Anda di halaman 1dari 11

JUDUL : ILMU NEGARA

PENULIS : SOEHINO, S.H

BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian Ilmu Negara


Ilmu negara ialah ilmu yang menyelidiki atau membicarakan negara, ini telah nyata
ditunjukkan sendiri oleh namanya. Tetapi sebetulnya ilmu yang membicarakan
negara itu bukanlah hanya Ilmu Negara saja, oleh karena disamping Ilmu Negara itu
masih ada ilmu-ilmu lainnya yang juga  membicarakan negara. Dan berhubung ilmu
itu bukanlah pengetahuan biasa, tetapi adalah pengetahuan yang mempunyai sifat-
sifat teratur dan sistematik, maka penentuan obyek pembicaraan itu adalah
merupakan suatu keharusan. Hal ini dimaksudkan agar dapat mengetahui sampai
dimana luas Ilmu Negara tersebut, dan tidak melampaui lapangan pembicaraan ilmu-
ilmu pengetahuan lainnya.

BAB II
OBYEK ILMU NEGARA

Ilmu Negara memandang obyeknya itu yaitu Negara, dari sifat atau dari
pengertiannya yang abstrak, yaitu artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari
tempat, keadaan dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai ajektif tertentu, bersifat
abstrak-umum-universil. Dari obyeknya yang bersifat demikian ini, yang kemudian
dibicarakan lebih lanjut adalah : kapankah sesuatu dinamakan negara, kapan tidak,
lalu apakah yang disebut negara itu, hakekatnya itu apa, dan seterusnya. Dari
obyeknya itu tadi, yaitu negara dalam pengertiannya abstrak, yang diselidiki lebih
lanjut adalah :
1.      Asal mula negara
2.      Hakekat negara
3.      Bentuk-bentuk negara dan pemerintah

BAB III
ASAL MULA NEGARA

A.      Jaman Yunani Kuno


1.        Socrates
Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan
yang bersifat obyektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia.
Sedang tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan para
pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara seksama oleh rakyat. Di
sinilah tersimpul pikiran demokratis dari Socrates.
2.        Plato
Plato adalah murid terbesar Socrates, menurut Plato negara itu timbul atau ada
karena adanya kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, yang
menyebabkan mereka harus bekerja sama, untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Karena masing-masing orang itu secara sendiri-sendiri tidak mampu
memenuhi kebutuhannya. Karena itu sesuai dengan kecakapan mereka
masing-masing, tiap-tiap orang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri dan
bekerja sama untuk memenuhi kepentingan mereka bersama. Kesatuan
mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.
3.        Aristoteles
Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara dimaksudkan
untuk kepentingan warga negaranya, supaya mereka itu dapat hidup baik dan
bahagia. Jadi menurut Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan, yang
tujuannya untuk mencapai kebaikan yang tertinggi yaitu kesempurnaan  diri
manusia sebagai anggota daripada negara. Dengan demikian Aristoteles telah
menjadi seorang realistis, sedangkan kalau Plato adalah seorang idealistis. Hal
yang demikian ini akan dapat kita pahami, bila kita melihat, dan
memperhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnya itu dalam
keadaan alam demokrasi, dimana orang selalu mencari jalan untuk mencapai
keadilan. Sedangkan kalau Aristoteles menciptakan  filsafatnya itu dalam
keadaan alam kerajaan dunia, dimana rakyat yang dulunya merdeka itu
dikuasai oleh penguasa asing yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas.
4.        Epicurus
Negara menurut Epicurus itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan
manusia, yang diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan anggota-
anggotanya. Masyarakat tidak merupakan realita dan tidak mempunyai dasar
kehidupan sendiri. Manusialah sebagai individu, dan sebagai anggota
masyarakat, yang mempunyai dasar-dasar kehidupan yang mandiri, dan yang
merupakan realita. Jadi menurut Epicurus yang hidup itu adalah individunya,
yang merupakan keutuhan itu adalah individunya, sedang negara atau
masyarakat adalah buatan daripada individu-individu tersebut, jadi sama
benda mati dan merupakan suatu mekanisme.
5.        Zeno
Kaum Stoa dengan ajarannya yang bersifat universalistis, sebenarnya ingin
mengajarkan bahwa orang itu harus menyesuaikan diri dengan susunan dunia
internasional, dan dengan demikian praktis mematikan alam pikiran
demokrasi nasional seperti yang telah diajarkan oleh Aritoteles. Bersamaan
dengan ini bangsa Romawi sedang melebarkan sayap kerajaan  dunianya, oleh
karena itu bangsa Yunani justru akan mengoper filsafat kaum Stoa ini dari
bangsa Yunani sebagai barang sesuatu yang sangat berguna bagi mereka,
yaitu untuk menciptakan kerajaan dunia. 

