Anda di halaman 1dari 23

POLITIK BARAT

Vs POLITIK
ISLAM
METSRA WIRMAN, M.Litt, M.Phil
Founder WAFI Padang
Dosen Filsafat & Pemikiran UM-Sumbar
Sekularisasi di barat
Diakui oleh banyak pakar sejarah,
sebenarnya bertolak dari ajaran kristen
sendiri. Misalnya terucap oleh Yesus dalam
Gospel Matius XXII: 21, “ Urusan kaisar
serahkan saja kepada kaisar, urusan Tuhan
serahkan kepada Tuhan”.
Implikasinya, agama tidak perlu campur
dalam urusan politik. Dari sinilah muncul
dikotomi antara pemisahan kekuasaan raja
dan otoritas gereja, antara negara dan
agama.
Sekulerisme menentang unsur-unsur yang tetap dalam
agama dan akidah. contoh, tulisan Harvey Cox, seorang
ahli teologi Kristian, Universitas Harvard:

underlying the usage of the words “secular” and “secularize” in English … are at least
two very questionable assumptions. The first is otherworldliness ... Otherworldliness
holds that somewhere there is another world which is higher, holier, or more sacred
than the secular world in which we all live. This assumption has little in common with
Hebrew faith, if one except some isolated apocalyptic passages. The Jewish scriptures
teach that this world is the one that God created, that he loves and is bringing to
fulfilment. Otherworldliness of a sort can be found in the New Testament, but even
there the other world is seen not as a place but as a new world-age, a new era which
has already begun now in our era. The idea of two worlds—the secular one of inferior
status—stems not from biblical sources but mainly from the Persian and Hellenistic
philosophies which formed the cultural atmosphere of the Mediterranean basin in the
church’s first centuries of life. There is little to commend it in our era, and it serves only
to encumber the biblical faith with a dated world-view which is at once foreign to it and
also puzzling to people reared with a twentieth-century scientific mentality.
3 kerangka asas kepada sekularisasi
(Harvey Cox):

• Disenchantment of nature: “pembebasan


alam tabii dari tafsiran keagamaan:”
• Desacralization of politics: “penafian
kepemimpinan yang disahkan oleh agama”
• Deconsecration of values: “penafian kesucian
dan kekekalan nilai-nilai hidup”
Desacralization of politics:
“Menafikan kepemimpinan yang disahkan oleh agama”

• i. menafikan wujudnya keturunan dewa-dewa,


perkenan dari alam ghaib, tauliah dari Tuhan
• ii. setiap manusia boleh menjadi pemimpin
(bahkan berhak untuk menjadi pemimpin)
walaupun tidak memiliki kelayakan rohaniah,
akhlak dan akal
Perbedaan di antara Pandangan Hidup Islam dan Barat

Contoh Pandangan Hidup Islam Pandangan Hidup Barat


Masa -Amanah dan Nikmat -Datang sendiri
-Ibadah -Pleasure/ kep. Pribadi
-Tanggung jawab -Bersuka ria

Harta -Amanah dan Nikmat -Usaha sendiri


-Jalan yang diridhai Allah -Enjoy, kesenangan, prosperity,
-Tanggung jawab kejayaan

Kuasa -Amanah (Allah dan rakyat) -Rakyat


-agama, masyarakat -Kepuasan pribadi, golongan,
-Tanggung jawab -Hawa nafsu, akal

