Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“ SISTEM POLITIK ISLAM “

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
KELOMPOK IX
KATA PENGANTAR

  Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya
Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam
penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam ini. Meskipun banyak hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya.
  Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas
Pendidikan Agama Islam.Makalah ini juga menguraikan beberapa materi
mengenai Sistem Politik dalam Islam dan juga untuk mempermudah
pemahaman kepada kita semua, khususnya mahasiswa Universitas Negeri
Makassar.
  Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyampaikan terimakasih
kepada yang turut serta membantu dalam penyelasaian makalah ini baik moril
maupun materil. Kepada para orangtua dari kami yang telah memberi support
dan motivasi untuk pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing
kami, kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
  Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari
hasil makalah ini.Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan bagi para pembaca pada umumnya.
  Penulis menyadari bahwa dalam  menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..........

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..…..

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….

Latar belakang ………………………………………………………………..
1. Rumusan masalah …………………………………………………………….
2. Tujuan ………………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................
1. Pengertian sistem politik islam …….…………………………………….....…
2. Nilai-nilai dasar sistem politik dalam Al-qur’an ..…………… ………………….. ….
3.  …………………………….......
4.  ….….. ….…

BAB III  PENUTUP


       A. KESIMPULAN………………………………………………………………...
       B. SARAN……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang

Di setiap negara memiliki sistem politik yang berbeda-beda.Namun, Islam


memiliki aturan politik yang bisa membuat negara itu adil.Dalam Al-Qur’an
memang aturan politik tidak disebutkan, tetapi sistem politik pada jaman
Rasullullah SAW sangatlah baik.Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang
mendorong masyarakatnya menjalankan syari’at Islam.

Indonesia adalah salah satu negara Islam terbesar di dunia, namun bila
dikatakan negara Islam, dalam prakteknya islam kurang di aplikasikan dalam
sistem pemerintahan baik itu politik maupun demokrasinya. Hal itu berpengaruh
besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia di Indonesia, terutama pada
sistem yang berlaku dalam pemerintahan Indonesia. Contoh kecil adalah
banyaknya pelaku korupsi yang dikarenakan kurang transparannya
pemerintahan di indonesia. Hal tersebut di atas membuat penulis membahas
tentang sistem politik dalam islam.

Disini kita akan membahas tentang peranan agama Islam dalam


perkembangan politik di dunia saat ini, dengan mengkaji berbagai informasi
berdasarkan Al-Qur’an, Al Hadits dan sejarah sistem politik di masa Rasulullah
SAW.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat kami rumuskan beberapa permasalahan,
yaitu :
1.         Apa pengertian sistem politik  Islam?
2.         bagaimana nilai-nilai dasar sistem poitik dalam Al-Qur’an ?
3.         
4.        

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Mengetahui pengertian dari Sistem Politik Islam.
2.         Mengetahui nilai-nilai dasar politik islam dalam al-qur’an
3.         
4.         

Bab 2
 PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POLITIK ISLAM

Kata sistem berasal dari bahasa asing (Inggris), yaitu system, artinya perangkat unsur
yang secara teratur saling berkaitan, sehingga membentuk suatu totalitas atau susunan yang
teratur dengan pandangan, teori, dan asas. Sedangkan kata politik pada mulanya berasal dari
bahasa Yunani atau Latin, politicos atau politicus, yang berarti relating to citizen. Keduanya
berasal dari kata polis, yang berati kota. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata politik
diartikan sebagai “segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan sebagainya) mengenai
pemerintahan”. Kata Islam, adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW,
berpedoman pada kitab suci al-Qur’an yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.
Sedangkan secara harfiyah, Politik Islam disebut juga Fiqh Siyasahyang dapat diartikan
sebgai mengurus, mengendali atau memimpin sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

  “ Adapun Bani Israel dipimpin oleh Nabi mereka “


Fiqh siyasah dalam konteks terjemahan diartikan sebagai materi yang membahas
mengenai ketatanegaraan dalam Islam (Sistem Politik).Dengan demikian, sistem politik Islam
adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-nilai Islam.