B.   Jaman Romawi Kuno


1.        Polybius
Karena menurut Polybius bentuk negara atau pemerintahan yang satu
sebenarnya adalah merupakan akibat daripada bentuk negara yang lain yang
telah langsung mendahuluinya. Dan bentuk negara yang terakhir itu tadi
kemudian akan merupakan sebab dari negara-negara berikutnya, demikian
seterusnya, sehingga nanti bentuk-bentuk negara itu dapat terulang kembali.
Jadi dengan demikian diantara berbagai-bagai bentuk negara itu terdapat
hubungan sebab akibat. Bentuk-bentuk negara itu berubah-ubah sedemikian
rupa, sehingga perubahannya itu merupakan  suatu lingkaran, suatu cyclus,
maka dari itu teorinya disebut cyclus theori.
2.        Cicero
Negara menurut Cicero adanya itu adalah merupakan suatu keharusan, dan
yang harus didasarkan atas ratio manusia. Ajaran Cicero ini sebetulnya meniru
dan disesuaikan dengan ajaran kaum Stoa. Pengertian ratio disini yang
dimaksud oleh Cicero adalah ratio murni, yaitu yang didasarkan atau menurut
hukum alam kodrat. Jadi tidaklah seperti ajaran Epicurus yang menganggap
bahwa negara itu adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, dan
fungsinya hanya sebagai alat saja daripada manusia untuk memenuhi
kebutuhannya.
3.        Semeca
Setelah jatuhnya Imperium Romawi, maka sejarah pemikiran tentang negara
dan hukum memasuki jaman abad pertengahan. Pemikiran tentang negara dan
hukum pada jaman abad pertengahan ini tidak secara langsung dikuasai oleh
masalah-masalah  keduniawian, terutama yang berhubungan dengan
kepentingan-kepentingan materiel, dan bukan lagi dari sudut filsafat, melainkan
ditinjau dari segi ke-Tuhanan, dari segi agama. Dan memang sesungguhnya
bahwa perkembangan  sejarah pemikiran tentang negara dan  hukum pada
jaman abad pertengahan ini berbarengan dengan timbulnya perekembangan
agama Kristen, yang nantinya akan menimbulkan ajaran-ajaran tentang negara
dan hukum yang bersifat teokratis.
C.     Jaman Abad Pertengahan
1.        Augustinus
Menurut Augustinus, yang ajarannya sangat bersifat Teokratis, dikatakan
bahwa kedudukangereja yang dipimpin oleh Paus itu lebih tinggi daripada
kedudukan negara yang diperintah oleh raja. Mengapa demikian? Dalam
hubungan ini dikatakan oleh Augustinus bahwa adanya negara didunia itu
merupakan suatu kejelekan, tetapi adanya itu merupakan suatu
keharusan. Yang penting  itu adalah terciptanya suatu negara seperti yang
diangan-angankan atau dicita-citakan oleh agama, yaitu Kerajaan
Tuhan. Maka dari itu sebenarnya negara yang ada di dunia ini hanya
merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas untuk memusnahkan
perintang-perintang agama dan musuh-musuh gereja. Jadi disini nampak
dengan jelas bahwa  negara mempunyai kedudukan atau kekuasaan yang lebih
rendah dan ada di bawah gereja. Negara sifatnya hanyalah sebagai alat
daripada gereja untuk membasmi musuh-musuh gereja.
2.        Thomas Aquinas
Selanjutnya Thomas Aquinas memberikan tempat yang khusus pada manusia
di dalam kedudukannya, tanpa kehendak, tetapi manusia itu adalah sebagai
suatu makhluk sosial yang berhasrat untuk hidup bermasyarakat. Ini
disebabkan karena manusia itu mempunyai ratio, dan tak dapat memenuhi
kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.
3.        Marsilius
Mengenai ajarannya tentang kenegaraan, Marsilius sangat dipengaruhi oleh
ajaran Aristoteles. Negara adalah suatu badan atau organisasi yang
mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi,
yaitu menyelenggarkan dan mempertahankan perdamaian. Dengan demikian
Marsilius bersama-sama dengan Dante adalah yang pertama-tama
memberikan tujuan tersendiri pada negara.

