Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
ucapkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya karena telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada anggota kelompok kami, sehingga dapat dan mampu menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Sistem Politik dan Ekonomi Islam. Tidak lupa pula sholawat serta salam selalu
kami haturkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad shallallahu a’laihi wasallam yang
kita harapkan syafaat beliau di yaumul qiyamah nanti.

Makalah ilmiah ini telah kami susun semaksimal mungkin dengan sumbangan pemikiran
dari seluruh anggota kelompok dan berbagai sumber serta pendapat dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah tentang Sistem Politik Islam dan Ekonomi Islam ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh anggota kelompok dan
seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Selanjutnya, kami juga sampaikan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam Bapak Muhammad
Syukur yang telah memberikan tugas makalah tentang Sistem Politik Islam dan Ekonomi Islam
kepada kelompok kami, hal tersebut kami sampaikan karena adanya makalah ini sangat
bermanfaat untuk memperluas pengetahuan tentang Sistem Politik Islam dan Ekonomi Islam
kepada pembaca dan memberikan pengalaman terhadap kami dalam menyusun makalah.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa manusia tidak lepas dari
adanya kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa yang digunakan. Oleh
karena itu, dengan ini kami meminta maaf dan dengan tangan terbuka menerima segala saran dan
kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir
kata kami berharap semoga adanya makalah ilmiah tentang Sistem Politik dan Ekonomi Islam ini
dapat memberikan manfaat serta inspirasi terhadap pembaca.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sebagai agama Allah merupakan suatu sistem kehidupan yang meliputi
semua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang diatur pula dalam Islam adalah politik.
Dalam perspektif Islam, politik dapat diposisikan sebagai instrumen dakwah. Karena itu,
kekuasaan yang diberikan oleh rakyat pada hakikatnya adalah suatu amanah. Maka
kekuasaan atau jabatan apa pun yang dipangku oleh seseorang muslim haruslah
dinisbahkan dengan pertanggungjawaban. Di sinilah dituntut bahwa berpolitik perlu
memperhatikan akhlak, etika, aspirasi rakyat, dan tuntunan nilai-nalai Islam.
Politik adalah salah satu aspek yang diatur dalam Islam. Hal ini sudah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw ketika Hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad
SAW menciptakan suatu kekuatan sosial-politik dalam sebuah Negara Madinah. Hal
yang pertama dilakukan Nabi Muhammad Saw di Madinah dalam rangka pembentukan
sebuah negara adalah membuat Piagam Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Piagam
yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai
komunitas dalam masyarakat Madinah yang mejemuk. Di negara baru ini Nabi
Muhammad bertindak sebagai Kepala Negara dengan piagam Madinah sebagai
Konstitusinya. Pakar ilmu politik Islam beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah
konstitusi atau undang-undang dasar bagi negara Islam yang pertama dan yang dirikan
oleh Nabi Muhammad di Madinah.
Terwujudnya Piagam Madinah merupakan bukti sifat kenegarawan Nabi
Muhammad. Beliau tidak hanya mementingkan umat Islam, tetapi juga mengakomodasi
kepentingan orang-orang Yahudi dan mempersatukan kedua umat serumpun ini di bawah
kepemimpinannya. Bagi umat Islam, Nabi Muhammad berhasil menciptakan persatuan
dan kesatuan serta persaudaraan di antara kaum Muhajirin dan Ansar, juga antara suku-
suku kalangan Ansar sendiri. Di kalangan Ansar, Nabi diakui telah merekat kembali
hubungan antar suku yang sebelumnya selalu bermusuhan.