Islam memang memberikan landasan kehidupan umat manusia secara lengkap, termasuk
di dalamnya kehidupan politik. Tetapi Islam tidak menentukan secara konkrit bentuk
kekuasaan politik seperti apa yang diajarkan dalam Islam. Itulah sebabnya, kemudian terjadi
perbedaan pendapat di kalangan umat Islam dalam merumuskan sistem politik Islam. Dalam
bahasa Arab politik disebut siyasah, sehingga dalam keislaman politik diidentik dengan kata
tersebut.secara etimologis siyasah artinya mengatur,aturan dan keteraturan.Fiqih siyasah
adalah hukum islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Dalam islam, negara
didirikan atas prinsip-prinsip tertentu yang ditetapkan Al-qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad
S.A.W. Adapun prinsip-prinsip pemerintahan islam adalah :

1.    Bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena Ia


yang               menciptakannya. Maka,hanya Allah yang harus ditaati, orang dapat ditaati
     bila Allah memerintahkannya.

2.    Bahwa Hukum Islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
     Nabi, sedangkan Sunnah Nabi merupakan penjelasan otoratif tentang al-qur’an

Dalam kamus bahasa Arab modern, kata politik biasanya di terjemahkan dengan kata
siyasah.Kata ini terambil dari akar kata sasa-yasusu, yang biasa diartikan mengemudi,
mengendalikan, mengatur, dan sebagainya. Dari akar kata yang sama, ditemukan kata sus,
yang berarti penuh kuman, kutu atau rusak, sementara dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata
yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa al-Qur’an tidak
menguraikan masalah sosial politik.
Banyak ulama ahli Al-Qur’an yang menyusun karya ilmiah dalam bidang politik dengan
menggunakan al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan, bahkan Ibnu Taimiyah (1263-
1328) menamai salah satu karya ilmiahnya dengan al-Siyasah al-Syar’iyah (Politik
Keagamaan).Uraian al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-ayat
yang menjelaskan tentang hukum.Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang
dalam rangka perbaikan”. Dari akar kata yang sama, terbentuk kata hikmah, yang pada
mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata sasa-yasusu-sais-siyasah,
yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali dan cara pengendalian (M. Quraish
Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat, 1997 : 417).

Kata siyasah,sebagaimana dikemukakan diatas, diartikan dengan politik, dan juga


sebagaimana terbaca, sama dengan kata hikmat. Disisi lain, terdapat persamaan makna antara
kata hikmah dan politik. Sementara ulama mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaaan, atau
kemampuan menangani suatu masalah, sehingga mendatangkan manfaat atau menghindarkan
madharat. Dengan demikian, sistem politik Islam adalah suatu konsepsi yang berisikan antara
lain ketentuan-ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara,: siapa pelaksana kekuasan
tersebut, apa dasar, dan bagaimana cara untuk menentukan kepada siapa kewenangan
melaksanakan kekuasaan itu diberikan, kepada siapa pelaksana kekuasaan itu bertanggung
jawab, dan bagaimana bentuk tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai agama Islam (sesuai
dengan ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an, Hadist dan Ijtihad).

Umat islam berbeda pendapat tentang kedudukan politik dlam syari’at islam. Pendapat
pertama menyatakan bahwa islam adalah suatu agama yang sempurnah dan lengkap dengan
pengaturan bagi segalah aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
Didalamnya juga terdapat antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Dalam bahasa lain,
sistem politik atau juga disebut fikih siasah merupakan bagian integral dari ajaran islam.
Lebih jauh kelompok ini berpendapat bahwa sistem ketatanegaraan yang harus diteladani
adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad S.A.W. Dan oleh para khulafah al-
rasyidin yaitu sistem khalifah.

Kedua, kelompok yang berpenditrian bahwa islam adalah agama yang berpendirian barat.
Artinya agama tidak ada hubunganhya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini nabi
muhammad hanyalah seorang rasul seperti rasul-rasul lain yang bertugas menyampaikan
risalah tuhan kepada segenap alam. Nabi tidak ditugaskan untuk mendirikan dan memimpin
suatu negara.

