Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA AGAMA DAN NEGARA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :

Mustamim, SH, M.Hum

Disususn Oleh :

Slamet Widodo (2001290259)


Nur Muhammad Duwi (2001290236)
Muhamad Rizky (2001290234)

PROGAM STUDI EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH.A. WAHAB HASBULLAH

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun sebuah makalah yang membahas tentang
“Manusia Keragaman, kesederhanaan dan Kemartabatan” meskipun bentuknya sangat jauh
dari kesempurnaan, selanjutnya shalawat dan salam kami kirimkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW sebagaimana beliau telah mengangkat derajat manusia dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Dalam penulisan makalah, kami memberikan sejumlah materi yang terkait dengan materi
yang disusun secara langkah demi langkah, agar mudah dan cepat dipahami oleh pembaca.

Dan kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang membimbing
mata kuliah IBD/ISBD atas bimbingannya pada semester ini meskipun baru memasuki awal
perkuliahan. Kami juga mengharapkan agar makalah ini dapat dijadikan pedoman apabila,
pembaca melakukan hal yang berkaitan dengan makalah ini, karena apalah gunanya kami
membuat makalah ini apabila tidak dimanfaatkan dengan baik.

Sebagai manusia biasa tentu kami tidak dapat langsung menyempurnakan makalah ini
dengan baik, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari dosen pembimbing mau pun pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sebagai agama menuntun manusia ke jalan yang benar baik untuk dirinya sendiri

maupun untuk masyarakat bahkan negara. Islam bukan sekedar ajaran ritualitas melainkan

juga memberi petunjuk yang fundamental tentang bagaimana hubungan manusia dengan

masyarakat bahkan dengan negara. Sehubungan dengan itu, di kalangan umat Islam sampai

sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Pertama

berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni

hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu

agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan

manusia termasuk kehidupan bernegara. Kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama

dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Ketiga

menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam

Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam

adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan

Maha Penciptanya.

B. Perumusan masalah

1. Bagaimana Hubungan Timbal Balik Antara Agama dan Negara?


BAB II

PEMBAHASAN

Hubungan Timbal Balik antara Agama dan Negara

Hubungan Agama dengan Negara telah terjadi sejak lama. Dalam Islam sudah
sejak abad 7 muncul melalui gagasan Rosulullah SAW yang melahirkan Piagam
Madinah sehingga banyak tokoh atau ilmuwan barat yang mengapresasi
kepemimpinan dan keteladanan Rasul dalam mengurus kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Ia sebagai negarawan tidak pernah memunculkan kata Islam.

Satu bukti nyata dari sikap kenegaraan sejati kenegarawannya Rasulullah dalam
Piagam Madinah yang 46 pasal itu kita tidak akan menemenukan kata-kata Islam,
bahkan jika kita melihat dari segi hukum Piagam Madinah ini masuk ke dalam
syariah, bukan fiqh.

Konsitusi Madinah merupakan contoh teladan dalam sejarah kemanusiaan untuk


membangun masyarakat yang bercorak majemuk. Ini tidak hanya sekedar
dialektika yang terobsesi dalam pikirna nabi, tatapi juga tampak dalam prakteknya
ketika memimpin masyarakat Madinah.

Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan
kita.”kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara. Dalam
konteksnya, terdapat 3 pandangan posisi agama dan negara yaitu;
Pertama, agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan bernegara.
Agama dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya bagaikan candu bagi
masyarakat. Agama dipandang sebagai ilusi belaka yang diciptakan kaum
agamawan yang berkolaborasi dengan penguasa borjuis, dengan tujuan untuk
meninabobokkan rakyat sehingga rakyat lebih mudah ditindas dieksploitir dan.
Agama dianggap khayalan, karena berhubungan dengan hal-hal ghaib yang non-
empirik. Segala sesuatu yang ada, dalam pandangan ini, adalah benda (materi)
belaka. Inilah pandangan ideologi Komunisme-Sosialisme, yang menganut
ideologi serupa- sudah bermetamorfosis menjadi kapitalisme.

