Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

APLIKASI SYARIAH POLITIK ISLAM

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

- YUNI ZAHARA (19018179)


- YANANDA YULIA (19136182)
- JULFIKA DILOVIN (19058059)

DOSEN PEMBINA

FERI IRAWAN M.Pd.I

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
mengucapkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata dari kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Padang, 2 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Tujuan umum
C. Tujuan khusus
D. Rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsepsi Politik Islam


2. Demokrasi dan HAM dalam Islam
3. Konsep Masyarakat Madani

BAB III PENUTUP

Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk
mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang
dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga
dengan kata “Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai
tujuan tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang
negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat
dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk
melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia
biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan
tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya
untuk mencapai tujuan tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan
masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat,
kemudian untuk bangsa dan negara kita.

Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau
dengan ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam
sangat identik dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam
kehidupan sehari- hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus
mempunyai suatu cara tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan
umat manusia. Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu
politik, maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena
jika agama tidak menggunakan suatu politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan
sampai pada tujuannya. Kalaupun pada kenyataannya banyak yang tidak berhasil,
mungkin cara yang digunakan belum sempurna dan perlu menambahan ilmu.

Untuk itulah saya sangat berharap kepada pembaca semua, semoga setelah
membaca atau membahas makalah ini, kita semua mampu menjadikan agama islam
agama yang kembali sempurna untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik
di sisi-Nya, Amin.

B. TUJUAN UMUM
1. Mengetahui definisi dari politik islam.
2. Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan politik islam.
C. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih
dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita serta lebih mendapatkan
posisi yang lebih baik di hadapan AllahSWT.
D. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari dari politik islam?
2. Apa itu Demokrasi dan HAM dalam Islam
3. Apa itu Konsep Masyarakat Madani
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Islam

Kita dapat mendefenisikan pemikiran politik dengan melihat masalah-masalah dan topic-
topiknya, yaitu macam pemikiran yang bertujuan untuk memberikan solusi atas masalah-masalah
yang ditimbulkan oleh masyarakat politik.

Suatu masyarakat dikatakan sebagai masyarakat politik jika ia mempunyai lembaga


kekuasaan yang khusus, yang dapat menetapkan hukum dan undang-undang, yang ia buat atau ia
adopsi, yang mengatur perilaku masyarakat. Kemudian hukum dan undang-undang itu ia
aplikasikan kepada masyarakat dan memaksa mereka mereka untuk mematuhinya. Undang-
undang itu dipatuhi secara umum oleh masyarakat dan diakui mempunyai kekuatan dengan
sukarela atau terpaksa, juga ia diakui sebagai kekuasaan tertinggi dalam masyarakat itu dan dapat
memberikan hukuman material.

Kata politik terambil dari bahasa Yunani yaitu politicos, atau dari bahasa latin yaitu politicus
yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota. Kamus Besar
Bahasa Indonesia mengartikan kata politik sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat,
dan sebagainya) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain. Juga dalam arti
kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani satu masalah). Dalam kamus-
kamus bahasa Arab modern, kata politik diterjemahkan dengan kata siyasah. Kata ini terambil
dari akar akat “sasa-yasusu”, yang berarti mengemudikan, mengendalikan, mengatur dan
sebagainya (Quraish Shihab, 1999:416). Politik secara umum diartikan dengan ilmu memerintah
dan mengatur Negara, seni memerintah dan mengatur masayarakat manusia. Dengan kata lain
cara atau taktik untuk mencapai satu tujuan. Secara lebih khusus politik diartikan sebagai
kemahiran dalam rangka menghimpun, meningkatkan kualitas dan kuantitas, mengawasi dan
mengendalikan dan menggunakan kekuatan untuk mencapai tujuan dalam Negara dan institusi
lainnya.

