Disusun oleh :
KELAS / SEMESTER : H / 2
Dosen pegajar :
3. H. j. laski
Menurut bukunya destate the state intheury and practice. Juga, pengantar
ilmu politik. Bahwa Negara itu adalah merupakan suatu alat pemaksa, atau
dwang organizatie, untuk melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis
system produksi yang stabil, dan pelaksanaan sisten produksi ini semata mata
akan menguntungkan golongan yang kuat, yang berkuasa. Artinya, kalau
misalnya penguasa itu dari aliran kapitalisme, maka organisasi Negara itu tadi
selalu akan dipergunakan oelh penguasa untuk melangsungkan system
ekonomi kapitalis.
4. Leon duguide
Dalam bukunya traite de droid jones contituionel memberikan keterangan
tentang pembelajaran hukum dan Negara yang semata mata bersipat realistis.
Dia tidak mengakui adanya hak subyektif atas kekuasaan juga menolak ajaran
yang mengatakan bahwa Negara dan kekuasaan itu adanya atas kehendak
tuhan, ditolaknya juga ajaran perjanjian masyarakat tentang terjadinya Negara
dan kekuasaan. Menurut pendapatnya yang benar, kebenaran itu bersifat
mutlak adalah bahwa les pluffures, orang orang yang paling kuat, memaksakan
kemauannya kepada orang lain yang dianggap lemah.
G. teori fositifisme
Menurut hans kelsen teori positifisme me nyatakan bahwa tak usah
mempersoalkan asal mula Negara, sifat serta hakekat Negara dan sebagainya,
karena kita tidak mengalami sendiri. Jadi tanpa menyinggung tentang asal
mula Negara, sifat serta hakekat Negara. kalau sekarang timbul atau ada
Negara itu bukanlah merupakan suatu kelahiran yang asli, tetapi hanya
merupakan kelahiran kembali dari pada Negara yang ada pada jaman dahulu.
Maka aliran positivism lalu mengatakan, kalu kita akan membicarakan Negara
katakanlah Negara itu sebagaimana adanya.
Hans kelsen adalah seorang ahli pemikir besar tentang Negara dan hukum dari
Austria yang kemudian menjadi warga Negara amerika. Bukunya antara lain
allegemeine staatsle here, terbit pada tahun 1925, dan deer soziologische und
der juristische staatsbegriff terbit pada tahun 1922.
H.teori modern
Teori atau aliran modern ini mengatakan bahwa Negara dan hukum kalau kita
hendak menyelidiki atau mempelajari Negara maka dari itu anggap saja Negara
sebagai sebgai suatu fakta atau kenyataan yang terikat pada keadaan, tempat,
dan waktu.
Dari aliran modern ini antara lain kita dapat ajaran dari :
1. Prof. mr. r. kranenburg
Ia mengatakan bahwa Negara itu pada khakikatnya adalah suatu organisasi
kekuasaan yang diciptakan oleh sekellompok manusia yang disebut bangsa.
Jadi menurut ia terlebih dahulu harus ada sekelompok manusia yang
mempunyai kesadaran untuk mendirikan suatu organisasi, dengan tujuan
untuk memelihara kepentingan dari kelompok tersebut. Pendapatnya tersebut
didasarkan atu dikuatkan dengan alsan asalan bahwa pada jaman modern ini
terdapat reformasi reformasi kerjasama internasional atau antara bangsa
bangsa.
2. Logemann
Berbeda dengan pendapat kraneanburg, logemann mengatakan bahwa Negara
itu suatu organisasi ekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok
manusia yang kemudian disebut bangsa. Jadi pertama tama Negara itu suatu
organisasi, maka organisasi ini memiliki suatu kewibawaaan, atau gezag, dalam
mana terkandung pengertian dapat memaksakan kehendaknya kepada semua
orang yang diliputi oleh organisasi itu.
2. TEORI TEORI TUJUAN NEGARA
Plato
mengatakan tujuan Negara sebenarnya ialah untuk mengetahui untuk
mencapai atau mengenal idea yang sesungguhnya, sedangkan idea
hanya dimiliki oleh ahli ahli filsafat makadari iu Negara harus dipegang
oleh ahli filsafat.
aristoteles
beranggapan bahwa Negara itu dimaksudkan untuk kepentingan warga
negaranya. Jadi menurut aristoteles Negara itu merupakan satu
kesatuan, yang tujuannya untuk mencapai kebaikan tertinggi.
Benedictus de Spinoza
Tujuan Negara menurut ia menyelenggarakan perdamain, ketentraman
dan menghilangkan ketakutan maka untuk mencapai itu warga haru
mentaati segala peraturan dan undang-undang Negara. jadi dengan
demikain kekuasaan Negara adalah mutlak terhadap warganya.
