Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

APLIKASI SYARI’AH
(HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM)

Dosen Pembimbing:
FERI IRAWAN M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Muhammad Tegar / 19136161
Wanda Ikhlaulia / 19018177
Yolanda Putri / 19045164

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


Tahun 2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang kami mengucapkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar perbuatan makalah ini, untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam perbuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis menerima saran dan
kritik dari pembaca kepada penulis sehingga penulis dapat memperbaiki makalah
ini.

Padang, 13 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
Latar Belakang..........................................................................................................1
Rumusan Masalah.....................................................................................................1
Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2
Konsep Makanan dalam Islam.................................................................................2
Konsep Minuman dalam Islam.................................................................................5
NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif lainnya) Menurut Islam....................................6
Konsep Berpakaian, Judi, Mencuri, Suap Menyuap, dan Korupsi dalam Islam....10

BAB III PENUTUP.....................................................................................19


Kesimpulan.............................................................................................................19
Saran 19

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai umat muslim tentunya kita mengenal adanya halal dan haram.
Banyak manusia yang menerti apaitu halal dan apa itu haram. Namun, dalam
pelaksanaannya masih ada sebagian manusia yang belum melaksanakan sesuai
apa yang diketahuinya. Alasan sebagian manusia tersebut melakukannya hanya
karena hal sepele. Mereka tidak paham apa yang terjadi pada dirinya kelak
diakhirat.

Untuk itu perlu diberikan pengetahuan agar manusia lebih paham dan
mampu membedakan mana yang halal dan mana yang haram sehingga manusia
tidak berada pada kesesatan yang dapat menjerumuskan pada kemaksiatan. Selain
itu, mengetahui yang halal dan haram juga memberikan dampak positif bagi diri
manusia yakninya berupa ketentraman dan kedamaian dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep makanan dalam islam ?


2. Bagaimanakah konsep minuman dalam islam ?
3. Bagimanakah NAZA dalam pandangan islam ?
4. Bagimanakah konsep berpakaian, judi, mencuri, suap menyuap, dan
korupsi dalam islam ?

Tujuan

1. Mengetahui makanan dalam islam.


2. Mengetahui konsep minuman dalam islam.
3. Mengetahui NAZA dalam pandangan islam.
4. Mengetahui konsep berpakaian, judi, mencuri, suap menyuap, dan korupsi
dalam islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Halal dan Haram dalam Islam

Dari segi bahasa, kata halal berasal dari halla atau halala (Arab) yang
mengandung beberapa makna antara lain ; menyelesaikan problem atau kesulitan,
meluruskan benang kusut atau melepaskan ikatan benang membelenggu (Quraish
Shihab, 1992 : 318). Dari keseluruhan makna yang terkandung dalam kata halal
dapat dirangkum suatu pengertian bahwa halal menunjuk kepada sesuatu terbebas
dari ikatan atau larangan sehingga membawa efek positif kepada jiwa berupa
ketenangan atau ketentraman.
Kata halal dari segi hukum diartikan sebagai sesuatu yang yang bukan
haram, hukum islam memperkenalkan 5 macam hukum yang disebut juga dengan
hukum taklifi yaitu ; wajib, sunat, mubah, makruh dan haram. Empat yang
pertama termasuk kelompok halal.
Sebagai lawan dari kata halal adalah haram. Secara garis besar haram
terbagi 2 yaitu ; Pertama, haram lizatihi yaitu keharaman yang melekat pada suatu
zat yang tidak mungkin berubah menjadi halal. Misalnya anjing dan babi,
keharaman pada dua jenis hewan ini inheren atau sudah melekat pada dirinya,
Kedua, haram lil “aridhi yaitu sesuatu benda yang secara zatiah termasuk yang
halal, namun dapat menjadi haram disebabkan beberapa faktor eksternal misalnya,
cara perolehannya tidak benar. Contohnya, harta atau rizki yang diperoleh dari
hasil curian, sogok, korupsi dan sebagainya.

Konsep Makanan dalam Islam

1. Makanan halal
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan
menurut ketentuan syari’at Islam.segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-
buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada
nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan
sesuatu itu menjadi haram karena memberi mengandung mudharat atau bahaya
bagi kehidupan manusia.

Firman Allah: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
(QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Dari ayat di atas maka jelaslah bahwa makanan yang dimakan oleh
seorang Muslm hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu:
a. Halal, artinya diperbolehkan untk dimakan dan tidak dilarang

2
oleh hokum syara’.
b. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk
kesehatan.

