Anda di halaman 1dari 21

Konsep Negara dan Pembentukan Masyarakat Madani

dalam Islam
mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:
Shofiyulloh, S.H.I., M.H.I
Gambaran Umum
Pengertian Negara dan Masyarakat Madani
Perkembangan pembentukan negara dalam
Islam,
Sistem negara yang dijalankan dalam Sejarah
Islam.
Sistem Negara yang dijalankan di Indonesia
yang mayoritas Islam
Pembentukan masyarakat madani dan
implementasinya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pengertian Negara Secara Umum
Kata “negara” mempunyai dua arti. Pertama, negara adalah masyarakat atau
wilayah yang merupakan satu kesatuan politis. Kedua, negara adalah lembaga
pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan demikian
menguasai wilayah itu.
Dalam ilmu politik, istilah negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan- hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala- gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu
kelompok masyarakat yang memiliki cita- cita untuk bersatu, hidup didalam
suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini
mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya dimiliki oleh suatu negara
berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian negara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah organisasi
dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan
ditaati oleh rakyat. Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang
kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur
oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan
suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua
individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent.
Syarat Adanya Negara

Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat,


memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang
berdaulat.
Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat
pengakuan dari negara lain.
Konvensi Montevideo. Menurut konvensi ini, unsur-
unsur berdirinya sebuah negara adalah sebagai berikut:
Rakyat
Wilayah yang permanen
Penguasa yang berdaulat
Kesanggupan berhubungan dengan negara lain.
Pengakuan.
Negara Dalam Perspektif Islam
Dalam kajian Islam, istilah negara bisa bermakna daulah, khilafah,
hukumah, imamah, dan kesultanan.
Ø  Daulah, yaitu kelompok sosial yang berada pada suatu wilayah tertentu
dan diorganisasi oleh suatu pemerintahan yang mengatur kepentingan
dan kemaslahatan.
Ø  Khilafah, yang berarti wakil, pengganti, dan penguasa. Dalam
perspektif politik Islam, khilafah didasarkan pada dua rukun, yaitu
konsensus elite politik (ijma), dan pemberian legitimasi (bay’ah).
Ø  Hukumah. Istilah ini tidak sama dengan istilah “daulah” (negara).
hukumah lebih berhubungan dengan system pemerintahan.
Ø Imamah. Istilah imamah juga sering dipergunakan dalam menyebutkan
negara dalam kajian keislaman. imam adalah khalifah, raja, sultan, atau
kepala negara.
Ø  Kesultanan. Istilah kesultanan dapat diartikan wewenang. Kata ini,
muncul berkali- kali dalam Al-Qur’an dengan arti “kekuasaan”, kadang-
kadang “bukti”, dan yang lebih khusus lagi yaitu “kekuasaan yang efektif”.
Kadang- kadang juga diberi kata sifat mubin, “wewenang yang jelas”.
Hubungan Agama dan Negara
Dalam dunia Islam, ada tiga bentuk paradigma tentang
hubungan agama dan negara.
Paradigma pertama memecahkan masalah dikotomi dengan
mengajukan konsep bersatunya agama dan negara. Agama dan
negara dalam hal ini tidak dapat dipisahkan. Wilayah agama
juga meliputi politik atau negara. Paradigma ini dianut
kelompok Syi'ah, di mana pemikiran politiknya memandang
bahwa negara (imâmah atau kepemimpinan) adalah lembaga
keagamaan dan mempunyai fungsi kenabian. Berbeda dengan
pemikiran politik Sunni, kelompok ini menekankan ijma'
(konsesus) dan bai'ah (penbaiatan) kepada kepala negara.
Sementara Syi'ah menekankan wilâyah (kecintaan dan
pengabdian kepada Tuhan) dan ishmah (kesucian dari dosa)
yang hanya dimiliki para keturunan Nabi yang berhak dan
absah untuk menjadi kepala negara (imâm). Tuhan" dalam
perspektif syi'ah, negara bersifat teokrasi.
Paradigma kedua memandang agama dan negara
berhubungan secara simbiotik, yaitu berhubungan erat
secara timbal balik dan saling memerlukan. Dalam hal
ini agama memerlukan negara, karena dengan negara
agama dapat berkembang. Sebaliknya, negara
memerlukan agama, karena dengan agama negara
dapat berkembang dalam bimbingan etika dan moral
keagamaan.
Paradigma ketiga bersifat sekuralistik. Paradigma ini