Setelah Rasulullah SAW wafat, kepemimpinan beliau dilanjutkutkan oleh empat
khalifah yang sangat terkemuka diantaranya Abu Bakar Ash-Siddiq. Dalam menjalankan
kepemimpinannya, Abu Bakar berusaha konsisten dengan sistem yang berlaku pada masa
hidup Rasulullah. Setelah Abu Bakar wafat, Umar diangkat sebagai khalifah kedua. Umar
menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun dari 13H-23H (634-644 M). Dalam masa
pemerintahannya, ia berhasil membebaskan negeri-negeri jajahan imperium Romawi dan
Persia, seperti Suriah, Persia, Mesir, dan Pelestina, serta membebaskan Baitul Maqdis
dari pendudukan Romawi. Karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas, maka
pemerintahannya dilengkapi dengan lembaga-lembaga politik, dengan tugas antara lain
mengatur hubungan antara daerah taklukan dan pemerintahan pusat. Bangunan dasar
negara Islam sudah mulai dilembagakan, yang strukturnya kemudian dikembangkan oleh
pemerintahan Dinasti Ummayah.
Setelah Umar wafat maka khalifah digantikan oleh Utsman bin Affan. Masa
pemerintahan berlangsung selama 12 tahun, yaitu 23-35 H (644-656). Masa
kepemimpinan Utsman ditandai oleh perpecahan. Hal ini berbeda dengan dua khalifah
sebelumnya, yang walaupun proses pemilihannya diperselisihkan, setelah khalifah
menimbulkan kelompok pembangkang, seperti gerakan separatis Irak dan Mesir. Setelah
Utsman wafat khalifah digantikan Ali bin Abi Thalib masa pemerintahan Ali juga
dibayang-bayangi oleh pertentangan, yang semakin tampak sejak terbunuhnya Utsman
Selain politik Islam, ekonomi Islam juga menjadi salah satu syariat Allah yang
telah diajarkan Rasululullah kepada umat manusia dan tidak pernah terlepas dalam
kegiatan sehari-hari. Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan.
Ekonomi Islam bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan
sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.1 Menurut agama Islam kegiatan ekonomi
merupakan bagian dari kehidupan yang menyeluruh, dilandasi oleh nilai-nilai yang
bersumber dari alquran dan hadits yang diaplikasikan pada hubungan kepada Allah dan
kepada manusia secara bersamaan.2 Nilai-nilai inilah yang menjadi sumber ekonomi
Islam.3 Sehingga kegiatan ekonomi terikat oleh nilai-nilai keislaman, termasuk dalam
memenuhi kebutuhan.
Pada hakikatnya, manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, bertujuan
untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Di antara kebutuhan yang diperlukan ialah
barang dan jasa, yang mampu memberikan manfaat kepada manusia, baik untuk dirinya
maupun orang lain. Nilai manfaat inilah yang menjadi salah satu faktor dari kebutuhan
manusia atau disebut sebagai nilai ekonomis dalam perspektif ilmu ekonomi. Ilmu
ekonomi membagi kebutuhan menjadi tiga, yaitu kebutuhan primer, kebutuhan sekunder,
dan kebutuhan tersier. Sedangkan kebutuhan menurut syariat Islam dalam konsep
maqashid asy-syari ’ah disebut daruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Kebutuhan primer
dalam ekonomi Islam dikenal sebagai kebutuhan daruriyat, seperti sandang, pangan dan
papan. Hajiyat yaitu kebutuhan manusia atau maslahat yang bersifat sekunder untuk
memepermudah dalam kehidupan yang apabila tidak ada tidak terlalu berdampak kepada
jalannya kehidupan. Terakhir, tahsiniyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan
martabat kehidupan seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Allah SWT sebatas
kewajaran dan kepatuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa konsep dari politik Islam?
2. Nilai-nilai apa saja yang menjadi dasar politik Islam?
3. Bagaimana bentuk kepemimpinan dalam perspektif Islam
4. Apa konsep dari ekonomi Islam?
5. Nilai-nilai apa saja yang menjadi dasar ekonomi Islam?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep politik Islam
2. Untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai dasar politik Islam
3. Untuk mengetahui dan memahami kepemimpinan dalam perspektif Islam
4. Untuk mengetahui dan memahami konsep ekonomi Islam
5. Untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai dasar ekonomi Islam
1.4 Manfaat
1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan
keilmuan terkait Sistem Politik Islam dan Ekonomi Islam sehingga dapat digunakan atau
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Islam.
