tipe ideal (al-matsal al-a’la)
menyangkutpautkan seluruh aspek kehidupan untuk dijadikan undang-undang serta
pedoman. Dan tidak diragukan lagi tipe ideal tersebut ada pada Rasulullah SAW
secara jelas dan sempurna. Maka Allah menjadikannya sebagai poros bagi seluruh
manuasia. Firman Allah: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu” -Qs. Al-Ahzab 33:21
 Agar dalam mengkaji Sirah Nabawiyah umat manusia memperoleh sesuatu yang
dapat membawa serta mengiring untuk memahami kitab suci Al-Qur’an dan tujuan-
tujuan dari ayat-ayat yang dikandung didalamnya.
 Melalui kajian Sirah Nabawiyah,seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian
banyaknya tsafaqah dan pengetahuan islam yang benar, terutama menyangkut akidah,
ruhaniah, hukum, maupun akhlak. Sebab tidak diragukan, bahwa kehidupan
Rasulullah SAW yang merupakan gambaran kongkrit dari sejumlah wahyu serta
hukum islam.

Menurut Ibn Hazm (w. 456 H) penulis kitab Jawami’ Sirah Nabawiyah, bahwa sirah
nabawiyah merupakan bentuk mukjizat Nabi Muhammad SAW sendiri. Tanpa mengenal
adanya Sirah Nabawiyah, kemungkinan kita tidak akan mengenali apa arti serta bentuk-
bentuk mukjizat. Dengan membaca serta mempelajarinya secara tidak langsung seluruh
aspek kehidupannya yaitu realistis yang benar-benar terjadi di beliau serta kitab Sirah
Nabawiyah mengajarkan pentingnya sejarah, bukan adanya membangun mitos serta
llegenda mengenai tokoh-tokoh manusia.

Beberapa hal yang menjadikan Sirah Nabawiyah merupakan aspek yang memenuhi
semua sasaran studi keislaman iyalah bahwa seluruh sendi kehidupan Nabi Muhammad
SAW mencakup aspek-aspek social dan kemanusiaan baik secara pribadi, keluarga,
maupun sebagai anggota masyarakat yang aktif. Selain itu, Rasulullah SAW juga
memperlihatkan sosok kepala negara yang mengatur segala urusan tata Kelola politik
dengan cerdas dan bijaksana, serta sebagai panglima perang yang mahir dan berani,
sebagai negarawan yang pandai dan jujur, serta sebagai tokoh perubahan dan
pengembangan sosial. Maka, kajian Sirah Nabawiyah akan menampakkan aspek-aspek
kemanusiaan ini secara utuh dan tercermin dalam suri teladan yang baik dan sempurna.

b. Sumber-sumber Sirah Nabawiyah

Secara umum, sumber-sumber Sirah Nabawiyah memiliki tiga hal yang sangat pokok
yaitu Al-Qur’an, Sirah Nabawiyah yang shahih, dan kitab-kitab sirah.

1) Al-Qur’an
Al-Qur’an dalam memahami sifat-sifat umum Rasulullah SAW menghemukakan Sirah
Nabawiyah dengan menggunakan beberapa metode- metode. Salah satunya yaitu:

Pertama, mengemukakan secara umum dari berbagai kejadian dari kehidupan dan
sirah beliau, seperti ayat-ayat yang menjelaskan mengenai perang badar, perang uhud,
perang khandaq, serta perang hunain.setta ayat-ayat yang mengisahkan perkawinan
beliau dengan Zainab binty Jahsy.

Kedua, mengomentari adanya kasus-kasus yang terjadi untuk menjawab masalah


yang timbul atau mengungkapkan permasalahan yang belum jelas, maupun bertujuan
untuk menarik perhatian kaum Muslim kepada pelajaran dan nasehat yang terkandung
didalamnya. Semua hal ini berkaitan dengan aspek-aspek sirah serta permasalahannya.
Dengan demikian, banyaknya hal mulia dari kehidupan serta perbuatan beliau. Namun,
penyampaian Al-Qur;an mengenai hal tersebut hanya disampaikan secara terputus-putus.
Meskipun Al-Qur’an memiliki beragam metode dalam menjelaskan seri sirah beliau,
tetapi hal tersebut hanya sekedar penjelasan secara umum mengenai peristiwa-peristiwa
dan berita. Hal yang sama juga diperjelas oleh Al-Qur’an dalam menyajikan setiap kisah
para nabi dan umat-umat terdahulu.

