Anda di halaman 1dari 11

Perbedaan Sistem Politik Islam dan Sistem Politik Indonesia

Oleh :

Nama : Aulia Puspita Baba Tiro

NIM : G41116314

Prodi : Keteknikan Pertanian

Dosen : Hj. Haeriyah

Pendidikan Agama Islam


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Makassar
2016
PENGERTIAN SISTEM POLITIK DALAM ISLAM

Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system, artinya perangkat unsure
yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang
teratur dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada mulanya berasal dari
Bahasa Yunani atau Latin, Politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen.Keduanya
berasal dari kata polis, yang berarti kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik
diartikan sebagai “ segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan”.  Sedangkan kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW, berpedoman pada kitab suci Al Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah
SWT. Dengan demikian, sistem politik islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan
yang berdasarkan nilai-nilai Islam.

Islam memang memberikan landasan kehidupan umat manusia secara lengkap,


termasuk di dalamnya kehidupan politik. Tetapi Islam tidak menentukan secara konkrit
bentuk kekuasaan politik seperti apa yang diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian
terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam.

Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW menunjukkan, bahwa beliau memegang


kekuasaan politik di samping kekuasaan agama. Ketika beliau dengan para sahabat hijrah ke
Madinah, kegiatan dan aktivitas yang beliau lakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menciptakan sistem kehidupan yang stabil dan harmonis serta kondusif adalah
mempersatukan seluruh penduduk Madinah dalam satu sistem sosial politik di bawah
kekuasaan beliau, yang dikenal dengan Perjanjian Madinah. Rasulullah tidak memaksa kaum
Yahudi, Nasrani, dan pemeluk agama lainnya untuk memeluk agama Islam, tetapi beliau
menginginkan  semua penduduk Madinah menghormati perjanjian yang mereka sepakati. 

Setelah Rasulullah memiliki kekuasaan secara politik di Madinah, beliau juga


menjamin kesepakatan dengan penguasa Mekah agar tidak terjadi perselisihan diantara kedua
kekuasaan tersebut, sekalipun dalam perkembangan selanjutnya penguasa Mekah
mengingkari perjanjian yang ia tandatangani, sehingga memicu peperangan yang cukup hebat
dan dahsyat, seperti perang Badar, perang Uhud, dan lain-lain.

Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya diterjemahkan dengan
kata siyasah. Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa diartikan mengemudi,
mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar kata yang sama, ditemukan kata sus,
yang berarti penuh kuman, kutu atau rusak, sementara dalam Al Qur’an tidak ditemukan kata
yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa Al Qur’an tidak
menguraikan masalah sosial politik.

Banyak ulama ahli AL Qur’an yang menyusun karya ilmiah dalam bidang politik
dengan menggunakan Al Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu Taimiyah
(1263-1328) menamai salah satu karya ilmiahnya dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (politik
keagamaan). Uraian Al Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-
ayat yang menjelaskan tentang hukum. Kata ini pada mulanya berarti “ menghalangi atau
melarang dalam rangka aperbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata hikmah, yang
pada mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais-
siyasah, yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali dan cara pengendalian (M.
Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas pelbagai persoalan umat, 1997:
417).

Kata siyasah, sebagaimana dikemukakan diatas, diartikan dengan politik, dan juga


sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat. Di sisi lain, terdapat  persamaan makna
antara kata hikmah dan politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaan,
atau kemampuan menangani suatu masalah, sehingga mendatangkan manfaat atau
menghindarkan mudharat. Dengan demikian, sistem politik Islam adalah suatu konsepsi yang
berisikan antara lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara, siapa
pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa
kewenangan melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu
bertanggung jawab, dan bagaimana bentuk tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai agama
Islam (sesuai dengan sumber ajaran Islam, yaitu Al Qur’an, Hadits dan Ijtihad).

