Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro
Dosen Pengampu: Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Disusun Oleh:
Rigo Gonito Indo (11200840000021)
Afra Aqila Azhar (11200840000117)
Martina Solihatun (11200840000115)
2020
Abstrak
Mendiskusikan tema terkait konsep atau sistem politik Islam dan lembaga
islam memang tidak akan pernah selesai. Berbagai buku yang menawarkan
gagasan sistem politijIslam telah dihadirkan oleh para intelektual Muslim
dari zaman dahulu hingga hari ini. Dalam menulisakn makalah ini, penulis
menggunakan pendekatan deskriptif-analitik dengan mengumpulkan data
utama melalui riset kerpustakaan (library research) teknik pengumpulan
data diperoleh dari dan melalui data primer dan data sekunder. Penelitian
ini menggunakan metodologi analisis deskriptif dan komparatif. Dengan
begitu, makalah ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa Negara Islam
haruslah dibangun di atas sendi keislaman yang berdasar pada al-qur’an
dan hadist. Terdapat tiga kategori dalam suatu sistem politik islam yaitu:
Siyasah Dusturiyah, Siyasah Dauliyah, dan Siyasah Maliyah. Adapun
konsep-konsep Kelembagaan dalam politik Islam antara lain terdiri dari
adanya konsep- konsep mengenai dakwah, konstitusi, legislasi, syura dan
demokrasi serta ciri-ciri, fungsi, dan manfaat lembaga yang dijelaskan
dalam makalah ini.
PENDAHULUAN
Politik dalam Islam adalah suatu kebijakan untuk mengatur suatu pemerintah
yang berdaulat atau masyarakat dalam bernegara. Sistem politik Islam dalam bahasa
Arab disebut dengan “siyasah” yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu :
1. Siyasah Dusturiyah
Rakyat terdiri dari muslim dan non muslim (kafir dzimi dan
musta’min). Kafir dzimi adalah warga non muslim yang menetap
selamanya. Sedangkan musta’min adalah orang asing yang menetap
untuk sementara. Kafir dzimi memiliki hak-hak kemanusiaan, sipil, dan
hak-hak politik sedangkan musta’min tidak memiliki hak-hak politik.
c. Persoalan Bai’at
Imamah dapat dipilih dengan dua cara, yaitu dengan pemilihan ahl
al-all wa al-aqdi dan dengan janji (penyerahan kekuasaan) imam yang
sebelumnya. Cara yang kedua inilah yang disebut dengan waliyul ahdi.
2. Siyasah Dauliyah
Titik berat pembicaraan Siyasah Dauliyah atau hukum Tata Negara adalah
sekitar hubungan antara negara dan orang-orang yang tercakup dalam hukum
internasional.
a. Korps diplomatik
b. Tawanan perang
c. Perjanjian damai
3. Siyasah Maliyah
Paradigma sistem politik islam dalam suatu negara, dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu:
1. Kelompok Integralistik
Kelompok ini memiliki paham bahwa Islam dalam artian yang sebenarnya
tidak hanya sebagai doktrin agama yang membimbing manusia dari aspek
spiritual saja, melainkan juga berusaha membangun sebuah sistem
ketatanegaraan. Menurut paradigma ini, Islam diartikan sebagai lembaga politik
dan kenegaraan yang mengatur hubungan antar manusia dalam aspek sosial
maupun politik kenegaraan melalui doktrin Inna al-Islām Dīn wa Daulah.
Dengan doktrin ini Islam dipahami sebagai teologi politik. Pada akhirnya Islam
menjadi keniscayaan sebagai dasar negara sehingga agama dan politik tidak
dapat dipisahkan dan harus terbentuk secara formalistik-legalistik dalam suatu
wadah yang bernama Negara Islam.1 Ide pemikiran atau pemahaman ini
didasari pada perjalanan sejarah dalam organisasi gerakan Islam Ikhwan
al-Muslmin di Mesir dan Jama`at Islammiyah.
