Anda di halaman 1dari 20

TUGAS ILMU NEGARA

ASAL MULA NEGARA PADA ZAMAN YUNANI KUNO, ZAMAN ROMAWI KUNO
DAN ZAMAN ABAD PERTENGAHAN

Nama : I Dewa Ayu Krisma Arinanda

NIM : 2004551038

Kelas : A

FAKULTAS HUKUM

2020

UNIVERSITAS UDAYANA
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

DAFTAR ISI ii

BAB 1. PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang 3


1.2 Tujuan 4
1.3 Manfaat 4
BAB 2. PEMBAHASAN 5

2.1 Zaman Yunani Kuno 5


2.2 Zaman Romawi Kuno 6
2.3 Zaman Abad Pertengahan 7
2.4 Zaman Renaissance 9
2.5 Zaman Berkembangnya Hukum Alam 10
2.6 Zaman Berkembangnya Teori Kekuatan 11
2.7 Zaman Positivisme Kelsen 12
2.8 Zaman Modern 12
BAB 3. PENUTUP 13

3.1 Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Negara merupakan ilmu yang mempelajari Negara dalam sifat-sifatnya yang
abstrak, umum, dan universal. Kata Negara (state, staat, etat / statuum) mempunyai dua arti.
Pertama, negara adalah masyarakat atau wilayah yg merupakan satu kesatuan politis. Kedua,
negara adalah lembaga pusat yang menjamin kesatuan politis itu, yang menata dan dengan
demikian menguasai wilayah itu. Ahli hukum kenegaraan memberikan pengertian negara dari
gatra yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh situasi lingkungan dimana yang
bersangkutan hidup, agama, ide, politik, dan cita-cita yang merupakan faktor dominan jika
seseorang akan memberikan makna tentang apa sebenarnya yang dinamankan negara.

Istilah negara dalam perkembangannya sudah digunakan sejak zaman dahulu. Periodisasi
zaman perkembangannya dapat dilakukan menurut rentang waktu, yaitu Zaman Kuno/Klasik,
Zaman Tengah, Zaman Modern dan Zaman Kontemporer. Selanjutnya istilah negara telah
dikenal di berbagai belahan dunia. Di Cina sudah dikenal adanya negara dengan birokrasi
yang terlatih dalam ribuan tahun lalu. Sementara itu di Eropa, dalam mana dipersepsikan
sebagai lahirnya negara modern timbul sekitar empat atau lima ratus sejak konsolidasi
kerajaan-kerajaan Prancis, Spanyol dan Swedia. Di Indonesia perkataan negara telah dikenal
sejak zaman purbakala. Dalam Bahasa Jawa Kuno kata negara sama artinya dengan kerajaan,
keraton, atau juga rakyat. Di negara-negara barat pun pada mulanya, bahkan hingga sekarang
masih ada kesan bahwa Negara disamakan artinya dengan kerajaan.

Istilah “negara”menurut asal usul katanya berasal dari Bahasa Sansekerta. “nagari”
atau “negara” yang berarti kota, yang sudah dipergunakan sejak abad V. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan juga
pemakaian istilah negara sebagai penamaan kitab Majapahit yang sangat termasyur
“Negara Kertagama” yang ditulis Mpu Prapanca. Sejak kata “negara” diterima sebagai
pengertian yang menunjukkan organisasi bangsa yang bersifat territorial dan mempunyai
kekuasaan tertinggi, yang perlu ada untuk menyelenggarakan kepentingan bersama dan
mencapai tujuan bersama. Pengertian negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu dalam arti
formal dan material. Dalam arti formal, pengertian negara adalah suatu organisasi
kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. Dalam arti material, pengertian negara adalah
suatu masyarakat atau negara sebagai persekutuan hidup. Perihal asal mula negara secara
substansial sesungguhnya membahas teori-teori mengenai bagaimana timbulnya negara
atau bagaimana terjadinya negara. Dalam memetakan teori-teori terbentuknya negara,
maka sistematika periodesasi kesejarahan dari masa ke masa menjadi pilihan yang bijak
untuk mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mengenai terbentuknya negara.

1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui teori-teori asal usul negara.
2. Agar mahasiswa dapat memahami pengertian, hakikat, unsur-unsur, sifat negara,
tujuan negara dan fungsi negara.