PENGERTIAN SISTEM POLITIK INDONESIA

 A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik

a. Sistem

Sistem menurut pamudji (1981:4) merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang
komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang
membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Sistem juga dapat
diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu
bagian terganggu maka bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi
kerjasama maka akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia
adalah suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah, kemudian
seterusnya sampai sistem pemerintahan desa dan kelurahan.

b. Politik

Politik dalam bahasa arabnya disebut “siyasyah” yang kemudian diterjemahkan menjadi


siasat, atau dalam bahasa inggrisnya “politics”. asal mula kata politik itu sendiri berasal dari
kata “polis” yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara
manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada
akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan
kekuasaan pemerintah.

Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar
pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut
tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai
politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.

Politik adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan
sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa
pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari
naluri sanubarinya, sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan.

Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam
rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

c. Sistem Politik

Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang
bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai
sistem politik, diantaranya :

ž     Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang
merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.

ž     Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan –
hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh,
kekuasaan, ataupun wewenang.

ž     Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan
serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.

ž     Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng.

Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses
yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan
datang).

B.  Pengertian Sistem Politik Indonesia

Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai


kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan
penyusunan skala prioritasnya.

Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai
tujuan nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam
menyelenggarkan  politik negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik dengan
memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya
dan dana demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas negara sebagaimana yang
ditetapkan dalam UUD 1945.

Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem
kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik
lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada
dalam faktor lingkungan.

Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi


negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-
keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya
kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan
terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud
suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di
Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan
membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. 

Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok
kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi
Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan
infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya.
Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi
dan kehendak rakyat.

Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila
yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia
antara lain: pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang
berbeda Negara berdasarkan atas hukum. Pemerintah berdasarkan konstitusi jaminan
terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu pemerintahan mayoritas pemilu yang
bebas parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya.

Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem
politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan.
Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik.
Dengan satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan
kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas.
Dengan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya.

Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu diragukan
lagi kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru merasa tertindas oleh
pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah menjadi persoalan yang memicu
disintegrasi bangsa karenanya sistem politik Indonesia diharapkan merupakan penjabaran
nilai-nilai luhur pancasila dalam keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah,
pembangunan dan kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

C. Sistem Politik di Indonesia

Sistem politik Indonesia berdasar pada ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. sistem politik
Indonesia mengalami banyak perubahan setelah ada amandemen terhadap UUD 1945.
amandemen terakhir atas UUD 1945 dilakukan pada tahun 2002. Perbandingan sistem politik
Indonesiasebelum amandemen dan sesudah amandemenUUD 1945 adalah sebagai berikut :

1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MPR, Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensiil artinya presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan
tanggung jawab penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-
lembaga negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga
legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara dan DPR. Lembaga
eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang dibantu oleh seorang wakil
presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan
oleh MA sebagai lembaga kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman lain yang
berada dibawahnya.

2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah sebagai
berikut : Bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik.
NKRI terbagi dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip desentralisasi yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian, terdapat pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam satu paket
secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab pada parlemen, dan tidak
dapat membubarkan parlemen. Masa jabatan presiden beserta wakilnya adalah 5 tahun dan
setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Tidak ada lembaga tertinggi
dan lembaga tinggi negara. Yang ada lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD,
BPK, presiden, MK, KY dan MA.DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan
pertimbangan yang berada langsung dibawah presiden. Kekuasaan membentuk UU ada
ditangan DPR. Selain itu DPR menetapkan anggaran belanja negara dan mengawasi
jalannyapemerintahan. DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi
dapat mengajukan usulan pemberhentian presiden kepada MPR.
KEUNGGULAN SISTEM ISLAM

Antara Sistem Islam dan Sistem Demokrasi memiliki perbedaan yang sangat besar
dan mendasar serta fundamental, sehingga keduanya mustahil disatukan. Islam dan
Demokrasi bagaikan langit dan bumi, umpama matahari dan bulan, seperti lautan dan
selokan. Dalam rangka membuka Topeng Demokrasi, maka perlu diuraikan beberapa
perbedaan yang sangat prinsip dan fundamental antara Sistem Islam dan Sistem Demokrasi.