Dalam Islam, halalnya suatu makanan harus meliputi tiga hal, yaitu:
a.    Halal karena dzatnya. Artinya, enda itu memang tidak dilarang oleh hukum
syara’, seperti nasi, susu, telor, dan lain-lain.
b.    Halal cara mendapatkannya. Artinya sesuatu yang halal itu harus diperoleh
dengan cara yang halal pula. Sesuatu yang halal tetapi cara medapatkannya tidak
sesuatu dengan hukum syara’ maka menjadi haramlah ia. Sebagaimana, mencuri,
menipu, dan lain-lain.
c.    Halal karena proses/cara pengolahannya. Artinya selain sesuatu yang halal itu
harus diperoleh dengan cara yang halal pula. Cara atau proses pengolahannya juga
harus benar. Hewan, seperti kambing, ayam, sapi, jika disembelih dengan cara
yang tidak sesuai dengan hukum Islam maka dagingnya menjadi haram.
Ketentuan-ketentuan makanan yang halal dan yang haram telah dijelaskan
oleh Rasulullah melalui sabdanya, yang artinya: “Rasulullah SAW ditanya tentang
minyak sanin, keju dan kulit binatang yang dipergunakan untuk perhiasan atau
tempat duduk”. Rasulullah SAW bersabda: “Apa yang dihalalkan oleh Allah
dalam Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-
Nya adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan), maka barang itu
termasuk yang dimaafkan”.(HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).
Selanjutnya, Allah Swt berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengikut
rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat
dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang
buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-A’raf [7]: 157)
Berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi SAW, dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah:
1.   Semua makanan yang baik, tidak kotor dan tidak menjijikan.
2.   Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3.   Semua makanan yang tidak memberi mudharat, tidak membahayakan
kesehatan jasmani dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.

2. Makanan haram

Haram artinya dilarang, jadi makanan yang haram adalah makanan yang
dilarang oleh syara’ untuk dimakan. Setiap makanan yang dilarang oleh syara’

3
pasti ada bahayanya dan meninggalkan yang dilarang syara’ pasti ada faidahnya
dan mendapat pahala. Berikut adalah jenis-jenis makanan yang termasuk
diharamkan:
a. Semua makanan yang disebutkan dalam firman Allah surat Al-Maidah
ayat 3 dan Al-An’am ayat 145 : “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”. (QS. Al-
Maidah [5]: 3).
Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.(QS. Al-An’am [6]: 145)
Dari dua ayat diatas, terdapat beberapa jenis barang yang terang-terang
diharamkan, yaitu: Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang), darah
(kecuali hati dan limpa), daging hewan yang disembelih ata nama selain
Allah Swt), binatang yang mati tercekik, terpukul, terjatuh, karena
ditanduk binatang lain, diterkam oleh binatang buas, dan yang disembelih
untuk berhala.
b. Semua makanan yang keji, yaitu yang kotor, menjijikan (QS. Al-A’raf [7]:
157)
c. Semua jenis makanan yang dapat mendatangkan mudharat terhadap jiwa,
raga, akal, moral dan aqidah. Katakanlah: “Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi (akibatnya), dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar”. (QS. Al-A’raf [7]: 33).
d. Bagian berupa daging. Tulang atau apa saja yang dipotong dari binatang
yang masih hidup. Sabda Nabi Saw, artinya: “Daging yang dipotong dari
binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu termasuk bangkai”.
(HR. Ahmad)
e. Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal seperti makanan hasil
curian, rampasan, korupsi, riba dan cara-cara lain yang dilarang agama.

Yang Diharamkan Berdasarkan dalil Al Quran:


1. Makanan Milik orang lain; " Dan janganlah kamu memakanan makanan
diantara kamu sekalian dengan bathil" ( AL BAQARAH 188)
2. Bangkai. Yaitu bangkai hewan yang mati sendiri, bisa karena tercekik,

4
dipukul, terjatuh, tertanduk, dan juga sisa binatang buas.
3. Darah yang dikucurkan daging babi.
4. Sesuatu yang disembelih karena selain Allah.
5. Binatang yang disembelih karena berhala.
6. Khamr, yaitu sesuatu yang memabukan.
" Diharamkan atas kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, apa-
apa(hewan) yang disembelih karena selain Allah , yang tercekik, yang
dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan yang disembelih untuk
berhala..dst" ( AL MAIDAH 3)

Yang diharamkan Berdasarkan Hadist:


1. Setiap yang bertaring.
2. Himar
3. setiap yang memiliki cakar (cengkeraman)
4. Binatang yang makan kotoran.

Konsep Minuman dalam Islam

1. Minuman halal
Minuman yang halal ialah minuman yang boleh diminum menuerut
syari’at Islam. Adapun minuman yang halal pada garis besarnya dapat dibagi
menjadi 4 bagian, yaitu:
1.    Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan
manusia baik membahayakan dari segi jasmani, akal, jiwa maupun aqidah.
2.    Air atau cairan yang tidak memabukkan walaupun sebelumnya telah
memabukkan seperti arak yang telah berubah menjadi cuka.
3.    Air atau ciran itu bukan berupa benda najis atau benda suci yang
terkena najis (mutanajis).
4.    Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal
yang tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam.

