Anda di halaman 1dari 14

Perbedaan sistem politik

Indonesia dan sistem politik Islam


Oleh:
Aulia Puspita Baba Tiro
G41116314
PENGERTIAN SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system,
artinya perangkat unsure yang secara teratur saling berkaitan,
sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang teratur
dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada
mulanya berasal dari Bahasa Yunani atau
Latin, Politicos atau politicus, yang berarti relating to
citizen.Keduanya berasal dari kata polis, yang berarti kota.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik diartikan
sebagai “ segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan
sebagainya) mengenai pemerintahan”.  Sedangkan kata Islam,
adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW,
berpedoman pada kitab suci Al Qur’an yang diturunkan ke dunia
melalui wahyu Allah SWT. Dengan demikian, sistem politik islam
adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan
nilai-nilai Islam.
KEUNGGULAN SISTEM ISLAM
 
Antara Sistem Islam dan Sistem Demokrasi memiliki perbedaan yang sangat
besar dan mendasar serta fundamental, sehingga keduanya mustahil
disatukan. Islam dan Demokrasi bagaikan langit dan bumi, umpama matahari
dan bulan, seperti lautan dan selokan. Dalam rangka membuka Topeng
Demokrasi, maka perlu diuraikan beberapa perbedaan yang sangat prinsip
dan fundamental antara Sistem Islam dan Sistem Demokrasi.
 
Pertama, Sistem Islam berasal dari sumber ilahi karena datang dari wahyu
Allah Yang Maha Agung dan Maha Suci, sehingga bersifat sangat sempurna.
Sedang Sistem Demokrasi berasal dari sumber insani karena datang dari akal
manusia yang lemah dan penuh kekurangan, sehingga sangat tidak sempurna.
Karenanya, dalam Sistem Islam hukum dari Allah SWT untuk manusia, sedang
dalam Sistem Demokrasi hukum dari manusia untuk manusia.
 
Kedua, dalam Sistem Islam wajib digunakan Hukum Allah SWT, sedang dalam
Sistem Demokrasi wajib digunakan keputusan suara terbanyak. Karenanya,
Sistem Islam tunduk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedang Sistem
Demokrasi tidak tunduk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ketiga, dalam Sistem Islam tidak dipisahkan antara agama dan
negara, sedang dalam Sistem Demokrasi dipisahkan antara agama dan
negara. Karenanya, Islam menolak pemahaman sekuler dan segala
bentuk sekularisasi dalam berbangsa dan bernegara. Sedang
Demokrasi memang lahir dari penentangan terhadap agama, sehingga
Demokrasi selalu mengusung sekularisasi dalam berbangsa dan
bernegara.
 
Keempat, dalam Sistem Islam standar kebenaran adalah akal sehat
yang berlandaskan Syariat, sedang dalam Sistem Demokrasi standar
kebenaran adalah akal sakit yang berlandaskan hawa nafsu kelompok
terbanyak. Karenanya, dalam Sistem Islam baik buruknya sesuatu
ditentukan oleh Syariat, dan wajib diterima oleh akal sehat. Sedang
dalam Sistem Demokrasi baik buruknya sesuatu tergantung hawa
nafsu orang banyak, walau pun tidak sesuai Syariat atau pun tak
masuk akal sehat.
 
Kelima, dalam Sistem Islam tidak sama antara suara Ulama dengan suara
Awam, antara suara orang Sholeh dengan suara orang jahat. Sedang dalam
Sistem Demokrasi suara semua orang sama : Ulama dan Koruptor, Guru dan
Pelacur, Santri dan Penjahat, Pejuang dan Pecundang, Pahlawan dan
Bajingan, tidak ada beda nilai suaranya. Karenanya, dalam Sistem Islam
hanya orang baik yang diminta pendapatnya dan dinilai suaranya, itu pun
suara mereka tetap disebut sebagai suara manusia. Sedang dalam Sistem
Demokrasi semua orang baik dan buruk disamakan, bahkan suara mereka
semua disebut sebagai suara Tuhan.
 