2) Sunnah Nabawiyah yang Shahih

Segala sesuatu yang terkandung pada kitab-kitab para imam hadist yang terkenal jujur
serta Amanah, seperti kitab-kitab enam, Muwatha’ Imam Malikdan Musnad Imam
Ahmad. Sumber kedua ini dapat menjadi lebih luas serta lebih rinci. Namun, belum
tersusun dengan urut dan sistematis dalam memberikan gambaran kehidupan Rasulullah
SAW sejak lahir hingga wafat. Hal ini disebabkan adanya dua hal, yaitu:

 Pertama, adanya sebagian besar kitab yang disusun dengan berdasarkan bab-bab
maupun fiqh yang berkaitan dengan adanya syariat Islam. Oleh karena itu, hadist-
hadist yang berkaitan dengan sirah yang menjelaskan bagian dari kehidupan
Rasulullah SAW terdapat pada bagian tempat yang sudah ada.
 Kedua, para imam hadist khususnya para penghimpun Al-Kutub as-Sittah, Ketika
mengumpulkan hadist-hadist Rasullulah SAW, mereka tidak mencatat adanya
Riwayat sirahnya secara terpisah, namjun hanya mencatat dalil-dalil secara umum
yang diperlukan. Salah satu keistimewaannya yaitu sumber kedua ini bahwa Sebagian
besar isinya diriwayatkan dengan sanad yang shahih yang bersambuung kepada
Rasulullah SAW maupunkepada sahabat yang merupakan sumber khabar manqul,
kendati juga menemukan beberapa Riwayat dha’if yang tidak bisa dijadikan hujjah.
3) Kitab-kitab Sirah nabawiyah
Pada dasarnya, kajian-kajian sirah di masa lalu berkaitan dengan Riwayat-riwayat
pada masa sahabat yang telah disampaikan turun menurun. Riwayat-riwayat tersebut
belum terhimpun dengan suatu kitab, namun sudah ada beberapa orang yang
memberikan perhatian secara khusus terhadap Sirah Nabawiyah dengan beberapa
rincian-rinciannya. Hingga pada generasi tabi’in, Sirah Nabawiyah baru saja
mendapatkan fokus perhatian dengan banyaknya penulis yang menyusun sejarah
hidup Rasulullah SAW dengan data-data yang diperoleh dari lembaran-lembaran
riwayat yang berserakan.
C. Politik assiasah an-nabawi
Kata siyasah sendiri menurut kalangan ahli Bahasa Arab berasal dari akar kata
sasa-yasusu-siyasatan, berarti mengatur, memerintah atau melarang. Siyasah adalah suatu
aktifitas yang dilakukan seseorang, sekelompok masyarakat, atau negara guna
memperbaiki keadaan yang buruk menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Di
kalangan ulama Fikih, siyasah biasa diartikan sebagai interaksi yang dilakukan oleh
seorang pemimpin secara evolusioner untuk mencapai satu kemaslahatan, sungguhpun
tidak diperkuat oleh ayat-ayat Al Quran dan hadis.
As-Siyasah an-Nabawiyyah merupakan salah satu hal yang membuktikan adanya
relasi erat antara politik, dan Islam. Sejalan dengan itu, dalam pandangan kaum
tradisionalis, kaitan antara negara dan politik adalah satu hal yang padu, integral dan
tidak bisa dipisahkan. Hal ini dibuktikan dengan ayat-ayat pada beberapa kisah nabi yang
membahas politik di dalamnya.
Pada zaman awal Islam dikembangkan oleh Rasulullah SAW dan
Khulafaurrasyidin, ummat Islam tidak mengenal system pemilihan umum (Pemilu)
seperti yang diamalkan di Negara-negara mayoritas muslim hari ini. Pada zaman nabi
tidak ada pemilihan pemimpin karena nabi sendiri yang menjadi dan memegang
kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif. Demikian juga pada zaman
Khulafaurrasyidin para khalifah yang empat tidak menggelar pemilu seperti hari ini untuk
memilih dan menentukan pucuk pimpinan rakyat setiap periodenya. Pada masa itu yang
terjadi adalah sistim pemilihan langsung oleh rakyat seperti yang terjadi terhadap Abu
bakar Ash-Shiddiq, sistem penunjukan langsung seorang pemimpin oleh pemimpin
sebelumnya seperti yang dilakukan Abu Bakar terhadap Umar bin Khaththab, sistem
pemilihan oleh sejumlah orang yang ditunjuk sebagai formatur untuk istilah hari ini
(ahlul halli walaqdi dalam istilah fiqh siyasah), dan sistem bai’at oleh masyarakat seperti
yang terjadi terhadap Ali bin Abi Thalib.