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memaparkan teori-teori yang berkaitan terhadap pembentukan suatu
Negara.
2. Memberikan penjelasan tentang pengertian, hakikat, unsur-unsur, sifat negara, tujuan
negara dan fungsi negara.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Zaman Yunani Kuno

Bangsa Yunani Kuno pada abad V sebelum masehi mulai mengadakan pemikiran
tentang Negara dan Hukum, yang menyatakan dengan adanya kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat. Tokohnya adalah Socrates, Plato, Aristoteles, Epicurus, dan Zeno.

a. Socrates : Pencetus ajaran demokrasi. Menurut Socrates, negara bukanlah semata-


mata sebuah keharusan yang bersifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada
pekerti manusia. Pekerti dalam hal ini antara lain adalah keberadaan manusia itu
sendiri, kemanusiaan manusia yang beradab dalam mengorganisasikan dirinya agar
dapat terlindung dari kepunahan oleh segala ancaman di luar diri manusia itu sendiri.
Sedangkan tugas negara adalah menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para
pemimpin, atau para penguasa yang dipilih secara saksama oleh rakyat. Disinilah
tersimpul pikiran Demokratis dari pada Socrates. Ia selalu menolak dan menentang
keras apa yang dianggapnya bertentangan dengan ajarannya yaitu mentaati undang-
undang. Pada jaman Yunani kuno dapat dilaksanakan suatu system pemerintahan
Negara yang bersifat demokratis, karena:
1. Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang
disebut Polis atau City State, Negara kota
2. Persoalan didalam Negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit
seperti sekarang ini, lagi pula jumlah warga negaranya masih sedikit
3. Setiap warganegara (kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan budak-
budak berlian) adalah Negara minded, dan selalu memikirkan tentang
penguasa Negara, cara memerintah dan sebagainya

b. Plato : Pencetus ajaran idealisme. Plato menyatakan negara terbentuk karena adanya
kebutuhan dan keinginan manusia yang beraneka macam, hal ini yang menyebabkan
mereka harus bekerja-sama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena setiap orang
tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain, oleh karena itu,
setiap orang mempunyai tugas mereka sendiri dan bekerja sama untuk memenuhi
kepentingan mereka bersama. Dengan inilah mereka kemudian dinamakan negara.
c. Aristoteles : Pencetus ajaran realisme. Menurutnya, negara terjadi karena adanya
penggabungan keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yang lebih besar,
kelompok itu bergabung lagi hingga menjadi desa. Dan desa ini bergabung lagi,
demikian seterusnya hingga timbul negara, yang sifatnya masih merupakan kota atau
polis. Desa yang sesuai kodratnya adalah desa yang bersifat genealogis, yaitu desa
yang berdasarkan keturunan.
d. Epicurus : Pencetus ajaran individualisme. Menurut Epicurus Negara merupakan hasil
daripada perbuatan manusia, yang diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan
anggota-anggotanya. Masyarakat tidak merupakan realita dan tidak mempunyai dasar
kehidupan sendiri. Manusialah sebagai individu, dan sebagai anggota masyarakat,
yang mempunyai dasar-dasar kehidupan yang mandiri, dan yang merupakan realita.
Jadi menurut Epicurus yang hidup ini adalah individunya yang merupakan keutuhan
itu adalah individunya sedangkan negara adalah buatan daripada individu-individu
tersebut, jadi sama dengan benda mati, dan merupakan suatu mekanisme.
e. Zeno : Pencetus ajaran universalisme. Menurutnya, keinginan umat manusia secara
kejiwaan yang tidak membeda-bedakan manusia sehingga terbentuklah kerajaan dunia
yang di dalamnya setiap orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai warga
dunia. Universalismenya itu tidak hanya meliput bangsa Yunani saja, seperti diajarkan
dalam filsafatnya Aristoteles, tetapi meliputi seluruh manusia dan bersifat kejiwaan,
seluruh kemanusiaa, oleh karena itu lenyaplah perbedaan antara orang Yunani dengan
orang biadab, antara orang yang merdeka dengan budak, dan kemudian timbulah
moral yang memungkinkan terbentuknya kerajaan dunia. Hukum yang berlaku adalah
hukum alam, hukum ini sifatnya adalah abadi dan tidak berubah-ubah. Karena akibat
daripada keadaan yang mendahului, maka praktis ajaran kaum Stoa ini bersifat dua
hal, yaitu di satu pihak menggambarkan manusia yang merasa kosong di dalam
masyarakat. Kaum Stoa dengan ajarannya yang bersifat universal, dan dengan
demikian praktis mematikan alam pikiran demokrasi nasional seperti yang telah
diajarkan oleh Aristoteles. Maka dengan demikian sampailah kita pada jaman
Romawi.