Aliran ketiga menolak bahwa islam adalah agama yang serba lengkap yang terdapat
didalamnya segalah sistem kehidupan termasuk sistem ketatanegaraan, tetapi juga menolak
bahwa islam sebagai pandangan barat yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan.
Aliran ini berpendirian bahwa dalam islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi
terdapat seperangkat nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Sejarah  membuktikan bahwa nabi kecuali sebagai rasul, meminjam istilah harun


nasution, kepala agama, juga beliau adalah kepala negara. Nabi menguasai suatu wilayah
yaitu yasrib kemudian menjadi al-munawwarah sebagai wilayah kekuasaan nabi sekaligus
menjadi pusat pemerintahanya dengan piagam madinah sebagai aturan dasar kenegaraan.
Sepeninggalan nabi, kedudukan beliau digantikan dengan abubakar yang hasil kesepakatan
tokoh-tokoh para sahabat,selanjutnya disebut “khalifah” . sistem “khalifah” ini berlangsung
hingga kepemimpinan berada dikekuasaan khalifah terakhir, ali “karrama allahu
wajhahu”. Sistem pemerintahan selepas ali mengambil bentuk kerajaan, meskipun raja-raja
yang menjadi para penguasa menyatakan dirinya sebagai khalifah.

Dalam sistem kerajaan khalifah bukan dipilih secara demokratis melainkan diangkat
secara turun-temurun. Sistem kerajaan ini berlangsung hinggah abad ke-17 saat turki usmani
mulai mengalami kekalahan dari bangsa Eropa. Akhir abad ke -17 hampir semua negara islam
masuk dalam penjajahan barat. Lama penjajahan disatu negara dengan negara lainnya tidak
sama. Awal abad ke-19 negara-negara islam mulai melapaskan diri satu-persatu dari
kolonialisme barat. Dan dalam waktu yang bersamaan muncullah nasionalisme-nasionalisme.
Sistem pemerintahan bagi negara yang baru melepaskan diri dari kolonialisme berbeda-beda.
Ada yang muncul mengambil bentuk kerajaan, keemira, kesultanan, dan ada juga yang
muncul dengan bentuk presidensial kabinet atau parlementer kabinet.

Menurut harun nasution, khalifah (pemerintah) yang timbul sesudah wafatnya nabi
muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajan tapi lebih dekat merupakan republik, dalam arti
kepalah negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun.
Secara pragamatis menerima penggabungan  dalam arti menganggap tidak ada perbedaan
prinsipil antara sistem khalifa  allah dan sistem kerajaan, dan selanjutnya ia menyatakan :
kekhilafahan maupun kerajaan adalah khilafah allah diantara manusia.

B. NILAI-NILAI DASAR SISTEM POLITIK DALAM AL-QUR’AN

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran
tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam
pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :
           
          a) Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.
                                                       
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku
adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
(Q.S. al-Mukminun: 52)”.

b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.


                  
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS Asy Syura : 38)”.

 
c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
                            
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S. an-Nisa:
58)”.
d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan).
                      
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S.
An-Nisa: 59)”.
e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.
                             
“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara
kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang
lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka
jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah berlaku adil,
sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua golongan dari
mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.(Q.S. al-
Hujurat:9)”.
f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan
invasi.
                                  
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah
kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.
g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.
                                 
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.
h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.
                                        
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan
Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.

  
            i) Keharusan menepati janji.
                                
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.
j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.
                              
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”
k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
                        
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.

l) keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal:


  Menyedikitkan beban (taqlil al-takalif)
  Berangsur-angsur (al-tadaruj)
  Tidak menyulitkan (adam al-haraj)
Bab 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah kami kaji, kami dapat menyimpulkan bahwa definisi politik
dari sudut pandang Islam adalah sebuah aturan tentang pemerintahan yang berdasarkan nilai-
nilai Islam. Politik Islam sama dengan Fiqh Siyasah, Semua sumber politik Islam yang kita
pelajari adalah bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.

B. SARAN
Sebaiknya para pemimpin ataupun pemerintah yang ada diIndonesia menggunakan sistem
politik Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadist. Insya allah dengan cara ini rakyat
Indonesia akan hidup rukun dan makmur.
DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar mata kiliah pendidikan agama islam.  Rujukan utama dosen dan mahasiswa
diseluruh periodi Universitas Negeri Makassar. Oleh Dr.H.Muhammadong, M.Ag
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

http://kamusbahasaindonesia.org/politik/mirip

http://tugasulyakyu.blogspot.com/2012/03/sistem-politik-islam.html

http://www.referensimakalah.com/2013/03/prinsip-prinsip-politik-islam.html

http://studipemikiranquranhadist.wordpress.com/2013/12/25/tafsir-ayat-ayat-al-quran-
tentang-musyawarah/

http://jatisarwoedy.blogspot.com/2011/11/nilai-nilai-dasar-sistem-politik-dalam-Al-
Qur’an.html

Anda mungkin juga menyukai