2. Minuman haram
Minuman yang haram adalah minuman yang tidak boleh diminum karena
dilarang oleh syariat Ilsam. Adapun jenis minuman yang haram tersebut berupa
semua minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan
mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral dan aqidah seperti arak, khamar,
dan sejenisnya.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. (QS. Al-Baqarah [2]: 219)

5
Produk yang Memenuhi Makanan dan Minuman yang Halal
Produk Halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai
Syariat Islam, Produk yang memenuhi makanan dan Minuman yang halal
diantaranya adalah :
1.    Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi,
seperti :lard (lemak babi), gelatin babi, emulsifier babi (E471), lechitine
babi, kuas dengan bulu babi (bristle), dll. QS. Al Baqoroh (2) : 173, Al
Maaidah (5) : 3.
2.    Daging yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata
cara Syariat Islam. QS. Al Maaidah (5) : 3.
3.    Semua bentuk makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol
dan turunannya, atau bukan alkohol sebagai suatu ingredient yang sengaja
ditambahkan, serta bukan khamr. QS. Al Baqoroh (2) : 219, Al Maaidah
(5) : 90.
4.    Bukan merupakan bangkai dan atau darah yang haram dimakan
manusia. QS. Al Baqoroh (2) : 173.
5.    Termasuk segala jenis makanan yang didapat/diperoleh secara halal
(halal lighairihi).

Konsep NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif lainnya) dalam Islam


I. Pengertian Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif
lainnya. Istilah lainnya adalah Napza [narkotika, psikotropika dan zat adiktif].
Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Lebih sering digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa.
Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan
psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan
ketergantungan. [UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika] bahan ini bisa
mengarahkan atau sebagai jalan adiksi terhadap narkotika.

II. Bahaya Narkoba


Pengaruh narkoba secara umum ada tiga:
a. Depresan
1. Menekan atau memperlambat fungsi sistem saraf pusat sehingga dapat
mengurangi aktivitas fungsional tubuh.

6
2. Dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung
tinggi, member rasa bahagia dan bahkanmembuatnya tertidur atau tidak
sadarkan diri
b. Stimulan
1. Merangsang sistem saraf pusat danmeningkatkan kegairahan (segar dan
bersemangat) dan kesadaran.
2. Obat ini dapat bekerja mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi
nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pernafasan.
c. Halusinogen
Dapat mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan
pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi.

Untuk detailnya, inilah beberapa dampak negatif dari penyalahgunaan narkoba:

1. Menyebabkan ketergantungan
2. Merusak sistem syaraf pusat pada otak yang berakibat pada terganggunya
neurotransmitter, fungsi kognitif dan psikomotorik
3. Memicu kejang
4. Menganggu kesadaran (neurologis)
5. Menyebabkan halusinasi
6. Menganggu kesehatan organ-organ tubuh lainnya, seperti ginjang, jantung,
hati, paru-paru dan pankreas
7. Menyebabkan despresi dan ketakutan berlebihan
8. Menganggu hubungan sosial. Biasanya pengguna narkoba cenderung
mengurung dirinya
9. Penampilan jadi tampak berantakan, kurus dan kulit jadi kusam
10. Memicu perbuatan kriminal
11. Pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan sakaw bahkan
kematian

Pandangan Islam tentang Narkoba

Hukum penggunaan narkoba dalam pandangan islam sebenarnya telah


dijelaskan sejak lama. Tepatnya pada 10 Februari 1976, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa bahwa penyalahgunaan dan peredaran narkoba
hukumnya bersifat haram. Keputusan tersebut tentu didasari atas dalil-dalil agama
yang bersumber dari Al-quaran dan hadist.Menurut ulama, narkoba adalah sesuatu
yang bersifat mukhoddirot (mematikan rasa) dan mufattirot (membuat lemah).
Selain itu, narkoba juga merusak kesehatan jasmani, mengganggu mental bahkan
mengancam nyawa. Maka itu, hukum penggunaan narkoba diharamkan dalam
islam.

7
Dalil Pengharaman Narkoba
Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam
keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya
dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama.
Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau
tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ت َويُ َح ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبَاِئ‬


‫ث‬ ِ ‫َويُ ِحلُّ لَهُ ُم الطَّيِّبَا‬

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan


bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits
terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang
memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,

‫َواَل تُ ْلقُوا بَِأ ْي ِدي ُك ْم ِإلَى التَّ ْهلُ َك ِة‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”


(QS. Al Baqarah: 195).
‫َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah


Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).
Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri
atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti
merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat
menyatakan bahwa narkoba itu haram.

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata,

‫ ع َْن ُك ِّل ُم ْس ِك ٍر َو ُمفَتِّ ٍر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang


memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no.