Politik secara umum berhubungan dengan berbagai cara dalam pencapaian tujuan hidup
manusia. Politik secara khusus penekanannya kepada kekuasaan dan pemerintahan. Hal ini
sesuai dengan defenisi yang dikemukakan oleh M.Quraish Shihab, bahwa politik adalah segala
urusan dan tindakan berupa kebijakan dan siasat mengenai pemerintahan Negara dan terhadap
Negara lain dengan tujuan untuk kemaslahatan bersama. Dalam Al-Quran tidak ditemukan kata
yang terbentuk dari akar kata sasa-yasusu, namun ini bukan berarti bahwa Al-Quran tidak
menguraikan politik. Uraian Al-Quran tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-
ayat yang berakar kata hukm. Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang dalam
rangka perbaikan “. Dari akar kata yang sama dengan makna asal kata sasa-yasusu-sais, siyasat,
yang berarti mengemudi, mengendalikan, pengendali, dan cara pengendalian.
Menurut Quraish Shihab, tidak dibahasnya secara teknis permasalahan politik di dalam Al-
Quran Karena Al-Quran ditujukan kepada semua manusia yang lintas ras, etnik, waktu, dan
tempat. Sehingga dengan hanya mengemukakan prinsip dan norma-norma politik umat Islam
mampu menterjemahkannya di setiap waktu, tempat dan kebutuhan yang berkembang. Namun
walaupun dalam Islam terdapat peluang untuk berpolitik secara lebih luas dalam hal kekuasaan
harus tunduk kepada hokum dan aturan Allah, artinya Allah adalah penguasa terhadap segala
sesuatu di alam semesta ini. Hal ini terdapat dalam surat al-maidah ayat 18 yang terjemahannya
sebagai berikut :

“ dan kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang terdapat antara keduanya “.

B. Prinsip dan Norma politik dalam Islam

Dalam Islam, politik didasarkan kepada tiga prinsip, yaitu tauhid, risalah dan khalifah.
Tauhid berarti mengesankan Allah SWT selaku pemilik kadaulatan tertinggi itu yaitu Allah,
sehingga semua tanduk-tanduk politik yang dilakukan setiap muslim terkait erat dengan
keyakinan kepada Allah SWT.

Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hokum-hukum Allah


SWT. Sebagai orang yang beriman kepada risalah tersebut, setiap muslim berkewajiban
menjadikannya sebagai pegangan hidup. Dalam menjalankan pemerintahan, risalah berfungsi
sebagai “sumber norma dan nilai”. Dalam artian risalah adalah merupakan sumber norma dan
nilai dalam melaksanakan perpolitikan. Manusia adalah khalifah Allah di permukaan bumi, lihat
Al-Quran surat Al-baqarah ayat 30, terjemahannya :

“ingatlah ketika Tuhanmu berbicara kepada Malaikat “Sesungguhnya aku menciptakan


manusia sebagai “Khalifah” di permukaan bumi…”.

Manusia diberi tugas oleh Allah Sang Pencipta sebagai Khalifah untuk mengurus dan mengatur
kehidupan di dunia termasuk dalam masalah pemerintahan. Khalifah berarti “pemimpin” atau
“wakil Allah” di bumi. Oleh karena itu khalifah dituntut untuk melakukan tugas kekhalifahan
dengan baik dan maksimal sesuai aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah. Dalam pelaksanaan
politik, Islam juga memiliki norma-norma yang harus diperhatikan. Norma-norma ini merupakan
karakteristik pembeda politik Islam dari system politik lainnya. Norma-norma itu adalah :

a. Politik merupakan alat atu sarana untuk mencapai tujuan, bukan dijadikan sebagai
tujuan akhir atau satu-satunya.
b. Politik Islam berhubungan dengan kemaslahatan umat.
c. Kekuasaan mutlak adalah milik Allah.
d. Manusia diberi amanah sebagai khalifah untuk mengatur alam ini secara baik.
e. Pengangkatan pemimpin didasari atas prinsip musyawarah.
f. Ketaatan kepada pemimpin wajib hukumnya setelah taat kepada Allah dan Rasul,
g. Islam tidak menentukan secara eksplisit bentuk pemerintahan Negara.

Kepemimpinan politik dalam Islam harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan
oleh ajaran agama. Penjelasan itu terdapat dalam surat An-Nisa ayat 58-59 yang terjemahannya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan Ulil
Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikan ia kepada Allah (Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (baimu) dan
lebih baik akibatnya”.

Jadi pada ayat diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa syarat kepemimpinan politik
dalam Islam antara lain :

a. Amanah yaitu bertanggung jawab dengan tugas dan kewenangan yang diemban
b. Adil yaitu mampu menempatkan segala sesuatu secara tepat dan proposional
c. Taat kepada Allah dan Rasul
d. Menjadikan Al-Quran dan sunnah sebagai referensi utama

C. Hak Asasi manusia menurut ajaran Islam

Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang
disebut dengan hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Dengan hak asasi
tersebut manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan dan sumbangannya bagi
kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak yang dasar yang
melekat pada diri tiap manusia.

Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan
Islam. Hak asasi manusia menurut pandangan barat semata-mata bersifat antroposentris, artinya
segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat dipentingkan.
Sebaliknya, hak-hak asasi manusia ditilik dari sudut pandangan Islam bersifat teosentris, artinya
segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Dengan kata lain, berbeda dengan pendekatan barat,
strategi Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan kemerdekaan dasar
manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang terpatri di dalam hati
pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Perspektif Islam sungguh-sungguh bersifat teosentris.
Pemikiran barat menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolak
ukur segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui Firman-Nya, Allah lah yang menjadi tolak
ukur segala sesuatu, sedangkan manusia mengabdi kepada-Nya. Disinilah letak perbedaan
fundamental antara hak asasi manusia menurut pola pemikiran barat dengan Islam. Makna
teosentris menurut Islam adalah manusia pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang
dirumuskan dalam dua kalimat syahadat yakni pengakuan tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya.

Dalam konsep Islam seseorang hanya mempunyai kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah
karena ia harus hukum-Nya. Namun menurut paradoks, didalam tugas-tugas inilah terdapat
semua hak dan kemerdekaannya. Menurut ajaran Islam, manusia mengakui hak-hak dari manusia
lain karena hal itu merupakan sebuah kewajiban yang dibebankan oleh hukum agama untuk
mematuhi Allah. Oleh karena itu, hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata untuk
menekankan kepada hak asasi manusia saja, akan tetapi hak itu dilandasi hak asasi manusia
untuk mengabdi kepada Allah sebagai pencipta-Nya.

Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia dibagi atas dua ketegori, yaitu
huququllah dan huququl ‘ibad. Huququllah (hak-hak Allah) adalah kewajiban-kewajiban
manusia kepada Allah yang diwujudkan dalam hal ibadah sedangkan huququl ‘ibad (hak-hak
manusia) merupakan kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk
Allah lainnya. Hak-hak Allah tidak berarti bahwa hak-hak yang diminta oleh Allah karena
bermanfaat bagi Allah, karena hak-hak Allah bersesuaian dengan makhluk-Nya.

D. Demokrasi dalam Islam

Kadaulatan mutlak dan keesaan tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan
manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para
cendikiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap
demokratis. Didalamnya tercakup defenisi khusus dan pengakuan terhadap kedaulatan rakyat,
tekanan terhadap kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban
pemerintah.

Demokrasi Islam dianggap sebagai mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama
berakar, yaitu musyawarah (syura), persetujuan (ijma’), penilaian interpretative yang mandiri
(ijtihad). Seperti banyak konsep dalam tradisi politik barat, istilah-istilah ini tidak selalu
dikaitkan dengan pranata demokrasi dan mempunyai banyak konsep dalam wacana muslim
dewasa ini.

Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Masalah


musyawarah juga disebutkan dalam surat asy-syura 28 yang isinya berupa perintah kepada
pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang dipimpinnya
dengan cara bemusyawarah. Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah Negara Islam
tercermin terutama dalam doktrin musyawarah (syura). Dalam hal politik, umat Islam
mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para penguasa dan pendapat mereka harus
diperhatikan dalam hal menangani masalah Negara.

konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam pengembangan hukum Islam dan
memberikan sumbangan sangat besar pada korp hukum atau tafsir hukum. Namun hampir
sepanjang ajaran Islam konsensus sebagai salah satu sumber hukum Islam dibatasi konsesus para
cendikiawan, sedangkan konsensus rakyat kebanyakan memiliki makna yang kurang begitu
penting dalam kehidupan umat Islam.

Konsensus dan musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi
Islam modern. Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan system yang mengakui
suara mayoritas.

Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi Islam, yakni
ijtihad. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang sangat penting bagi
artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka keesaan tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia
sebagai khalifah-Nya.

E. Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama. Dalam sejarah pemikiran
filsafat, sejak masa filsafat Yunani sampai filsafat Islam juga dikenal istilah madinah atau polis,
yang berarti kota, atau masyarakat yang maju dan berperadaban. Masyarakat madani merupakan
symbol idealisme yang diharapkan oleh setiap masyarakat. Didalam Al-Quran Allah
memberikan gambaran masyarakat ideal dalam surat as-saba ayat 15 yang terjemahannya :

” (negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.

Karakteristik masyarakat madani :

1. Bertuhan
2. Damai
3. Tolong-menolong
4. Toleran
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Konsep zakat, sedekah, dan hibah bagi
umat Islam serta jizyah dan kharaj bagi non muslim, merupakan salah satu wujud
keseimbangan yang adil dalam masyarakat tersebut
6. Berperadaban tinggi
7. Berakhlak mulia
Peranan umat Islam dapat direalisasikan melalui jalur hukum, sosial, dan ekonomi.
System ini memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya secara konstruktif bagi
kepentingan bangsa secara keseluruhan.