menolak baik hubungan integralistik maupun
simbiotik antara agama dan negara. Dalam konteks
Islam, paradigma sekuralistik menolak pendasaran
agama pada negara, atau paling tidak menolak
determinasi Islam akan bentuk tertentu pada negara.
Pemikiran tentang Konsep Negara dalam Islam
Secara umum, polarisasi kecenderungan para pemikir politik Islam dalam
memandang konsep negara dapat dikelompokkan kepada:
Skripturalistik dan rasionalistik. Kecenderungan skripturalistik menampilkan
pemahaman yang bersifat tekstual dan literal, yaitu penafsiran terhadap al-Qur'ân
dan Hadis yang mengandalkan pengertian bahasa. Sedangkan kecenderungan
rasionalistik menampilkan penafsiran yang rasional dan kontekstual.
Idealistik dan realistik. Pendekatan pertama cenderung melakukan idealisasi
terhadap sistem pemerintahan dengan menawarkan nilai-nilai Islam yang ideal.
Kaum idealis cenderung menolak format kenegaraan yang ada, sementara kaum
realis cenderung untuk menerimanya, karena orientasi mereka yang bersifat
realistik terhadap kenyataan politik.
Formalistik dan substantivistik. Pendekatan formalistik cenderung
mementingkan bentuk dari pada isi, yang pada gilirannya menampilkan konsep
negara dan simbolisasi keagamaan. Sebaliknya, pendekatan substantivistik
cenderung menekankan isi dari pada bentuk. Kelompok ini tidak mempersoalkan
bagaimana bentuk dan format sebuah negara, tetapi lebih memusatkan perhatian
pada bagaimana mengisinya dengan etika dan moralitas agama.
Unsur-unsur yang harus ada dalam Negara
Keadilan (QS. 5:8)
Berlaku adillah kalian karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.
Musyawarah (QS. 42:38)
Sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.
Menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:110)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan berimanlah kepada
Allah.
Perdamaian dan persaudaraan (QS. 49:10)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqkwalah kepada Allah supaya
kamu mendapat rahmat.
Keamanan (QS. 2:126)
Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a, Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini negeri
yang aman sentosa.
Persamaan (QS. 16:97 dan 40:40)
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik (QS. 16:97).
Khilafah dan NKRI
Khilafah dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
1. Khilafah yang berskala nasional, yaitu khalifah yang
berbentuk suatu negara yang memiliki wilayah tertentu
dengan batas-batas tertentu pula serta memiliki wilayah
tertentu dengan batas-batas tertentu pula serta memiliki
kedaulatan yang utuh dan penuh.
2. Khilafah yang berskala internasional, yaitu kekuasaan
umat Islam sedunia yang tidak dibatasi wilayah tertentu.
NKRI mempunyai 4 pilar:
3. Pancasila
4. Bhinneka Tunggal Ika
5. Nasionalisme
6. Undang-Undang Dasar 1945
Argumen Kontra Khilafah
“Bagi Islam, negara dan pemerintahan dianggap sah bukan karena bentuknya,
tetapi substansinya. Sejauhmana negara secara konstitusional dan
pemerintah sebagai penyelenggara negara melindungi dan menjamin
warganya mengamalkan ajaran agamanya.
 Islam melihat substansi negara dengan teritorialnya sebagai tempat yang
kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi warganya.
ungkapan, Al-‘ibratu bil Jauhar la bil Mazhhar (Yang menjadi pegangan pokok
adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriyah).
 Khilafah itu memang fakta sejarah, pernah dipraktikkan di masa Al-
Khulafa’ur Rasidyun yang sesuai dengan eranya di mana kehidupan manusia
belum berada di bawah naungan negara bangsa (nation state).
 “Pasalnya, perangkat pemerintahan dan kesiapan masyarakat saat era khilafah
masih sederhana. Sementara sekarang, kondisi masyarakat dan kesiapan
pranata pemerintahan yang terus berkembang, menuntut bentuk
pemerintahan yang berbeda lagi,”
 Upaya memperjuangkan khilafah sebagai bentuk masyarakat ideal menjadi
sebuah utopia. Memperjuangkan tegaknya nilai-nilai substantif ajaran Islam
seperti keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran dalam sebuah bentuk
apapun negara, jauh lebih penting daripada memperjuangkan tegaknya
simbol-simbol negara Islam yang bersifat partikular.
Argumen Pro Khilafah
Beberapa tokoh pendukung khilafah:
1. Jamaluddin Al-Afghani pernah mengusung
ide  khilafah (politik) di Istambul dan
khilafah (keagamaan) di Makkah. 
2. Abdurahman Al-Kawakibi ( Suriah ),
3. Abul 'Ala Al-Maududi ( Pakistan ),
4. Taqi  al-Din Al-Nabhani ( Palestina ) pendiri
Hizbut Tahrir
Dalil yang digunakan Khilafah