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan penulis terkait bagaimana sistem politik
Islam dan ekonomi yang baik dan benar dalam Islam melalui penulisan makalah
tentang Sistem Politik Islam dan Ekonomi Islam.
b. Bagi Masyarakat
Dengan disusunya makalah ini, masyarakat diharapkan mampu mendapatkan
pemahaman terkait sistem politik Islam dan ekonomi Islam sehingga kedepannya
dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Politik Islam
2.1.1 Pengertian Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata polis atau politicos (bahasa Yunani),
yang artinya negara kota. Namun kemudian dikembangkan dan diturunkan menjadi
kata lain seperti polities (warga negara), politikos (kewarganegaraan atau civic), dan
politike tehne (kemahiran politik), dan politike epistem (ilmu politik), (Cholisin,
2003:1).
Menurut Meriam Budiardjo dalam bukunya mengatakan bahwa politik adalah
berbagai macam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan
itu. (Meriam Budiardjo, 2001:8). Jadi politik ialah suatu proses dalam melaksanakan
maupun dalam mencapai tujuan dari politik itu sendiri.
Lain lagi pandangan dari Ramlan Surbakti (1992:11), yang menyatakan bahwa
politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama
masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Dengan demikian, politik memiliki arti yang luas. Namun, secara garis besar
pengertian politik sebagai kata benda ada tiga yaitu:
1) Pengetahuan mengenai kenegaraan
2) Segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain
3) Kebijakan, cara bertindak dalam menangani suatu masalah
Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang sering dijumpai, disebabkan oleh setiap
sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik saja. Unsur itu
diperlakukannya sebagai konsep pokok, yang dipakainya untuk melihat unsur-unsur
lainnya. Konsep- konsep pokok itu antara lain adalah:
1) Negara
2) Kekuasaan (Power)
3) Pengambilan Keputusan (Decisionmaking)
4) Kebijaksanaan (Policy,Beleid)
5) Pembagian (Distribution) atau Alokasi (Allocation)
2.1.2 Pengertian Politik Islam
Dalam perspektif Islam, istilah politik disamakan dengan kata al-Siasah . Kata
siasah berasal dari kata “sasa”. Kata ini dalam kamus Al-Munjid dan Lisan al-Arab
berarti mengatur, mengurus dan memerintah. Siasah dapat pula berarti pemerintahan
dan politik, atau membuat kebijaksanaan. Abdul Wahhab Khallaf mengutip ungkapan
AlMaqrizi menyatakan, arti kata siyasat adalah mengatur. Kata sasa sama dengan “to
govern, to lead”. Siasah sama dengan policy (of government, corporation, etc.). Jadi
siasah menurut bahasa mengandung beberapa arti, yaitu mengatur, mengurus,
memerintah, memimpin, membuat kebijaksanaan, pemerintahan dan politik. Artinya
mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis
untuk mencapai sesuatu tujuan adalah siasah.
Secara terminologis dalam Lisan alArab, siasah adalah mengatur atau memimpin
sesuatu dengan cara yang membawa kepada kemaslahatan. Sedangkan di dalam Al-
Munjid disebutkan, siasah adalah membuat kemaslahatan manusia dengan
membimbing mereka ke jalan yang menyelamatkan. Dan siasah adalah ilmu
pengetahuan untuk mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik
dalam negeri dan politik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan
umum atas dasar keadilan dan istiqomah
Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikannya sebagai “undang-undang yang
diletakkan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan”.
Ibnu al-Qayim yang dinukilkannya dari Ibn Aqil menyatakan; “Siasah merupakan
suatu perbuatan yang membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar
dari kerusakan walaupun Rasul tidak menetapkannya dan Allah tidak
mewahyukannya”. Pengertian yang singkat dan padat juga dikemukakan oleh
Bahantsi Ahmad Fathi yang menyatakan siasah adalah “pengurusan
kepentingankepentingan (mashalih) umat manusia sesuai dengan syara”.
Pada prinsipnya pengertian-pengetian tersebut di atas mengandung persamaan.
Siasah berkaitan dengan mengatur dan mengurus manusia dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara dengan membimbing mereka kepada kemaslahatan dan menjauhkannya
dari kemudaratan. Disamping ada kesamaannya ada pula perbedaannya terutama pada
penekanan orientasi. Tiga definisi pertama bersifat umum, yaitu siasah yang tidak
memperhatikan nilai-nilai syariat agama sekalipun tujuannya untuk mewujudkan
kemaslahatan. Corak siasah ini dikenal dengan istilah siyasat wadh’iyat, yaitu siasah
yang berdasarkan kepada pengalaman sejarah dan adat masyarakat serta hasil oleh
pemikiran manusia dalam mengatur hidup manusia bermasyarakat dan bernegara.
Namun tidak semua siyasat wadh’iyat ditolak selama ia tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran dan ruh Islam. Sedangkan dua definisi terakhir bersifat khusus,
yaitu siasah yang berorientasi kepada nilai-nilai kewahyuan atau syariat.
2.1.3 Tujuan Politik (Siyasah) dalam Islam
a.Iqamatul Diin
1) Menegakkan agama (memberlakukan hukum sejalan dengan hukum Allah SWT)
2) Sebagai bentuk ibadah manusia dan menjadikan Allah SWT satu-satunya tempat
menyembah
3) Membebaskan manusia dari penghambaan terhadap sesame manusia
b. Siyasatud Dunya
1) Menegakkan dan mengatur urusan kehidupan dunia
2) Menciptakan keselarasan dan keharmonian dalam kehidupan
3) Merealisasikan makna khalifatullahi fi ardhi
2.1.4 Islam dan Politik
Islam ialah agama yang syamiil (menyeluruh/sempurna) dan universal. Islam
mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Tak luput pula masalah politik
ataupun urusan kenegaraan yang lainnya. Di dalam seluruh sejarah kemanusiaan,
Islam telah menyumbangkan sesuatu yang sangat besar yang tidak ternilai harganya,
ialah suatu “model negara”, yang dinamakannya “Negara Islam” atau Daulah
Islamiyah (Zainal Abidin Ahmad, 1977:68).
Dalam Negara Islam yang menjadi dasar ialah Firman Tuhan dan suara rakyat
(musyawarah). Dengan tegas dapat dikatakan bahwa firman tuhan (Fox Dei) dan
ajaran Nabi (Fox Prophetae) bergabung dengan suara rakyat (Fox Popule), menjadi
kekuasaan tertinggi di dalam negara (Zainal Abidin Ahmad, 1977:69)
Islam dan politik jelas tidak dapat dipisahkan. Nabi Muhammad sendiri ialah
seorang politikus handal yang bisa menjadi pemimpin bagi rakyatnya. Bahkan di
zaman Islam pertama dahulu, masjid itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah
saja, tapi juga mempunyai fungsi politik yang sangat penting. Bukan saja tempat
praktik politik seperti tempat musyawarah, ataupun tempat pembaiatan
pemimpin/kepala Negara, dan lainnya lagi, tetapi masjid juga dijadikan tempat
mempelajari teori-teori politik disampimg ilmu agama dan lainnya (Zainal Abidin
Ahmad, 1977: 248)
Adapun menurut Anis Matta (2006: 87-88) pengertian dalam penerapan syari’ah
atau pembentukan Daulah Islamiyah, yakni ada beberapa logika yang perlu dipahami.