Ilmu -Amanah (Allah) -Kepuasan pribadi


-Kebaikan semua, Kebenaran -pembangunan(material)
-Pembangunan Manusia -kemajuan
Makna Politik
• Aristoteles :
• “...kehidupan manusia hanya akan
mencapai kesempurnaan apabila ia hidup
dalam sebuah negara atau city-state,
yang pada zaman itu disebut sebagai
polis (Kota/negara).
Makna Politik
• Aristoteles : “Our own observation tells us that every polis
is a community (or association) of persons formed with a view to
some good purpose. I say ‘good’ because in their actions all men do
in fact aim at what they think good. Clearly then all communities aim
at some good, that one which is the supreme and embraces all others
will have also as its aim the supreme good. That is the community
which we call polis (or State) and that type of community we call
political…thus the state originates it in the bare needs of life. But it
continues in existence for the sake of providing its members the
good life. Since the earlier forms of society are natural, so is the
state. For the state is their purpose and completion and the nature of
a thing is revealed in its completion. The nature of anything, in fact, is
revealed when when it is fully developed, whether we are speaking of
a man, a horse, or a family” (Aristotle, Politics, ed. Ernest Barker
(Oxford: Clarendon Press, 1948), 1253a18-29, Book 1)
-------------
• “Negara bagi Aristoteles adalah lebih utama dan lebih asasi
daripada individu. Manusia sebagai individu, dalam hal ini,
beliau mengikut pandangan Plato, hanya mempunyai nilai
dan bermakna apabila ia bersama menjadi bahagian
daripada keseluruhan komunitas yang membangun sebuah
negara.
• Filsafat Yunani melakukan kesalahan besar apabila memberi
penekanan terlalu besar terhadap masyarakat dan tidak
memberikan penilaian yang sewajarnya terhadap individu”
POLITIK BARAT
PERANGKAP
PEMIKIRAN
DUALISME
DAN
DIKOTOMIS

TEOKRASI DEMOKRASI
Makna Demokrasi
• Wajah manis demokrasi terlihat ketika para pemikir
politik dan ahli politik melaungkan "government of
the people, by the people, for the people ". Demokrasi
yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia.
Terjaminnya kebebasan, persamaan dan keadilan
bagi seluruh masyarakat. Dan yang paling penting
sekali wujudnya pemimpin yang dipilih oleh rakyat
dan bertanggung-jawab kepada rakyat. Demokrasi
menjadi semakin penting dan relevan untuk
menghindari pemerintahan despotik, kuku besi dan
otoriter.
Makna Demokrasi
• Wajah jelek demokrasi terlihat dalam bukunya
Reaganism and the Death of Representative
Democracy, Walter William seorang Profesor
Emeritus dari Universitas Washington, mengatakan
bahwa pemerintahan Amerika semenjak zaman
Reagan hingga saat ini adalah "Government of the
Wealthy, for the wealthy" (pemerintahan si kaya
untuk kepentingan si kaya).

(William Walter. Reaganism and the Death of Representative Democracy (Georgetown


Univ. Press, 2003), 27-33; Noreena Hertz. The Silent Takeover: Global Capitalism and
the Death of Democracy (New York: Harper Bussiness, 2003), 11-20).
Kelemahan Demokrasi
• Siapapun yang mengkaji demokrasi secara substantif dan
kritis akan dapat melihat kelemahan dan kerancuan dalam
sistem ini. Dalam sistem liberal demokrasi, berbanding
dengan sistem Islam, terdapat kekaburan otoritas, pada
teorinya rakyat berdaulat kedaulatan rakyat. Namun rakyat
hanya berdaulat beberapa tahun sekali. Dan yang tidak kalah
pentingnya dalam system demokrasi terlalu banyak slogan
yang jauh dari kenyataan, pada kenyataannya kepentingan
golongan elit lebih diutamakan berbanding kepentingan
rakyat. Wakil rakyat tidak mewakili rakyat tetapi mewakili
diri sendiri dan golongan tertentu (pendanan partai). Politik
uang dan penipuan (immoralitas) diterima sebagai sebagian
dari sistem politik yang sekular.
POLITIK ISLAM
TAUHIDIK