8
3686 dan Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
dho’if). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau
narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

ُ‫ َو َم ْن تَ َحسَّى ُس َّما فَقَت ََل نَ ْف َسه‬,‫َار َجهَنَّ َم يَتَ َر َّدى فِيهَا خَ الِدًا ُمخَ لَّدًا فيهَا اَبَدًا‬ ِ ‫َم ْن تَ َر َّدى ِم ْن َجبَ ٍل فَقَتَ َل نَ ْف َسهُ فَهُ َو في ن‬
‫ُأ‬
‫ فِي يَ ِد ِه يَتَ َو َّج في‬Œُ‫ة فَ َح ِد ْي َدتُه‬Œٍ ‫ و َم ْن قَتَ َل نَ ْف َسهُ بِ َح ِد ْي َد‬,‫َار َجهَنَّ َم خَ الِدًا ُم َخلَّدًا فيهَا َأبَدًا‬ ِ ‫فَ ُس َّمهُ في يَ ِد ِه يَتَ َحسَّاهُ في ن‬
‫َار َجهَنَّ َم خَ الِدًا ُم َخلَّدًا فِ ْيهَا َأبَدًا‬ ْ َ‫ب‬
ِ ‫طنِ ِه فِ ْي ن‬

“Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga


mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di
(gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang
sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya
dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal
selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi,
maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di
neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya” (HR Bukhari
no. 5778 dan Muslim no. 109).

Seputar Hukum bagi Pecandu Narkoba


Jika jelas narkoba itu diharamkan, para ulama kemudian berselisih dalam
tiga masalah:
a. bolehkah mengkonsumsi narkoba dalam keadaan sedikit,
b. apakah narkoba itu najis, dan
c. apa hukuman bagi orang yang mengkonsumsi narkoba.
Dari ulama Hanafiyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Al banj (obat bius) dan
semacamnya dari benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-
mabukkan dan itu ketika dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi
sedikit seperti untuk pengobatan”.
Dari ulama Malikiyah, Ibnu Farhun berkata, “Adapun narkoba (ganja),
maka hendaklah yang mengkonsumsinya dikenai hukuman sesuai dengan
keputusan hakim karena narkoba jelas menutupi akal”. ‘Alisy –salah seorang
ulama Malikiyah- berkata, “Had itu hanya berlaku pada orang yang
mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Adapun untuk benda padat (seperti
narkoba) yang merusak akal –namun jika masih sedikit tidak sampai merusak
akal-, maka orang yang mengkonsumsinya pantas diberi hukuman. Namun
narkoba itu sendiri suci, beda halnya dengan minuman yang memabukkan”.
Dari ulama Syafi’iyah, Ar Romli berkata, “Selain dari minuman yang
memabukkan yang juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj),

9
opium, dan beberapa jenis za’faron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak
ada hukuman had (yang memiliki ketentuan dalam syari’at) walau benda tersebut
dicairkan. Karena benda ini tidak membuat mabuk (seperti pada minuman keras,
pen)”. Begitu pula Abu Robi’ Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar –yang terkenal
dengan Al Bajiromi- berkata, “Orang yang mengkonsumsi obat bius dan ganja
tidak dikenai hukuman had berbeda halnya dengan peminum miras. Karena
dampak mabuk pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak mengapa jika
dikonsumsi sedikit. Pecandu narkoba akan dikenai ta’zir (hukuman yang tidak ada
ketentuan pastinya dalam syari’at).”
Sedangkan ulama Hambali yang berbeda dengan jumhur dalam masalah
ini. Mereka berpendapat bahwa narkoba itu najis, tidak boleh dikonsumsi walau
sedikit, dan pecandunya dikenai hukuman hadd –seperti ketentuan pada peminum
miras-. Namun pendapat jumhur yang kami anggap lebih kuat sebagaimana alasan
yang telah dikemukakan di atas.

Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat


Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau
narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam
rasa sakit. Ini adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih
dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama,
‫الضرورة تبيح المحظورات‬

“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk


mengkonsumsi sebagian narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi
tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah
dibolehkan.”

Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh


menggunakan sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya
walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi
darurat”.

Konsep Berpakaian dalam Islam

1. Pakaian dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an terdapat tiga istilah yang memiliki makna pakaian,yaitu


libas, tsiyab, dan serabil. Kata libas ditemukan sebanyak sepuluh kali dalam Al-
Qur’an, kata tsiyab sebanyak delapan kali, sedangkan serabil sebanyak tiga kali.