Pertama, Islam adalah sistem kehidupan integral dan komprehensif yang karenanya
memiliki semua kelayakan untuk dijadikan sebagai referensi utama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedua, berkah sistem kehidupan Islam harus dapat dirasakan
masyarakat, apabila ia benar-benar diharapkan dalam segenap aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara kita. Ketiga, untuk diterapkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara maka diperlukan dua bentuk kekuatan: kekuatan legalitas dan kekuatan
eksekusi. Keempat, untuk memiliki kekuatan legalitas dan kekuatan eksekusi,
diperlukan kekuasaan yang besar dan sangat berwibawa, yang diakui secara de facto
maupun de jure. Atas dasar kerangka logika tersebut, urutan persyaratan yang harus
dipenuhi adalah meraih kekuasaan, memiliki kompetensi eksekusi, dan bekerja dengan
keabsahan konstitusi. Yang mana itu semua ialah bagian daripada politik.
Ini semakin menegaskan bahwa Islam itu tidak anti politik, bahkan politik
merupakan suatu keharusan dan kebutuhan agar nilai-nilai Islam (syari’at) dapat
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan masyarakat.
Karena Islam ialah universaal dan integral, mencakup segala aspek kehidupan manusia
termasuk dalam hal politik, dan Islam ialah agama rahmatan lil alamiin.
2.2 Nilai-Nilai Dasar Politik Islam
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyinggung permasalahan politik (siyasah)
di dalam Q.S Yunus Ayat 14 berikut.
ۢ ٰۤ
ُ ْ ْ
َ ‫ض ِمن بَ ْع ِد ِه ْم لِنَنظ َر َكي‬
‫ْف‬ َ ‫اْل‬ َ ‫تَ ْع َملُ ْو َن ثُ َّم َج َع ْل ٰن ُك ْم َخل ِٕى‬
ِ ْ‫ف فِى ا ر‬
Artinya:
“Kemudian Kami jadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (merek) di bumi setelah
mereka, untuk Kami lihat bagaimana kamu berbuat”.
Dalam ayat ini, Allah SWT. Menjelaskan bahwa manusia memang dijadikan sebagai
seorang kholifah dimuka bumi ini. Maka dari itu, manusia sebagai khalifah di muka bumi
harus memahami nilai-nilai dasar dari politik Islam. Terdapat sembilan nilai-nilai dasar
politik Islam, yaitu:
1. Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat
Allah berfirman dalam Q.S. Ali ‘Imran Ayat 103 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”
Berdasarkan ayat tersebut, umat manusia diharuskan untuk saling menjaga persatuan
dan tidak bercerai berai dengan berlandaskan hukum yang telah Allah tetapkan. Maka
dari itu, melalui politik Islam yang baik diharapkan untuk menjadi sistem yang mengatur
persatuan dan kesatuan ummat dengan selalu berorientasi pada nilai-nilai ketaatan dan
ketakwaan kepada Allah.
2. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah
Allah berfirman dalam Q.S. As-Syura Ayat 38 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,”
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan kepada kita bahwa segela persoalan yang
muncul dalam setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup kaum muslimin harus
diselesaikan dengan jalan musyawarah berdiskusi bersama mencari solusi terbaik. Bukan
dengan cara suara voting suara terbanyak, karena terkadang suara mayoritas itu bukan
menjadi solusi terbaik untuk semuanya. Suara terbanyak sering sekali disalah gunakan
untuk meluluskan kepentingan golongan tertentu saja tanpa memikirkan golongan
minoritas.
3. Keharusan menunaikan amanah dan menetapkan hukum secara adil
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa’ Ayat 58 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“ Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran
kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Setiap kebijakan atau aturan yang dibuat harus bernafaskan dengan nilai nilai keadilan
dan dilaksanakan dengan penuh amanah. Kebijakan yang dilaksanakan juga harus penuh
dengan rasa tanggung jawab tanpa membeda bedakan orang atau golongan tertentu.