TEOKRASI DEMOKRASI

AL-HAKIMIYAH
(KEDAULATAN ALLAH)
Hubungan Agama dengan
Politik/Kekuasaan
‫َح‬
‫ال ا ا ٌس‬ ‫ُن‬ ‫َط‬ ‫ْل‬ ‫ُس‬ ‫َو‬ ‫ٌل‬ ‫ْص‬ ‫َأ‬ ‫ُن‬ ‫ْي‬ ‫َف‬ ‫َم‬ ‫َأ‬ ‫ْو‬ ‫ُملْل ُك َو ْي ُن َت‬
‫ِر‬ ‫اِن الِّد‬ ‫الِّد‬ ‫ا‬
‫َو َم ا َال َأ ْص َل َل ُه َف َم ْه ُد ْو ٌم َو َم ا َال َح ا َس َل ُه َف َض ا ْع‬
‫ِئ‬ ‫ِر‬
Agama dan Kekuasaan negara adalah 2 saudara kembar. Agama
merupakan pondasi, sedangkan kekuasaan negara adalah pengawalnya.
Sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, sedangkan sesuatu
.yang tidak memiliki pengawal akan hilang sia-sia
(Imam Al-Ghazali, Kitab al-Ihya’Ulum al-Din, I, 18, al-Iqtiṣād fi al-‘I ʻtiqād (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1983), 148.)
Makna al-Hakimiyah
al-Hakimiyah berasal dari kata al-
Hukm. kata Ha ka ma dan derivasinya
yang terjadi dalam al-Qur’an kadang-
kadang berkonotasi otoritas yudisial,
legislasi Tuhan dan otoritas politik.
Selain itu, ia juga dapat digunakan
untuk merujuk pada takdir Tuhan.
Makna al-Hakimiyah
Keempat konotasi itu adalah:
1. Otoritas dan Keputusan Yudisial (al-
Qadha’ wa al-Fashl fi al-Khusumat)
2. Otoritas Politik (al-Sultah al-Siyasiyyah,
mulk)
3. Legislasi Tuhan (al-Tashri‘ al-Ilahi)
4. Takdir Tuhan (al-Qadha’ wa al-Qadar)
.
Prinsip politik islam:

1. Meletakan politik pada tempatnya


2. Menghubungkan politik (sebagai Furu’) dengan
‘Aqidah (Sebagai Ushul)
3. Politik sebagai ilmu Hikmah.
4. Menghubungkan politik dengan Tasawuf
5. Meletakan Kebahagiaan di Akhirat sebagai tujuan
akhir politik
(Rumusan Imam Al-Ghazali)
Perbandingan Politik
Islam Barat
1. Alat: memelihara agama; 1. Tujuan: : untuk mencapai
dengan mengurus dunia dan kekuasaan tertinggi yang
memelihara agama manusia mengatur segala sesuatu dalam
akan mencapai kebahagiaan kehidupan manusia maka politik
sejati di dunia dan di akhirat. menjadi kuasa tertinggi yang
2. Agama dan politik satu kesatuan dianggap boleh menyaingi
Tawhidi. bahkan melebihi kuasa Tuhan
3. Menghubungkan Politik (sebagai 2. Agama dan Politik terpisah
furūʻ) dengan Aqidah(sebagai
uṣūl) dichotomis
4. Sifat: otentisitas, finalitas 3. Sifat: rasionalitas, terbuka & selalu
berubah
5. Makna Realitas dan Kebenaran:
berdasarkan kajian metafisis 4. Makna Realitas & Kebenaran:
berasaskan wahyu, dst. pandangan sosial, kultural, empiris,
6. Fokus Konsepsi Kedaulatan: Agama rasional
menganggap politik sebagai bagian 5. Fokus Konsepsi Kedaulatan:
yang tak terpisahkan dari Islam Negara Vs Gereja
7. Kedaulatan: 6. Kedaulatan:
Tuhan (Allah SWT) Manusia
Agama sebagai asas seluruh Agama sebagai salah satu
elemen peradaban elemen dari peradaban
Kemelut Umat:
Umat

• Perpecahan
• Korupsi (material, spiritual, moral dan intelektual)
• Kemunduran (eksternal dan internal/mental)
• Memahami masalah dengan mendalam, kemampuan
manusia memecahkan masalah yang diciptanya sendiri.
Apa persoalan
mendasar umat
Islam?
Prinsip politik islam:

1. Meletakan politik pada tempatnya


2. Menghubungkan politik (sebagai Furu’) dengan
‘Aqidah (Sebagai Ushul)
3. Politik sebagai ilmu Hikmah.
4. Menghubungkan politik dengan Tasawuf
5. Meletakan Kebahagiaan di Akhirat sebagai tujuan
akhir politik
(Rumusan Imam Al-Ghazali)
Kesimpulan
Kepimpinan yang adil tidak dapat lahir tanpa
penekanan kepada perkara-perkara asas
yang bersifat metafizik atau asas Wahyu.
Tanpa asas Wahyu yang kuat dan jelas
kepimpinan yang adil hanya menjadi
utopia dan tidak pernah dapat
dijelmakan dalam kehidupan politik
.

Anda mungkin juga menyukai