Sikap amar ma’ruf dan nahi mungkar juga masih sangat lemah. Hal itu telihat dari
fenomena-fenomena sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti angka kriminalitas
yang tinggi, korupsi yang terjadi disemua sektor, kurangnya rasa aman. Bila umat Islam
Indonesia menjalani hidup dengan Islami, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sejahtera.

F. Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan Nasional

Kontribusi umat Islam dalam pepolitikan Nasional sudah dimulai sejak masa penjajahan
(prakemerdekaan). Dalam sejarah terbukti bahwa perjuangan gigih mencapai kemerdekaan
digerakkan oleh tokoh-tokoh diberbagai daerah. Perjuangan gigih ini dipicu oleh adanya
keyakinan agama terhadap penolakan kezaliman yang sangat dilarang oleh agama yaitu
penjajahan, penindasan, dan ketidakadilan.

Pada fase kemerdekaan tokoh-tokoh muslim pun berperan aktif dalam menetapkan dasar-
dasar berideologi berbangsa dan bernegara. Lahirnya Pancasila dan Undang-Undang 1945
merupakan refleksi dari nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Hal ini
dapat dilihat dari nilai-nilai sila yang memuat tauhid, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan
mufakat serta keadilan sosial.

Pada masa orde baru tokoh-tokoh muslim juga memberikan kontribusi yang sangat berarti
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara seperti lahirnya tri kerukunan umat beragama yang
mengatur kerukunan antar umat seagama, dan antara umat beragama dan pemerintah. Pada masa
ini juga dikeluarkannya UU peradilan beragama dan Kompilasi Hukum Islam Indonesia (KHI)
yang menjawab kebutuhan masyarakat muslim terhadap hukum islam positif Indonesia.

Sedangkan pada masa orde reformasi perjuangan politik Indonesia semakin terbuka lebar, hal
ini didukung oleh perkembangan demokrasi politik di Indonesia. Perjuangan politik itu diiringi
dengan menjamurnya partai-partai politik baru yang berasaskan Islam yang dimotori oleh para
politikus muslim. Selain itu juga dikeluarkan berbagai peraturan perundangan Negara yang
berhubungan dengan kebutuhan umat Islam seperti undang-undang pengelolaan zakat NO.38
tahun 1999, dan disejajarkannya posisi peradilan agama dengan pengadilan negeri, pengadilan
militer, dan pengadilan tata usaha Negara, dibawah mahkamah agung.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-Nya di samping sifat-
sifat keutamaan, kemampuan jasmani dan rohani yang memungkinkan ia melaksanakan
fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian, perlu dikemukakan
bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena
kelemahanya itu, manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah.

Bentuk bantuan Allah itu terutama berupa agama sebagai pedoman hidup di dunia dalam
rangka mencapai kebahagiaan di akhirat nanti. Dengan bantuan-Nya Allah menunjukkan jalan
yang harus di tempuh manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup manusia hanya
dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai
makhluk utama yang bertanggung jawab atas tegaknya hukum Tuhan dalam pembangunan
kemakmuran di bumi untuk itu Al-Qur'an yang memuat wahyu Allah, menunjukkan jalan dan
harapan yakni (1) agar manusia mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan fitrah (sifat asal atau
kesucian)nya, (2) mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakkan hukum, (3)
memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi, dan pada saat yang sama
memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian, kemunkaran dan kesewenang-wenangan.
Untuk itu di perlukan sebuah system politik sebagain sarana dan wahana (alat untuk mencapai
tujuan) yaitu Politik Islam.

B. Saran

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh, sudah sepatutnya memiliki peran
utama dalam kehidupan politik sebuah negara. Untuk menuju ke arah integrasi kehidupan
masyarakat, negara dan Islam diperlukan ijtihad yang akan memberikan pedoman bagi anggota
parlemen atau politisi dalam menjelaskan hujahnya dalam berpolitik. Dan interaksi umat Islam
yang hidup dalam alam modern ini dengan politik akan memberikan pengalaman dan tantangan
baru menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berpolitik yang bersih dan sehat akan
menambah kepercayaan masyarakat khususnya di Indonesia bahwa memang Islam mengatur
seluruh aspek mulai ekonomi, sosial, militer, budaya sampai dengan politik.

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, Quraish. 1999. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai