Anda di halaman 1dari 9

Latar belakang

https://media.neliti.com/media/publications/62252-ID-islam-dan-politik-di-era-kontemporer.pdf

file:///C:/Users/Master%20Com/Downloads/53-Article%20Text-78-1-10-20190201.pdf

bab 1

a.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.researchgate.net/
publication/304522515_PEMIKIRAN_POLITIK_HASAN_AL-
BANNA&ved=2ahUKEwir9cKfg9T2AhXM4jgGHaVDARUQFnoECBIQAQ&usg=AOvVaw2UCwopUzbKeNqzF
3yaW97O

Pemikiran Hassan al-Banna yang berkaitan dengan politik terbagi dalam 3 (tiga)
kelompok pikiran, 1) reformasi sosial dengan asas akidah, 2) tidak adanya pemisahan
agama dan negara 3) syariat Islam sebagai undang-undang tertinggi dalam
pemerintahan Islam (Azhar, 1997: 121-124). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Reformasi sosial dengan asas akidah

Al-Banna menyakini benar bahwa sesungguhnya perubahan sosial dan


perbaikannya harus dimulai dengan apa yang terdapat dalam diri. Dengan
argumentasi surat al-Ra’ad: 11 konsep ini menawarkan satu model perubahan sosial
dengan fase yang disebutkan di atas bahwa perubahan pada fase awal terpusat dari
pribadi. Selanjutnya perubahan pada keluarga; dan selanjutnya menuju kepada
masyarakat secara kaffah. Perubahan dengan asas akidah ternyata memberikan
implikasi yang luas, setidaknya dalam mempertahankan keimanan dan akhlak dalam
kondisi negara dalam perubahan apapun. Asas ini ternyata dibuktikan dengan
ketahanan Mesir dalam menghadapi modernisasi Barat pada masa hidupnya.

2. Tidak adanya pemisahan agama dan Negara

Bagi Hassan al-Banna, agama tidak dapat berpisah dengan agama. Umara sebagai
pelaku utama dalam pemerintahan wajib berkolaborasi dengan ulama. Kuatnya suatu
pemerintahan apabila peran ulama diposisikan pada kedudukan yang sesuai. Ulama
menjadi tempat untuk mempertimbangkan semua kebijakan yang berkenaan dengan
kemaslahatan umat Islam. Kehancuran sebuah pemerintahan menurutnya, karena
ulama dimarjinalkan dalam posisi lemah dan hanya sebagai tameng sebuah
keputusan.

3. Syariat Islam sebagai undang-undang tertinggi dalam pemerintahan Islam

Islam sebagai agama paripurna, mempunyai tataran nilai hukum yang wajib
diikuti semua umat Islam. Oleh karenya kedudukan syariat Islam sebagai dustur al-
a’la dalam pemerintahan Islam mutlak. Ide-ide cemerlang menjadi wacana dasar
Ikhwanul Muslimin, dan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin dilakukan melalui
ceramah rutin, menerbitkan majalah dan brosur atas eksistensi Islam dan
pembaharuan, dan secara bertahap melakukan rekonstruksi organisasi tersebut. Oleh
karenanya untuk sebagian analisis al-Husaini dan Yakan menilai bahwa gerakan awal
al-Banna dan Ikhwanul Muslimin mulai membangkitkan kesadaran beragama bangsa
Mesir saat itu; kesadaran kembali pada ajaran murni Islam; dan menumbuhkan spirit
juang untuk satu pembebasan terutama dari ekspansi kerajaan Inggris.

b.