10
Libas berarti penutup, apapun yang ditutup. Namun, tidak harus berarti menutup
aurat karena cincin yang menutup sebagian jari juga disebut libas dan pemakainya
ditunjuk dengan menggunakan akar katanya. Libas digunakan oleh Al-Qur’an
untuk menunjukkan pakaian lahir dan bathin (Shihab, 2007: 205).
Tsiyab digunakan untuk menunjukkan pakaian lahir. Tsiyab berasal dari
akar kata tsaub yang berarti kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan
semula, atau pada keadaan yang seharusnya sesuai dengan ide pertama. Ar-
Raghib Al-Isfahani menyatakan pakaian dinamai tsiyab atau tsaub karena ide
dasar itu juga dapat dikembalikan pada apa yang terdapat dalam benak manusia
(Adam) dalam dirinya (QS. Al-A’raf: 20). Selanjutnya dijelaskan dalam surat Al-
A’raf ayat 22, terjemahannya :
“...setelah mereka merasakan (buah) pohon (terlarang) itu, tampaklah
bagi keduaya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-
daun surga...”
Pada ayat itu terlihat jelas bahwa ide dasar yang terdapat dalam diri
manusia adalah “tertutupnya aurat” , namun godaan syetan membuat aurat
manusia terbuka. Dengan demikian, aurat yang tertutup dengan pakaian akan
dikembalikan pada ide dasarnya yaitu tertutup. (shihab, 2007: 206-207).
Kata ketiga yang digunakan Al-Qur’an untuk menjelaskan perihal pakaian
adalah sarabil. Kamus-kamus bahasa mengartikan kata itu sebagai pakaian,
apapun jenis bahannya. Dalam Al-Qur’an hanya dua ayat yang menggunakan kata
tersebut. salah satu diantaranya diartikan sebagai pakaian yang berfungsi
menangkal sengatan panas, dingin, dan bahaya dalam peperangan (Q.S. An-Nahl:
81). Kemudian, satu lagi dalam surat ibrahim ayat 50 tentang siksa yang akan
dialami oleh orang-orang berdosa kelak dikemudian hari: pakaian mereka dari
pelangkin. Berdasarkan ayat itu dapat dipahami bahwa pakaian juga dapat jadi
alat penyiksa. Tentu saja, siksaan tersebut karena yang bersangkutan tidak
memelihara nilai-nilai yang diamanatkan oleh Allah Swt (Shihab. 2007: 208).

2. Fungsi Pakaian

Allah Swt membagi empat fungsi pakaian dalam Al-Qur’an.

a. Penutup Aurat
Aurat dalam Al-Qur’an disebut sau’at yang terambil dari kata sa’a, yasu’u
yang yang berarti buruk, tidak menyenangkan. Kata itu sama maknanya
dengan aurat yang berasal dari kata ar yang berarti onar, aib, tercela.
Keburukan yang dimaksud tidak harus dalam arti sesuatu yang pada
dirinya buruk, tetapi bisa jadi karena adanya faktor lain yang
mengakibatkannya buruk. Tidak satu pun dari bagian tubuh ang buruk
karena semuanya baik dan bermanfaat termasuk aurat. Tetapi bila dilihat
orang maka “keterlihatan” itulah yang buruk. Firman Allah surat Al-A’raf

11
ayat 26 yang terjemahannya sebagai berikut :
“ Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan
pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat”.

b. Perhiasan
Perhiasaan merupakan sesuatu yang dipakai untuk memperelok
(memperindah). Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul antara lain
menuntunnya agar menjaga dan terus-menerus meningkatkan kebersihan
pakaiannya (Q.S. Al-Mudatsir : 4). Salah satu unsur mutlak keindahan
adalah kebersihan.
Setelah Allah Swt dalam Al-Qur’an memrintahkan agar memakai busana
yang indah ketika berkunjung ke mesjid, mengecam mereka yang
mengaharamkan perhiasan yang telah diciptakan Allah Swt untuk
manusia. Firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 32 yang artinya :
“ Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “ Semuanya itu
disediakan bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia,
khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami
menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui”.
Berhias yang dilarang adalah tabarruj al-jahiliyah (surat Al-Ahzab: 33)
yang dapat menimbulkan syahwat selain suami istri dan dapat
menimbulkan sikap tidak sopan dari siapapun termasuk menggunakan
wangi-wangian yang baunya menusuk hidung.

c. Perlindungan (takwa)
Secara fisik pakaian dapat melindungi kulit dan tubuh dari sengatan panas
dan dingin. Pakaian juga dapat memberikan pengaruh psikologis bagi
pemakainya di kehidupan sehari-hari. Pakaian terhormat mengundang
seseorang untuk berperilaku dan datang ketempat-tempat terhormat dan
dapat mencegah ke tempat-tempat yang tidak senonoh.

d. Penunjuk identitas
Identitas/kepribadian adalah sesuatu yang menggambarkan eksistensinya
sekaligus yang membedakannya dari yang lain. Sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Qur’an : artinya : “...yang demikian itu lebih mudah
bagi mereka untuk dikenal...”(Q.S. Al-Ahzab(33): 59). Oleh karena itu
nabi melarang laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan
ang memakai pakaian laki-laki (H.R. Abu Dawud). Rasul menekankan

12
pentingnya menampilkan kepribdian tersendiri yang berbeda dengan yang
lain sabdanya: “Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk
dalam kelompok kaum itu” (H.R. Bukhari).

