Anda di halaman 1dari 6

A.

Universalitas nilai politik dengan lokalitas dan temporalitas praktik politik


 Universalitas secara etimologi adalah semesta dunia universally yaitu disukai seluruh
dunia dan universe berarti seluruh bidang.
 Menurut Munjid As-syamlah universalitas adalah sesuatu yang luas.
 Universalitas Islam dalam pengertian istilah menurut Yasuf Al-Qardhawi “Bahwa
risalah Islam meliputi seluruh dimensi waktu, tempat dan kemanusiaan, yang secara
realitas mencakup tiga karakteristik yaitu: Keabadian, internasionalitas dan
aktualisasi
 Al-Banna adalah Islam adalah sistem yang universal yang mencakup seluruh aspek
kehidupan, maka Islam adalah Negara dan tanah air, Pemerintahan dan Rakyat, budi
pekerti dan kekuatan, rahmat dan keadilan, hukum dan Intelektualitas, ilmu
pengetahuan dan undang-undang, asset dan materi, usaha dan kekayaan, jihad dan
da’wah, pemikiran dan militer. Sebagaimana Islam adalah akidah yang lurus dan
ibadah yang benar.
 Universalitas islam merupakan risalah yang menyeluruh dalam berbagai bidang
dimensi yang meliputi perkara kehidupan dan tingkah laku manusia, dan semua itu
merujuk pada islam adalah sikap hidup yang mencerminkan penyerahan diri manusia
dan kepatuhan kepada Tuhannya, yang akan mewujudkan kedamaian, kesejahteraan
serta kesempurnaan hidup lahir batin dunia akhirat.
 Dalam Pandangan Islam, politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah.
kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa
adabbaha. Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu. Pelaku urusan tersebut
disebut politikus. Dalam Bahasa Arab dikatakan ulil amri mengurusi.
 Menurut Hasan Al-Banna siyasah dibagi menjadi dua yaitu siyasah syar’iyah dan
bukan syar’iah. Siyasah syariyah artinya membawa seluruh urusan umat manusia
sesuai dengan pandangan syari’at, dan pemerintahan yang bekerja untuk menjaga
agama dan dunia. Sedangkan siyasah yang bukan syar’iyah adalah siyasah yang
membawa manusia sesuai dengan pandangan manusia yang dituangkan dalam
perundang-undangan buatan manusia sebagai pengganti dari ajaran Islam dan berbeda
dengan syariat Islam. Hasan Al-Banna meyakini bahwa politik adalah bagian yang
tidak mungkin dipisahkan dari Islam.
 Firman Allah swt:
“Allah telah berjanji pada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bahwa ia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana ia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa” (QS. An-Nur : 55)
 Sepanjang sejarah Islam dari masa Nabi Muhammad sampai sekarang, Islam
mengandung nilai-nilai universal dan lokalitas sekaligus. Inilah ciri Islam dimana
Muhammad Saw sebagai Rasul terakhir menebarkan nilai-nilai universal tapi juga
mengadopsi nilai-nilai lokal. Nilai-nilai universal tercermin dari persaudaraan umat
Islam dengan tetap mengakui lokalitas dengan memberi istilah kaum Muhajirin dan
Anshor.
 Dasar dari pengadopsian nilai-nilai lokal adalah kaidah yang berasal dari Hadits Nabi
riwayat Ibn Mas’ud, "Apa yang dipandang baik oleh kaum Muslimin, maka baik juga
di sisi Allah". Maka para ulama menyodorkan kaidah-kaidah seperti di bawah ini:
1. Adat itu dapat menjadi dasar hukum
2. Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat
3. Sesuatu yang sudah dikenal sebagai ‘urf, ia akan berlaku sebagaimana yang telah
disyaratkan oleh Nash
4. Yang ditetapkan melalui ‘urf sama dengaan yang ditetapkan melalui Nash

B. Konsep islam tentang negara


Negara merupakan alat yang dibuat oleh masyarakat bangsa, diberi kekuasaan
untuk mengatur hubungan antar manusia/kelompok dalam suatu masyarakat,
mengarahkan masyarakat secara bersama-sama ke arah tercapainya tujuan dari
masyarakat seluruhnya.
Relasi islam dengan negara

Hubungan Islam dan negara adalah hubungan fungsional, yaitu bagaimana agar
Islam dapat menjalankan fungsinya dalam wilayah dan komunitas sebuah negara di satu
sisi, dan demikian pula, bagaimana agar negara dapat menjalankan fungsinya sebagai
badan organisasi yang warga dan wilayahnya adalah komunitas mayoritas penganut
Islam, di sisi yang lain.

Negara Indonesia secara normatif dan yuridis telah mengakomodasi prinsip-


prinsip keagamaan yang kuat, termasuk dalam undang-undang dan peraturan-peraturan
pemerintah.