Kebijakan yang dibangun tanpa dilandasi dengan keadilan dan responbility (amanah)
akan sia sia tidak akan bisa membawa kemakmuran dan kesuksesan sebagus apapun
kebijakan tersebut dibuat.
4. Kemestian menaati Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa’ Ayat 59 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Dalam berpolitik, tentunya tidak terlepas dari adanya perbedaan pendapat, alangkah
baiknya mengembalikan urusan tersebut kepada Allah melalui Al-Qur’an dan Rasul
melalui sunnahnya. Melalui ketaatan tersebut, atas izin Allah suatu negeri menjadi lebih
makmur dan berkah.
5. Keniscayaan mendamaikan konflik antara kelompok dalam masyarakat Islam
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hujurat Ayat 9 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah
antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang
lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka
damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil”.
Dalam suatu negara pasti selalu terdapat dua bahkan ratusan golongan. Terkadang
dalam golongan atau kelompok masyrakat dapat terjadi perselisihan. Disinilah, politik
sebagai sistem yang memberi pengaturan dan kebijakan untuk mendamaikan konflik
yang ada sehingga tidak terjadinya perpecahan yang lebih besar lagi antar kelompok
masyarakat Islam.
6. Kemestian mempertahankan kedaulatan negara dan larangan melakukan agresi
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 190 berikut.

‫اَل هّٰللا َ اِ َّن ۗ تَ ْعتَ ُد ْوا َواَل يُقَاتِلُ ْونَ ُك ْم الَّ ِذي َْن هّٰللا ِ َسبِي ِْل فِ ْي َوقَاتِلُ ْوا‬

ُّ‫ْال ُم ْعتَ ِدي َْن ي ُِحب‬


Artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan
melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Melalui politik diciptakanlah kebijakan yang berkaitan dengan menjaga kedaulatan
negara dan larangan melakukan agresi. Dengan menjaga kedaulatan negara maka
masyarakat dapat hidup lebih damai dan setiap roda kehidupan tetap berjalan normal.
Selain itu, dengan tidak melakukan agresi menghindari perpecahan antar negara yang
dapat melemahkan sistem politik suatu negara.
7. Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Anfal Ayat 61 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah
kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.
Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian begitu pula dengan sistem
politiknya. Perdamaian dalam politik dapat diwujudkan dengan hubungan politik antar
negara yang sehat sehingga masing-masing negara saling mendapatkan benefit satu sama
lain.
8. Mempertahankan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Anfal Ayat 60 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan
kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh
Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas
dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”.
Pertahanan dan keamanan dalam fiqih siyasah disebut dengan al-amn, yang
mempunyai dua sisi makna yaitu pertama, keamanan berarti aman dan tenteram. Kedua,
keamanan terkait dengan keimanan, karena iman sebagai suatu keteguhan dalam hati
akan menciptakan rasa aman. Orang yang beriman adalah orang yang aman, yaitu aman
dari segala gangguan dan kegundahan, baik didunia apalagi di akhirat, tanpa dihinggapi
rasa takut. Maka dengan demikian Pertahanan dan keamanan merupakan sebagai suatu
kondisi masyarakat yang ideal dalam sebuah negara disebutkan dengan ungkapan
“Baldatun thayyibatun.”
9. Peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Hasyr Ayat 7 berikut.
(bantuin ayat ini ca)
Artinya:
“Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul),
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-
Nya”.

DAFTAR PUSTAKA
Jafar, Wahyu Abdul., 2018. Fiqh Siyasah dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam. Vol.3 No.1
Ishomuddin, 2013. Pemahaman Politik Islam Studi Tentang Wawasan Pengurus
dan Simpatisan Partai Politik Berasas Islam di Malang raya. Vol.8 No.2
Syahrani, 2020. Nilai Dasar Politik Islam.

Anda mungkin juga menyukai