Anda di halaman 1dari 8

Agama Islam & Politik

Kalau dilihat dari ragam istilahnya, Istilah politik dalam bahasa inggris politic, politik
dalam bahasa latin disebut politucus, dalam bahasa Yunani disebut Politicos, berasal dari kata
polis yang bermakna city “kota”. Sementara politik dalam bahasa Indonesia dipahami dengan
tiga arti, yaitu: Pertama, segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya)
mengenai pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain. Kedua, tipu muslihat atau
kelicikan. Ketiga, dipakai nama sebuah disiplin pengetahuan, yaitu Ilmu Politik. Pada dasarnya
Politik adalah usaha mengapai kehidupan yang baik. Dalam istilah Plato dan Aristoteles
dinamakan sebagai en dam onia atau the good life. Plato dan Aristoteles menganggap politics
sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik yang terbaik. Dengan ini manusia
menurutnya akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat,
bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang
tinggi.

Sementara dalam Islam sendiri Istilah politik dikenal dengan siyasah. Kata siyasah
secara harfiah memiliki arti: pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
pengurusan, pengawasan, perekayasaan, dan arti lain-lainnya. sementara secara istilah
siyasah adalah “pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara.” Ibn Abid
al-Diin mencoba memberi batasan terkait dengan siyasah, menurutnya: “Siyasah adalah
kemaslahatan untuk manusia dengan menunjukkannya kepada jalan yang menyelamatkan,
baik di dunia maupun di akhirat. Siyasah berasal daripada Nabi, baik secara khusus maupun
secara umum, baik secara lahir maupun secara batin. Segi lahir siyasah berasal dari para
pemegang kekuasaan (para sultan dan raja) bukan dari ulama; sedangkan secara batin berasal
dari ulama pewaris nabi bukan dari pemegang kekuasaan.”

Definisi-definisi politik di atas pada intinya ingin mengambarkan bahwa Politik itu
berkaitan dengan kemahiran, menghimpun kekuatan, meningkatkan kuantitas dan kualitas
kekuatan, mengawasi dan menggunakan untuk mencapai tujuan tertentu di dalam negara dan
institut lainnya.karena politik pada akhirnya ingin memenangkan pertarungan untuk
merealisasikan tujuan atau cita-cita politik.

Dalam konteks hubungan Islam dan Politik (lebih khusus pertautan antara umat Islam
dengan Politik) terdapat Perbedaan pandangan mengenai model politik Islam khususnya
hubungan Islam dan negara, Menurut Munawir Sjadzali paling tidak terdapat tiga aliran di
kalangan umat Islam dalam melihat Islam dan politik (ketatanegaraan); Aliran pertama,
berpendirian bahwa Islam bukan semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya
menyangkut hubungan antara manusia dan tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang
sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk
kehidupan bernegara. Aliran Kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam
pengertian barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Aliran Ketiga,
menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam
islam terdapat sistem kenegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah
agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan maha
penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan,
tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Kalau dilihat juga dari pemetaan Azyumardi Azra terkait pertautan antara umat Islam
dan Politik tidak jauh dari gambaran Munawir Sadjali, Azryumardi Azra memperinci lagi dari tiga
bentuk tersebut, Pertama, pemisahan antara agama dan politik yang bahkan disertai ideologi
politik sekuler yang tidak bersahabat dengan agama (religiously unfriendly-secularism) seperti
turki; Kedua, pemisahan yang disertai ideologi yang bersahabat dengan agama (Religiously
Friendly Ideology), seperti Indonesia. Bisa juga disebut sebagai bentuk akomodasi antara
negara dan agama; Ketiga, penyatuan agama dengan negara seperti Arab Saudi, yang dapat
juga disebut sebagai teokrasi.

Berdasarkan klasifikasi di atas secara umum Indonesia dalam hubungan Islam dan
politik, berada pada poin kedua yaitu pemisahan yang disertai ideologi yang bersahabat
dengan agama (religiously Friendly Ideology). Artinya falsafah dan prinsip bernegara yang
terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 sampai dengan turunannyalah yang menjadi dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walau demikian
secara teoritis ketiga aliran pemikiran politik Islam di atas dalam sejarahnya meninggalkan
perseteruan secara radikal dan hingga saat ini terus berdinamika walaupun di Indonesia aliran
yang pertama dan kedua sumbunya sangat kecil jikapun itu ada.