2.2 Zaman Romawi Kuno

Pada zaman Romawi Kuno, ilmu pengetahuan tentang kenegaraan tidak dapat
berkembang sehingga pengetahuan yang didapatkan dari zaman ini sedikit. Pada zaman
Romawi Kuno pemerintahan adalah monarki atau kerajaan yang didampingi oleh badan
perwakilan. Pada umumnya teori-teori kenegaraan pada zaman Romawi Kuno tidak
menunjukan buah pikiran yang asli, bahkan dapat dikatakan bahwa pada zaman ini hanya
melanjutkan ajaran-ajaran dari pemikiran klasik dari zaman Yunani Kuno. Tokohnya antara
lain Polybius, Cicero, dan Seneca.

a. Polybius : Menurutnya, bentuk Negara atau pemerintahan adalah akibat daripada


bentuk Negara yang lain yang telah langsung mendahuluinya. Bentuk-bentuk Negara
itu dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yang kemudian masing-masing
golongan itu dibedakan lagi menjadi dua jenis. Monarki merupakan bentuk Negara
yang didirikan atas kekuasaan dari rakyat. Dalam Monarki ini kekuasaan Negara
dipegang oleh satu orang tunggal, yang berkuasa, dan berbakat, dan pula mempunyai
sifat-sifat yang lebih unggul daripada warga Negara yang lain. Kemudian terjadi
perubahan-perubahan bentuk Negara, dari Monarki menjadi Tyrani, lalu berubah
kembali menjadi Aristokrasi. Dari bentuk Aristokrasi berubah menjadi Oligarki.
Kemudian berubah kembali menjadi Demokrasi, dari Demokrasi menjadi Okhlokrasi
dan kembali dengan bentuk Negara Monarki. Memang bentuk-bentuk Negara atau
pemerintahan itu dapat selalu mengalami perubahan-perubahan menurut
perkembangan dan keadaan jamannya.
b. Cicero : Negara menurut Cicero merupakan suatu keharusan, dan yang harus
didasarkan atas ratio manusia. Ajaran Cicero ini sebetulnya meniru dan disesuaikan
dengan yang dengan ajaran kaum stoa. Pengertian ratio disini yang dimaksud Cicero
adalah ratio yang murni, yaitu yang didasarkan atau menurut hukum kodrat.
c. Seneca : Pemikiran tentang negara dan hukum pada zaman abad pertengahan tidak
secara langsung dikuasai oleh masalah-masalah keduniawian, terutama yang
berhubungan dengan kepentingan material dan bukan lagi dari sudut filsafat,
melainkan ditinjau dari segi ke-Tuhanan.

2.3 Zaman Abad Pertengahan

Runtuhnya peradaban Romawi merujuk oleh peradaban dan kekuasaan agama


Kristen yang mencapai masa perkembangan dan kejayaan. Pada zaman abad pertengahan
ini tidak banyak ada perkembangan tentang pemikiran tentang negara dan hukum, karena
cara berfikir pada zaman ini kurang kritis. Sejak mulainya abad pertengahan pandangan
hidup sangat dipengaruhi oleh ajaran keagamaan, dan agama Kristen lebih diakui sebagai
agama resmi daripada negara. Maka agama Kristen mendirikan organisasi yang kuat, yaitu
organisasi gereja dengan dikepalai oleh seorang Paus. Ajaran-ajaran kenegaraan tokoh
pemikir tentang negara dan hukum pada zaman abad pertengahan ini bersifat ketuhanan
dan teokratis. Tokohnya antara lain Augustinus, Thomas Aquinas, Dente Alighieri, dan
Marsilius Van Padua.

a. Augustinus : Ajarannya bersifat theokratis. Menurutnya, yang menciptakan negara itu


adalah Tuhan sehingga yang harus dibentuk adalah negara Tuhan (Civitas Dei).
Agustinus menyatakan bahwa kedudukan gereja yang dipimpin oleh Paus lebih tinggi
daripada negara yang dipimpin oleh seorang raja. Jadi, negara sifatnya hanyalah
sebagai alat daripada gereja untuk membasmi musuh-musuh gereja.
b. Thomas Aquinas : cikal bakal negara berasal dari manusia yang berhasrat untuk
hidup bermasyarakat, kemudian terbentuklah masyarakat, dan masyarakat itu
menunjuk penguasa untuk memerintah masyarakat sehingga terbentuklah negara.
Dengan demikian, tugas negara adalah untuk memberikan keamanan dan kedamaian
agar masing-masing orang dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan bakatnya
dalam suasana tentram.

