Anda di halaman 1dari 8

Islam dan Negara

Secara garis besar para sosiolog teoretisi politik islam


merumuskan teori-teori tentang hubungan agama dan negara
serta membedakannya menjadi 3 paradigma integralistik,
paradigma simbiotik, dan paradigma sekularistik.
1. Paradigma Integralistik (menyatu)
Negara merupakan lembaga politik dan keagamaan
sekaligus, politik atau negara ada dalam wilayah agama.
Karena agama dan negara menyatu maka akibatnya
masyarakat tidak bisa membedakan mana aturan negara
maupun aturan agama. Karena itu rakyat yang mentaati segala
ketentuan dan peraturan negara dalam paradigma ini dianggap
taat kepada agama, begitu juga sebaliknya. Agama dan negara
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu, dengan
bahasa lain keduanya bagaikan sisi mata uang yang tidak
dapat dipisahkan.
2. Paradigma Simbiotik (timbal balik/saling
memerlukan)
Dalam hal ini agama memerlukan negara karena
dengan negara, agama dapat berkembang, sebaliknya, negara
juga memerlukan agama karena dengan agama dapat
berkembang dalam bimbingan etika dan moral spiritual.
Negara dan agama tidak saling mengatasi atau membawahi,
tetapi tidak dipisahkan secara mutlak.
3. Paradigma sekularistik (memisahkan agama atas
negara dan memisahkan negara dari agama)
Menolak kedua paradigma sebelumnya. Dalam konteks
islam, paradigma ini menolak pendasaran negara kepada
islam atau paling tidak menolak determinasi islam pada
bentuk negara tertentu. Lebih jelasnya, negara dan agama
terpisah masing-masing mempunyai fungsi sendiri dan
wilayah sendiri. Agama di wilayah privat (pribadi), sedangkan
negara di wilayah publik (sosial).

Hubungan Islam dan Negara


1. Paham Teokrasi
Hubungan agama dan negara sebagai dua hal
yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan
agama, karena pemerintahan menurut paham ini
dijalankan sesuai dengan firman tuhan. Segala tata
kehidupan dalam bermasyarakat, bangsa dan negara
dilaksanakan atas titah tuhan. Dengan demikian
urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi
adalah sebagai manifestasi tuhan.

2. Paham Sekuler
Memisahkan dan membedakan antara agama
dan negara. Dalam negara sekuler tidak ada hubungan
antara agama dan sistem kenegaraan. Dalam paham
ini urusan negara adalah hubungan manusia dengan
manusia lain atau bisa disebut dengan urusan agama,
sedangkan urusan agama merupakan hubungan
manusia dengan tuhannya.

3. Paham Komunis
Memandang hakikat hubungan agama dengan
negara sebagai candu masyarakat, manusia ditentukan
oleh dirinya sendiri, sementara agama dalam paham
ini dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi
manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.

Konsep Relasi Islam dan Negara


Bagi umat islam kepatuhan terhadap ajaran Tuhan merupakan
suatu keniscayaan. Salah satu ajaran islam adah kewajiban
berislam secara kaffah. Berislam secara kaffah memiliki
makna mengamalkan syariat islam dengan baik dan benar
sesuai dengan tuntunan yang diajarkan. Termasuk juga syariat
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya
(muamalah) seperti masalah sosial kemasyarakatan,
perekonomian, pendidikan, politik, pemerintahan, dan tata
cara negara.