Kelompok ini secara khusus terbagi lagi ke dalam dua aliran, yakni
tradisionalisme dan fundamentalisme. Kalangan tradisionalis adalah mereka
yang tetap ingin mempertahankan tradisi pemerintahan ala Nabi dan keempat
khalifah, dengan tokoh sentralnya adalah Muhammad Rasyid Ridha. Kalangan
fundamentalis adalah mereka yang ingin melakukan reformasi sistem sosial,
sistem pemerintahan dan negara untuk kembali kepada konsep Islam secara total
dan menolak konsep selainnya, dan Abu al-A’la al-Maududi adalah salah satu
tokohnya.2
2. Kelompok Sekularistik
1
Abd. Salam Arif, Politik Islam., p. 6
2
Masykuri Abdilah, Tashwirul Afkar, No. 7, Th. 2000: 103
3. Kelompok Substantif-Simbiotik
Menurut penganut aliran ini, dalam agama dan negara harus bersifat
simbiotik dalam hubungan yang berbeda, yaitu suatu hubungan timbal balik
antara keduanya. Negara memerlukan agama sebagai panduan etika dan moral
dan agama memerlukan negara sebagai kawalan dan pedang penolong dalam
menjaga kelestarian serta eksistensinya. Karena tanpa ‘pedang penolong’ itu,
maka Islam tidak akan ditancapkan dalam realitis sosial meskipun memiliki
semua ajarannya yang sempurna dan konprehensif.
Corak teologi politik dari kelompok ini berpendapat bahwa relasi agama
dan negara didasari oleh prinsip-prinsip etis, yang menyatakan tuntutan ataupun
indikasi kuat terhadap sistem politik dari pemerintahan di dalam Islam yang
sama sekali tidak ditemukan dan terbukti. Ini artinya secara argumentatif tidak
ada suatu konsepsi yang secara jelas bahwa islam berisikan ketentuan-ketentuan
tentang sumber kekuasaan negara, pihak pelaksana kekuasaan, bagaimana
kekuasaan itu diperoleh, dan kepada siapa pelaksanaan itu bertanggung jawab.
Kelompok ini (kelompok modernis) memandang bahwa Islam mengatur
masalah keduniaan (termasuk pemerintahan dan negara) hanya pada tataran
nilai dan dasar-dasarnya saja. Di antara tokoh kelompok ini adalah Muhammad
‘Abduh, Muhammad Husain Haikal dan Muhammad As’ad.
Setidaknya, sistem politik islam berdasarkan atas tiga (3) prinsip yaitu :
1. Hakimiyyah Ilahiyyah
llah.蘀l h뿀 lla.蘀 hllah.l.蘀 hl. Ϫ ϟl 蘀 .l hl 蘀 o hϪl˴.l.蘀 hl. ahϓ 蘀 l.蘀 hﮈഏ ahϓ
“Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia,
bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Al-Qasas: 70)
Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia saja
yang mengetahui hakikat segala sesuatu.
2. Risalah
ere蘀 eraa ˴r.蘀 ˴ ar.蘀 er h䁛r.蘀 䁜. ˶rah˶ . l ﮈo h䁛r.蘀 ˶rϓ蘀 rem l.rah˶ a hﮈഏ ԻϠo蘀 Ϡm
蘀rah䘘 l䘙Ϡo hlr濰a rlha䘘䘘䘙 Ϡm h㌰l h䁜h�o h˶rah˶ .蘀 hlha䘘뿀蘀 Ϡm rlhar濰m ԻϠa濰rԻr 蘀 erae Ϣ .r h lrahaԩ r m ˶ra䙄 .蘀
䙄Ϡ䁛.r.蘀 hϪrԩϪ㙀 ﮈഏ l蘀 ﮈഏ 蘀ah䁛뿀蘀
Terjemahan : "Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara
orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya."
(Al-Hasyr: 7)
la쳌y Ϡ˴m ϠϢ蘀 ll䘘 hήl䘙蘀 lഏo 蘀l hϪ ԩ lh llh䘘濰lae 㙀 Ϡ˴lao lah˴a.hԩ ﮈllah濰ml hԩ e o
ϠϢ˴la l 뿀 蘀lah˴ hԩ
3. Khilafah
Tidak terdiri dari pada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai
terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang
ditetapkan olehNya.
Terdiri dari pada orang-orang yang memiliki kecerdasan, berakal
sehat, berilmu, berilmu, dan memiliki kearifan serta kemampuan
intelek dan fizikal.
Di dalam sistem politik dalam islam, terdapat nilai-nilai dasar yang harus kita
terapkan dalam menjalankan pemerintahan dalam suatu negara, diantara nilai-nilai
dasar itu adalah:
d. Keharusan untuk taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri (Q.S. An-Nisa:59)
Didalam dunia politik sudah sering dilakukan setiap masyarakat baik primitif
atau modern karena sifat dan karakter manusia serta jawaban ilmiah Islam terhadap
tuntutan kehidupan politik memang perlu waktu. Bahkan di kalangan aktifis saja
masih ada sebuah anggapan bahwa berpolitik tidak dilakukan dalam Islam.
Menekankan sejarah Rasulullah SAW serta praktek-praktek kontemporer akan
mengingatkan keagungan Islam dalam menggunakan kekuasaan untuk mencapai
tujuan kehidupan manusia sebagai khalifah fil Ardhi dan Abdullah sekaligus
menyadari pentingnya politik dalam kehidupan Islam.
Yang penting dalam memahami politik dari sudut Islam sekarang ini adalah
mengenali adanya upaya untuk memisahkan salah satu cabang kehidupan manusia
yang ada urusannya dengan penggunaan kekuasaan ini dari sudut konsepsi, teori,
pandangan dan akhirnya praktek umat Islam. Adapun konsep-konsep Kelembagaan
dalam politik Islam antara lain terdiri dari adanya konsep- konsep mengenai dakwah,
konstitusi, legislasi, syura dan demokrasi dan juga mengenai ummah yang akan
dijelaskan dalam pembahasan ini.
1. Dakwah
Pengertian Dakwah
Perkataan dakwah ditinjau dari segi bahasa (etimologi) berasal dari bahasa
Arab rab a dari kata aab a (panggilan) yaitu memanggil atau mengajak
manusia kepada suatu urusan. Sedangkan pengertian dakwah secara terminologi
(istilah) adalah mengajak kepada Allah dan beriman denganNya sebagai
Tuhan yang satu tidak mensyirikkan-Nya, beriman kepada para malaikatNya,
kitab-kitabNya, para nabi dan rasul- Nya, beriman pada hari akhirat dan kepada
takdirNya sama ada yang baik ataupun yang buruk (Abdul Naim Muhammad
Husein 1984: 17).
Media Dakwah
Media dakwah adalah segala sesuatu yang berupa alat, perantara, dan
sarana yang digunakan dalam kegiatan dakwah yang menjadi penunjang
dalam kelangsungan proses penyampaian pesan dari komunikan (da’i) kepada
khalayak (mad’u) secara efektif (Nurdin: 2010). Sebagai suatu aktivitas,
dakwah berupaya mengubah suatu situasi tertentu kepada situasi yang lebih
baik menurut ajaran Islam. Dengan kata lain dakwah, berarti menyampaikan
konsepsi Islam kepada manusia mengenai pandangan dan tujuan hidup di
dunia ini (Endang Saifuddin Anshari. 1969: 85). Media dakwah adalah
instrumen yang dilalui oleh pesan atau saluran pesan yang menghubungkan
antara da’i dan mad’u. Pada prinsipnya dakwah dalam tataran proses, sama
dengan komunikasi, maka media pengantar pesan pun sama. Media dakwah
berdasarkan jenis dan peralatan yang melengkapinya terdiri dari media
tradisional (gendang, rebana, bedug, siter, suling, wayang, dll), media modern
(telephone, radio, tape recorder, surat kabar, buku, majalah, brosur, poster,
dan pamplet), dan perpaduan kedua media tradisional dan modern (wayang,
sandiwara yang bernuansa Islam dan ditayangkan televisi).