Jhon Locke
Tujuan Negara menurutnya menetapkan dan melaksanakan hukum alam
yang artinya Negara itu tidak hanya menetapkan dan melaksanakan
hukum alam tetapi membuat peraturan atau undang-undang.Membuat
atau menerapkan peraturan. Negara melaksakan perundangan,
legislative.
3. TEORI TEORI PEMBENARAN NEGARA
Selain teori-teori diatas ada beberapa teori mengenai tentang pembenaran
Negara yaitu sebagai berikut :
Teori Ethis / Teori Etika.
Menurut teori ini, negara itu ada karena suatu keharusan manusia.
Teori Absolut dari Hegel
Manusia tujuannya untuk kembali pada cita-cita absolut dan penjelmaan cita-
cita absolut manusia itu adalah negara. Negara dibenarkan karena dicita-
citakan oleh manusia.
Teori Psycologis
Alasan pembenaran negara adalah berdasarkan unsur-unsur psycologis
manusia, misalnya dikarenakan rasa takut, sayang dan lain-lain.
sebagai pemegang legitimasi tertinggi. Keamanan dan kesejahteraaan rakyat
merupakan ukuran utama dalam menilai kemampuan legitimasi kapabilitas
pemerintahan negara.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kekuasaan yang legitimen
(absah) tidak selalu berbanding lurus dengan kecakapannya. Pemerintah yang
sah (legitimed government) tidak selalu cakap dalam mengelola negara adalah
hal yang harus kita sadari sebagai hal yang tersendiri
4. TEORI TEORI KEKUASAAN NEGARA
Legitimasi Teologis
Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara selalu benar, sebab negara
diciptakan oleh Tuhan, ada yang secara langsung / tidak langsung.
Negara secara langsung adalah dimana penguasa wahyu dari Tuhan
Negara secara tidak langsung adalah dimana penguasa berkuasa mendapat
kodrat dari Tuhan
Preidrich Julius Stahl mengatakan negara itu timbul dari takdir Illahi. Preidrich
Hegel, mengatakan negara adalah lau Tuhan di dunia.
Bangsa Indonesia mengakui kemerdekaan negaranya sebagai rahmat Allah
Yang Mahakuasa. Keberadaan negara juga dibenarkan sebagai perpanjangan
tangn dari kekuasaan Tuhan yang memerintahkan hamba-Nya agar hidup
teratur dalam mengabdi pada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi
pengabdian hamba terhadap Khaliqnya, Pandangan ini kerapkali disebut
teokratis. Namun, sebenarnya lebih tepat dinyatakan sebagai teosentris
(berorientasi kepada Tuhan) sebagai wujud bangsa yang religius, yaitu bahwa
Tuhan diinsyafi telah memberikan berkah dan rahmat-Nya bagi bangsa
Indonesia merupakan wujud legitimasi teologis yang kita sadari.
Legitimasi Sosiologis
Menurut teori ini, siapa yang berkemampuan maka akan mendapat kekuasaan
dan memegang tampuk kekuasaan atau pemerintahan. Kekuatan yang meliputi
jasmani, rohani, materi dan politik.
Menurut Leon Dugut, yang memaksakan kehendak pada orang lain maka ialah
yang paling kuat. Baik kekuatan dari segi fisik, intelegensi, ekonomi dan agama.
Menurut Pranz Oppenheimer bahwa negara merupakan susunan masyarakat
dimana golongan yang menang memaksakan kehendak pada golongan yang
ditaklukan, dengan maksud mengatur kekuasaan dan melindungi ancaman dari
pihak lain.
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara biasanya terlihat dari
kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan kelembagaan negara
yang menguasai peri kehidupannya sebagai warga negara. Pengakuan ini
kemudian menjadi persetujuan sosial di mana rakyat tunduk kepada
ketentuan-ketentuan negara. Misalnya, negara dibenarkan dapat
mengeluarkan ‘sertifikat hak milik’ atas tanah untuk diberikan kepada warga
negaranya yang telah memiliki persyaratan untuk itu.
Legitimasi Yuridis
Teori ini membagi hukum 3 bagian :
Hukum kekeluargaan (Patriarchal)
Yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat, berjasa,
bijaksana (primus interparis).
Hukum kebendaan (Patrimonial)
Ialah hak milik, raja memiliki hak terhadap daerahnya, rakyat tunduk padanya.