Keenam, musyawarah dalam Sistem Islam hanya menghaqkan yang haq dan
membathilkan yang bathil, sedang dalam Sistem Demokrasi boleh
menghaqkan yang bathil dan membathilkan yang haq. Karenanya, dalam
Sistem Islam tidak ada Halalisasi yang haram atau haramisasi yang halal,
apalagi haramisasi yang wajib, sedang dalam Sistem Demokrasi ada halalisasi
yang haram, dan haramisasi yang halal, bahkan haramisasi yang wajib.
Ketujuh, asal-usul Sistem Islam sudah dimulai sejak zaman Nabi Adam AS,
karena sejak Allah SWT menciptakan Adam AS sudah dinyatakan sebagai
Khalifah di atas muka bumi sebagaimana firman-Nya dalam QS.2.Al-Baqarah
ayat 30 :
 
‫ض َخلِيفَ ًة‬ ِ ْ‫اعل ِ في اأْلَر‬ ٌ ِ ‫وإِ ْذ َ َقال َرب َُّك ِ ْل َماَل ئِ َك ِة ِإنِّي َج‬ 
َ
 
{ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". }
 
Dan Sistem Islam tersebut sempurna di zaman Nabi Muhammad SAW sesuai
dengan kaidah dan tatanan kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang beliau praktekkan bersama para Sahabat yang
mulia. Allah SWT menyatakan kesempurnaan Islam dalam QS.5.Al-Maidah ayat
3:
 
 ‫ض ُيت َ ل ُك ُم ا ِإْل ْساَل َم ِدينًا‬ِ ‫يو َر‬َ ِ‫ ْاليَ ْو َم َأ ْك َم ْل ُت َ ل ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوَأ ْت َم ْم ُت َعلَ ْي ُك ْم ِ ن ْع َمت‬ 
 
{ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. }
 
  Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai
kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan
dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan
kepentingan umum termasuk proses penentuan
tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan,
pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan
skala prioritasnya.
1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu


berarti bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya
dijalankan oleh MPR, Indonesia menganut sistem pemerintahan
presidensiil artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan. UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia
yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggaraan
negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga
negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara.
Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi
negara dan DPR. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan
menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang wakil presiden serta
kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang
dilakukan oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggibersama
badan-badan kehakiman lain yang berada dibawahnya.
2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945


adalah sebagai berikut : Bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan
bentuk pemerintahan adalah republik. NKRI terbagi dalam 33 daerah
provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi yang luas, nyata,
dan bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Kekuasaan eksekutif berada ditangan
presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket
secara langsung oleh rakyat.
PERBEDAAN MENDASAR ISLAM dan DEMOKRASI

1. Dari sisi historis, demokrasi muncul secara mapan semenjak abad ke-
18 M, meskipun secara primitif nilai-nilainya sudah ada di Yunani
semenjak 500 SM. Sedangkan Islam turun ke dunia bukan di Yunani
maupun Eropa, ia muncul di jazirah Arab pada abad ke-7 M; Demokrasi
digagas dan diramu oleh Montesque, JJ Rousseau, dan John Locke.
Sedangkan Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, beliau yang
membawa risalah Islam ini.

2. Asas yang melahirkan demokrasi adalah sekularisme (pemisahan agama dari


kehidupan), yang dilatarbelakangi konflik antara kalangan pro gereja dan para
filosof/cendekiawan, akhirnya munculah prinsip jalan tengah, agama diakui
namun dikebiri. Sedangkan Islam asasnya adalah akidah Islam; Islam muncul
tidak dilatarbelakangi kepentingan apapun, namun muncul berdasarkan wahyu
dari sang Khaliq yang maha mengetahui solusi terbaik problem manusia, kini dan
yang akan datang.
3. Dalam demokrasi, negara adakalanya berbentuk kesatuan dengan
otonomi daerah atau berbentuk federal. Dalam Islam negara
berbentuk kesatuan tanpa otonomi daerah, dimana sistem politiknya
bersifat sentralisasi, adapun sistem administrasi berbentuk
desentralisasi.

4. Pemerintahan demokrasi berbentuk republik, sedangkan Islam


berbentuk Khilafah atau Imamah, hal ini sesuai penjelasan para
fukaha.

5. Bentuk kepemimpinan dalam demokrasi bersifat kolektif atau


sharing of power, yang terbagi menjadi eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Dalam Islam kepemimpinan bersifat tunggal di tangan
Khalifah, dan tidak dibagi secara kolektif.
6. Dalam demokrasi, kepala negara adakalanya disebut presiden,
perdana menteri, atau bahkan raja (jika berbentuk demokrasi
monarki). Namun dalam Islam, seorang kepada negara disebut dengan
istilah yang sama sekali berbeda dari sistem politik manapun yang ada
di dunia, kepala negara dalam Islam disebut Khalifah, Imam al-
A’zham, atau Amirul Mukminin.

7. Kepala negara dalam demokrasi memiliki syarat yang berbeda-beda


antar satu negara dengan negara lainnya, hal tersebut disesuaikan
rumusan hukum yang disepakati lembaga legislatif. Sedangkan dalam
Islam, ada dua syarat menjadi kepala negara: pertama, syarat in’iqad
(legal) seperti, muslim, berakal, baligh, laki-laki, merdeka, adil, dan
mampu; kedua, syarat afdhaliyyah (keutamaan) seperti, Quraisy,
ahlul ijtihad, ahlus siyasah perang, pemberani dll.
8. Ketentuan panji negara dalam demokrasi diserahkan masing-
masing bangsa dan negara. Dalam Islam, sebagaimana ditemukan
dalam hadis dan sirah, panji negara dalam Islam memiliki nama,
warna dan desain spesifik, yakni: al-Liwa’ (bendera berlatar putih,
tulisan syahadat berwarna hitam) dan ar-Rayah (panji berlatar hitam
dengan tulisan syahadat berwarna putih).

9. Wilayah atau teritorial dalam negara demokrasi selalu tetap dan


final, hal tersebut biasanya berdasarkan pengakuan PBB, bahkan bisa
saja terjadi pemisahan wilayah sehingga luas wilayah negara semakin
kecil jika referendum menghendaki demikian. Sedangkan Islam
memandang dunia ini milik Allah dan semua manusia berhak
mendapat dakwah Islam, sehingga konsekuensinya wilayah negara
Islam tidak bersifat tetap, namun selalu bertambah dan terus meluas,
hal ini karena setiap negeri yang penduduknya memeluk Islam, secara
otomatis akan bergabung dengan Khilafah Islam.
10. Ikatan yang mempersatukan warga negara dalam demokrasi adalah
nasionalisme, ikatan ini agar tetap eksis memerlukan common enemy
(musuh bersama), namun ketika musuh bersama hilang maka ikatan
retak dan goyah, jadi ikatan nasionalisme bersifat temporer. Adapun
dalam Islam, ikatan yang mempersatukan warga negara adalah ukhuwah
Islamiyah yang lahir dari akidah Islam, ikatan ini bersifat ideologis, kuat
dan tetap, baik terdapat musuh bersama maupun dalam kondisi damai.

11. Dalam demokrasi, kedaulatan (otoritas membuat hukum) dan


kekuasaan (otoritas mengangkat kepala negara) berada di tangan
rakyat. Dalam Islam, kedaulatan (otoritas membuat hukum) di tangan
syara’, sedang kekuasaan (otoritas mengangkat kepala negara) di
tangan umat melalui baiat semata.

12. Dalam demokrasi, standar kebenaran ditentukan suara terbanyak


manusia, tanpa memperhatikan sumber suara tersebut. Dalam Islam
standar kebenaran hanya diukur berdasarkan hukum syara’. Artinya
dalam demokrasi sumber hukum adalah akal manusia, sementara Islam
menyatakan sumber hukum adalah wahyu semata.

Anda mungkin juga menyukai