 Islam bukan sekedar agama, melainkan sistem


kehidupan. Islam meliputi persoalan keseluruhan
bidang dari kehidupan manusia.
 Islam adalah orde sosial yang memuat pokok-pokok
dari kehidupan manusia. Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
telah membangun sebuah konsep negara ideal
pertama di dunia, negara Madinah. Fakta sejarah
mencatat tiga momentum penting pembentukan
sebuah negara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
‫ﷺ‬:
a. Membangun masjid sebagai pusat aktivitas dan
pembentukan masyarakat islam, sekaligus sebagai
gedung parlemen untuk bermusyawarah dan
menjalankan roda pemerintahan.
b. Menyatukan dan mempersaudarakan kaum Muhajirin
dan Anshar dengan ideologi yang sama, yaitu aqidah
islam dan menjadi asas utama kekuatan umat islam
dengan tidak membeda-bedakan suku, ras, dan status
sosial.
c. Membentuk perjanjian damai dengan kelompok non-
muslim dalam satu kesepakatan, Piagam Madinah
(Mitsaq al-Madinah).
Relasi Islam dan Negara dalam Pancasila dan UUD 1945
Dalam syarah UUD 1945 perspektif islam, dijelaskan bahwa
kelima komponen pancasila sudah sesuai dengan islam.
1. Ketuhanan yang maha Esa sebagai landasan spiritual yang
direfleksikan dalam UUD 1945 sejalan dengan nilai
keislaman.
2. Kemanusiaan sebaai landasan moral dan etika bangsa yang
direfleksikan dalam Hak Asasi Manusia, memandang manusia
sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT.
3. Persatuan sebagai landasan sosial bangsa dengan semangat
kekeluargaan untuk saling berbagi, saling bekerjasama dalam
kebaikan dan ketakwaan demi mencapai tujuan mulia.
4. Kerakyatan sebagai acuan politik bangsa dan musyawarah
untuk mencapai mufakat sebagai prinsip dasar dalam proses
pengambilan keputusan di antara pihak yang berkepentingan.
Dengan musyawarah dapat dipelihara sikap saling pengertian,
saling menghargai, dan menumbuhkan tanggung jawab
Bersama, sehingga demokrasi yng sejati dapat terwujud
dengan baik dan nyata. Di samping itu, keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Allah SWT.
5. Keadilan sebagai tujuan Bersama dalam bernegara yang
meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum, keadilan
ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk
kesejahteraan rakyat.

Relasi Islam dan Negara dalam Pancasila dan UUD 1945


Adapun kerangka berpikir dari keempat alinea Pembukaan
UUD 1945 berisikan tentang:
1. perihal mutlaknya kemerdekaan dan kebebasan bagi
manusia sebagai pemikul tanggung jawab kekhalifahan Allah
di muka bumi.

2. Perihal tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan Makmur.
3. Perihal semangat keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai landasan spiritual moral seluruh gerak dan perjuangan
bangsa dalam membangun negara.
4. Perihal lima prinsip dasar bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara Indonesia yang hendak dibangun.
11. Islam dan seni
Pandangan Islam terhadap Seni Tari
 Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami dalam karyanya al-
Fatawi al-Haditsiyah menceritakan ada sebuah hadits
yang meriwayatkan seorang sahabat Bernama Ja’far
bin Abi Thalib RA menari di hadapan Rosululloh
‫ ﷺ‬Ketika Beliau mengatakan kepadanya “Rupa
dan perilakumu (akhlaqmu) serupa denganku”.
 Setelah mendengar pujian dari Rosululloh ‫ﷺ‬
tersebut sahabat Ja’far kemudian menari sebagai
bentuk rasa bahagia atas pujian dari Rosululloh
tersebut.
 Dari hadits tersebut, bisa simpulkan bahwa
sebenarnya seni tari itu tidak sepenunnya dilarang
dalam agama islam asalkan tidak melebihi batasan
yang ada serta tidak menentang syariat islam.
 Ada batasan yang menjadi penyebab
diperbolehkannya orang muslim itu menari
ketentuannya baik untuk laki-laki dan perempuan itu
Ketika menari tidak boleh menggunakan Gerakan-
gerakan yang dapat menimbulkan syahwat dan juga
tidak boleh memakai pakaian yang membuka aurat.
 Lebih dianjurkan lagi bahwa selama menari diiringi
dengan dzikir kepada Allah SWT. Atau dengan
sholawat kepada Rosululloh ‫ﷺ‬.
 Khusus perempuan, dilarang menari di hadapan
orang-orang yang bukan mahromnya.
 Jadi kalau perempuan itu diperbolehkan menari di
depan sesama perempuan atau di depan laki-laki yang
menjadi mahromnya.
Pandangan Islam Terhadap Seni Rupa
 Termasuk ke dalam seni rupa diantaranya adalah
gambar, lukisan, patung, ukiran, foto, dsb.
 Dalam islam, ada perbedaan pendapat mengenai
hukum pelukisan gambar makhluk hidup yang
bernyawa.
 Beberapa ulama berpendapat hal tersebut dilarang
karena bisa menjadi upaya menandingi kekuasaaan
Allah SWT dalam menciptakan makhluk hidup yang
bernyawa.

Anda mungkin juga menyukai