Manhaaj Dakwah
Menurut Faishal Ali Yahya (1989) al-manhaj atau al- manhaaj, adalah
dua kata yang semakna, baik dari segi bahasa ataupun istilahnya. Al-manhaj
artinya suatu jalan yang sudah terang dan jelas. Sedangkan al-manhaaj ialah
suatu jalan lempang dan lurus. Ibnu Mandzur dalam menafsirkan kedua kata
tersebut dengan mengutip dari ayat Al-Qur’an, sebagai berikut:
Artinya: 'Untuk tiap ummat diantara kalian. Kami berikan aturan dan jalan
yang terang' (QS. Al-Maidah 5: 48).
3. Legislasi
4. Demokrasi
Dalam hal ini demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di
tangan rakyat. Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sejarah demokrasi berasal dari sistem
yang berlaku di negara-negara kota (city state) Yunani Kuno pada abad ke 6
sampai dengan ke 3 sebelum masehi. Waktu itu demokrasi yang dilaksanakan
adalah demokrasi langsung yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk
membuat keputusan politik dan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
negaranya yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas hal tersebut
dimungkinkan karena negara kota mempunyai wilayah yang relatif sempit dan
jumlah penduduk tidak banyak (kurang lebih 300 ribu jiwa). Sedangkan waktu
itu tidak semua penduduk mempunyai hak, bersifat langsung dari demokrasi
Yunani Kuno dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam
kondisi sederhana, wilayahnya terbatas serta jumlah penduduknya sedikit
(kurang lebih 300 ribu jiwa dalam satu kota).
5. Ummah
a. Organisasi yang diikat oleh akidah Islam. kedua, organsasi umat yang
menghimpun jamaah atau komunitas yang beragam atas dasar ikatan
sosial politik. Dari ayat-ayat Alqur’an dan piagam madinah dapat
dicatat beberapa ciri esensi yang menggambarkan ummah (Islam).
pertama, ummah memiliki kepercayaan kepada Allah dan keyakinan
kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, memiliki kitab yang
satu dan bentuk pengabdian yang satu pula kepada Allah.
b. Islam yang memberiakan identitas pada ummah mengajarkan semangat
universal. Ketiga, karena umat islam bersifat universal, maka secara
alamiah umat islam juga bersifat organik. Keempat, berdasarkan
prinsip ketiga, maka Islam tidak dapat mendukung ajaran kolektivitas
komunisme dan individualisme kaum kapitalis. Kelima, dari prinsip
tersebut, maka sistem politik yang digariskan Islam tidak sama dengan
pandangan Barat.
Sedangkan makna Ummah dalam arti lebih luas tidak hanya terbatas pada
masyarakat Madinah. Dalam dokumen yang disebut ” Konstitusi Madinah”
istilah Ummah digunakan dalam dua arti yang berbeda dalam dua bagian
dokumen:
a. Pada bagian awal istilah itu digunakan dalam arti khusus, yakni
masyarakat keagamaan orang- orang yang beriman; dan
6. Syura
Madjid, Nurcholis. 2009. Tradisi Islam : peran dan fungsinya dalam pembangunan
di Indonesia. Jakarta: Paramadina
Rachmad Faisal Harahap, 2013. Dahlan Iskan Ungkap Sejarah Dakwah. Kampus
Okezone
Pulungan, Suyuthi. (2002). Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta :
Rajawali
Zawawi, Abdullah. Politik Dalam Pandangan Islam. Jurnal Ummul Qura Vol V, No
1, Maret 2015