Pertama, Sistem Islam berasal dari sumber ilahi karena datang dari wahyu Allah
Yang Maha Agung dan Maha Suci, sehingga bersifat sangat sempurna. Sedang Sistem
Demokrasi berasal dari sumber insani karena datang dari akal manusia yang lemah dan penuh
kekurangan, sehingga sangat tidak sempurna. Karenanya, dalam Sistem Islam hukum dari
Allah SWT untuk manusia, sedang dalam Sistem Demokrasi hukum dari manusia untuk
manusia.

Kedua, dalam Sistem Islam wajib digunakan Hukum Allah SWT, sedang dalam Sistem
Demokrasi wajib digunakan keputusan suara terbanyak. Karenanya, Sistem Islam tunduk
kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedang Sistem Demokrasi tidak tunduk kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

Ketiga, dalam Sistem Islam tidak dipisahkan antara agama dan negara, sedang dalam Sistem
Demokrasi dipisahkan antara agama dan negara. Karenanya, Islam menolak pemahaman
sekuler dan segala bentuk sekularisasi dalam berbangsa dan bernegara. Sedang Demokrasi
memang lahir dari penentangan terhadap agama, sehingga Demokrasi selalu mengusung
sekularisasi dalam berbangsa dan bernegara.

Keempat, dalam Sistem Islam standar kebenaran adalah akal sehat yang berlandaskan
Syariat, sedang dalam Sistem Demokrasi standar kebenaran adalah akal sakit yang
berlandaskan hawa nafsu kelompok terbanyak. Karenanya, dalam Sistem Islam baik
buruknya sesuatu ditentukan oleh Syariat, dan wajib diterima oleh akal sehat. Sedang dalam
Sistem Demokrasi baik buruknya sesuatu tergantung hawa nafsu orang banyak, walau pun
tidak sesuai Syariat atau pun tak masuk akal sehat.

Kelima, dalam Sistem Islam tidak sama antara suara Ulama dengan suara Awam, antara
suara orang Sholeh dengan suara orang jahat. Sedang dalam Sistem Demokrasi suara semua
orang sama : Ulama dan Koruptor, Guru dan Pelacur, Santri dan Penjahat, Pejuang dan
Pecundang, Pahlawan dan Bajingan, tidak ada beda nilai suaranya. Karenanya, dalam Sistem
Islam hanya orang baik yang diminta pendapatnya dan dinilai suaranya, itu pun suara mereka
tetap disebut sebagai suara manusia. Sedang dalam Sistem Demokrasi semua orang baik dan
buruk disamakan, bahkan suara mereka semua disebut sebagai suara Tuhan.

Keenam, musyawarah dalam Sistem Islam hanya menghaqkan yang haq dan membathilkan
yang bathil, sedang dalam Sistem Demokrasi boleh menghaqkan yang bathil dan
membathilkan yang haq. Karenanya, dalam Sistem Islam tidak ada Halalisasi yang haram
atau haramisasi yang halal, apalagi haramisasi yang wajib, sedang dalam Sistem Demokrasi
ada halalisasi yang haram, dan haramisasi yang halal, bahkan haramisasi yang wajib.

Ketujuh, asal-usul Sistem Islam sudah dimulai sejak zaman Nabi Adam AS, karena sejak
Allah SWT menciptakan Adam AS sudah dinyatakan sebagai Khalifah di atas muka bumi
sebagaimana firman-Nya dalam QS.2.Al-Baqarah ayat 30 :
ِ ْ‫اع ٌل فِي اأْل َر‬
ً‫ض خَ لِيفَة‬ ِ ‫ال َربُّكَ لِ ْل َماَل ئِ َك ِة إِنِّي َج‬
َ َ‫وإِ ْذ ق‬ 
َ

{ Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". }

Dan Sistem Islam tersebut sempurna di zaman Nabi Muhammad SAW sesuai dengan kaidah
dan tatanan kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
beliau praktekkan bersama para Sahabat yang mulia. Allah SWT menyatakan kesempurnaan
Islam dalam QS.5.Al-Maidah ayat 3 :

 ‫يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْساَل َم ِدينًا‬


ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫اليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬ 
ْ

{ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. }

Sedang Sistem Demokrasi konon katanya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, tapi yang
jelas baru muncul pasca Revolusi Kebudayaan Perancis pd Th.1789 M, yang kemudian lahir
Teori Trias Politika karya Rossou, yang kemudian terus dikembangkan dengan berbagai
variasi dan aksesoris, dan hingga saat ini tidak pernah sempurna, bahkan makin hari makin
tampak bobrok dan busuknya.