ِّ ‫ك ِم َن ْال َح‬
‫ق‬ َ ‫اح ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َءهُ ْم َع َّما َجا َء‬
ْ َ‫ف‬
"Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu." (QS. al-Maidah: 48)

َ ‫َوَأ ِن احْ ُك ْم بَ ْينَهُ ْم بِ َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َءهُ ْم َواحْ َذرْ هُ ْم َأ ْن يَ ْفتِنُو‬
‫ك َع ْن‬
‫ك‬َ ‫ْض َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ ِإلَ ْي‬
ِ ‫بَع‬
"Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka
tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu." (QS. al-Maidah: 49)
Kriteria Khalifah
paling tidak ada sepuluh syarat atau kriteria yang harus terpenuhi oleh seorang
Khalifah :
1. Muslim. Tidak sah jika ia kafir, munafik atau diragukan kebersihan akidahnya.
2. Laki-Laki. Tidak sah jika ia perempuan karena Rasul Saw bersabda : Tidak akan
sukses suatu kaum jika mereka menjadikan wanita sebagai pemimpin.
3. Merdeka. Tidak sah jika ia budak, karena ia harus memimpin dirinya dan orang
lain. Sedangkan budak tidak bebas memimpin dirinya, apalagi memimpin orang
lain.
4. Dewasa. Tidak sah jika anak-anak, kerena anak-anak itu belum mampu
memahami dan memenej permasalahan.
5. Sampai ke derajat Mujtahid.
6. Adil. Tidak sah jika ia zalim dan fasik
7. Profesional (amanah dan kuat).
8. Sehat penglihatan, pendengaran dan lidahnya dan tidak lemah fisiknya.
9. Pemberani. Orang-orang pengecut tidak sah jadi Khalifah.
10. Dari suku Quraisy, yakni dari puak Fihir Bin Malik, Bin Nadhir, Bin Kinanah, Bin
Khuzai’ah. Para ulama sepakat, syarat ini hanya berlaku jika memenuhi syarat-
sayarat sebelumhya. Jika tidak terpenuhi, maka siapapun di antara umat ini yang
memenuhi persayaratan, maka ia adalah yang paling berhak menjadi Khalifah.
Masyarakat Madani
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang
menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-
inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-
prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi peneiptaan tatanan
demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT memberikan gambaran
dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat
15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan
dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu
dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu)
adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Masyarakat Madani Dalam Sejarah
Ada dua masyarakat madani yang terdokumentasi dalam
sejarah sebagai masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian
Madinah antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan
penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama
Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah
berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling
menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan
Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh
terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta
beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif
kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-
masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-
rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-
individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial
dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat
yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan
hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara
individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara
adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain
yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang
telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak
merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki
kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Prasyarat masyarakat madani
Ada tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam
masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail
capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-
tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata
lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-
lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga
ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan
kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi
antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Kualitas SDM Umat Islam
Menentukan Posisi Umat Islam
Kesimpulan
Sudah sejauhmana konsep khilafah yang diusung oleh
para pendukung khilafah? Termasuk kriteria Khalifah, dari
ormas mana?
Sebenarnya kalau mau jujur, kita hidup di naungan NKRI
sudah nyaman, tinggal bagaimana kita kawal pemerintah
agar tidak menyeleweng dari substansi yang disepakati
dalam sebuah negara.
Undang-Undang yang dibuat harus sesuai dengan prinsip
syariat.

Anda mungkin juga menyukai