Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang universal, agama yang membawa misi


“rahmatan lil alamin” (rahmat bagi semesta), serta membawa konsep kepada
umat manusia mengenai persoalan hidup berupa sistem, baik itu sistem
politik, perekonomian, penegakkan hukum, dan sebagainya.

Di setiap negara memiliki sistem politiknya masing-masing dan berbeda-


beda. Namun, Islam memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu
adil. Sebagai umat muslim dalam hidup ini kita berpegang teguh pada Al-
Qur’an dan Hadits, yang segala macam persoalan hidup ada jawabannya di
dalam Al-Qur’an dan Hadist termasuk tentang permasalahan politik dimana
dalam Islam ada yang disebut dengan Sistem Politik Islam yang dimana
adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai
Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kami rumuskan beberapa


permasalahan, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan sistem dan politik Islam?


2. Apa saja ruang lingkup dan dasar pembentuk sistem politik Islam?
3. Apa hubungan antara Islam dan politik?
4. Apa saja prinsip pemerintahan Islam?
5. Apa saja nilai-nilai dasar politik dalam Islam?
6. Apa yang dimaksud dengan demokrasi dan syuro?
7. Apa saja kontribusi umat Islam terhadap implementasi politik Islami di
Indonesia?
8. Apa kedudukan Islam terhadap penegakan HAM?

1
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah:
1. Memahami tentang sistem politik Islam
2. Mengetahui ruang lingkup beserta dasar pembentuk sistem politik Islam
3. Mengetahui hubungan antara Islam dan politik
4. Mengetahui prinsip-prinsip dalam pemerintahan Islam
5. Mengetahui nilai-nilai dasar politik dalam Islam
6. Memahami tentang demokrasi dan syuro
7. Mengetahui kontribusi umat Islam terhadap implementasi politik Islami
di Indonesia
8. Mengetahui kedudukan Islam terhadap penegakkan HAM

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem dan Politik Islam

a. Pengertian Sistem Politik Islam


Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu sistem, artinya
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk
suatu totalitas atau susunan yang teratur dengan pandangan, teori, dan
asas. Sedangkan kata politik pada mulanya berasal dari Bahasa Yunani
atau Latin, Politicos atau politikus, yang bearti kota.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik diartikan sebagai
“segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai
pemerintahan”.
Sedangkan kata Islam berarti agama yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW, berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’an yang
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. Dengan demikian, sistem
politik Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan
nilai-nilai Islam.

b. Pengertian Politik dalam Islam


Politik disebutkan berasal bahasa Arab yang berarti siyasah. Dalam
kamus Lisanul Arab disebutkan bahwa kata siyasah memiliki makna
mengurus sesuatu dengan sesuatu yang membuatnya baik atau berarti
mengurusi suatu perkara sampai pada akhirnya menjadi baik. Politik
dijelaskan menurut Ibnu Qayyim dibagi menjadi dua macam, yaitu politik
yang diwarnai dengan suatu kezaliman sehingga politik tersebut
diharamkan dan yang kedua ialah politik yang diwarnai dengan keadilan
yang mana merupakan bagian dari suatu syariat Islam.

3
Politik jika dilihat dari sisi yang buruk, bisa membuat masyarakat
memberikan kesimpulan bahwa politik tersebut itu kejam dan para
politikus oleh masyarakat dianggap sebagai ahli tipu muslihat yang sangat
kental dengan perbuatan makar, dusta, dan licik. Namun, bila dilihat dari
sudut pandang yang berbeda, ada pula politik yang syar’i. Bahkan hal
tersebut salah satu cabang dari suatu syartiat Islam yang mulia seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Qayyim dalam sebuah kitabnya, yaitu I’lamul
Muwaqqi’in. Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, politik yang syar’i disebut
sebagai as-siyasah asy-syariyah.

Pengertian siyasah yang dikemukakan oleh Ibn A’qil, yang dikutip


oleh Ibnu Qayyim, politik Islam merupakan segala perbuatan yang dapat
membuat manusia lebih dekat kepada suatu kemaslahatan. Namun
realitanya pasti berhubungan dengan masalah mengatur urusan rakyat baik
oleh negara maupun rakyat. Sehingga definisi dasar menurut realita dasar
ini adalah netral. Hanya saja tiap ideologi (kapitalisme, sosialisme, dan
Islam) punya pandangan tersendiri tentang aturan dan hukum mengatur
sistem politik mereka. Dari sinilah muncul pengertian politik yang
mengandung pandangan hidup tertentu dan tidak lagi “netral” Dalam Al
Muhith, siyasah berakar kata sâsa-yasûsu.

Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama‘alaiha


wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya).
Al-Siyasah juga berarti mengatur, mengendalikan, mengurus, atau
membuat keputusan, mengatur kaum, memerintah, dan memimpinnya.
Dengan demikian, politik merupakan pemeliharan (ri’ayah), perbakan
(ishlah), pelurusan (taqwin), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan
pendidikan (ta’dib).

4
B. Ruang Lingkup dan Dasar Pembentukan Sistem Politik dalam Islam

a. Ruang Lingkup Sistem Politik dalam Islam

Dalam ilmu Fiqih, ada satu bagian pokok yang membicarakan tentang
masalah perpolitikan, yaitu Fiqh al-Siyasah. Menurut Prof. Dr. H. Ahmad
Sukarja, SH., MA., Fiqh Siyasah adalah ilmu tata negara, yang
membicarakan tentang seluk-beluk kenegaraan dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan tuntunan syariat. Kata atau
istilah lain yang semakna dengan itu adalah Siyasah Syar’iyah, al-Ahkam
al-Sulthaniyah dan al-Khilafah.