Kedelapan, rentang waktu antara sempurnanya Sistem Islam di abad ke-7 pada zaman Nabi
SAW (571 – 632 M) dan munculnya Sistem Demokrasi di abad ke 18 pasca Revolusi
Kebudayaan Perancis Th.1789 M, menunjukkan bahwa Sistem Islam sekurangnya lebih dulu
11 abad dari pada Sistem Demokrasi. Karenanya, jika ada persamaan antara Sistem Islam dan
Sistem Demokrasi, maka bisa dipastikan bahwa Sistem Demokrasi yang menyontek dan
menjiplak Sistem Islam, mustahil sebaliknya.

Kesembilan, Sistem Islam telah membuktikan diri sebagai sistem terbaik yang adil, jujur dan
amanah sepanjang kepemimpinan Rasulullah SAW dan Khulafa’ Rasyidin, serta berhasil
mengantarkan umat Islam menjadi umat yang terbaik, sebagaimana firman Allah SWT dalam
QS.3. Ali-‘Imran ayat 110 :

ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل‬ ْ ‫ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

{ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. }

Sedang Sistem Demokrasi sejak kelahirannya hingga kini tak pernah berhasil membuktikan
diri sebagai sistem terbaik, bahkan sebaliknya, makin hari makin terkuak bobrok dan
rusaknya.

Kesepuluh, Sistem Islam adalah bagian dari kewajiban agama, sehingga penerapannya
mendatangkan pahala dan keberkahan dari Allah SWT. Sedang Sistem Demokrasi bukan
bagian dari kewajiban agama, bahkan merupakan penentangan terhadap agama, sehinggga
penerapannya hanya akan mendatangkan dosa dan malapetaka.
PERBEDAAN MENDASAR ISLAM dan DEMOKRASI

1. Dari sisi historis, demokrasi muncul secara mapan semenjak abad ke-18 M, meskipun
secara primitif nilai-nilainya sudah ada di Yunani semenjak 500 SM. Sedangkan Islam turun
ke dunia bukan di Yunani maupun Eropa, ia muncul di jazirah Arab pada abad ke-7 M;
Demokrasi digagas dan diramu oleh Montesque, JJ Rousseau, dan John Locke. Sedangkan
Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, beliau yang membawa risalah Islam ini.

2. Asas yang melahirkan demokrasi adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan),
yang dilatarbelakangi konflik antara kalangan pro gereja dan para filosof/cendekiawan,
akhirnya munculah prinsip jalan tengah, agama diakui namun dikebiri. Sedangkan Islam
asasnya adalah akidah Islam; Islam muncul tidak dilatarbelakangi kepentingan apapun,
namun muncul berdasarkan wahyu dari sang Khaliq yang maha mengetahui solusi terbaik
problem manusia, kini dan yang akan dating.

3. Dalam demokrasi, negara adakalanya berbentuk kesatuan dengan otonomi daerah atau
berbentuk federal. Dalam Islam negara berbentuk kesatuan tanpa otonomi daerah, dimana
sistem politiknya bersifat sentralisasi, adapun sistem administrasi berbentuk desentralisasi.

4. Pemerintahan demokrasi berbentuk republik, sedangkan Islam berbentuk Khilafah atau


Imamah, hal ini sesuai penjelasan para fukaha.

5. Bentuk kepemimpinan dalam demokrasi bersifat kolektif atau sharing of power, yang
terbagi menjadi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam Islam kepemimpinan bersifat
tunggal di tangan Khalifah, dan tidak dibagi secara kolektif.

6. Dalam demokrasi, kepala negara adakalanya disebut presiden, perdana menteri, atau
bahkan raja (jika berbentuk demokrasi monarki). Namun dalam Islam, seorang kepada negara
disebut dengan istilah yang sama sekali berbeda dari sistem politik manapun yang ada di
dunia, kepala negara dalam Islam disebut Khalifah, Imam al-A’zham, atau Amirul
Mukminin.