3. Batasan Aurat Laki-laki dan Perempuan

Semua aurat yang yang haram, baimdilihat maupun disentuh, adalah


dengan syarat dalam kedaan normal ( tidak terpaksa dan tidak memerlukan). Akan
tetapi jika dalam kedaan terpaksa seperti untuk mengobati, maka haram tersebut
bisa hilang. Tetapi bolehnya melihat itu dengan syarat tidak akan menimbulkan
fitnah dan tidak ada syahwat. Jika timbul fitnah atau syahwat, maka kebolehan
tersebut bisa hilang juga justru untuk menutup pintu bahaya (Al-Qaradhawi, 2010:
210).

Aurat perempuan
Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus ditutupi itu berbeda
sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia berkumpul atau bertemu:
apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan mahram, dengan pria yang
mahram/muhrim atau saat shalat. Penjelasan ini berdasarkan pandangan ulama
fiqih madzhab empat yaitu Syafi'i, Hanafi, Maliki, Hanbali.

Aurat perempuan dengan sesama wanita muslim


Jumhur (mayoritas) Ulama berpendapat bahwa Aurat wanita di depan
perempuan lain sama dengan Auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut.
Dalam kitab Al-Mausu'ah al Fiqhiyah dikatakan:
،‫ أي ما بين السرة والركبة‬،‫ذهب الفقهاء إلى أن عورة المرأة بالنسبة للمرأة هي كعورة الرجل إلى الرجل‬
‫ وذلك لوجود المجانسة وانعدام الشهوة‬، ‫ولذا يجوز لها النظر إلى جميع بدنها عدا ما بين هذين العضوين‬
.‫ ولكن يحرم ذلك مع الشهوة وخوف الفتنة‬، ‫غالبا‬

Artinya: Para ahli fiqih berpendapat bahwa Aurat wanita dengan sesama
perempuan itu sama dengan Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Oleh
karena itu wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain kecuali antara
pusar dan lutu. Hal itu disebabkan karena sesama jenis dan tidak umumnya tidak
ada syahwat. Akan tetapi haram hukumnya apabila melihat disertai syahwat dan
takut terjadi fitnah.
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab Maliki dan Hanbali,
Aurat wanita dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan dan belakang saja.
Menurut Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf, ini adalah salah satu pendapat dalam
madzhab Hanbali.

Aurat anak perempuan belum baligh


Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat) tahun maka tidak Aurat

13
baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali. Anak kecil wanita usia di
atas 4 (empat) tahun dan belum mengundang syahwat maka Auratnya adalah
depan dan belakang (farji dan dubur) menurut madzhab Hanafi. Apabila
mengundang syahwat, maka Auratnya sama dengan perempuan dewasa walaupun
usianya di bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i, Hanafi, Maliki.
Usia 7 (tujuh) tahun ke atas, Auratnya di depan laki-laki bukan mahram
adalah seluruh tubuh menurut madzhab Hanbali kecuali wajah, leher, kepala,
tangan sampai siku, kaki. Anak usia 10 tahun Auratnya sama dengan wanita usia
dewasa yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut madzhab
Syafi'i, Hanafi, Hanbali.

Aurat perempuan dengan laki-laki bukan mahram

Madzhab Syafi'i:
Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh wanita adalah Aurat
(harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Dalam Al-Umm
I/89 Imam Syafi'i berkata:

‫ وظهر قدميها عورة‬.‫ إال كفيها ووجهها‬،‫وكل المرأة عورة‬


Artinya: Seluruh tubuh wanita itu Aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah.
Sedang bagian atas kaki adalah Aurat (berarti, telapak kaki bukan Aurat).

Madzhab Maliki:
Madzhab Maliki sama dengan Syafi'i bahwa Aurat wanita itu adalah
seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Imam Iyadh berkata bahwa
kewajiban menutupi wajah itu khusus untuk istri Rasulullah saja. Teks Arab:

‫وال خالف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya: Tidak ada perbedaan ulama bahwa wajibnya menutupi wajah wanita itu
termasuk salah satu kekhususan para istri Nabi.

Madzhab Hanafi:
Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua
tangan perempuan boleh terbuka artinya bukan Aurat. Dan laki-laki boleh
memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Jafar At-Tahawi dalam
Syarh Ma'ani al-Atsar II/392 menyatakan:
‫ وحرم ذلك عليهم من‬،‫أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن‬
‫ وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم هللا تعالى‬.r ‫أزواج النبي‬

Madzhab Hanbali:

14
Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah Aurat
wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah
satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah Aurat termasuk kukunya baik
saat shalat maupun di luar solat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad
bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram.
Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf I/452 berkata bahwa yang benar dari madzhab
Hanbali adalah pendapat terakhir yaitu bahwa wajah bukan Aurat
.)‫(الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة‬

Aurat perempuan dengan laki-laki mahram

Madzhab Syafi'i:
Aurat wanita saat bersama dengan laki-laki yang ada hubungan mahram
adalah antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama dengan Aurat wanita dengan
sesama wanita. Berdasarkan keterangan Khatib Asy-Syarbni dalam kitab Mughnil
Muhtaj I/185 dan III/131.