Pada prinsipnya, ada empat hal pokok yang dibicarakan dalam Fiqh
Siyasah, yakni:

1) Institusi pemerintahan sebagai pengendali aktifitas pemerintahan

2) Masyarakat sebagai pihak yang diatur

3) Kebijaksanaan dan hukum yang menjadi instrumen pengaturan


masyarakat

4) Cita-cita ideal dan tujuan yang hendak dicapai

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa bidang politik adalah
salah satu bidang yang secara serius dibicarakan dalam Islam, yang berarti
juga dianggap sebagai bidang yang cukup penting, seperti kalam, fiqh
(pada umumnya), tafsir, hadist, dan sebagainya. Terdapat pula ruang
lingkup (Siyasah Islamiyah) dalam pembahasan sistem politik Islam ,
meliputi:

1) Siyasah Dusturiyah, dalam fiqh modern disebut dengan Hukum Tata


Negara
2) Siyasah Dauliyah, biasa disebut dengan Hukum Internasional (hukum
dalam hubungan antar bangsa)

5
3) Siyasah Maliyah, mengatur tentang pemasukan, pengelolaan, dan
pengeluaran uang milik negara.

b. Dasar Pembentuk Sistem Politik dalam Islam

Agama Islam telah mengatur masalah politik yang bersumber dari Al-
Quran dan Hadist, oleh karena itu bagi umat Islam ruang untuk
memproduksi hukum harus tetap berpegangan dengan dasar-dasar
fundamental, seperti Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber ajaran utama
dan pertama agama Islam mengandung ajaran nilai-nilai dasar yang harus
di aplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Adapun pilar-
pilar dasar dalam pembentukannya, yaitu:

1) Kekuasaan dipegang penuh oleh rakyat

2) Masyarakat ikut berperan dan bertanggung jawab

3) Kebebasan adalah hak bagi semua orang

4) Persamaan diantara semua manusia

5) Kelompok yang berbeda juga memiliki legalitas

6) Kezaliman mutlak tidak diperbolehkan dan usaha meluruskannya


adalah wajib

7) Undang-undang diatas segalanya

Selain pilar dasarnya, sistem politik Islam juga memiliki prinsip pada
penggunaan kekuasaan politiknya, yaitu perintah menunaikan amanah,
perintah berlaku adil dalam menetapkan hukum, perintah taat kepada
Allah, Rasul, dan Ulul Amri (pemimpin), serta perintah kembali kepada
Al-Qur’an dan Sunah.

6
C. Hubungan antara Islam dan Politik

Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan


syari'ah, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Politik Islam
merupakan penghadapan Islam dengan kekuasaan dan negara yang
melahirkan sikap dan prilaku politik (political behavior) serta budaya politik
(political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.

Islam meletakkan politik sebagai satu cara penjagaan urusan umat


(ri'ayah syu-ūn al-ummah). Islam dan politik tidak boleh dipisahkan, kerana
Islam tanpa politik akan melahirkan terbelenggunya kaum muslimin yang
tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan melaksanakan syariat Islam.
Begitu pula politik tanpa Islam, hanya akan melahirkan masyarakat yang
mengagungkan kekuasaan, jabatan, bahan, dan duniawi saja, kosong dari
aspek moral dan spiritual. Oleh kerana itu, politik dalam Islam sangat penting
bagi mengingatkan kemerdekaan dan kebebasan melaksanakan syariat Islam
boleh diwadahi oleh politik.

Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting


menumbuhkan sikap dan perilaku sosial politik. Implementasinya kemudian
diatur dalam syari'at, sebagai katalog-lengkap dari perintah dan larangan
Allah, pembimbing manusia dan pengatur lalu lintas aspek-aspek kehidupan
manusia yang kompleks. Islam dan politik mempunyai titik singgung erat,
bila keduanya dipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup rnanusia
secara menyeluruh.

Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan dan


pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak hanya dipahami sekadar
sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur
kekuasaan. Politik yang hanya dipahami sebagai perjuangan mencapai
kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan maknanya secara

7
luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik secara umum. Sering
dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi kultural dan politik.

Pemahaman terhadap term politik secara luas, akan memperjelas


korelasinya dengan Islam. Dalam konteks Indonesia, korelasi Islam dan
politik juga menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya
asas. Ini bukan berarti menghapus cita-cita Islam dan melenyapkan unsur
Islam dalam percaturan politik di Tanah Air. Sejauh mana unsur Islam
mampu memberikan inspirasi dalam percaturan politik, bergantung pada
sejauh mana kalangan muslimin mampu tampil dengan gaya baru yang dapat
mengembangkan kekayaan pengetahuan sosial dan politik untuk memetakan
dan menganalisis transformasi sosial.

D. Prinsip Pemerintahan Islam


Sebelum adanya pengertian dan prinsip pemerintahan demokrasi di
zaman modern seperti saat ini, Islam telah lebih dulu menerapkannya.
Terbukti dengan adanya Piagam Madinah yang berperan sebagai Hukum
Dasar Bernegara yang dicontohkan Nabi Muhammad. Pemerintahan sejak
dulu sudah tumbuh dan berkembang menurut pemahaman dan kehendak
masing-masing individu dan golongan namun tidak berlandaskan hukum
Islam. Dapat terlihat dari bagaimana Raja memperlakukan rakyatnya semena-
mena di zaman Raja Louis VI yang mempunyai kekuasaan mutlak atas
kerajaan dan perintahnya. Hal itu kemudian menimbulkan pemberontakan
dengan tuntutan hak asasi manusia dan kebebasan juga keadilan bagi rakyat
yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte.
Dari kejadian tersebut, kita mendapatkan gambaran bagaimana jadinya
bila pemerintahan dijalankan tanpa prinsip yang menjadi jiwa dalam
pelaksanaan pemerintahan. Padahal manusia ditugaskan Allah sebagai
khalifah di muka bumi untuk menegakkan ajaran Allah, bukan membuat
ajaran baru yang menyesatkan dan merugikan umat. Oleh karena itu, Al-
Qur’an juga mengatur tata cara berpolitik dan menjalankan pemerintahan
termasuk prinsip dalam menjalankan pemerintahan agar kelak tidak
menyengsarakan orang banyak.