Islam tidak bisa dipisahkan dari politik meskipun Islam bukan agama politik. Di Indonesia
pertautan antara Islam dan Negara (umat Islam dan kekuasaan) meninggalkan sejarah panjang
yang amat melelahkan. Kebijakan politik era penjajahan khususnya zaman Belanda sangat
diskriminatif dan menyudutkan pendidikan Islam. Pada Orde Lama meskipun dianggap langkah
awal bagi perkembangan pendidikan Islam, namun kebijakan pemerintah Orde Lama masih
terlihat setengah hati dan kurang menguntungkan pendidikan Islam baik secara kelembagaan
maupun kurikulum (mata pelajaran). Hal ini secara tidak langsung merupakan dampak dari
hubungan politik umat Islam dan negara (kekuasaan) yang sinis, antagonis dan non kompromi.
PRINSIP DASAR HUKUM POLITIK ISLAM DALAM PERSPEKTIF ALQURAN

Menurut islam, mekanisme operasional pemerintahan dan ketatanegaran mengacu pada


prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, bagi setiap Muslim negara adalah alat
untuk merealisasikan kedudukannya sebagai hamba Allah dan mengaktualisasikan fungsinya
sebagai khalifah Allah, untuk mencapai keridhaan Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi,
serta menjadi rahmat bagi sesama manusia dan alam lingkungannya. Beberapa ahli fiqh memiliki
perbedaan pandangan terkait jumlah prinsip dasar hukum politik dalam islam.

secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut Mumtaz
Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara
dalam perspektif Islam, yakni :

1. adanya masyarakat Muslim (ummah)

2. hukum Islam (syari’ah)

3. kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).

prinsip – prinsip dasar politik islam dala al – qur’an :

1) prinsip kedaulatan yaitu kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan yang mutlak
dan legal adalah milik Allah. Kedaulatan tersebut dipraktekkan dan diamanahkan kepada
manusia selaku khalifah di muka bumi.

Sumber :

Al-Quran surat Al-A’raf ayat 54, surat Al-an’am ayat 57 dan Surat Yusuf ayat 40.

Artinya :

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang
Nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui." .(Surat al - yusuf ayat 40)

2) Prinsip keadilan adalah kunci utama penyelenggaraan negara. Keadilan dalam hukum
menghendaki setiap warga negara sama kedudukannya didepan hukum. Ketika Rasulullah
memulai membangun negara Madinah, ia memulainya dengan membangun komitmen bersama
dengan semua elemen masyarakat yang hidup di Madinah dari berbagai suku dan agama.

Sumber :

Al – Quran surat As – syura ayat 15 dan An – nisa ayat 58 dan 135

Pasal 13,15,16,22,23,24, dan 27 pada piagam Madinah

Artinya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”.(Q.S. An – nisa
ayat 58)

3) Prinsip musyawarah dan Ijma’. n Ijma’adalah proses pengambilan keputusan dalam


semua urusan kemasyarakatan yang dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua
pihak. Kepemimpinan negara dan pemerintahan harus ditegakkan berdasarkan persetujuan rakyat
melalui pemilihan secara adil, jujur, dan amanah. Sebuah pemerintahan atau sebuah otoritas yang
ditegakkan dengan cara-cara otoriter dan tiran adalah tidak sesuai dengan prinsip Islam.

Sumber :

Al – Quran surat al – Imran ayat 159 dan as – syura ayat 38


Artinya :

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.14 kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(Q.S. Al – Imran ayat 159)

4) Prinsip persamaan.

Sumber :

Al – Quran surat Al – Hujurat ayat 10 dan 13 .

Artinya :

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah


hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat”.(Q.S. Al – Hujurat ayat 10).

5) hak dan kewajiban negara dan rakyat

sumber :

Al – Quran Surat An – nissa ayat 59, surat At – taubah ayat 41, Al – maidah ayat 2 dan Al –
Imran ayat 110.
Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”.(Q.S. an
– nissa ayat 59)

6) Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.

Sumber :

Al – Quran surat al – Imran ayat 104.

Artinya :

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf17 dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”.
POLA INTERAKSI (HUBUNGAN) ANTARA AGAMA, POLITIK DAN NEGARA (PEMERINTAH)
DALAM KAJIAN PEMIKIRAN POLITIK (ISLAM)