Madzhab Maliki dan Hanbali:


Ulama dalam Madzhab Maliki berpendapat bahwa Aurat perempuan di
depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan
leher. Madzhab Hanbali memberi batasan yaitu bagian tubuh selain wajah, kepala,
leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki). Seperti keterangan Ibnu
Qudamah dalam kitab Al-Mughni VI/554; Kasyaful Qina' V/11; Ad Dasuqi
III/214.

Madzhab Hanafi:
Menurut madzhab Hanafi Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah
sama dengan pendapat madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala
dan leher plus dada. Dalam madzhab Hanafi laki-laki boleh memandang dada
wanita mahram. Tentu saja apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan dalam
kitab Hasyiyah Ibnu Abidin I/271.

Aurat laki-laki
Laki-laki sebagaimana perempuan diwajibkan menjaga Auratnya.
Menutupi anggota tubuh yang termasuk Aurat adalah wajib dan tidak
melakukannya adalah dosa.

Aurat laki-laki dengan sesama laki-laki


Aurat atau anggota tubuh yang wajib ditutupi bagi laki-laki dengan sesama
laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Oleh karena itu, laki-laki tidak boleh
membuka bagian tubuh yang termasuk Aurat walaupun aman dari syahwat. Hal

15
ini berdasarkan pada hadits riwayat Hakim di mana Nabi bersabda: ‫عورة الرجل ما‬
‫بين سرته إلى ركبته‬
Tapi menurut pendapat Ibnu Hazm, paha laki-laki bukan termasuk Aurat.
Pendapat ini menurut jumhur ulama lemah karena ada hadits yang menyatakan
‫( الفخذ عورة‬Paha itu Aurat).

Aurat laki-laki di depan perempuan


Aurat laki-laki di depan perempuan adalah anggota tubuh yang berada di
antara pusar dan lutut. Baik saat bersama dengan perempuan mahram atau wanita
lain yang bukan mahram.

Konsep Berjudi dalam Islam

Dalil 1: judi digandengkan dengan khamr, berkurban untuk berhala dan


mengundi nasib

Allah Ta’ala berfirman:

‫صابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعل َّ ُك ْم تُ ْفلِحُونَ ِإنَّ َما ي ُِري ُد‬ َ ‫ِإن َّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواَأْل ْن‬
‫صاَل ِة فَهَلْ َأ ْنتُ ْم‬َّ ‫ص َّد ُك ْم ع َْن ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َع ِن ال‬ ُ َ‫ضا َء فِي ْالخَ ْم ِر َو ْال َم ْي ِس ِر َوي‬
َ ‫ال َّش ْيطَانُ َأ ْن يُوقِ َع بَ ْينَ ُك ُم ْال َعدَا َوةَ َو ْالبَ ْغ‬
Œَ ‫ُم ْنتَه‬
‫ُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90).

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala menggandengkan judi


atau qimar dengan khamr, al anshab dan al azlam. Ini adalah perkara-perkara
yang tidak diragukan lagi keharamannya. Oleh karena itu ini menjadi dalil
haramnya judi.

Al khamru (khamr) sudah kita ketahui bersama, ia adalah minuman yang


jika diminum oleh seseorang maka akan membuatnya mabuk, lalu hilang
akalnya, seluruhnya ataupun sebagiannya. Sehingga ia berbicara dan beraktifitas
tanpa berpikir dan tanpa akal. Terkadang membuatnya jatuh kepada zina,
terkadang kepada pembunuhan, kadang kepada pembakaran, terkadang
menceraikan istrinya, dan semisal itu. Oleh karena itu syariat pun
mengharamkannya.

16
Dalil 2: judi disebut dengan rijs (najis)

Ar rijs artinya najis. Adapun ar rujz artinya dosa, dan semua yang mengandung


bahaya. Allah terkadang menyebut berhala dengan rijs, seperti dalam firman-
Nya:

‫س ِمنَ اَأْلوْ ثَا ِن‬


َ ْ‫ ال ِّرج‬Œ‫فَاجْ تَنِبُوا‬

“maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu” (QS. Al Hajj: 30).

Dan terkadang Allah menyebutnya dengan rujz.

ْ‫َوال ُّرجْ َز فَا ْهجُر‬

“dan perbuatan dosa tinggalkanlah” (QS. Al Mudatsir: 5).

Ar rujz, dengan huruf ra’ di-dhammah, atau bisa juga ar rijz jika mengikuti


riwayat qiraah yang huruf ra’ nya di kasrah.

Konsep Mencuri dalam Islam

Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al
Maidah: 38).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah
dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar.