c. Marsilius Van Padua : Menurutnya, negara adalah suatu badan atau organisasi yang
mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu untuk
menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian. Terbentuknya negara itu tidak
semata-mata karena kehendak atau kodrat Tuhan, melainkan negara terjadi karena
perjanjian dari orang-orang yang hidup bersama untuk menyelenggarakan perdamaian
dan yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan perjanjian adalah ilham dari
Tuhan.

d. Dente Alighieri : Dalam bukunya, Dante memimpikan suatu kerajaan dunia yang
melawan kerajaan Paus. Kerajaan dunia tersebut yang akan menyelenggarakan
perdamaian dunia. Tujuan negara menurut Dante adalah untuk menyelenggarakan
perdamaian dunia dengan cara memberlakukan undang-undang yang sama bagi
semua umat. Negara adalah sebuah gagasan yang menginginkan agar sebuah negara
yang dibentuk negara untuk kepentingan dunia sebagai penyelenggaraan perdamaian
umum.
2.4 Zaman Renaissance
Zaman Renaissance atau Abad Pembaharuan adalah kurun
waktu dalam sejarah Eropa dari abad ke-14 sampai abad ke-17, yang merupakan
zaman peralihan dari Abad Pertengahan ke Zaman Modern. Pandangan-pandangan
tradisional lebih menyoroti aspek-aspek Awal Zaman Modern dari Renaisans
sehingga menganggapnya terputus dari zaman sebelumnya, tetapi banyak sejarawan
masa kini lebih menyoroti aspek-aspek Abad Pertengahan dari Renaisans sehingga
menganggapnya sinambung dengan Abad Pertengahan. Tokohnya antara lain Niccolo
Machiavelli, Thomas Morus, Jean Bodin, dan beberapa orang dari aliran
Monarchomachen.

a. Niccolo Machiavelli : Menyatakan bahwa diperlukan sebuah negara dengan sistem


pemerintahan yang terpusat agar suatu negara terhindar dari kehancuran. Ajaran
Machiavelli ini merupakan awal mula logika bernegara berdasarkan kepentingan-
kepentingannya.

b. Thomas Morus : Thomas Morus menciptakan model negara ideal menurut


khayalannya. Akhirnya diketahui bahwa negara model dalam Utopianya Thomas
Morus merupakan kritikan tajam terhadap ketidakadilan di Inggris pada waktu itu,
terhadap kaum feodal, kaum bangsawan dan terutama secara diam-diam merupakan
gugatan kepada hasrat keluarga raja Tudor yang pada waktu itu memerintah di
Inggris untuk mencapai kekuasaan absolut dalam lapangan ketatanegaraan.

c. Jean Bodin : Menurut Bodin mengatakan bahwa negara dibentuk haruslah absolute
secara hukum (kekuasaan absolute yang berdasarkan hukum), karena negara adalah
pemegang kekuasaan tertinggi terhadap para warga negara. Dengan kekuasaan
negara yang kuat warga negara akan merasa aman dan tertib.