file:///C:/Users/Master%20Com/Downloads/41-86-1-SM.pdf

Pokok pikiran dari Maududi mengenai kenegaraan, dilihat dari banyak pemikiran
mengenai politik islam, hanya Maududi yang mengemukakan konsep kenegaraan
yang lebih rinci dan lengkap. Terdapat 3 pokok dasar yang menjadi landasan dalam
pemikiran Maududi mengenai kenegaraan antara lain menurut islam:
1. Islam merupakan agama yang lengkap, dengan segala petunjuk untuk setiap
aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Yang berarti dalam islam ada
sistem politiknya. Jadi umat islam jika ingin berpolitik tidak perlu atau bahkan tidak
boleh menggunakan politik dari barat. Hanya cukup menggunakan sistem politik
islam dengan merujuk pada politik pada masa Khulafaur Ar Rasyidin sebagai model
politik islam.
2. Kekuasaan tertinggi yang terdapat di istilah politik disebut kedaulatan, adalah
pada Allah, insan hanya sebagai pelaku dari kedaulatan Allah tersebut sebagai
khalifah Allah di bumi, maka dari itu kedaulatan rakyat tidak dapat dibenarkan,
sebagai khalifah Allah di bumi, manusia dan negara seharusnya mematuhi hukum-
hukum yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Yang dimaksud khalifah
disini adalah laki-laki islam dan perempuan islam.
3. Sistem politik islam merupakan sistem unversal, tanpa mengenal batas, dan
ikatan-ikatan geografi, bahasa dan kebangsaan.

Al-Maududi membangun konsep politiknya dengan istilah Amir, Ahl Hall wal-
Aqd dan Qadi. Ketiga badan inilah yang memegang kekuasaan dalam negara islam. Ia
menggunakan istilah Amir untuk posisi Kepala negara atau lembaga eksekutif.
Kemudian Ahl-al-Hall Wa al-Aqditempatkan sebagai badan legislatif dan Qadhi
sebagai badan yudikatif yang ditunjuk langsung oleh Amir . Pemikiran al-Maududi
berbeda dengan mekanisme struktur negara yang berkembang di dunia modern.
Menurutnya, model seperti inilah yang membedakan antara sistem negara yang
diterapkan didunia barat dengan model negara islam.

c.

http://kreatif123.blogspot.com/2013/06/politik-islam-kontemporer.html

Pemikiran Haikal menyatakan sistem pemerintahan yang berdasarkan


permusyawaratan. model Islam harus dapat mewujudkan kebebasan, persaudaraan
dan persamaan bagi manusia- sebanding atau bahkan melebihi dari yang dapat
diberikan oleh sistem-sistem demokrasi dalam pengertian sekarang.
1.Prinsip-prinsip Negara Islam Demokrasi
a) Prinsip persaudaraan
Dalam menetapkan prinsip ini, wawasan Islam luas sekali. Islam tidak memasang
rintangan dan batasan apapun. Persaudaraan dalam Islam tidak hanya merupakan
pemanis bibir atau sekadar basa-basi, melainkan suatu prinsip yang sangat esensial.
Persaudaraan Islam juga suatu akidah yang harus ditumbuhkan dalam jiwa setiap
muslim dan tercermin dalam tindakan manusia. Atau, kalau tidak, ia akan menjadi
orang yang lemah imannya.
Sebenarnyalah, selama ini arti solidaritas manusia yang kita semua dambakan dan
kita kampanyekan dengan sungguh-sungguh, sampai beberapa hal berikut ini
terwujud. Yaitu, persaudaraan di antara sesama manusia dan di antara bangsa-bangsa.
Sampai setiap individu dan setiap bangsa benar-benar menyadari bahwa
sesungguhnya kewajiban persaudaraan menuntut seseorang merasa bahagia melihat
saudaranya mendapat kebahagiaan yang sama seperti apa yang ia rasakan.
b) Persamaan Dalam Islam
Adapun persamaan dalam Islam merupakan contoh yang tertinggi yang patut
diteladani. Bagi Islam, persamaan tidak hanya sebatas yang ditetapkan undang-
undang, tetapi lebih dari itu juga mencakup persamaan di hadapan Allah. Persamaan
Islam sama sekali tidak memperhitungkan keterpautan rezeki, keterpautan ilmu, dan
berbagai keterpautan lain yang bersifat duniawi. Apabila kepercayaan terhadap
konser persamaan di depan undang-undang adalah salah satu sendi demokrasi,
apalagi kepercayaan terhadap konsep persamaan di hadapan Allah. Allah adalah
sumber setiap hukum dan segala sesuatu, kekuatan satu-satunya yang menciptakan
dan mengatur alam.
c) Kebebasan, Prinsip Islam Yang Termulia
Dewasa ini, kebebasan bisa berarti mempunyai hak dan boleh menggunakan
sekehendak anda, asal Anda tidak merugikan dan tidak mengganggu kebebasan orang
lain. Dalam kenyataannya, Islam memang memberikan kebebasan penuh kepada
manusia, kecuali, tentu dalam hal-hal yang dikenai sanksi dan syara’nya.
Hanya saja, menurut Haikal bentuk kebebasan yang tersurat dan tersirat dalam
semboyan Revolusi Perancis adalah yang terpenting, kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat. Orang mungkin tidak percaya bahwa kebebasan ini juga
telah ditetapkan dalam ajaran Islam, justru dalam bentuk dan makna yang lebih luas.
Secara historis kebebasan ini lebih banyak dipraktekkan dalam dunia Islam pada
zaman klasik dan pertengahan. Pada masa-masa itu, tulis Haikal tidak dikenal adanya
batasan bagi kebebasan berpikir, selama kebebasan berpikir itu tetap berada dalam
jalur benar. Kita lihat misalnya bagaimana di kalangan kaum muslimin Ahli Sunnah
terdiri dari empat madzhab. Seluruh kaum Muslimin menghormati keempat madzhab
tersebut, kendati di antara mereka ada perbedaan dalam berpikir dan berpendapat.
Madzhab-madzhab ini ditetapkan oleh para imam yang diakui kelebihannya oleh
segenap kaum musllimin, dalam tingkat keimanan dan kedudukan mereka yang
tinggi.