8
Prinsip pemerintahan yang dikandung ialah:

1) Prinsip kedaulatan
2) Prinsip keadilan
3) Prinsip musyawarah dan Ijma’
4) Prinsip persamaan
5) Prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat
6) Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

a. Prinsip Kedaulatan

Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang ada di suatu negara.


Selama perkembangan politik dan negara yang terjadi, telah dikenal 5
teori atau gagasan kedaulatan diantaranya ialah kedaulatan tuhan,
kedaulatan raja, kedaulatan negara, kedaulatan rakyat, dan kedaulatan
hukum. Indonesia sendiri menganut teori kedaulatan rakyat.

b. Prinsip Keadilan

Al-‘Adalah atau keadilan yang berarti tidak pilih-pilih dalam pelaksanaan


pemerintahan. Hukum berlaku bagi siapapun secara adil tanpa
membedakan. Pentingnya eksistensi keadilan dalan pemerintahan
didukung dengan penegasan Nabi bahwa kerajaan dahulu hancur karena
hukum bagaikan mata pisau yang mengarah ke bawah.

c. Prinsip Musyawarah

As-Syura atau yang disebut musyawarah merupakan cara pengambilan


kesepakatan yang sangat dianjurkan di Al-Qur’an. Musyawarah
merupakan langkah mengambil keputusan dengan melibatkan gagasan
pikiran dan pendapat yang saling melengkapi sehingga tercipta suatu
keputusan yang bulat.

9
d. Prinsip Persamaan

Al-Musawah atau persamaan dan kesejajaran merupakan suatu prinsip


dimana tidak ada yang kedudukannya lebih tinggi sehingga dapat
memaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, prinsip persamaan berperan
sebagai pengingat bahwa kita semua baik pemimpin maupun pengikut
merupakan sama sehingga tidak ada alasan untuk menjadi otoriter karena
hal mutlak hanya milik Allah.

e. Prinsip Hak dan Kewajiban Negara dan Rakyat

Hak dan kewajiban dalam bernegara juga diatur seperti bagaimana kita
harus bersikap dalam politik dan sebagainya. Di dalam Al-Qur’an
dikatakan jika kita berlainan pendapat (berselisih pendapat) kita berhak
mengoreksinya dengan mengembalikannya kepada Al-Qur’an dan
Hadits.

f. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Amar ma’ruf nahi munkar adalah ajakan kepada kebaikan dan larangan
akan kejahatan. Dikatakan ini merupakan sistem check and balance dari
politik yang memungkinkan pemerintahan masih berada pada jalur yang
benar. Pemimpin juga manusia yang bisa salah. Untuk itu, tidak ada
salahnya memberi kritikan yang membangun. Prinsipnya sama seperti
imam shalat. Bila imam melakukan kesalahan, makmum lantas dapat
mengingatkan dengan ucapan ‘subahanallah’ . Namun, tidak mungkin
terjadi pergantian imam karena hal tersebut. Demikian juga dalam hal
bernegara.

10
E. Nilai-nilai Dasar Politik dalam Islam
Agama Islam telah mengatur masalah politik yang bersumber dari Al-
Quran dan Hadist, oleh karena itu bagi umat Islam harus berpegang kepada
nilai-niali dasar yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadits dan harus
diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik Islam.
a. Nilai Dasar dari Al-Qur’an

1) Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana


difirmankan dalam Surah Al-Mu’minum ayat 52:

ِ ‫َو ِإ َّن َٰ َه ِذ ِه أ ُ َّمت ُ ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬


ِ ُ‫احدَة ً َوأَنَا َربُّ ُك ْم فَاتَّق‬
‫ون‬
Artinya:

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama


yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.

2) Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah


Ijtihadiyah, sebagaimana tercantum Surah Asy-Syura ayat 38 dan
Surah Ali ‘Imran ayat 159, yang dimana Allah berfirman:
 Surah Asy-Syura ayat 38

‫ور َٰى َب ْينَ ُه ْم‬


َ ‫ش‬ َّ ‫َوالَّذِينَ ا ْست َ َجابُوا ِل َر ِب ِه ْم َوأَقَا ُموا ال‬
ُ ‫ص ََلة َ َوأ َ ْم ُر ُه ْم‬
َ‫َو ِم َّما َرزَ ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفقُون‬
Artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka
menafkahkan sebagaian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.

11
 Surah Ali ‘Imran ayat 159

ِ ‫ظ ْالقَ ْل‬
‫ب‬ ًّ َ‫ت ف‬
َ ‫ظا َغ ِلي‬ َ ‫ت لَ ُه ْم ۖ َولَ ْو ُك ْن‬
َ ‫َّللاِ ِل ْن‬
َّ َ‫فَ ِب َما َر ْح َم ٍة ِمن‬
‫ْف َع ْن ُه ْم َوا ْست َ ْغ ِف ْر لَ ُه ْم َوشَا ِو ْرهُ ْم فِي‬
ُ ‫ََل ْنفَضُّوا ِم ْن َح ْو ِل َك ۖ فَاع‬
َ‫َّللاَ يُ ِحبُّ ْال ُمت َ َو ِك ِلين‬ َ ‫ْاْل َ ْم ِر ۖ فَإِذَا َعزَ ْم‬
َّ ‫ت فَت َ َو َّك ْل َعلَى‬
َّ ‫َّللاِ ۚ ِإ َّن‬

Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.

3) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil,


sebagaimana difirmankan dalam Surah An-Nisa’ ayat 58:

ِ ‫َّللاَ َيأ ْ ُم ُر ُك ْم أ َ ْن ت ُ َؤدُّوا ْاْل َ َمانَا‬


َ‫ت ِإلَ َٰى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمت ُ ْم َبيْن‬ َّ ‫ِإ َّن‬
َّ ‫ظ ُك ْم ِب ِه ۗ ِإ َّن‬
َ‫َّللاَ َكان‬ َّ ‫اس أ َ ْن ت َ ْح ُك ُموا ِب ْال َع ْد ِل ۚ ِإ َّن‬
ُ ‫َّللاَ نِ ِع َّما َي ِع‬ ِ َّ‫الن‬
‫يرا‬
ً ‫ص‬ِ َ‫س ِميعًا ب‬
َ
Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apanila menetapkan
hukum di antara anusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.

12
4) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah, dan uli al-Amr (pemegang
kekuasaan), sebagaimana difirmankan dalam Surah An-Nisa’ ayat 59:

‫سو َل َوأُو ِلي ْاْل َ ْم ِر‬ ُ ‫الر‬َّ ‫َّللاَ َوأ َ ِطيعُوا‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬
‫سو ِل ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬ ُ ‫الر‬ َّ ‫َيءٍ فَ ُردُّوهُ ِإ َلى‬
َّ ‫َّللاِ َو‬ ْ ‫ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم ِفي ش‬
‫يَل‬ َ ‫اَّللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر ۚ َٰذَ ِل َك َخي ٌْر َوأ َ ْح‬
ً ‫س ُن تَأ ْ ِو‬ َّ ‫تُؤْ ِمنُونَ ِب‬

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Nya), dam ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-
Qur’an) dan Rasu (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.

5) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat


Islam, sebagaimana difirmankan dalam Surah Al-Hujurat ayat 9:

ْ ‫ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ۖ فَإ ِ ْن بَغ‬


‫َت‬ ْ َ ‫ان ِمنَ ْال ُمؤْ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ‬ َ ‫َوإِ ْن‬
ِ َ ‫طائِفَت‬
‫ِإ ْحدَا ُه َما َعلَى ْاْل ُ ْخ َر َٰى فَقَا ِتلُوا الَّ ِتي ت َ ْب ِغي َحت َّ َٰى ت َ ِفي َء ِإلَ َٰى أ َ ْم ِر‬
ُ ‫ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ِب ْال َع ْد ِل َوأ َ ْق ِس‬
َّ ‫طوا ۖ ِإ َّن‬
ُّ‫َّللاَ يُ ِحب‬ ْ َ ‫ت فَأ‬
ْ ‫َّللاِ ۚ فَإ ِ ْن فَا َء‬
َّ
ِ ‫ْال ُم ْقس‬
َ‫ِطين‬
Artinya:
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.

13
6) Kemestian mempertahankan kadaulatan negara dan larangan
melakukan agresi dan invasi, sebagaimana difirmankan dalam Surah
Al-Baqarah ayat 190:

َّ ‫َّللاِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ ُك ْم َو ََل ت َ ْعتَد ُوا ۚ ِإ َّن‬


ُّ‫َّللاَ ََل يُ ِحب‬ َ ‫َوقَاتِلُوا فِي‬
َّ ‫سبِي ِل‬
َ‫ْال ُم ْعتَدِين‬
Artinya:
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

7) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan,


sebagaimana difirmankan dalam Surah Al-Anfal ayat 61:

َّ ‫َّللاِ ۚ إِنَّهُ ُه َو ال‬


‫س ِمي ُع‬ ْ َ‫س ْل ِم ف‬
َّ ‫اجن َْح لَ َها َوت َ َو َّك ْل َعلَى‬ َّ ‫َوإِ ْن َجنَ ُحوا ِلل‬
‫ْال َع ِلي ُم‬
Artinya:
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

8) Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan


keamanan, sebagaimana difirmankan dalam Surah Al-Anfal ayat 60:

‫اط ْال َخ ْي ِل ت ُ ْر ِهبُونَ ِب ِه‬ َ َ ‫َوأ َ ِعدُّوا لَ ُه ْم َما ا ْست‬


ِ ‫ط ْعت ُ ْم ِم ْن قُ َّوةٍ َو ِم ْن ِر َب‬
ۚ ‫َّللاُ َي ْع َل ُم ُه ْم‬
َّ ‫َّللاِ َو َعد َُّو ُك ْم َوآخ َِرينَ ِم ْن دُونِ ِه ْم ََل ت َ ْعلَ ُمونَ ُه ُم‬
َّ ‫َعد َُّو‬
ْ ُ ‫ف ِإلَ ْي ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ََل ت‬
َ‫ظلَ ُمون‬ َّ ‫س ِبي ِل‬
َّ ‫َّللاِ يُ َو‬ ْ ‫َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن ش‬
َ ‫َيءٍ فِي‬

14
Artinya:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang


kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang
(yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

9) Keharusan menepati janji, sebagaimana difirmankan dalam Surah An-


Nahl ayat 91:

‫ضوا ْاْل َ ْي َمانَ َب ْعدَ ت َ ْو ِكي ِدهَا‬ َّ ‫َوأ َ ْوفُوا ِب َع ْه ِد‬


ُ ُ‫َّللاِ إِذَا َعا َه ْدت ُ ْم َو ََل ت َ ْنق‬
َ‫َّللاَ يَ ْعلَ ُم َما ت َ ْف َعلُون‬
َّ ‫يَل ۚ ِإ َّن‬ َّ ‫َوقَ ْد َج َع ْلت ُ ُم‬
ً ‫َّللاَ َعلَ ْي ُك ْم َك ِف‬

Artinya:

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan


janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.

10) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa, sebagaimana


difirmankan dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:

‫شعُوبًا‬ ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنث َ َٰى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم‬ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َّ ‫َّللاِ أَتْقَا ُك ْم ۚ إِ َّن‬
‫َّللاَ َع ِلي ٌم‬ َّ َ‫ارفُوا ۚ ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬
َ ‫َوقَ َبا ِئ َل ِلت َ َع‬
ٌ ‫َخ ِب‬
‫ير‬

15
Artinya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

11) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat,


sebagaimana difirmankan dalam Surah Al-Hasyr ayat 7:

‫سو ِل َو ِلذِي‬ َّ ‫سو ِل ِه ِم ْن أ َ ْه ِل ْالقُ َر َٰى فَ ِللَّ ِه َو ِل‬


ُ ‫لر‬ َّ ‫َما أَفَا َء‬
ُ ‫َّللاُ َعلَ َٰى َر‬
َ‫سبِي ِل َك ْي ََل َي ُكونَ د ُولَةً َبيْن‬ َّ ‫ين َواب ِْن ال‬ َ ‫ْالقُ ْر َب َٰى َو ْال َيتَا َم َٰى َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬
َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َها ُك ْم‬
ُ‫ع ْنه‬ َّ ‫اء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬ ِ ‫ْاْل َ ْغنِ َي‬
ِ ‫شدِيدُ ْال ِعقَا‬
‫ب‬ َّ ‫فَا ْنت َ ُهوا ۚ َواتَّقُوا‬
َّ ‫َّللاَ ۖ ِإ َّن‬
َ َ‫َّللا‬
Artinya:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

16
12) Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum, dalam hal:

 Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)

 Berangsur-angsur (al-tadarruj)

 Tidak menyulitkan (‘adam al Haraj)

b. Nilai Dasar dari Hadits

1) Keharusan mengangkat pemimpin.


2) Keharusan pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
3) Keharusan pemimpin yang berfungsi sebagai perisai, tidak hanya
berfungsi sebagai alat untuk menyerang, namun berfungsi sebagai
alat untuk berlindung.
4) Keharusan pemimpin untuk berlaku adil

F. Demokrasi dan Syuro


a. Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari dua kata, yaitu “demos” yang berarti
rakyat dan “kratia” yang berarti pemerintah. Demokrasi dapat diartikan
sebagai pemerintahan yang diuruskan oleh rakyat dalam sesuatu
masyarakat.

Karakteristik Utama Demokrasi, suatu negara disebut sebagai negara


demokratis jika memenuhi syarat berikut:

1) Bentuk pemerintahan harus didukung oleh konsensus umum.


2) Peraturan – peraturan serta dasar – dasar umum dibuat oleh wakil
rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum.
3) Pemimpin negara dan ketua pemerintahan bertanggung jawab kepada
badan perundangan yang dikuasai oleh wakil rakyat dan dipilih secara
langsung maupun tidak langsung oleh rakyat.
4) Hak memilih secara langusng diberikan kepada rakyat.

17
5) Jabatan serta tugas pemerintah dipegang oleh pegawai yang dilantik
berdasarkan kelayakan dari semua golongan rakyat.
6) Dalam system demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat
7) Adanya kebebasan berbicara agar masyarakat dapat mengekspresikan
kehendaknya secara terbuka dan tanpa Batasan atau tekanan kepada
pemerintah.
8) Masyarakat demokratis bebas memeluk agama apa pun, berpindah-
pindah agama, bahkan tidak beragama sekalipun, bebas mengeluarkan
pendapat, bebas pula memiliki segala sesuatu yang ada di muka bumi.
Harta dapat diperoleh dari segala sumber, baik dengan berdagang
ataupun dengan berjudi dan korupsi.
9) Sistem pemilihan yang bebas (free elections), di mana rakyat secara
teratur, menurut prosedur-prosedur konstitusional yang benar,
memilih orang-orang yang mereka percayai untuk menangani urusan-
urusan pemerintahan.
10) Pengakuan terhadap pemerintahan mayoritas (majority rule) dan hak-
hak minoritas (minority rights).
11) Partai-partai politik dalam sistem yang demokratis memainkan
peranan penting. Dengan partai politik, sebagai alat, rakyat dengan
bebas bersatu pikiran menurut dasar keyakinan mereka tentang
bagaimana caranya meraih penghidupan yang layak bagi diri,
keluarga, dan keturunan mereka sendiri.
12) Pemisahan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
13) Otoritas konstitusional (constitutional authority) adalah otoritas
tertinggi bagi validitas setiap undang-undang dan aturan pelaksana apa
pun. Otoritas konstitusional berarti supremasi aturan hukum (rule of
law).
14) Kebebasan berbuat (freedom of action) bagi setiap individu ataupun
kelompok, asal tidak melanggar kepentingan umum.

18
b. Syuro

Menurut bahasa, kata syuro (Arab: syura) diambil dari “syaawara”,


bermakna “lil musyarakah”, artinya saling memberi pendapat, saran, atau
pandangan. Kata Syura juga dapat diartikan sebagai suatu pembicaraan
dari berbagai pihak dengan tujuan mengetahui berbagai buah pikiran ke
arah pencapaian sesuatu rumusan.