Politik Assiasah Annabawiyah pada awalnya tidak jamak direlasikan secara


dengan Islam. Islam lebih mengenal konsep kepemimpinan dibanding
mengistilahkannya dengan politik. Pembicaraan mengenai politik dan relasinya
dengan Islam baru marak setelah tragedi 9/11 terjadi. Pada seperempat akhir abad
XX, dunia Islam mengarahkan perhatian kepada politik. Misalnya, banyak negara-
negara mayoritas Muslim di dunia yang mengkombinasikan antara bentuk
pemerintahan “republik” dengan Islam. Di samping itu, beberapa negara mayoritas
Muslim juga mengadopsi sistem demokrasi yang dikenal dari Barat sebagai sistem
politiknya.

Salah satu hal yang membuktikan adanya relasi erat antara politik, dan Islam
adalah adanya penaklukan wilayah. Kerajaan Persia, dan Romawi Timur yang pada
saat itu menjadi dua kekuatan adidaya berhasil dipecah-belah oleh bangsa Arab.
Sejalan dengan itu, dilihat dari kacamata tradisionalis, keterkaitan antara negara dan
politik merupakan satu hal yang padu, integral dan tidak bisa dipisahkan. M. Quraish
Shihab (1944 M) menukil dalam kitab ad-din wa as-siyasahtidak terdapat pemisah
antara agama dan politik.
Al-Ghazali (1058-1111 M) menyatakan kaitan agama dengan politik “Sultan
(kekuasaan politik) adalah wajib untuk ketertiban dunia, dan ketertiban dunia wajib
untuk ketertiban agama, ketertiban agama wajib untuk kesuksesan akhirat”. Ibn
Taymiyyah (1263-1328 M) dalam kitabnya as-Siyâsah asy-Syar’iyyah menjelaskan
bahwa agama dan negara memiliki keterkaitan, tanpa kekuasaan negara yang
memaksa, agama berada dalam bahaya, sementara tanpa wahyu menjadi sebuah
organisasi yang hancur.8 Sejalan dengan hal ini, alMawardi (975-1058 M) juga
berpandangan bahwa politik dalam Islam merupakan kegiatan untuk mendukung dan
melaksanakan syari’at Allah melalui sistem kenegaraan dan pemerintahan. Hal ini
menyatakan bahwa tidak terdapat pemisah antara agama dan politik atau negara.
Yusuf al qardawi (1926 M) menegaskan memang tidak ada struktur politik yang
jelas dalam Islam sejak masa Rasulullah. Namun beberapa pakar politik yang
sepemikiran dengan Yusuf al qardawi menegaskan adanya relasi integral antara
politik dengan Islam. Yusuf al qardawi (1926 M) juga menegaskan Islam telah
mengatur kehidupan manusia di dunia, termasuk politik dari pengaturan-Nya. Al-
Mawardi mengatakan kepemimpinan salah satu didirikannya politik dalam Islam
yaitu untuk memaslahatkan masyarakat dengan mengelola kebutuhan duniawiyyah
(siyasah addunya) dan melanjutkan tugas-tugas kenabian (harâsah ad-dîn).
Namun, di sisi lain, sebagian pemikir Islam justru tidak merelasikan secara
langsung antara politik, dan Islam, kaum moderat berpendapat bahwa tidak
sepenuhnya urusan ketatanegaraan (politik) dibahas oleh Islam, kendati demikian
Islam memberikan asas yang jelas tentang ketatanegaraan. Muhammad Husain Haikal
(1888-1956 M) dan Muhammad Abduh (1849-1905 M) misalnya, mereka
menyimpulkan bahwa kendatipun islam tidak mempunyai teori baku tentang
bernegara, namun islam telah menetapkan asasasas politik yang dapat dipergunakan
untuk urusan bernegara.
Al-Qur`an seringkali menyebutnya sebagai pedoman dan pemberi arah untuk
dua kehidupan beragama (ukhrawi) dan berpolitik (duniawi). Dilihat dari kacamata
kaum tradisionalis, agama dan politik adalah saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Sebagaimana dinukil oleh M. Quraish Shihab (1944 M), Bahkan dalam
kitab ad-din wa as-siyasah tidak terdapat pemisah antara agama dan politik. Oleh
karena itu, sebagai buku suci umat islam, AlQur`an dirujuk untuk sumber ajaran
agama dan politik sekaligus. Sayyid Quthb (w. 1385 H), menegaskan bahwa agama
islam merupakan agama yang utuh dengan semua ajarannya, yang di dalamnya bukan
hanya mengatur cara berperilaku dan peribadatan saja, namun terdapat pedoman-
pedoman kehidupan di dalamnya, termasuk kehidupan politik.
Para teoritisi Islam pada umumnya memulai kepentingan benegara dengan
latar belakang bahwa manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya secara individu.
Oleh karena itu, kerjasama dalam bernegara merupakan suatu keharusan, yang
bersandarkan pada pedoman utama dalam kehidupan manusia berupa wahyu (agama).
Hal ini bertujuan agar manusia dapat mencapai kebahagiaanya dari dua segi, segi
material (dunia) dan spiritual (akhirat). Para ahli politik klasik dan pertengahan
menilai bahwa tujuan didirikannya negara tidak hanya suatu keharusan rasional,
melainkan dengan agama. Sejak awal islam sudah menekankan aspek solidaritas
sosial yang memiliki relevansi dengan politik kemasyarakatan dan Islam sebagai
pedoman masyarakat dalam beragama. Sejalan dengan Ibn Khaldun, bahwasanya
untuk mewujudkan masyarakat islam yang dicita-citakan politik atau negara perlu
menjadi bagian dari usaha tersebut.
Sementara itu, bertentangan dari tipologi yang pertama, pemikir politik Islam
modern menganggap bahwa agama Islam memiliki kesamaan dengan agama lainnya
yang di dalam ajarannya tidak membahas cara-cara bermasyarakat dan bernegara. Hal
ini menjadi bukti bahwa negara hanya sebuah permasalahan kehidupan tidak bisa
diintervesi oleh agama. Tipologi yang ketiga, berbeda dengan dua kecenderungan
kedua tipologi di atas. Dalam tipologinya, ia menolak pengakuan bahwa islam
merupakan agama yang sempurna dengan semua ajarannya termasuk politik di
dalamnya. Namun, ajaran islam terdapat tata cara berperilaku berkehidupan dan
bernegara. Meski dengan begitu, islam tetap membolehkan manusia menggunakan
sistem terbaik dalam berperilaku.29 Muhammad ‘Abduh (w. 1322 H) menyatakan
bahwa Islam bukan hanya sebuah agama, namun islam memiliki aturan-aturan
sebagai pedoman kehidupan manusia, mengatur hubungan sesama manusia.
Kehidupan di dunia membutuhkan penguasa atau negara, agar kehidupan manusia
teratur.
Adanya identifikasi masalah terhadap permasalahan-permasalahan yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
a. Al-Quran berbicara mengenai politik, Islam merupakan agama universal yang
meliputi semua unsur kehidupan manusia di dunia termaktub di dalamnya.
Meski, AlQur`an tidak secara gamblang menjelaskan mengenai politik, namun
ayat-ayat politik banyak ditemui di dalam Al-Qur`an. Karena politik bagian
dari pada risalah Islam, dan keberadaan Al-Qur`an akan selalu relevan dengan
perkembangan zaman.
b. Politik dan kepemimpinan memiliki keterkaitan, sejatinya politik memang
bukan hanya yang memiliki kekuasaan atau menjadi pemimpin saja. Setiap
manusia mesti melakukan politik dalam kehidupan sehari-harinya. Namun,
ketika individu-individu berkumpul dalam sebuah kehidupan bersama, di saat
itu pula harus ada yang mengorganisir, mengarahkan dan membawamereka
kepada tujuan tertentu, maka dari itu berpolitik dalam masyarakat luas
dibutuhkan seorang pemimpin atau kepemimpinan
c. Rasulullah Saw. adalah pemimpin politik yang handal, pengaruh nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam sudah diketahui secara
jamak. Sejarah menyebut perjalanan panjang membentuk negara Madinah
berdiri atas peran nabi Muhammad SAW yang dimulai dari nol menjadi suatu
wilayah maju. Hal ini dikatakan bahwa nabi Muhammad SAW pada saat itu
menjadi aktor politik yang handal dalam pemerintahan Madinah.
d. Kisah-kisah kepemimpinan para nabi disebutkan dalam Al-Qur’an, banyak
kisah perpolitikan nabi yang dituangkan dalam Al-Qur`an bahkan terdapat
beberapa surat yang isinya memuat kisah-kisah nabi tertentu dan aya-ayat
yang terdapat dalam surat tersebut cukup panjang mengulas kisah kisah
kepemimpinan para nabi.
e. Kisah kepemimpinan para nabi memiliki relasi dengan politik kekuasaan, hal
ini memang tidak terjadi pada semua nabi. Tidak semua nabi menjadi
pemimpin hanya untuk politik kekuasaan. Namun, ada sisi relasi yang
mengindikasikan secara tidak langsung hal tersebut merupakan praktek politik
kekuasaan.
f. Sayyid Quthb (w. 1385 H) dan Muhammad Mutawalli asy-Syara’wi (w.1408
H) merupakan mufassir yang aktif dalam bidang politik sehingga banyak
menafasirkan ayatayat tentang politik, keduanya hidup di zaman yang berlatar
belakang sedang terjadinya pergolakanpergolakan politik maka sedikit banyak
mempengaruhi penafsirannya.
Dilihat perjalanan sejarah Islam, politik Islam sudah dimulai pada masa
Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam pada masa itu.Rasulullah memulai tahapan
kepemimpinanannya pada periode Makkah yang disusul oleh tahap Madinah untuk
menjadi satu kesatuan, di mana tahap pertama merupakan bibit yang ditanam untuk
menghasilkan “ masyarakat Islam”. Maka selanjutnya yang menjadi perhatian adalah
tahap kedua di mana masyarakat Islam sudah berdiri sendiri dengan mempuntai
kepribadian dalam satu kesatuan yang bebas merdeka. Pada dasarnya ialah terbentuk
kedaulatan dalam sifat yang menuh memberi arti untuk menentukan dasar hidup Islam
dengan tujuan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan penuh tanggung jawab
( Fahruddin, 1988, p. 27-28).