d. Monarchomachen : Secara harfiah Monarchomachen berarti “pembantah raja” atau


“anti raja”. Aliran ini menentang absolutism raja-raja yang juga berakibat pada
lapangan keagaaman atau kepercayaan. Raja-raja dapat menentukan agama apa
yang harus dianut rakyatnya. Hal ini menimbulkan penolakan terhadap teori
kenegaraan yang berdasarkan atas dalil-dalil agama. Pandangan tentang negara dan
hukum yang bersifat teologis tidak memuaskan lagi.
2.5 Zaman Berkembangnya Hukum Alam
Tokohnya antara lain Grotius, Thomas Hobbes, Benedictus De Spinoza, John
Locke, Montesqiueu, JJ Rousseau, dan Immanuel Kant.
a. Grotius : Terjadinya negara disebabkan oleh perjanjian karena manusia memiliki rasio
dan sekaligus sebagai makhluk sosial, sehingga selalu ada keinginan untuk hidup
bermasyarakat. Manusia tersebut tunduk pada perjanjian karena rasio.
b. Thomas Hobbes : Negara terbentuk karena perjanjian (perjanjian masyarakat), namun
alas an membentuk perjanjian yang sedikit berbeda dengan alas an dari Grotius,
menurut Hobbes, keadaan manusia sebelum terbentuk negara akan selalu saling
bermusuhan dan saling menganggap lawan sehingga timbul peperangan. Untuk itulah
diadakan perjanjian dengan tujuan agar setiap manusia dalam negara yang
diperjanjikan dapat bekerja untuk memiliki sesuatu dan tidak selalu terancam jiwanya.
c. Benedictus De Spinoza : Manusia itu baik pada saat keadaan alamiah ataupun dalam
keadaan bernegara, setiap perbuatannya tidak semata-mata didasarkan pada rasio saja,
akan tetapi sebagian besar dipengaruhi oleh hawa nafsu. Oleh sebab itu manusia
membutuhkan perdamaian, keamanan, ketentraman dan tanpa rasa ketakutan. Untuk
mencapai hal-hal ini, maka manusia membentuk negara.
d. John Locke : Locke berpandangan bahwa ada hak-hak alamiah manusia yang tidak
dapat diserahkan dengan melalui atau jalan sautu perjanjian. Diperlukan pembatasan
kekuasaan negara, demi perlindungan kepentingan individu.
e. Montesqiueu : Mengajarkan soal pemisahan kekuasaan (separation of power) antara
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ajaran ini olej Immanuel Kant dinamai Trias
Politica. Dengan pemisahan kekuasaan, maka secara otomatis akan menghilangkan
kemungkinan timbilnya tindakan yang sewenang-wenang dari penguasa.
f. JJ Rousseau : Rousseau berpandangan bahwa dalam keadaan alam bebas ada
kekacauan, maka orang memerlukan jaminan atas keselamatan jiwa miliknya, maka
mereka lalu menyelenggarakan perjanjian masyarakat (contract social). Hal pokok
dari perjanjian masyarakat ini adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, yang
membela dan melindungi kekuasaan bersama, di samping kekuasaan pribadi dan
milik setiap orang, sehingga karena itu semuanya dapat bersatu. Meskipun demikian
masing-masing orang tetap mematuhi dirinya sendiri, sehingga orang tetap merdeka
dan bebas seperti sedia kala.
g. Immanuel Kant : Menurutnya negara adalah suatu keharusan adanya, karena negara
harus menjamin terlaksananya kepentingan umum di dalam keadaan hukum. Pada
prinsipnya Kant menerima pendapat bahwa negara terjadi karena perjanjian
masyarakat. Kedaulatan ada di tangan rakyat (sama seperti Rousseau). Namun
menurut Kant, perjanjian masyarakat bukanlah sesuatu yang nyata terjadi sebagai
sesuatu peristiwa dalam sejarah. Perjanjian masyarakat hanyalah konstruksi yuridis
yang dapat menolong orang dalam menerangkan bagaimana negara terjadi, bagaimana
negara ada, bagaimana adanya kekuasaan dalam negara, dan lain-lain.

2.6 Zaman Berkembangnya Teori Kekuatan

Tokoh-tokohnya antara lain F.Oppenheimer, Karl Marx, Harold J.Laski, dan Leon
Duguit.

a. F.Oppenheimer : berpendapat bahwa negara itu merupkan suatu alat dari golongan
yang kuat untuk melaksanakan suatu tertib masyarakat kepada golongan yang lemah
dengan tujuan penghisapan ekonomis terhadap golongan yang lemah tersebut.
b. Karl Marx : negara itu adalah penjelmaan dari pertentangan kekuatan ekonomi.
Negara hanya dipergunakan sebagai alat dari mereka yang kuat untuk menindas
golongan-golongan yang lemah ekonominya. Golongan yang kuat adalah mereka
yang memiliki alat-alat produksi negara.
c. Harold J.Laski : menyatakan bahwa negara itu merupakan alat pemaksa untuk
melaksanakan dan melangsungkan suatu jenis sistem produksi yang stabil untuk
menguntungkan golongan yang kuat dan berkuasa.
d. Leon Duguit : menurutnya kebenaran bersifat mutlak dan orang-orang yang paling
kuat selalu memaksakan kemauannya kepada orang yang lemah. Orang-orang yang
paling kuat itu mendapatkan kekuasaan dan memerintah disebabkan oleh beberapa
faktor, yakni memiliki keunggulan fisik, keunggulan ekonomi, keunggulan
kecerdasan, keunggulan agama dan lain sebagainya. Keunggulan- keunggulan inilah
yang menjadi kekuatan, sehingga disebut “teori kekuatan.