Kedua, Agama Terpisah dari Negara. Pandangan ini tidak menafikan agama,
tetapi hanya menolak peran agama dalam kehidupan publik. Agama hanya
menjadi urusan pribadi antara manusia dengan Tuhan, atau sekedar sebagai ajaran
moral atau etika bagi individu, tetapi tidak menjadi peraturan untuk kehidupan
bernegara dan bermasyarakat, seperti peraturan untuk sistem pemerintahan, sistem
ekonomi, sistem sosial, dan sebagainya.
Pandangan ini dikenal dengan Sekularisme, yang menjadi asas ideologi
Kapitalisme yang dianut negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa
serta negara-negara lain pengikut mereka.

Ketiga, Agama Tidak Terpisah dari Negara, sebab agama mengatur segala aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya aspek politik dan kenegaraan. Agama bukan
sekedar urusan pribadi atau ajaran moral yang bersifat individual belaka,
melainkan pengatur bagi seluruh interaksi yang dilakukan oleh manusia dalam
hidupnya, baik interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri,
maupun manusia yang satu dengan manusia yang lain. Keberadaan negara bahkan
dipandanng sebagai syarat mutlak agar seluruh peraturan agama dapat diterapkan.
Inilah pandangan ideologi Islam, yang pernah diterapkan sejak Rasulullah Saw.
berhijrah dan menjadi kepala negara Islam di Madinah

Adapun Relevansi/implementasi hakikat konstitusi madinah dengan konstitusi


pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:

Pertama, Pada saat pembentukan kedua konstitusi ada suasana kebatinan yang
sama yaitu dibangun oleh berbagai kelompok agama dan suku yang berbeda.

Kedua, Ada kemiripan yang bersifat prinsip pada UUD 1945 dan konstitusi
madinah, Pada pembukaan UUD 1945 kata “Allah” disebut 2 kali kata dan pada
Konstitusi Madinah kata “Allah” disebut 14 kali, kata “Muhammad” 5 kali, kata
“Nabi” 1 kali.

Ketiga, Adanya kalimat tauhid pada kedua konstitusi itu. Pada Muqoddimah
UUD 1945 kalimat “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa” pada konstitusi
madinah kalimat dengan nama Allah yang maha rahman dan rahim.

Keempat, terdapatnya prinsip monoteisme.


Kelima, terdapatnya prinsip Persatuan dan Kesatuan.
Keenam, terdapatnya prinsip Persamaan dan Keadilan.
Ketujuh, terdapatnya Prinsip Kebebasan Beragama.
Kedelapan, terdapatnya prinsip Bela Negara.
Kesembilan, terdapatnya prinsip Pelestarian Adat yang Baik.
Dan kesepuluh terdapat Prinsip Supremasi Syari’at.
Adapun perbedaan pada konsep Rule of Law dan rechsstaat dengan konstitusi
madinah, manusia kedudukannya dalam kedua konsep ini diletakkan dalam titik
sentral pada konstitusi madinah manusia diletakkan dalam sebuah tujuan
membangun sebuah masyarakat berdasarkan ridho Allah.

Dalam Islam, posisi Agama dan Negara dijelaskan prinsip-prinsipnya dalam


piagam Madinah sebagai negara hukum yaitu; Prinsip Umat, Prinsip Persatuan
dan Persaudaraan, Prinsip Persamaan, Prinsip Kebebasan, Prinsip Hubungan
Antar Pemeluk Agama, Prinsip Pertahanan, Prinsip Hidup Bertetangga, Prinsip
Tolong-menolong, Membela yang Lemah dan Teraniaya, Prinsip Perdamaian,
Prinsip Musyawarah, Prinsip Keadilan, Prinsip Pelaksanaan Hukum, Prinsip
Kepemimpinan, Prinsip Ketakwaan, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

PENUTUPAN
KESIMPULAN

Jadi ada beberapa pandangan yang menghubungkan antara agama dan


negara,semisal seperti pandangan “Agama Tidak Terpisah dari Negara, sebab
agama mengatur segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya aspek politik dan
kenegaraan. Agama bukan sekedar urusan pribadi atau ajaran moral yang bersifat
individual belaka, melainkan pengatur bagi seluruh interaksi yang dilakukan oleh
manusia dalam hidupnya, baik interaksi manusia dengan Tuhan, manusia dengan
dirinya sendiri, maupun manusia yang satu dengan manusia yang lain. Keberadaan
negara bahkan dipandanng sebagai syarat mutlak agar seluruh peraturan agama
dapat diterapkan.”

DAFTAR PUSTAKA

https://uinsgd.ac.id/hubungan-islam-negara/

Anda mungkin juga menyukai