D.        Jaman Renaissance (abad ke XVI)


1.        Niccolo Machiavelli
Tujuan negara menurut Niccolo Machiavelli adalah sangat berbeda dengan
ajaran-ajaran yang telah terdahulu, yaitu untuk mencapai kesempurnaan
seperti yang diajarkan oleh sarjana-sarjana jaman abad pertengahan. Sedang
menurut Nicollo Machviavelli tujuan negara adalah mengusahakan
terselenggaranya ketertiban, keamanan dan ketenteraman. Dan ini hanya dapat
dicapai oleh pemerintah seorang raja yang mempunyai kekuasaan absolut.
Jadi usahanya itu menuju ke arah mendapatkan serta menghimpun kekuasaan
yang sebesar-besarnya pada tangan raja. Tetapi itu semuanya bukanlah
merupakan sarana saja untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu
kemakmuran bersama.
2.        Thomas Morus
Thomas Morus menerbitkan sebuah buku karangannya, yang sesungguhnya
tidak ada sangkut pautnya dengan masalah pemikiran tentang negara dan
hukum, karena buku tersebut bersifat roman kenegaraan, yaitu De optimo rei
publicae statu deque nova insula Utopia tentang susunan pemerintahan yang
paling baik dan tentang pulau yang tidak dikenal, yang dinamakan negara entah
berantah, atau disingkat disebut Utopia. Karena tulisannya itulah nama Thomas
Morus terkenal di seluruh dunia dan bahkan namanya dapat diabadikan dalam
sejarah pemikiran tentang negara dan hukum.
3.        Jean Bodin
Sesuai dengan pendapatnya tentang tujuan negara, maka Jean Bodin
mengatakan bahwa negara merupakan perwujudan daripada kekuasaan. Untuk
memperkuat pendapatnya itu, maka ia lalu merumuskan pengertian
kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga
negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-
undang. Dalam perumusannya atau lebih tegas definisinya ini, sekaligus
terkandung pengertian negara, dan kekuasaan raja. Raja tidak terikat oleh
kekuasaan undang-undang. Raja adalah yang menetapkan undang-undang.
Yang dimaksud dengan undang-undang adalah hukum positif, jadi bukan
hukum Tuhan atau hukum alam.

E.         Kaum Monarkomaken


Istilah Monarkomaken dalam pengertiannya yang umum berarti anti raja, atau
menentang raja. Tetapi sesungguhnya pengertian ini adalah
kurang tepat, sebab ajaran-ajaran dari para ahli pemikir tentang negara dan
hukum dimasukkan dalam golongan kaum monarkomaken sama sekali
tidak anti atau melawan raja-raja, bahkan tidak anti atau melawan sistem
pemerintahan absolutisme pada umumnya, melainkan yang ditentang atau
dilawan itu adalah eksesnya. Siapa-siapa sajakah termasuk kaum
monarkomaken, dan bagaimanakah ajarannya? nama-nama yang disebutkan
termasuk kaum monarkomaken adalah Hotman, Brutus, Buchanan,
JohannesAlthunius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton. Dari semuanya
itu yang banyak menguraikan ajaran tentang negara dan hukum adalah
Johannes Althusius.

F.           Jaman Berkembangnya Hukum Alam


1.        Teori Hukum Alam abad XVII
a.    Grotius (Hugo de Groot)
Filsafat Grotius tentang negara dan hukum adalah suatu usaha untuk
mengatasi segala perpecahan di lapangan agama, dengan berdasarkan
pada akal manusia yang  berlaku umum itu. Bahkan tidak hanya terbatas
pada kaum Kristen saja, melainkan  juga berlaku untuk dan mengikat
semua orang kafir dan atheis. Meskipun Grotius dianggap sebagai
pencipta daripada ajaran hukum alam modern, namun ajarannya itu
banyak diilhami, dan hukum alamnya itu lebih langsung berhubungan
dengan hukum alam jaman kuno (Yunani kuno – Aristoteles),
kaum Stoa(Zeno), dan Cicero, daripada dengan Thomas Aquinas
dan Francesco Suarez.
b.   Thomas Hobbes
Apakah kiranya sumbangan Thomas Hobbes dalam sejarah pemikiran
tentang negara dan hukum sebagai ahli pikir? Sumbangannya ialah suatu
sistem materialistis yang besar, dalam mana termasuk juga perikehidupan
organis dan rokhaniah. Artinya bahwa tujuan hidup, yaitu kebahagian, itu
hanya dapat dicapai dengan cara berlomba dengan gerak. Adapun alat-
alat untuk dapat mencapai kebahagiaan adalah kekuasaan terbesar untuk
kepentingan manusia adalah negara. Ajarannya itu ditulis dalam dua buah
bukunya yang sangat terkenal ialah De Cive (tentang warga negara) dan
Leviathan (tentang negara).
 c.    Benedictus de Spinoza
Tugas negara menurut Spinoza adalah menyelenggarakan perdamaian,
ketentraman dan menghilangkan ketakutan. Maka untuk mencapai tujuan
ini, warga negara harus mentaati segala peraturan dan undang-undang
negara, ia tidak boleh membantah, meskipun peraturan atau undang-
undang negara itu sifatnya tidak adil dan merugikan. Sebab jika tidak
demikian, maka keadaan alamiah akan timbul kembali. Jadi dengan
demikian kekuasaan negara adalah mutlak terhadap warga negaranya.
d.    John Locke
John Locke sebagaimana ia ahli pemikir hukum alam, mendasarkan juga
teorinya pada keadaan manusia dalam alam bebas. Dan memang
menganggap bahwa keadaan alam bebas atau keadaan alamiah itu
mendahului adanya negara, dan dalam keadaan itu pun telah ada
perdamaian dan akal pikiran seperti halnya dalam negara. Tugas negara
menurut John Locke adalah menetapkan dan melaksanakan hukum
alam.

2.     Teori Hukum Alam abad XVIII


a.    Frederik Yang Agung
Frederik Yang Agung menulis ajarannya dalam isi bukunya yang
berjudul Antimachiavelli berupa tantangan serta bantahan terhadap isi
buku Il Principe dari Niccolo Machiavelli, serta merupakan cita-cita
serta semangat dari seorang raja muda dari Prusia itu, yang menjadi
dasar dari suatu kebangsaan, dan persatuan pikiran dari seluruh rakyat
negara.
b.   Montesquieu
Menurut pendapatnya kekuasaan negara dibagi atau dipisahkan menjadi
tiga, dan yang masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu
badan yang berdiri sendiri, yaitu: 
1. Kekuasaan perundang-undangan yaitu legislatif.
2. Kekuasaan melaksanakan pemerintahan yaitu eksekutif.
3. Kekuasaan kehakiman yaitu judikatif.
Pendapat Montesquieu tersebut di atas, kemudian terkenal sebagai ajaran
Trias Politica, yang memberi nama sebagai demikian adalah Immanuel
Kant.
c.    Jean Jacques Rousseau
Dari ajaran Rousseau ini nanti yang terpenting adalah idenya tentang
kedaulatan rakyat. Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah
bagaimanakah cara mendapatkan suatu keterangan yang masuk akal
atau yang rasional tentang keseimbangan antara adanya perjanjian
masyarakat yang mengikat dengan kebebasan dari orang-orang yang
menyelenggarakan perjanjian masyarakat tersebut. Jadi soalnya tetap
pada keseimbangan antara kekuasaan dan kebebasan.
d.   Immanuel kant
Sebagaimana Immanuel Kant sebagai seorang sarjana hukum alam,
maka ia menerima pendapat bahwa negara itu terjadi karena perjanjian
masyarakat, jadi sama dengan pendapat Rousseau, dan menyatakan
pendapatnya bahwa kedaulatan itu ada pada rakyat, dan kemauan umum
itu menjelma dalam perundang-undangan negara. Tetapi meskipun
demikian ada perbedaanya, dan perbedaan itu bersifat prinsipiil yang
artinya menurut Immanuel Kant bahwa perjanjian masyarakat itu tidak
pernah ada, tidak pernah terjadi, tidak pernah merupakan kenyataan atau
peristiwa di dalam sejarah.

G.        Jaman Berkembangnya Teori Kekuatan (Kekuasaan)


Menurut teori kekuatan, seperti telah dikatakan di atas negara itu adalah merupakan
alat dari golongan yang kuat untuk menghisap golongan yang lemah terutama
sekarang dalam lapangan ekonomi. Memang kadang-kadang negara itu atau
konkritnya penguasa, mengeluarkan peraturan-peraturan yang nampaknya
menguntungkan golongan yang lemah. Tetapi akhirnya tokoh yang diperhitungkan
hanya kepentingan si penguasa saja. Tokoh dalam teori tersebut antara lain : F.
Oppenheimer, Karl Marx, H.J. Laski, dan Leon Duguit.

H.        Teori Positivisme


Kegagalan daripada para ahli pemikir tentang negara dan hukum dalam menyelidiki
dan menerangkan asal mula negara, hakekat negara, serta kekuasaan
negara, menimbulkan sikap skeptis terhadap negara. Dan orang lalu lebih suka
menentukan sikap positif terhadap negara. Kebanyakan orang telah kehilangan
nafsunya untuk mempelajari atau menyelidiki dasar negara yang pokok.
Kecenderungan timbul untuk hanya membatasi diri kepada pelajaran hukum positif,
selain hal ini telah terdapat pada kebanyakan negara, juga hukum positif itu akan
lebih mudah dipelajari. Demikianlah ilmu negara lambat laun tetapi pasti menarik
dirinya, dan datang mengunjungi tinjauan-tinjauan ilmu pengetahuan teoritis dan
historis. Ia menjadi relativistis, negatif serta skeptis. Malahan Struycken sampai
kepada eklektisme yang bersifat skeptis. Tokoh dalam teori ini : Hans Kelsen.

I.         Teori Modern


Di dalam peninjauannya tentang negara dan hukum teori atau aliran modern ini
mengatakan bahwa, kalau kita hendak menyelidiki atau mempelajari negara, maka
baiklah negara itu dianggap saja suatu fakta atau suatu kenyataan, yang terikat pada
keadaan, tempat, dan waktu. Dan harus disadari terlebih dahulu negara itu ditinjau
dari segi apa. Sebab tergantung dari segi penyelidikannya ini akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda-beda tentang pengertian, bentuk serta hakekat negara.
Tetapi dengan demikian apakah ini lalu tidak berarti melewati batas pembicaraan
ilmu negara dan masuk ke lapangan pembicaraan ilmu hukum tata negara.  Tokoh
dalam ajaran ini antara lain: Prof. Mr. R. Kraneburg dan Logemann.

Anda mungkin juga menyukai