7. Kepala negara dalam demokrasi memiliki syarat yang berbeda-beda antar satu negara
dengan negara lainnya, hal tersebut disesuaikan rumusan hukum yang disepakati lembaga
legislatif. Sedangkan dalam Islam, ada dua syarat menjadi kepala negara: pertama, syarat
in’iqad (legal) seperti, muslim, berakal, baligh, laki-laki, merdeka, adil, dan mampu; kedua,
syarat afdhaliyyah (keutamaan) seperti, Quraisy, ahlul ijtihad, ahlus siyasah perang,
pemberani dll.

8. Ketentuan panji negara dalam demokrasi diserahkan masing-masing bangsa dan negara.
Dalam Islam, sebagaimana ditemukan dalam hadis dan sirah, panji negara dalam Islam
memiliki nama, warna dan desain spesifik, yakni: al-Liwa’ (bendera berlatar putih, tulisan
syahadat berwarna hitam) dan ar-Rayah (panji berlatar hitam dengan tulisan syahadat
berwarna putih).

9. Wilayah atau teritorial dalam negara demokrasi selalu tetap dan final, hal tersebut biasanya
berdasarkan pengakuan PBB, bahkan bisa saja terjadi pemisahan wilayah sehingga luas
wilayah negara semakin kecil jika referendum menghendaki demikian. Sedangkan Islam
memandang dunia ini milik Allah dan semua manusia berhak mendapat dakwah Islam,
sehingga konsekuensinya wilayah negara Islam tidak bersifat tetap, namun selalu bertambah
dan terus meluas, hal ini karena setiap negeri yang penduduknya memeluk Islam, secara
otomatis akan bergabung dengan Khilafah Islam.

10. Ikatan yang mempersatukan warga negara dalam demokrasi adalah nasionalisme, ikatan
ini agar tetap eksis memerlukan common enemy (musuh bersama), namun ketika musuh
bersama hilang maka ikatan retak dan goyah, jadi ikatan nasionalisme bersifat temporer.
Adapun dalam Islam, ikatan yang mempersatukan warga negara adalah ukhuwah Islamiyah
yang lahir dari akidah Islam, ikatan ini bersifat ideologis, kuat dan tetap, baik terdapat musuh
bersama maupun dalam kondisi damai.

11. Dalam demokrasi, kedaulatan (otoritas membuat hukum) dan kekuasaan (otoritas
mengangkat kepala negara) berada di tangan rakyat. Dalam Islam, kedaulatan (otoritas
membuat hukum) di tangan syara’, sedang kekuasaan (otoritas mengangkat kepala negara) di
tangan umat melalui baiat semata.

12. Dalam demokrasi, standar kebenaran ditentukan suara terbanyak manusia, tanpa
memperhatikan sumber suara tersebut. Dalam Islam standar kebenaran hanya diukur
berdasarkan hukum syara’. Artinya dalam demokrasi sumber hukum adalah akal manusia,
sementara Islam menyatakan sumber hukum adalah wahyu semata.

13. Dalam demokrasi, warga negaranya memiliki kebebasan beragama (berpindah-pindah


agama), bebas berpendapat meski menghina Islam, bebas bertingkah laku asal tidak
menggangu selainnya, dan bebas untuk memiliki (mengeksploitasi) apapun juga selama
memiliki modal. Dalam Islam warga negaranya tidak memiliki kebebasan seperti dalam
demokrasi, namun seluruh warga negara wajib terikat syariah Islam, mereka tidak boleh
bertindak, berpendapat, kecuali setelah mengetahui hukum syara’nya. Adapun bagi warga
negara non muslim, mereka dibiarkan menjalankan hukum sesuai agama masing-masing
dalam bidang akidah, nikah dan ibadahnya, termasuk makanan, minuman dan pakaian,
diperlakukan sesuai dengan agama mereka, sebatas apa yang diperbolehkan hukum-hukum
syara’. Namun jika menyangkut hukum muamalah dan uqubat (hukum-hukum publik)
mereka terikat sebagaimana warga negara muslim.

14. Wakil rakyat dalam demokrasi (MPR/DPR) berfungsi melegislasi hukum, menetapkan
APBN, memberi pendapat, dan menerima aspirasi masyarakat. Sedangkan wakil rakyat
dalam Islam (majelis umat) berfungsi untuk mengoreksi kebijakan penguasa jika tidak sesuai
syariah Islam, mengajukan pendapat, dan membatasi jumlah calon Khalifah.

15. Proses penetapan UU dalam demokrasi melalui mekanisme sidang DPR/MPR, sedangkan
dalam Islam penetapan UU melalui tabanni Khalifah, sesuai dengan ijtihad yang shahih.

16. Dalam demokrasi, hukum berfungsi sekedar membuat jera pelaku, meski dalam
pelaksanaan tidak berjalan optimal, karena tidak dibarengi ketakwaan aparat, hakim, atau
jaksa, masih tersandung banyak skandal, seperti suap dan gratifikasi. Dalam Islam, hukum itu
berfungsi sebagai penimbul efek jera, sekaligus sebagai kaffarah atau penebus dosa, sehingga
bagi seorang muslim ketika dia dihukum hakikatnya membersihkan dosa, sehingga di akhirat
dosanya diampuni.

17. Bentuk peradilan dalam demokrasi adalah bertingkat, ada peradilan banding dan kasasi,
sedang dalam Islam tidak bertingkat, ketika sudah divonis maka keputusan mengikat dan
dijalankan seketika itu juga, tanpa banding dan kasasi, sehingga sangat efektif dan efisien.
Ditambah dengan sistem pembuktian yang ketat. Dalam demokrasi, perubahan keputusan
hukum bisa disiasati dengan pengajuan banding, pemberian grasi dll. Sedangkan dalam
Islam, vonis bisa berubah atau bahkan dibatalkan jika hanya terbukti menyalahi syariah atau
menyalahi fakta pembuktian.

18. Peradilan dalam demokrasi dklasifikasikan menjadi: peradilan umum, militer, peradilan
agama, pajak, dan tata usaha negara. Sedangkan dalam Islam, peradilan dibagi tiga: peradilan
umum (al-khushumat), peradilan hisbah (al-muhtasib), dan peradilan mazhalim. Tidak ada
dikotomi peradilan sipil dan agama, karena semua berdasarkan syariah.

19. Dalam demokrasi terdapat privilege (hak istimewa kebal hukum) terhadap person-person
tertentu: seperti presiden dan wakilnya. Dalam Islam tidak ada yang seperti itu, dimata
hukum semua sama. Jika bersalah dan terbukti maka wajib dihukum.

20. Demokrasi menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, sedangkan Islam menerapkan sistem
ekonomi Islam. Dalam demokrasi mata uang diserahkan kepada negara masing-masing,
dengan basis uang kertas, sedangkan dalam Islam mata uang adalah Dinar dan Dirham yang
berbasis emas dan perak, sesuai hukum syara’. Yang tak kalah penting, demokrasi
memperbolehkan riba sebagai basis transaksinya, sedangkan Islam mengharamkan riba, dan
mendorong ekonomi riil.

21. Dalam sistem ekonomi kapitalisme demokrasi, privatisasi Sumber Daya Alam (SDA)
dibolehkan, sedangkan dalam Islam diharamkan; SDA adalah kepemilikan umum yang mesti
dikelola negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat.

22. Dalam politik luar negeri, demokrasi sejati menerapkan kebijakan kolonialisme &
imperialisme; Islam menerapkan kebijakan dakwah dan jihad (jika dakwah dihalangi oleh
kekuatan bersenjata negeri lain); Asas politik luar negeri demokrasi adalah manfaat semata.
Namun dalam Islam asas politik luar negeri adalah kemashlahatan dalam negeri Khilafah dan
kepentingan dakwah. Serta daulah Islam diharamkan membina hubungan diplomatik dengan
kafir harbi muhariban fi’lan, karena mereka memusuhi Islam.

Anda mungkin juga menyukai