Konsep Suap dalam Islam

‫ َأوْ يَحْ ِملَهُ َعلَى َما ي ُِري ُد‬، ُ‫ َما يُ ْع ِطي ِه ال َّش ْخصُ لِ ْل َحا ِك ِم َأوْ َغي ِْر ِه ِليَحْ ُك َم لَه‬: – ‫ْر‬
ِ ‫ ال ِّر ْش َوةُ – بِ ْال َكس‬: ‫قَال ْالفَيُّو ِم ُّي‬
Al-Fayyumi rahimahullah berkata, “Risywah (suap) adalah sesuatu yang
diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya, agar hakim itu
memenangkannya, atau agar hakim itu mengarahkan hukum sesuai dengan yang
diinginkan pemberi risywah”. [Misbâhul Munir dinukil dari al-Mausû’ah al-
Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]

َ ‫اج ِة بِ ْال ُم‬


َ ‫ ْال ُوصْ لَةُ ِإلَى ْال َح‬: ُ‫ الرِّ ْش َوة‬: ‫ير‬ ‫ْأل‬
‫صانَ َع ِة‬ ِ ِ‫َوقَال ابْنُ ا ث‬

17
Ibnul Atsîr rahimahullah berkata, “Risywah (suap) adalah sesuatu yang
menghubungkan kepada keperluan dengan bujukan”. [Misbâhul Munir dinukil
dari al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/219]
Risywah secara istilah adalah nama yang disematkan pada sebuah
pemberian yang bertujuan untuk membatalkan kebenaran atau untuk menegakkan
atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman). Sehingga saat seseorang
memberikan sesuatu kepada orang lain, tidak untuk membatalkan kebenaran, dan
tidak untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman), tetapi
untuk mendapatkan haknya, atau untuk menolak kezhaliman dan marabahaya dari
dirinya, keluarganya, atau hartanya, ini perbolehkan. Orang yang memberi
risywah ini tidak berdosa, tetapi orang yang mengambilnya berdosa, karena
mengambil barang yang bukan haknya. [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah,
22/222]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

َ‫اس بِاِإْل ْث ِم َوَأنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬ ِ ‫اط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا ِإلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوا فَ ِريقًا ِّم ْن َأ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬ ِ َ‫َواَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْالب‬

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. [Al-
Baqarah : 188]
Al Haitsami rahimahullah berkata : “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim
pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka,
dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian,
sedangkan kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian”

Konsep Korupsi dalam Islam 

Menggunakan harta kekayaan dari hasil tindak pidana korupsi sama saja
dengan hasil rampasan, hasil judi, hasil curian dan hasil haram lainnya. Dengan
cara meraihnya yang sama, maka hukum menggunakan hasilnya juga tentunya
sama. Ulama fikih dalam urusan ini juga sepakat jika menggunakan harta yang
didapat dengan cara terlarang maka hukumnya adalah haram karena prinsip harta
tersebut bukan menjadi milik yang sah namun milik orang lain yang didapat
dengan cara terlarang.

18
BAB
III
PENUT
Kesimp UP
ulan

Mengenai halal dan haram dalam syariah islam tentunya dapat dilihat dari
beberapa segi. Semua yang Allah ciptakan dimuka bumi ini tentulah demi
kebaikan manusia itu sendiri. Namun, ada di antara penciptaan yang harus
dihindari karena dapat menimbulkan mudarat bagi manusia itu sendiri.
Allah Swt menciptakan segala sesuatu sesuai porsinya dan ada kegunaannya
masing-masing. Manusia haruslah berpandai-pandai dalam menyeimbangkan
ciptaan Allah tersebut guna memenuhi kebutuhan duniawi. Apa yang Allah
halakan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan apa yang Allah haramkan
janganlah sekali-kali mencoba untuk mendekatkan diri karena itu akan
menimbulkan mudarat dan dapat merugikan dan berdampak pada dunia dan
akhirat manusia.
Saran
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai halal
dan haram menurut syariah islam ini pasti ada kekurangan maupun
kelebihannya. Mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan pembaca mengenai halal dan haram berdasarkan
Islam. Adapun kritik maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat
memperbaiki makalah ini baik dari segi penulisan, materi, maupun tata bahasa
yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat mengambil manfaat
dari makalah yang telah dibuat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdusslaam, Thawilah, Abdul Wahab. 2010. Fiqh al-Ath’amah. Kairo: Dar As-
Salam.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2010. Halal Haram dalam Islam. Surabaya : Pt. Bina Ilmu.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung : Mizan.
Shihab, M. Quraish. 2005. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Pandangan Ulama
Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer. Jakarta: Lentera Hati.
https://www.alkhoirot.net/2012/11/aurat-perempuan-dan-laki-laki.ht ml. Diakses pada
tanggal 11 Oktober 2019, pukul 22:27.
https://muslim.or.id.html. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 22:45.
https://dalamislam.com/hukum-islam. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul
23:03.

20

Anda mungkin juga menyukai