Hukum perjanjian
Perjanjian masyarakat :
Menurut Thomas Hobbes (Pactum Uniones) : Manusia hidup dalam kekuatan
karena takut diserang manusia lainnya yang lebih kuat keadaan jasmaninya.
Sehingga diadakan perjanjian masyarakat. Dalam perjanjian ini hanya rakyat
dan rakyat.
Jhone Locke (Pactum Subjektiones): Raja berkuasa dapat melindungi hak-hak
rakyatnya, apabila raja sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta
pertanggung jawaban dalam perjanjian ini antara raja dan rakyat.
Menurut Jean Jecques Rousseau : Menurutnya kedaulatan rakyat dan
kekuasaan tidak pernah diserahkan pada raja-raja yang hanya sebagai
mandataris. Dalam perjanjian ini menyerahkan kekuasaan antara rakyat
dengan raja.
Pembenaran dari sudut hukum (yuridis) terlihat dari adanya dasar hukum yang
jelas (legalitas) atas keberadaan entitas negara. Negara Republik Indonesia
dengan proklamasi keberadaannya sebagai nation-state baru. Entitas negara
baru ini masuk dalam pergaulan masyarakat hukum internasional pada tanggal
17 Agustus 1945. Dari sudut teori kontrak, proklamasi ini adalah unilateral
contract yang mendapat pengakuan dari dunia internsional sebagai subjek
hukum internasional baru yang memiliki hak-hak dan kewajiban sebagai
anggota masyarakat hukum internasional. Keberadaan konstitusinya, UUD
1945, menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraannya sebagai
komunitas politik yang mandiri (independen); tidak berada di bawah
kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan kemerdekaan secara
politik maupun sosiologis. Keberadaan unsur-unsur negara dan adanya
pengakuan internasional menjadi dasar legitimasi konstatasi de jure bagi
Republik Indonesia.
Legitimasi Etis (Filosofis)
Pendasaran keabsahan keberadaan negara secara etis dapat dilihat dari
pendapat Wolf dan Hegel. Pembentukan negara merupakan keharusan moral
yang tertinggi (Wolf) untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam
suatu entitas politik yang bernama negara (Hegel). Tindakan berkuasa dari
negara dibenarkan karena negara memang merupakan cita-cita manusia yang
membentuknya. Dalam konteks Negara Republik Indonesia, secara etis
keberadaan negara juga dimaksudkan untuk merealisasi tujuan-tujuan etis
secara kolektif.
Dalam hal ini suatu regime pemerintahan negara sudah semestinya berdiri
tegak di atas legitimasi yang kokoh (penuh). Legitimasi yang kokoh ini tidak
hanya bersifat sosiologis- dalam arti mendapat pengakuan masyarakat- dan
bersifat yuridis, dalam arti berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis-
ketatanegaraan tertentu, melainkan lebih dalam lagi, yaitu absah (legitim)
secara etisfilosofis.
Dalam hal ini perlu ditegasklan bahwa legitimasi politik tidak selalu sama
dengan legitimasi moral (etis-filosofis). Legitimasi politik secara sederhana
dapat dipahami sebagai legitimasi sosial (sosiologis) yang telah mengalami
proses artikulatif dalam institusi-institusi politik yang representatif.
Proses tarik-menarik kepentingan kekuasaan yang telah tersimpul menjadi
keputuan politik itu disebut memiliki legitimasi politik. Artinya, legitimasi
politik dapat dipahami pula sebagai legitimasi sosiologis yang telah mengalami
proses transformasi politis. Sementara itu, legitimasi moral (etis)
mempersoalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-
norma moral, bukan dari segi kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat,
bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu. Dengan demikian,
“tidak seluruh legitimasi politik langsung dapat dikatakan berlegitimasi etis”.
Legitimasi etis (filosofis) merupakan penyempurna akhir dari kemauan dan
kemampuan berkuasa. Walaupun seorang atau suatu pemerintahan
memilikibanyak legitimasi sebagai background kekuasaannya, legitimasi akhir
dan terus-menerus (kontinu) merupakan legitimasi etisnya. Tanpa legitimasi
etis yang kontinu berpihak pada kepentingan kemanuasiaan, suatu kekuasaan
pemerintahan hanya menunggu waktu untuk dijatuhkan; apakah itu lewat
demonstrasi ‘people power’ , revolusi atau reformasi (evolusi), maupun
penggantian lewat mekanisme konstitusional; yang jelas akan ada gerakan
reformasi untuk mendudukkan kekuasaan pada proporsi pertanggungjawaban
politiknya yang konkret dan etis.
Sumber buku:
Soehino,S.H. Ilmu negara.
Nurtjahjo, Hendra. Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan
Suplemen.