Prinsip Syuro

1) Prinsip pertama ialah tentang pentingnya musyawarah dalam Islam


seperti yang tertuang pada surah asy-syura (42) : 38 dan ali ‘imran
(3) : 159 serta kisah Rasulullah SAW yang melakukan musyawarah
bersama para sahabatnya ketika membicarakan strategi tantara
islam menentang kaum musyrikin dalam perang uhud.
2) Prinsip kedua adalah ta’awun, yang didasarkan pada surat Al-
Maidah (5): 2 yang menyatakan adanya tuntutan untuk kerja sama
demi “kepentingan” Tuhan dan kepentingan manusia sendiri. Di
sini prinsip untuk demokrasi dimengerti secara positif sebagai
prinsip untuk membangun iklim yang baik dan bijak bagi hidup
komunitas. Untuk itulah diperlukan kerja sama juga secara positif
baik dalam level komunitas kecil maupun dalam level makro.
Prinsip ini bermanfaat sebagai proses demokratisasi di setiap
tingkat komunitas.
3) Prinsip ketiga banyak dijumpai dalam Alquran sebagai padanan
dasar kata “shalih”, yaitu mashlahah. Prinsip ini berfungsi sebagai
suatu moral force supaya setiap individu berbuat baik sehingga
menguntungkan pihak lain (amar ma’ruf nahi munkar). Di sini
Islam berperan secara tidak langsung, dalam arti melalui individu
atau kebudayaan.
4) Prinsip keempat adalah taghyir atau perubahan. Prinsip ini dapat
ditemukan dalam surat ar-Ra’d (13): 11 yang menyatakan bahwa
manusia berperan besar dalam menentukan perubahan hidup.10

19
5) Prinsip kelima adalah praktik (amalan) Khulafaur Rasyidin, seperti
pada zaman pemerintahan Abu Bakar r.a. budaya syura senantiasa
berjalan dalam usaha pengukuhan sistem politik umat Islam. Abu
Bakar r.a., misalnya, sering mengadakan pertemuan untuk
berbicara dalam beberapa hal penting dengan para sahabat dari
golongan Muhajirin dan Anshar

Dalam prinsip-prinsip syura, suara kebenaranlah yang harus menang


walaupun dia minoritas.

Berikut beberapa hal tentang syura:

1) Syura yang agung adalah perkara yang berkaitan dengan politik


umat, ditegakkan oleh ahlul hal wal aqdi yaitu dari kalangan para
ulama, orang-orang shalih dan orang-orang yang ikhlas.
2) Sesungguhnya para penganut golongan syura tidak akan
menghalalkan yang haram, tidak pula mengharamkan yang halal,
tidak menganggap kebathilan sebagai kebenaran, tidak pula
menganggap kebenaran sebagai kebathilan. Berbeda dengan
demokrasi dan pemilu serta para pengikutnya, mereka
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal,
menganggap batil kebenaran, bahkan membela kebatilan.
3) Syura tidak lain hanyalah pada perkara-perkara yang jarang terjadi.
Adapun perkara yang ada dan jelas hukumnya dari Allah dan
Rasul-Nya, maka tidak ada musyawarah lagi padanya. Berbeda
dengan sistem demokrasi.
4) Syura bukanlah kewajiban yang terus menerus setiap waktu, tetapi
tergantung keadaan dan kebutuhan. Kadang-kadang wajib pada
saat tertentu dan pada saat yang lain tidak wajib. Oleh karena itu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan
musyawarah pada saat bergerak menuju peperangan dan beliau
tidak bermusyawarah pada perkara-perkara yang lain (yang sudah
jelas kebenarannya dari Allah).

20
5) Syura berasaskan syariat Islam, sedangkan demokrasi menolak
syariat Islam dan menuduhnya lemah, bahkan tidak cocok untuk
berbagai lapisan masyarakat.
6) Syura datang ketika datangnya Islam.
7) Adapun demokrasi tidak datang kecuali pada zaman-zaman
terakhir ini yaitu pada abad ke-13 dan 14 H.
8) Demokrasi maknanya adalah “hukum rakyat untuk rakyat”.
Adapun syura ia adalah musyawarah. Maka tidak ada padanya
pembuatan hukum-hukum baru yang tidak memiliki dasar secara
global maupun rinci. Hanya saja padanya ta’awun kerja sama
dalam memahami kebenaran dan menerapkan kebenaran.

c. Perbedaan Syuro dan Demokrasi


Syuro berbeda dengan demokrasi dalam tiga prinsip dasar yakni :
1) Dalam system syura pembuat dan penentu hukum adalah Allah SWT.
sedangkan dalam demokrasi penentu hukum dan kebijaksanaan
berada di tangan suara mayoritas.
2) Syura dalam islam hanya diterapkan dalam masalah – masalah ijtihad
yang tidak ada nashnya ataupun ijma’ sedangkan demokrasi tidak
demikian.
3) Syura dalam islam hanya terbatas dilakukan oleh ornag orang yang
berpengalaman dan mempunyai spesifikasi tertentu, sedangkan
demokrasi tidak seperti itu.

21
G. Kontribusi Umat Islam terhadap Implementasi Politik Islami di Indonesia

Islam memberikan dampak yang besar pada saat pembangunan


perpolitikan bangsa Indonesia yang berlandaskan pancasila, serta bagaimana
umat islam berani untuk memberikan peran yang sangat besar bagi Negara
dengan memetingkan unsur sosial didalamnya. Perlu diketahui, dalam
kebijakan ajaran agama islam harus memetingkan ketentraman dan
kesejahteraan untuk semua, tidak hanya yang beragama islam saja. Akan
tetapi, seluruh umat beragama yang ada di indonesia demi membentuk
semangat nasionalisme dalam pembangunan politik di Indoensia. Adapun
pengaruh yang dirasakan dalam pembangunan politik Negara dapat dibagi
dalam fase-fase , antara lain:

a. Era Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya


Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah
yang cukup panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air,
sudah berdiri beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di
tanah air berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.
b. Era Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)
Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap
pembangunan politik di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa
kemerdekaan. Pada masa kolonial Islam harus berperang menghadapi
ideologi kolonialisme sedangkan pada masa kemerdekaan Islam harus
berhadapan dengan ideologi tertentu macam komunisme dengan segala
intriknya.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sejarah secara tegas menyatakan
kalau pemimpin-pemimpin Islam punya andil besar terhadap perumusan
NKRI. Baik itu mulai dari penanaman nilai-nilai nasionalisme hingga
perumusan Undang-Undang Dasar Negara. Para pemimpin Islam terutama
dari Serikat Islam pernah mengusulkan agar Indonesia berdiri di atas
Daulah Islamiyah yang tertuang di dalam Piagam Jakarta.

22
Namun, format tersebut hanya bertahan selama 57 hari karena adanya
protes dari kaum umat beragama lainnya. Kemudian, pada tanggal 18
Agustus1945, Indonesia menetapkan Pancasila sebagai filosofis negara.

c. Era Orde Baru


Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-
satunya asas di dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak
boleh ditampilkan, termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan
terjadinya kondisi depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik
Islam terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum
skripturalis yang hidup dalam suasana depolitisasi dan konflik dengan
pemerintah. Kelompok kedua adalah kaum subtansialis yang mendukung
pemerintahan dan menginginkan agar Islam tidak terjun ke dunia politik.

d. Era Reformasi
Bulan Mei 1997 merupakan awal dari era reformasi. Saat itu rakyat
Indonesia bersatu untuk menumbangkan rezim tirani Soeharto. Perjuangan
reformasi tidak lepas dari peran para pemimpin Islam pada saat itu.
Beberapa pemimpin Islam yang turut mendukung reformasi adalah KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ketua Nahdatul Ulama. Muncul juga
nama Nurcholis Majid (Cak Nur), cendikiawan yang lahir dari kalangan
santri. Juga muncul Amin Rais dari kalangan Muhamadiyah.
Bertahun-tahun reformasi bergulir, kiprah umat Islam dalam
panggung politik pun semakin diperhitungkan. Umat Islam mulai kembali
memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi menggunakan label Islam.
Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil menjadikan Pancasila
bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik juga boleh
menggunakan asas Islam. Kemudian bermunculanlah berbagai partai
politik dengan asas dan label Islam. Partai-partai politik yang berasaskan
Islam, antara lain PKB, PKU,PNU, PBR, PKS, PKNU, dan lain-lain.

23
H. Kedudukan Islam terhadap penegakan HAM

Hak asasi pada dasarnya menunjukkan kekuasaan atau wewenang yang


dimiliki seseorang bersifat mendasar. Oleh karena hak asasi bersifat mendasar
dan fundamental, maka pemenuhannya bersifat imperatif. Hal ini sejalan
dengan konsep Islam khususnya prinsip Tauhid yang merupakan ajaran
paling mendasar dalam Islam. Tauhid memiliki efek pembebasan diri (self-
liberation) sekaligus juga pembebasan sosial. Salah satu implikasi dari
pembebasan social itu adalah paham egalitarianism, yaitu bahwa manusia
setara di hadapan Tuhan yang membedakan hanyalah derajat ketakwaannya.

Dalam Islam keserasian kesucian HAM jauh lebih besar daripada hanya
sekedar ibadah-ibadah ritual. Jika seseorang tidak memenuhi kewajibannya di
hadapan Allah dia mungkin saja masih bisa diampuni. Namun tidak demikian
dalam kasus tidak memenuhi kewajiban kepada sesama manusia. Dalam
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada
pasal 1, hak asasi manusia pada dasarnya juga disandarkan kepada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan dimana HAM diartikan sebagai
seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati dan dijunjung tinggi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Jika ditelaah lebih jauh dasar pemikiran pembentukan Undang-undang


No. 39 Tahun 1999 tentang HAM tersebut juga pada prinsipnya di dasarkan
pada keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan, hal ini dapat kita lihat dari
penjelasan umum UU No. 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa dasar
pemikiran pembentukan UU No. 39 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala
isinya dan pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk, struktur,
kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh penciptanya, untuk
menjamin kelanjutan hidupnya.

24
b. Untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat
manusia, diperlukan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia,
karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya,
sehingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia
lainnya (homo homini lupus).
c. Karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia
yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan
atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas.
d. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan dalam
keadaan apapun.
e. Setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati
hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia
terdapat kewajiban dasar.
f. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, dan
ditegakkan, dan untuk itu pemerintah, aparatur negara, dan pejabat publik
lainnya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab menjamin
terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan penegakan hak asasi
manusia.

Darji Darmodihardjo menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-


hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Mengingat hak maupun kesamaan telah
diberikan Tuhan kepada manusia tanpa membedakan jenis kelamin, maka
manusia sebagai kalifah Tuhan di bumi harus bisa melaksanakan hak-hak
asasi tersebut dengan baik dan bertanggung jawab, karena penuntutan hak hak
secara mutlak tentunya akan menyebabkan dilanggarnya hak-hak asasi orang
lain. Dengan demikian dalam kehidupan di masyarakat pelaksanaan hak-hak
asasi tersebut harus dibarengi dengan kewajiban-kewajiban asasi.

Menurut A. Masyur Effendi, Hak asasi manusia adalah hak milik


bersama umat manusia yang diberikan oleh Tuhan untuk “selama hidup”
disamping definisi / pengertian hak asasi manusia menurut piagam PBB dan
piagam-piagam lainnya. Karena itu dapat dikatakan bahwa hak asasi manusia

25
adalah hak yang diberikan Tuhan atau manifestasi hak istimewa manusia
sehingga pasti ada pada diri manusia.

Dari beberapa pendapat tentang pengertian HAM dapat kita definisikan


Hak Asasi Manusia (HAM):

1) HAM adalah hak dasar sejak lahir merupakan anugerah dari Allah SWT;
2) HAM adalah hak yang dimiliki manusia sejak kelahirannya;
3) HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia, tanpa hak itu manusia
tidak dapat hidup secara layak;
4) HAM adalah seperangkat hak-hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaban manusia sebagaimakhluk tuhan Yang Maha Esa.

Secara umum HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam
diri manusia, yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.
HAM di dasarkan pada prinsip fundamental bahwa semua manusia memiliki
martabat yang inheren tanpa mamandang jenis kelamin, ras, warna kulit,
bahasa, asal-usul bangsa, umur, kelas, keyakinan politik, dan agama. Semua
orang berhak menikmati haknya tersebut.

Berkaitan dengan pertanyaan dari mana HAM berasal setidaknya ada


dua pendekatan yang mencoba menjawab pertanyaan ini. Pertama, Pemikiran
yang mendasarkan pandangannya pada ajaran agama atau merujuk pada nilai-
nilai Ilahiah (wahyu Allah) sebagai kekuatan yang mengatasi manusia dan
keberadaannya tidak tergantung kepada umat manusia. Agama-agama
memberikan argumen yang sangat jelas bahwa manusia berawal dan berakhir
pada sang pencipta. Tidak ada satupun yang berhak menguasai atau bertindak
sewenang-wenang terhadap manusia.

Oleh karena itu HAM adalah anugerah Tuhan YME, maka


perlindungan atas manusia merupakan bagian tanggung jawab manusia
terhadap Tuhan. Agama Islam menempatkan manusia pada posisi kemuliaan
yang sangat tinggi, kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia dari
ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan

26
dan memelihara eksistensi manusia. Sehingga, pembunuhan atas satu jiwa
manusia, pada hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia.

Kedua, pemikiran yang tidak secara langsung mendasarkan diri pada


Agama karena pemikiran ini sangat beragam. Ada yang didasarkan pada
suatu prinsip bahwa agar manusia bisa hidup di bawah nilai kemanusiaan
memerlukan syarat objektif, yang bila syarat tersebut tidak terpenuhi maka
nilai kemanusiaan akan hilang dan manusia akan musnah.

Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa keberadaan


hak asasi tidak tergantung pada dan bukan berasal dari manusia, melainkan
berdasarkan dari instansi yang lebih tinggi dari manusia. Oleh karena itu,
HAM tidak bisa dicabut dan tidak bisa dibatalkan oleh hukum positif
manapun. Hukum positif harus diarahkan untuk mengadopsi dan tunduk pada
HAM dan bila ada yang bertentangan, maka hak asasi yang harus
dimenangkan.

27
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas yang dapat kami simpulkan adalah:
Sistem politik Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang
berdasarkan nilai-nilai Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Dalam sistem
politik Islam terdapat 3 ruang lingkup, yakni pada hukum tata negara, hukum
internasional, dan hukum tentang pemasukan, pengelolaan, dan pengeluaran
uang milik negara. Didalamnya terdapat nilai-nilai dasar atau prinsip yang
berasal dari Al-Qur’an, berupa prinsip kedaulatan, keadilan, musyawarah,
persamaan, hak dan kewajiban, serta amar ma’ruf nahi munkar. Adapun
dalam sistem politik Islam yang disebut dengan Syuro atau Syura yang
dimana berbeda artinya dengan demokrasi karena dalam syuro pada dasarnya
pembuat dan penentu hukum adalah Allah SWT. Sedangkan dalam demokrasi
penentu hukum dan kebijaksanaan berada di tangan suara mayoritas. Didalam
perpolitikan Indonesia umat Islam juga memiliki andil besar didalamnya,
dimulai dari era kerajaan Islam hingga era reformasi hingga sekarang umat
Islam selalu memberikan dampak pada pembangunan negeri kita. Salah
satunya pada penegakkan HAM, yang pada dasarnya HAM dimiliki oleh
setiap manusia yang merupakan hak yang berasal dari Alllah SWT.

28
DAFTAR PUSTAKA

A. Baderin, Mashood. 2003. International Human Rights and Islamic Law.


London: Oxford University Press

A. Djazuli. 2003. Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-


Rambu Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Abd. Mu’in Salim. 2002. Fiqih Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-
Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Abul A’la Al-Maududi. 1975. Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam.
Terjemahan oleh Asep Hikmat. Bandung: Mizan.

Al-Annahwy, Adnan ‘Ali Ridha. 1990. Syura Bukan Demokrasi. Kuala Lumpur:
Media Ehsan

Al-Bahansawi, Salim Ali. 1996. Wawasan Sistem Politik Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar

Brohi, A.K. in Altaf Gauhar. 1978. Islam and Human Rights, Islamic Council of
Europe

Effendy, Bachtiar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek
Politik di Indonesia. Jakarta: Paramadina

Effendi, Djohan dan Ismed Natsir (Eds). 2003. Pergolakan Pemikiran Islam:
Catatan Harian Ahmad Wahid. Jakarta: LP3ES

Ibrani, Syarif Jamal. 2003. Mengenal Islam. Jakarta: el-kahfi

Iqbal, Muhammad, dkk. 2010. Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga
Indonesia Kontemporer. Jakarta: Kencana

K. Ramanathan. 1989. Asas Sains Politik. Kuala Lumpur: Fajar Bakti

29
Mulia, Musdah. 2010. Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan
Impementasinya. Yogyakarta: Naufan Pustaka

Munawwir, A.W. 1984. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.


Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif

Nata, Abuddin. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers

Taimiyah, Ibnu. 1989. Pedoman Islam Bernegara. Terjemahan Firdaus A.N.


Jakarta: Bulan Bintang

Zain, Mohd Izani Mohd. 2005. Islam dan Demokrasi: Cabaran Politik Muslim
Kontemporari Malaysia. Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya

Zainuddin, Muhammad. 2011. Islam dan Demokrasi. Jurnal Kolom. Edisi 005, 05
Agustus 2011

30

Anda mungkin juga menyukai