Sejarah Islam Indonesia juga menunjukkan bahwa sejak awal kelahiran Indonesia
sampai pada era reformasi ini, pemikiran dan cita-cita integral antara negara dan agama
masih dominan, dibandingkan dengan pandangan sekularistik, seperti yang berlaku di
Turki.

C. Paradigma Umum mengenai Pandangan Islam dan Negara


1. Paradigma Integralistik
 Menganut paham dan konsep agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan
 Negara merupakan lembaga politik dan agama sekaligus
 Kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip
keagamaan
 Paradigma ini dianut oleh negara KerajaanSaudi Arabiadan Republik SyiahIran

2. Paradigma Simbiotik

 Menganut konsep hubungan agama dan negara berada pada posisi saling
membutuhkan dan bersifat timbal balik.
 Agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan
mengembangkan agama
 Negara membutuhkan agama sebagai sumber moral, etika, dan spiritualitas
warganya
 Model ini antara lain dianut oleh Mesir dan Indonesia

3. Paradigma Sekularistik
 Menganut paham pemisahan yang jelas antara agama dan negara
 Agama adalah urusan privat atau pribadi
 Negara adalah urusan publik
 Konsep ini dianut oleh negara-negara Barat, seperti Amerika, Perancis, Inggris,
atau Turki

D. Rekonstruksi Konsep Politik Nasionalis-Religius

Islam merupakan agama yang paripurna, artinya bahwa dalam islam ada sistem politik.
Oleh karena itu, dalam bernegara umat muslim tidak perlu menirukan sistem politik
barat. Melainkan dapat merujuk kepada pola politik al-Khulafaur, al-Roshidiin.

Kekuasaan tertinggi, artinya kedaulatan tertinggi dalam politik Islam ada di tangan
Tuhan, sedangkan manusia adalah hanya pelaksana kedaulatan tuhan sebagai Khalifah-
khalifah Allah di bumi. Sistem politik Islam adalah universal artinya hukum Islam
meliputi seluruh ulama yang tidak dibatasi oleh  batas–batas daerah, bahasa dan
kebangsaan.

Konteks politik di Indonesia mengindikasikan bahwa politik Islam tidak dapat


dipisahkan dengan kehidupan bangsa dan negara Indonesia.

 H.A.R Gibb dalam Wither Islam menyatakan bahwa Islam bukan hanya a system of
theology namun lebih dari itu Islam merupakan a complete civilization.
 Nasir mengatakan bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dalam seluruh dimensi
kehidupan, sebab Islam tidak memisahkan persoalan-persoalan rohani dengan
persoalan-persoalan dunia, melainkan mencakup kedua segi tersebut.

Hukum Islam (syariat) mengatur keduanya yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dan
hubungan manusia dengan sesamanya

E. Perbedaaan Sistem Pemerintahan Khilafah dengan Demokras


1. Khilafah
Kedaulatan dalam sistem pemerintahan islam adalah milik syara’ bukan milik
rakyat. Umat muslim ataupun Khalifah tidak memiliki hak membuat hukum. Semua
berasal dari Allah SWT, tetapi umat diperbilehkan memilih seorang khalifah dan
membaiatnya apabila seseorang khalifah tidak menerapkan hukum islam maka masa
pemerintahannya berakhir walaupun seharusnya belum selesai

2. Demokrasi
Sistem pemerintahan republik demokrasi menetapkan kedaulatan milik rakyat.
Jadi rakyatlah yang menerapkan hukum dan rakyat juga yang berhak memilih dan
mencopot jabatan penguasa dan rakyat juga berhak menerapkan konstitusi.

F. variasi pandangan umat Islam dalam melihat relasi Islam dan negara
Menurut Zaprulkhan menyatakan secara garis besar paling tidak ada tiga
paradigma pemikiran tentang hubungan agama dan negara. 
1. Pertama, paradigma sekularistik, yang mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara,
karena Islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. ‘Ali ‘Abd alRaziq menjelaskan
pandangannya dengan beberapa prinsip. Prinsip pertama, tidak ada sistem khilāfah dalam al-Qur’an dan Sunnah.
(Zaprulkhan 2014: 107)

2. kedua, paradigm formalistic, yang menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna, yang
mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara atau sistem politik

3. ketiga, paradigma substansialistik, Ketiga, paradigma substansialistik, yang menolak pendapat bahwa


Islam mencakup segalagalanya dan juga menolak pandangan bahwa Islam hanya mengatur hubungan antara
manusia dan Penciptanya semata

Prinsip pertama, tidak ada sistem khilāfah dalam al-Qur’an dan Sunnah. Bagi


umat muslim, posisi seorang khalifah ada di dalam posisi Rasul SAW. Tidak hanya
menangani kasus agama, tetapi juga kasus dunia. ‘Abd al-Raziq menolak semua alasan di
atas. Penciptanya semata. Menurut paradigma ini seperangkat asas dan nilai mengenai
kehidupan masyarakat termasuk system pemerintahan, telah dimiliki agama islam.
Menurut Zaprulkhan menyatakan dalam perspektif Muhammad ‘Abduh, hakikat
pemerintahan Islam tidak bersifat keagamaan tetapi betul-betul bersifat
keduniawian. Pemerintahan Islam bersifat keduniawian, karena pemerintahannya
didasarkan atas demokrasi kedaulatan manusia yang dijunjung tinggi. Manusia memiliki
kebebasan memperoleh hak dalam kehidupannya yang telah diatur oleh pemerintahan
negara, seperti kebebasan dalam mengutarakan pendapat. Islam bukan hanya sekedar
agama saja, tetapi islam memiliki kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar
umatnya. Hubungan antar umat inilah yang menjadi tugas dari seorang pemimpin negara
dan jajaran pemerintahannya.
Islam tentang negara dan ntuk melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap
proses penyelenggaraan negara. . Menurut Edi Gunawan menyatakan dalam memahami
hubungan agama dan negara, ada beberapa konsep hubungan agama dan negara menurut
beberapa aliran/paham, antara lain. Pertama, Paham Teokrasi, menyatakan hubungan
agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara
melekat dengan agama, karena firman Allah SWT menjadi landasan dalam menjalankan
suatu pemerintahan.
Paham teokrasi ini mengalami perubahan menjadi terbagi atas paham teokrasi
langsung dan tidak langsung. Dalam paham teokrasi langsung, meyakini jika
pemerintahan merupakan kekuasaan langsung dari Allah SWT, adanya negara di dunia ini
menjadi kehendak Allah SWT, karena itu yang berkuasa juga Allah SWT. Sedangkan
paham teokrasi tidak langsung, meyakini jika pemerintahan bukan merupakan kekuasaan
langsung dari Allah SWT, tetapi yang mempunyai kekuasaan atas suatu negara adalah
seorang kepala negara atau raja. Kedua, paham sekuler, menyatakan jika hubungan
negara dan agama adalah terpisah dan beda, keduanya tidak memiliki hubungan. Negara
menjadi urusan duniawi, sedangkan agama menjadi urusan rohani.
G. Nilai politik dengan lokalitas dan temporalitas praktik politik
Bukti universalitas ajaran agama Islam yaitu dengan adanya konsep politik yang
memiliki keistimewaan dari sistem politik. Tugas kenabian dan kenegarawanan telah
dilaksanakan Nabi Muhammad dengan sukses.
Dalam politik islam nilai-nilai yang digunakan tentunya berpegangan teguh
dengan ajaran agama islam, namun Negara Indonesia yang beranekaragam agama yang
ada di dalamnya menerapkan praktik politik demokrasi. Secara politik juga berarti
kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dalam membuat undang-undang dan peraturan
Negara, Sebagaimana rakyat memiliki wakil-wakilnya di dalam pemerintahan. Dalam
praktik politik demokrasi yang ada di Indonesia salah satunya terdapat konsep
musyawarah yang sesuai dengan konsep politik islam. Musyawarah berasal dari kata
syawarayusyawiru yang artinya saling memberi dan meminta nasihat atau saran.
Sedangkan Raqib al-Asfahani menegaskan bahwa syura adalah upaya
menemukan pemikiran yang selaras dengan pendapat orang banyak. Ibnu Arabi dalam
bukunya Ahkam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan as-syura adalah
pertemuan yang mendiskusikan silang pendapat untuk menemukan pemikiran
terbaik. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Abu Hurairah mengatakan, «Aku tidak
menemukan orang lain yang paling sering bermusyawarah selain Rasulullah Saw. »
Dengan demikian musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah saw tersebut merupakan
suatu pembuktian dan kunci keberhasilan dari suatu kepemimpinan, dengan melibatkan
dan mendengarkan saran orang lain untuk mendapatkan keputusan yang terbaik.
Sebagai ideologi, yang mengatur kemaslahatan bermasyarakat dan
bernegara, ajaran demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ada beberapa
prinsip yang menjadi titik temu Islam dan demokrasi. 
1. Prinsip keadilan, Menurut Ragib al-Asfahani keadilan adalah keseimbangan yang selaras. Sebagai umat muslim
yang beriman haruslah mampu menegakan keadilandalam setiap perbuatan dan perkataan. Dapat dilihat dalam Al-
Qur’an, QS an-Nahl [16]: 90; an-Nisa [4]: 58. al-Hujurat [49]: 9-10; al-Mumtahanah [60]: 8-9; dan al-Baqarah [2]:
177.
2. prinsip persamaan. Umat manusia diikat dalam satu ikatan persaudaraan, manusia semua sama berkaitan dalam
hak dan kewajiban. Dapat dilihat dalam Al-Qur’an, QS an-Nisa [4]: 1; al-Hujarat [49]: 13; al-Hijr [15]: 28; Huud
[11]: 61; dan ar-Rum [30]: 22.
3. Prinsip kebebasan, prinsip yang didasari oleh konsep menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Dapat dilihat dalam
Al-Qur’an, QS al-Isra’ [17]: 15; QS al-Baqarah [2]: 256; dan QS Yunus [10]: 99
4. Prinsip hak asasi manusia. Dalam perspektif Islam hak asasi manusia adalah hak permanen yang dimiliki setiap
anak manusia sejak dari lahir hingga akhir hayatnya.
H. Rekonstruksi konsep politik nasionalis-religius
Nasionalisme religius merupakan bentuk lain dari nasionalisme, yang mana negara memperoleh
legitimasi politik dari persamaan agama. Penjajahan yang dilakukan oleh Belanda terhadap
Indonesia, mendorong Indonesia untuk bersatu dalam melawan penjajahan dari Belanda. Pluralitas
Indonesia semakin tinggi dari adanya keberagaman yang terjadi di Indonesia. Karena agama dan
kesadaran tentang kesejahteraan bersama inilah yang menjadikan faktor terpenting dari nasionalisme.

Upaya nya baru berhasil pada tahun 1857, penjajah mulai berhasil tatkala berdiri Masyarakat
Ilmiah Syiria yang menyerukan nasionalisme Arab. Nasionalisme berasal dari dua kata yakni «nasional» dan
“isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Selain
itu Nasionalisme berasal dari kata «nation» yang dipadankan dengan bangsa. Dalam pengertian
antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup
yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan
ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat.
Sedangkan bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu daerah yang
sama, dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya segabai suatu kekuasaan tertinggi. «Kata agama
menurut kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Selain itu agama atau religi berasal dari bahasa latin religio
yang berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti mengikat kembali, yang maksudnya mengikat diri dirinya
pada Tuhan. Terdapat berbagai bentuk dari nasionalisme salah satunya nasionalisme religius, yaitu suatu
nasionalisme yang menunjukkan negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
Sebagai contoh, nasionalisme Turki modern yang muncul sebagai reaksi terhadap kehancuran Turki
Pada awalnya, nasionalisme Turki merupakan gerakan agama dengan kecenderungan progresif dan
modernis. Turki, nasionalisme kemudian berubah menjadi sekuler. Nasionalisme religius adalah konsep dan
karakter kebangsaan paling cocok dan relevan bagi negara Indonesia yang di dalamnya memiliki
masyarakat plural . Sedangkan Pancasila merupakan kalimah sawa` pluralitas agama, etnis dan budaya
yang menjadi idelogi dan dasar Negara.

UUD 1945 adalah konstitusi dasar yang merupakan turunan Pancasila. Terbukti mereka mampu
merumuskan dan mengonstruksi negara yang religius, dengan dasar ideologi Pancasila yang dalam sila
pertamanya terpampang Ketuhanan Yang Maha Esa, menyimbolkan keagamaan yang telah menyatu dalam
nasionalisme. falsafah nasionalisme seperti ini, setiap umat beragama dan aliran kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta setiap etnis dan budaya dapat memainkan perannya dalam membangun
bangsa. Umat Islam sebagai warga bangsa terbesar di negeri ini memiliki kesempatan dan peluang yang
terbuka lebar untuk berjihad mengisi Pancasila dengan nilai agama .

Dalam surah tersebut menurut para ahli tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tentara bergajah
ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan Ka'bah. sebelum
masuk ke kota Mekah tentara tersebut diserang burungburung yang melemparinya dengan batu-batu kecil
sehingga mereka musnah. Ayat ini mengindikasikan bahwa perjuangan membela keutuhan tempat tinggal
yang akan diserang oleh penjajah mengindikasikan sikap nasionalisme yang harus dipupuk bersama demi
keutuhan tanah air. Selain itu semangat nasionalisme juga terdapat pada QS.

At-Taubah 9:38-39 ayat ini menjelaskan tentang pentingnya berjuang di jalan Allah untuk berperang
melawan orang kafir yang menindas dan menyerang kaum Islam. Ayat ini memberikan semangat
nasionalisme religius yang harus dipertahankan dari tangan penjajah yang nota benenya dari kalangan
orang kafir. Selanjutnya, jihad mengawal kebijakan yang berkeadilan dan berkemaslahatan bagi rakyat.

Anda mungkin juga menyukai