2.7 Teori Positivisme Kelsen


Teori positivisme menyatakan bahwa tidak usah mempersoalkan asal mula negara,
sifat serta hakekat negara dan sebagainya, karena kita tidak mengalami sendiri. Kalau kita
akan membicarakan negara katakanlah saja negara itu sebagaimana apa adanya. Tokoh
dari aliran ini antara lain adalah Hans Kelsen.

a. Hans Kelsen : Ilmu negara itu harus menarik diri atau melepaskan pemikirannya
secara prinsipil dari percobaan-percobaan untuk menerangkan negara serta bentuk-
bentuknya secara kausal atau sebab-musababnya yang bersifat abstrak. Untuk
kemudian mengalihkan pemikirannya secara yuridis murni. Negara sebenaranya
adalah merupakan suatu tertib hukum. Tertib hukum mana timbul karena
diciptakannya peraturan-peraturan hukum yang menentukan bagaimana orang-orang
di dalam masyarakat atau negara itu harus bertanggung jawab terhadap perbuatan-
perbuatannya. Peraturan-peraturan hukum tadi sifatnya mengikat.
2.8 Teori Modern

Tokohnya antara lain R.Kranenburg dan Logemann.

a. R.Kranenburg : Menyebutkan bahwa negara itu pada hakikatnya adalah suatu


organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang juga disebut
bangsa dengan tujuan memelihara kepentingan dari kelompok tersebut.
b. Logemann : Mengatakan bahwa negara pada hakikatnya adalah suatu organisasi
kekuasaan yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulakan bahwa perkembangan istilah negara sudah
ada sejak jaman dahulu dari jaman sebelum masehi hingga zaman modern. Dalam Bahasa
Jawa Kuno kata negara sama artinya dengan kerajaan, keraton, atau juga rakyat. Pengertian
negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu dalam arti formal dan material. Demikian pula
tentang apa itu negara dan definisi negara dan perbedaan pemikiran dari para sarjana tentang
arti negara dan teori-teori asal mula negara. Hal tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan sudut pandang, lingkungan dimana mereka hidup serta perbedaan situasi, jaman
dan keadaan dimana mereka hidup.
DAFTAR PUSTAKA

I Negah Suantra,S.H.,M.H., Made Nurmawati, S.H.,M.H., Ilmu Negara, Cetakan 1,


(Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia), 2017,hlm 40-44; 70-71.

mahendraputra. 2012. “Materi Kuliah Ilmu Negara”, http://mahendraputra.id/wp-


content/uploads/2012/09/MATERI-KULIAH-ILMU-NEGARA-6.pdf, diakses pada 29
September 2020 pukul 09.33.
HAKIKAT NEGARA

Negara merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency
dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala- gejala kekuasaan dalam masyarakat. Plato menyatakan
tentang hakekat negara bahwa luas negara itu harus diukur atau disesuaikan dengan dapat
atau tidaknya, mampu atau tidaknya negara memelihara kesatuan di dalam negara itu, oleh
karena itu negara pada hakekatnya merupakan suatu keluarga yang besar.

Negara memiliki sifat khusus yang merupakan wujud dari kedaulatan yang
dimilikinya dan terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya.

a. Sifat Memaksa : negara memiliki sifat yang memaksa, dalam artian negara
memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh aspek secara mengikat.
b. Sifat Monopoli : negara mempunyai monopoli dalam menetap tujuan bersama dari
masyarakat. Negara dapat melarang alirasan politik atau kepercayaan yang
dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat, dan memperluas.
c. Sifat Mencakup Semua : Semua harus menaati peraturan perundang-undangan
yang telah berlaku