Maka perjalanan sejarah Islam masa Rasulullah sebagai pangkal dari adanya
politik dalam Islam, dan akan disusul dengan perkembangan mandatang untuk
menyempurnakan langkah hidup umat Islam. Rasulullah telah menyusun langkah hidup
bagi masyarakat muslim (baca: umat Islam) mempertahankan persatuan dalam bingkai
Islam dari beberapa ras dan agama. Dengan sendirinya kalau ditinjau negara yang
didirikan Rasulullah beserta kaum muslimin di Madinah, maka ia telah merupakan satu
tindakan politik jika diukur dengan istilah politik dewasa ini..dari satu segi, tindakan ini
tidak bisa dielakkan bahwa tindakan ini satu tindakan politik (Fahruddin, 1988, p. 28)
BAB III

KESIMPULAN

Dilihat perjalanan sejarah Islam, politik Islam sudah dimulai pada masa Rasulullah
sebagai pemimpin umat Islam pada masa itu. Rasulullah memulai tahapan kepemimpinanannya
pada periode Makkah yang disusul oleh tahap Madinah untuk menjadi satu kesatuan, dimana
tahap pertama merupakan bibit yang ditanam untuk menghasilkan “ masyarakat Islam”. Maka
selanjutnya yang menjadi perhatian adalah tahap kedua di mana masyarakat Islam sudah berdiri
sendiri dengan mempuntai kepribadian dalam satu eksatuan yang bebas merdeka.Pada dasarnya
ialah terbentuk kedaulatan dalam sifat yang menuh memberi arti untuk menentukan dasar hidup
Islam dengan tujuan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan penuh tanggung jawab. Sifat
kepemimpinan demokratis dari Rasulullah SAW diperlihatkan pula oleh ketekunan beliau
mendidik para sahabat untuk dipersiapkan sebagai calon-calon penggantinya selaku pemimpin
umat dalam urusan dunianya dan membiarkan mereka mengembangakn diri tanpa kuatir
tersaingi.Karena sifat kepemimpinan demokratis ini, beliau tidak mewasiatkan salah seorang
diantara sahabatnya untuk menjadi “putra mahkota”. Siapa yang akan menjadi pengganti beliau
memimpin umat dan negara yang beliau bangun setalah beliau tiada diserahkan sepenuhnya
kepada kehendak umat sendiri.

Dan Dengan memahami sirah nabawiyah, para dai dan murabbi memiliki contoh yang
hidup bagaimana berdakwah dan mendidik umat. Bagaimana strategi beliau pada periode
Makkiyah dan Madaniyah yang tidak persis sama. Bagaimana pendekatan beliau menghadapi
pemimpin kaum, orang yang belum masuk Islam dan orang-orang yang baru masuk Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abul A’la Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1995.

Muhammad Iqbal, Amin Husaen Nasution, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik
Hingga Kontemporer, Jakarta:Prenada Media Grup, 2010.

Nanang Tahqiq, Politik Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004,

Asbahri, Alfajri, dkk, Teori Politik Islam, Bandung: Institut Tekhnologi Bandung, 2011

Anthony Black, Pemikiran Politik Islam: Dari masa Nabi hingga Masa Kini, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2001

Wakjosumidjo. (1993). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Fakhri, M. (1983). History of Islamic Philosophy. New York: Columbia University Press

Anda mungkin juga menyukai