Apa arti agama pada zaman modern ini? Menurut para Sosiolog, akibat proses
“sekularisasi”, ikatan-ikatan agama sebagai “institusi’ akan mengendor, tetapi tetap berperan
dalam pemecahan persoalan-persoalan individual. Tanggapan yang lebih optimistis bahwa
agama akan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan 2 merumuskan peranannya
secara baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan selanjutnya adalah; apakah
fungsi sosial agama sudah tidak relevan karena perangkat hukum, moral masyarakat,
undang-undang yang menjamin hak hidup/hak asasi sudah memadai sehingga menggantikan
‘moral’ agama? Lembaga agama tidak lagi menjadi satusatunya titik referensi bagi segala
permasalahan kehidupan. Tetapi lembaga-lembaga lain (lembaga politik, ekonomi) juga
lembaga sains dan teknologi menyediakan ‘moralitas’ tersendiri yang memberi legitimasi pada
suatu tindakan.
Sejarah selalu mengabaikan orang yang menjadi korban/yang kalah dan hanya
memperhatikan ‘orang yang menang’. Dalam hal itulah agama melibatkan diri. Agama, dengan
mengintroduksi ‘kekuatan supranatural’ selalu merupakan negasi terhadap segala kemacetan
ideologi, keputusasaan, jalan buntu yang diakibatkan oleh sistem sosial. Agama dapat
diibaratkan sebagai sumber energi yang tidak habis-habisnya ditimba umat manusia untuk
memperoleh kekuatan baru dalam mengejar apa yang disebut sebagai kebenaran. Kebenaran
adalah ‘panggilan’ Tuhan agar manusia hidup dalam keutuhannya.
Agama dapat didefinisikan sebagai suatu realisasi sosio-individu yang hidup (dalam
ajaran, tingkah laku, ritus/upacara keagamaan dari suatu relasi dengan yang melampaui kodrat
manusia (Yang Kudus) dan dunianya dan berlangsung lewat tradisi manusia dan dalam
masyarakatnya. 1 Realisasi sosio-individu yang hidup ini menciptakan suatu sistem yang
mengatur makna atau nilai-nilai dalam kehidupan manusia yang digunakan sebagai kerangka
acuan bagi seluruh realitas. Sementara itu, istilah politik dimaksudkan seperangkat makna atau
nilai-nilai serta pilihan-pilihan yang diambil dari dalam masyarakat untuk membenarkan fungsi
tatanan masyarakat yang berlaku. Nilai-nilai dan pilihan-pilihan itu terjadi bila dalam masyarakat
terdapat ideologi dan hubungan kekuasaan yang menjamin efektivitasnya. Sedangkan ideologi
dapat diartikan sebagai bentuk imajinasi sosial yang menerangkan eksistensi suatu
masyarakat, cita-cita yang hendak diwujudkan serta mendorong ke arah tindakan (praksis). 2
Fungsi ideologi telah memberi legitimasi tindakan-tindakan serta pilihan-pilihan dalam tatanan
masyarakat, karena dalam setiap ideologi terkandung tiga komponen yang saling berkaitan,
yaitu nilai-nilai, kepentingan-kepentingan dan pilihan-pilihan. Pilihan dapat diubah menjadi
kepentingan dan kepentingan dapat menjadi nilai. Pilihan dapat juga ditingkatkan pada status
nilai untuk mencapai kepentingan.
Baik agama maupun politik merupakan lembaga masyarakat yang menghasilkan
nilai-nilai tertentu. Nilai agama yang diyakini bersumber dari Yang Kudus dijadikan kerangka
acuan seluruh realitas (dunia maupun akhirat); sedangkan nilai-nilai dalam politik sebagai
kerangka acuan untuk memfungsikan tatanan masyarakat. Nilai-nilai politik ini tidak dapat
dipisahkan dari ideologi yang menjadi sumber nilai dan cita-cita yang diaktualisasikan oleh
lembaga-lembaga politik (partai, ormas). Oleh karena itu membicarakan hubungan antara
agama dan politik sebagai sistem sosial selalu berkaitan dengan ideologi. Di kebanyakan
negara dunia ketiga, agama terlibat dengan ideologi pembangunan negara lewat pengejaran
ketinggalan dalam iptek dan industrialisasi. Atas nama kepentingan umum/negara,
pembangunan ekonomi di beri prioritas utama. Pembangunan politik (demokratisasi)
diharapkan akan terwujud searah dengan naiknya keadaan perekonomian. Sementara itu
kebijaksanaan pembangunan yang diatasnamakan kepentingan umum nasional selalu dikritik
oleh pihak agama. Di lain pihak, kritik agama terhadap berbagai model pembangunan di dunia
ketiga harus menghadapi kenyataan adanya kapitalisme dengan wajah baru lewat hadirnya
perusahaan multi-nasional dengan kekuatan modal asing dan teknologinya ditambah ‘revolusi’
informatika dan transportasi. Akibatnya terjadi internsionalisasi dunia usaha dan nilai budaya.
Lalu apa dan bagaimana yang dapat dilakukan agama dalam situasi demikian? Menghadapi
situasi zaman yang ditandai dengan internasionalisasi kehidupan ekonomi dan nilai-nilai budaya
dalam masyarakat pascaindustri, agama harus tetap teguh sebagai kekuatan moral.

KESIMPULAN

Meskipun dalam literatur agama-agama di dunia kita lebih mengenal reformasii dalam
agama kristen seperti halnya timbulnya Kristen Protestant. Akan tetapi dalam beberapa literatur
pun kita menemukan reformasi dalam agama Islam, berbeda dengan reformasi dalam agama
Kristen, reformasi dalam agama Islam lebih merupakan pemurnian dalam peribadatan. Namun
pada akhirnya menjelma menjadi upaya modernisasi yaitu modernisasi dalam segala bidang
kehidupan termasuk dalam bidang politik. Pengalaman di negara-negara (yang mayoritas)
Islam, reformasi agama dalam bidang politik mengarah pada perwujudan hubungan agama dan
negara (politik) yang senantiasa mengalami kompromistis-kompromistis yang memungkinkan
agama menjadi dasar religiulitas tidak hanya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, tetapi
juga dalam kehidupan negara. Meskipun demikian dalam Islam terdapat asas bahwa ada yang
tidak boleh berubah dalam tempat maupun waktu, dan ada hal-hal yang bisa berubah dan boleh
dirubah di dalam tempat maupun waktu.

Anda mungkin juga menyukai