Hakikat negara berbeda-beda karena pengaruh aliran filsafat yang dianut oleh sarjana
Ilmu Negara serta keadaan pemerintahan yang dialaminya. Ada 6 teori tentang hakikat negara
yakni :

a. Teori Sosiologis : memandang negara sebagai suatu institusi sosial yang tumbuh
dalam masyarakat karena diperlukan untuk mengurus, mengatur dan
menyelenggarakan kepentingan masyarakat.
b. Teori Organis : negara dipandang sebagai suatu organisasi yang hidup dan
mempunyai kehidupan sendiri yang dalam berbagai hal menunjukkan persamaan
dengan organisme manusia, bahkan mempunyai kehendak sebagai manusia,
dipengaruhi oleh teori evolusi kehidupan mulai dari lahir, kemudian bertumbuh
menjadi muda, tua dan akhirnya mati.
c. Teori Ikatan Golongan : hakikat negara dipandang sebagai ikatan atau gabungan
kelompok masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
d. Teori Hukum Murni : negara dipandang sebagai suatu sistem hukum semata-mata,
dimana ketertiban negara adalah merupakan ketertiban hukum.
e. Teori Dua Sisi atau Dua Segi : dalam teori ini negara dipandang dari 2 segi yaitu :
1. Sociale factum : negara sebagai suatu kenyataan sosial yang ada dalam
masyarakat. Negara dilihat sebagai institusi dalam masyarakat
2. Rechtliche Institution : negara sebagai lembaga hukum dimana nampak
sebagai suatu struktur organisasi yang terdiri dari lembaga-lembaga negara.
f. Teori Modern : ada beberapa sarjana yang dikelompokkan sebagai penganut paham
modern mengenai hakikat negara, sebagai berikut :
1. Kranenburg : negara pada hakikatnya sebagai organisasi yang diciptakan oleh
sekelompok manusia disebut bangsa. Dengan demikian yang utama adalah
sekelompok negara. Sedangkan yang sekunder adalah negara
2. J.H. Logemann : negara pada hakikatnya adalah organisasi kekuasaan yang
meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa. Dengan
demikian maka yang primer adalah negara, sedangkan bangsa sekunder.
3. Harold J. Laski : hakikat negara adalah suatu persekutuan manusia yang
mengikuti cara hidup tertentu, jika perlu dengan sistem paksaan.
4. Miriam Budiarjo : negara mempunyai sifat memaksa, memonopoli dan
mencakup semua.

Dalam zaman modern, hakikat negara ditinjau secara sosiologis dan yuridis. Berikut
merupakan hakikat negara yang ditinjau secara yuridis :

1. Sifat hakikat negara dari segi hukum kepemilikan dalam hukum perdata,
seperti yang dijadikan landasan dalam teori-teori feudal.
2. Sifat hakikat negara sebagai suatu perjanjian timbal balik antara dua pihak.
3. Sifat hakikat negara sebagai suatu penjelmaan tata hukum nasional dari ide
bernegara.
TEORI TUJUAN NEGARA

Setiap negara mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan negara
merupakan hal yang penting, karena akan menjadi pedoman bagaimana negara disusun dan
dikendalikan, dan bagaimana rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan tersebut. Teori tujuan
negara pada umumnya digolongkan menjadi 2 yaitu :

1. Teori Tujuan Negara Klasik


a. Lord Shang : Lord Shang menjelaskan bahwa di dalam setiap negara terdapat
subyek yang selalu berhadapan dan bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat.
Kalau yang satu lemah maka yang lainnya kuat. Dalam hal itu sebaiknya pihak
pemerintahlah yang lebih kuat daripada rakyat supaya jangan timbul kekacauan
dan anarkisme.
b. Niccolo Macchiavelli : tujuan negara adalah untuk menumpuk kekuasaan guna
mencapai kemakmuran rakyat. Menurutnya pemerintah harus selalu berusaha agar
tetap berada di atas segala aliran yang ada, ia harus lebih berkuasa, dan kadang-
kadang harus bersikap sebagai singa terhadap rakyat, supaya rakyat takut kepada
pemerintah. Jadi menurut Macchiavelli, dalam upaya untuk mencapai tujuan
negara yaitu “kekuasaan”, Raja dapat menghalalkan segala cara (ends justifies
means).
c. Dante Allegheire : tujuan negara menurutnya adalah menciptakan perdamaian
dunia, dengan jalan menciptakan undang-undang yang seragam bagi seluruh umat
manusia. Kekuasaan sebaiknya berada ditangan raja/kaisar supaya perdamaian
dan keamanan terjamin.
2. Teori Tujuan Negara Modern
a. Immanuel Kant : tujuan negara adalah menegakkan hak-hak dan kebebasan warga
negara atau kemerdekaan individu. Untuk menjamin kebebasan individu harus
berupa jaminan perlindungan HAM dan harus diadakan pemisahan kekuasaan
dalam negara.
b. Jacobsen dan Lipman : tujuan negara adalah pemeliharaan ketertiban, memajukan
kesejahteraan individu dan kesejahteraan umum dan mempertinggi moralitas.
c. J. Barents : tujuan negara yang sebenarnya adalah pemeliharaan ketertiban dan
keamanan serta pemeliharaan kesejahteraan umum, dan tujuan negara yang tidak
sebenarnya adalah untuk mempertahankan kedudukan kelas yang berkuasa.