2.Implementasi Prinsip-Prinsip Negara Islam Demokrasi


a) Tasyri’ (Perbuatan Undang-undang) dan Hukum
Kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang merupakan semboyan demokrasi
dewasa ini juga termasuk di antara prinsip-prinsip utama Islam. Prinsip-prinsip itulah
yang menjadi dasar terciptanya solidaritas sosial dan bagi tegaknya sistem
pemerintahan demokrasi atau pemerintahan Islam.
Prinsip-prinsip ini secara nyata menuntut suatu bangsa melakukan pengambilan
keputusan melalui suatu lembaga perwakilan yang benar, perdebatan yang bebas dan
menerima prinsip suara mayoritas. Dalam hal pengambilan keputusan ini gejala
pertama yang tampak adalah tentang masalah tasyri’ (legislation) dan masalah
hukum. Karenanya, seseorang, betapa tinggi kedudukannya, tidak berhak menetapkan
sesuatu keputusan secara paksa. Atau menetapkan undang-undang suatu Negara yang
tidak dikehendaki oleh kehendaknya yang bebas.
Hakim yang adil di Negara Islam selalu memiliki kekuasaan dan tidak memihak,
seperti yang juga dimiliki oleh hakim adil di semua Negara demokrasi. Tak
seorangpun dapat menguasai atau mendikte hakim semacam ini, yang kekuasaannya
menjangkau seluruh masyarakat. Dan selama masyarakat dapat menerima
keadilannya, sang hakim dibenarkan melakukan ijtihad kalau memang menemukan
caranya.
b)Islam, dan Bentuk-bentuk Pemerintahan Demokrasi
Haikal menyatakan secara jelas, bahwa ada sementara orang yang mencoba
menggambarkan Islam dengan cara yang berbeda. Dan untuk menopang pendapatnya,
ia mengatakan bahwa sesungguhnya tasyri’ dan hukum Islam sangat terikat oleh al-
Qur’an. Dan itu, katanya, merupakan kendala bagi perkembangan yang amat tidak
disukai oleh sistem demokrasi.
Sebenarnya menurut Haikal apabila kita menyimak kembali pemerintahan islam
dari era-era permulaan, tepatnya dari 1.400 tahun lebih yang lalu, kita akan
menemukan bahwa prinsip utama demokrasi sebenarnya prinsip milik Islam. Boleh
jadi bentuk sistem pemerintahannya berbeda dengan yang kita kenal sekarang, namun
dan tujuan dan prinsipnya tetap sama. Kalau menengok kembali peristiwa
pembai’atan Abu Bakar, Umar dan Utsman kita akan menemukan secara gamblang
maknanya yang hakiki. Dimana para khalifah hanya memiliki kekuasaan eksekutif,
sebagaimana dalam sistem demokrasi. Boleh jadi kekuasaan eksekutif itu tidak
memiliki lembaga pengawasa, yang memungkinkan mereka bertindak sebagai
dictator tanpa harus mempertanggung jawabkannya kepada siapa pun. Atau harus
mempertanggungjawabkannya, mereka diawasi oleh sebuah lembaga pengawasan
seperti fungsi parlemen seperti di Negara-negara Eropa, atau lembaga legislative
seperti di Amerika. Jika tindak-tanduk khalifah diawasi, apapun bentuknya, tak perlu
diragukan lagi bahwa pemerintahan Islam itu juga menerapkan sistem demokrasi.
Meskipun bentuknya tidak sama seperti yang kita kenal sekarang, namun prinsip dan
dasarnya sungguh ideal.
c)Masa Jabatan Pemimpin Islam
Masa-masa pertama masa jabatan seorang pemimpin Islam tidak dibatasi seperti
yang berlaku pada pemimpin republik sekarang. Yang jelas pemikiran kea rah itu
belum dirasakan penting oleh orang-orang Islam terdahulu, lantaran adanya
pertimbangan yang cukup penting. Kemudian mengenai kehidupan Internasional
yang jelas, Islam tidak melalaikan hubungan dengan dunia internasional, yang telah
dikenalnya sejak awal pertumbuhannya. Hubungan internasional ini dikenal ratusan
bahkan ribuan tahun sebelum Islam. Akan tetapi yang mengherankan sementara
orang adalah seruan Islam menjalin hubungan dan kerjasama internasional. Inilah
kemudian diwujudkan oleh Negara-negara demokrasi pada tahun 1919.
Salah satu prinsip penting yang ditetapkan oleh Islam adalah menghormati
perjanjian dan tidak merusaknya. Prinsip ini sangat esensial dalam kehidupan
internasional Islam. Begitu pentingnya, sampai kaum muslim terdahulu rela
berkorban besar demi menghormati perjanjian. Bagaimana Islam dan demokrasi
bertemu dalam segala hal yang mendasar. Dalam pembahasan terdahulu sudah
ditegaskan, bahwa keduanya bertemu dalam prinsip-prinsip umum. Juga dalam asas
legislative (tasyri’) dan hukum, dalam sistem pemerintahan, serta dalam aturan
tentang hubungan internasional.

d.

http://cunseondeok.blogspot.com/2015/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Perubahan yang dilakukan oleh Kemal sangat radikal. Ia melakukan


pembaruan bagi Turki modern diatas pijakan westernisasi, sekularisasi, dan
nasionalisme. Westernisasi, karena dalam perkembangannya ia ingin menjadikan
Turki modern seperti barat. Ia membuang symbol-simbol tradisi masyarakat Turki
yang telah mengakar sebelumnya. Ia juga melarang pemakaian torbus (topi
tradisional Turki) dan menggantikannya dengan topi ala Barat. Musikpun harus
digantikan, dari aliran timur menjadi music Barat dan radio-radio Turki harus
menyiarkan lagu-lagu Barat. Ia hendak menerapkan nilai-nilai Barat dalam segala
aspeknya, karena baratlah barometer kemajuan peradaban modern abad ke20. Kemal
ingin memutuskan bangsa Turki dari sejarah masalalunya agar Turki dapat masuk
kedalam lingkungan peradaban Barat.

Dalam prinsip sekularisme jelas bahwa Kemal tidak menginginkan Agama


masuk kedalam wilayah publik. Pranata sosial yang berbau Agama dihapuskannya
dan digantikan dengan pranata sekular. Pendeknya negara harus netral dari agama.

Sementara dalam prinsip nasionalisme, Kemal ingin agar bangsa Turki


modern mempunyai kebanggaan dengan nasionalitasnya. Pada 1931 ia
memerintahkan menggantikan adzan dari bahasa arab kedalam bahasa Turki sebagai
wujud nasionalisme tersebut. Ia juga memerintahkan penerjemah Al-Qur’an kedalam
bahasa Turki. Pendek kata, Kemal menginginkan pemahaman dan pengamalan Islam
oleh rakyat Turki sesuai dengan identitas keturkian dan tidak terikat pada peradaban
Arab.

Demikianlah Mustafa Kemal melakukan sekularisasi besar-besaran dalam


berbagai aspek kehidupan negara. Tujuannya tidak lain adalah untuk melepaskan
negara dari ikatan-ikatan Agama. Prinsip-prinsip sekularisme Kemal ini dengan setia
dikawal oleh angkatan bersenjata Turki. Bila ada upaya-upaya untuk memasukkan
Islam kedalam wilayah publik, maka angkatan bersenjata merupakan pihak yang
paling depan berusaha menggagalkannya.

Dengan keyakinan bahwa modernisasi dan mewesternisasi Turki merupakan


jalan yang terbaik bagi negri itu, pendukung gerakan Kemal bertujuan untuk
mendidik, membimbing bahkan jika perlu memaksa, masyarakat Turki menjadi
masyarakat yang sekular dan modern. Kharisma dan posisi Mustafa Kemal sebagai
“penyelemat” dan “bapak” bangsa setelah kemenangannya dalam perang
kemerdekaan digunakan untuk mempromosikan dirinya sebagai sosok yang bebas
dari kesalahan, pemurah, dan sangat berkuasa. Pertanyaan, kritik, dan perdebatan
apapun yang ditujukan pada gerak reformasi Kemal dianggap sebagai gangguan bagi
perkembangan negara. Aturan atau kebijakan apapun yang dianggap oleh negara
sebagai karakter peradaban modern harus sesegera mungkin diadopsi di Turki, hingga
justifikasi publik tidak lagi diperlukan. Institusi-institusi negara biasanya
mengimplementasikan kebijakan terlebih dahulu, barulah kemudian kalangan
intelektual dan jurnalis mencari pembenaran atas kebijakan tersebut. Karena khawatir
akan gangguan kekuatan oposisi dan pemikiran kritis terhadap jalannya reformasi,
negara membungkam dan mengasingkan siapapun yang tidak setuju atau
mempertanyakan upaya reformasi atas dasar ideology atau perspektif apapun.
Oleh karena itu sejak tahun 1946 terjadilah perubahan-perubahan yang cukup
mendasar dalam sikap pemerintah Turki terhadap pemerintah  agama (Islam). Satu
demi satu diambil kebijaksanaan politik yang memberi konsensi kepada semangat
keislaman rakyat Turki. Pada tahun 1948 terjadi perubahan sikap terhadap pendidikan
agama disekolah. Pada tahun itu di Universitas angkara dibuka fakultas Teologi,
diikuti oleh pembukaan kembali lembaga-lembaga pendidikan imam dan khatib
(negri) dan delapan lembaga tinggi Islam, tempat mendidik ulama-ulama Sunni.
Pelajaran agama Islam kembali di berikan disekolah-sekolah rendah sebagai mata
pelajaran fakultatif dan dalam kenyataanya antara 93 sampai 100 persen dari murid-
murid mengikutinya. Sejak saat itu pemerintah demi pemerintah berusaha
memperlihatkan hormat dan perhatiannya kepada tradisi-tradidi keislaman rakyat.
Pada thuan 1950 untuk pertama kali pembacaan Al-Qur’an dikumandangkan di radio.
Pada tahun 1960 jumlah kursus pengajian Al-Qur’an yang didirikan pemerintah
mencapai 10.000 buah dibandingkan dengan yang didirikan oleh masyarakat sendiri
yang berjumlah 40.000 buah. Pada tahun 1956 pelajaran agama (Islam) mulai
diajarkan disekolah menengah. Jumlah pendidikan Imam dan Khatib (negri) dari
tahun ketahun terus meningkat, dan lulusan dari lembaga itu berhak mengikuti
ujianmasuk ke Universitas negri. Pada tahun 1985 tercatat sebanyak 375 madrasah
berada dibawah pengawasan pemerintah dengan 83.157 murid dan 10.975 guru. Pada
jenjang perguruan tinggi saat ini terdapat sembilan fakultas teologi diseluruh turki.

Anda mungkin juga menyukai