FUNGSI NEGARA

Macam-macam fungsi negara yaitu, fungsi keamanan dan ketertiban, fungsi


kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, fungsi pertahanan dan fungsi keadilan. Selain
fungsi tersebut, ada beberapa teori tentang fungsi negara yang dikemukakan oleh para
sarjana.

1. John Locke membagi fungsi negara atas 3, yaitu legislatif sebagai fungsi yang
membuat peraturan, eksekutif sebagai fungsi melaksanakan peraturan dan federatif
sebagai fungsi mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai.
2. Montesque membagi fungsi negara atas 3 yang dikenal dengan teori “Trias Politika”,
yaitu legislatif yakni fungsi membuat peraturan, eksekutif yaitu fungsi melaksanakan
peraturan, dan yudikatif sebagai fungsi mengadili.
3. Van Vollen Hoven dengan teorinya “Catur Praja” menyatakan fungsi negara sebagai
regeling yang membuat peraturan, bestuur yaitu pemerintah, rechtspraak yaitu
mengadili, dan politie yaitu fungsi ketertiban dan keamanan.
4. Goodnow dengan teorinya yaitu “Dwipraja” (dichotomy) fungsi negara ada 2 yaitu
policy making adalah fungsi pembentukan kebijaksanaan negara pada waktu tertentu
untuk seluruh masyarakat dan policy eksexuting adalah fungsi melaksanakan
kebijaksanaan yang dibentuk melalui fungsi policy making.
5. Moh. Koesnadi mengemukakan fungsi negara terdiri dari fungsi melaksanakan
penertiban dan fungsi menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Selain teori fungsi negara yang dikemukakan oleh sarjana diatas, terdapat pula fungsi
lain tentang fungsi negara seperti :

1. Anarkisme-Nihilisme
2. Individualisme-Liberalisme
3. Sosialisme-Komunisme
4. Sindikalisme
5. Guild Sosialisme
6. Facisisme-Naziisme
7. Kollektifisme Empiris

CIRI NEGARA

Negara pada dasarnya merupakan organisasi kekuasaan. Sebagai organisasi, negara


memiliki ciri-ciri yang berbeda dibandingkan organisasi lainnya dalam masyarakat.

1. Miriam Budiardjo
a. Negara Bersifat Memaksa artinya bahwa negara memiliki kekuasaan fisik sifatnya
legal. Alat untuk itu adalah seperti tentara, polisi, dan alat hukum lainnya. Dengan
adanya sifat yang memasak, maka semua peraturan perundang-undangan yang
berlaku diharapkan akan ditaati sehingga keamanan dan ketertiban negara pun
tercapai.
b. Negara Bersifat Monopoli artinya negara menetapkan tujuan bersama masyarakat,
yaitu dengan menentukan mana yang boleh/baik dan juga mana yang tidak
boleh/tidak baik karena akan dianggap bertentangan dengan tujuan suatu negara dan
masyarakat.
c. Negara Bersifat Mencakup Semua - Negara bersifat mencakup semua artinya segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa kecuali.

2. Victor Situmorang
a. Coercive instrument (alat yang memaksa) : artinya tidak boleh ada organisasi atau
manusia yang bertentangan dengan peraturan atau undang-undang negara. siapapun
baik organisasi atau manusia yang bertentang dengan peraturan atau undang-undang
dapat dijatuhi sanksi.
b. Zwang ordenung (tata tertib memaksa) : meliputi peraturan perundang-undangan yang
mengikat dan memaksa.
c. Top organisasi : artinya dibandingkan dengan organisasi lainnya, negara dipandang
paling tinggi dan lebih baik bentuk atau kekuasaannya, tujuan organisasinya, UUD
nya, maupun jumlah anggotanya.
d. Physieke geweld (paksaan bersifat fisik) : artinya negara dapat memaksakan suatu
tindakan lahir yang tampak oleh mata terhadap warganya.
e. Exorbitante rechten (hak-hak luar biasa) : artinya negara mempunyai hak yang lebih
banyak dan luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai