Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PRINSIP-PRINSIP HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Halal

Dosen Pengampu: Fitri Apriyani, S.Si., M.E.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Enzelina Puspita Sari (402.2021.020)
Nur Indah Sari (402.2021.008)
Yuniarti (402.2021.006)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN SAMBAS
TAHUN 2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan ridho-Nya. Shalawat serta salam senantiasa dijunjungkan
kepada Rasulullah SAW. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
serta dalam makalah ini membahas tentang “PRINSIP-PRINSIP TENTANG
HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan,
baik dari isi maupun dalam hal penyampaiannya. Untuk itu kami memohon maaf
dan maklum serta selalu mengharapkan segala kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca yang budiman serta dosen pembimbing yang
bijak.
Akhir kata, semoga tulisan yang sederhana ini bisa bermanfaat, khususnya
bagi kami dan umumnya bagi rekan-rekan semua dan semoga dapat menambah
khazanah keilmuan kita. Aamiin.

Sambas, 13 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
A. Latar Belakang.................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 2
C. Tujuan Masalah................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 3
A. Pengertian Halal dan Haram............................................. 3
B. Tujuan Pengaturan Halal dan Haram................................ 4
C. Prinsip-prinsip Tentang Halal dan Haram dalam Islam.... 5
BAB III PENUTUP............................................................................. 8
A. Kesimpulan....................................................................... 8
B. Saran................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam ajaran (hukum) Islam, halal dan haram merupakan persoalan
sangat penting dan dipandang sebagai inti beragama, karena setiap muslim
yang akan melakukan atau menggunakan, dan mengkonsumsi sesuatu sangat
dituntut untuk memastikan terlebih dahulu kehalalan dan keharamannya. Jika
halal, maka boleh (halal) melakukan, menggunakan atau mengkonsumsinya,
namun jika jelas keharamannya, harus dijauhkan dari diri seorang muslim. Atas
dasar ini, umat Islam menghendaki agar setiap yang akan dikonsumsi dan
digunakan selalu memperhatikan halal dan kesucian dari apa yang
diperolehnya. Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci, dan
baik merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib.
Islam memiliki pandangan yang sangat penting tentang kehalalan dan
keharaman dalam kehidupan sehari-hari, sehingga prinsip-prinsip halal dan
haram dalam Islam menjadi sangat penting bagi umat Muslim. Prinsip-prinsip
ini mempengaruhi perilaku, pemikiran, dan pandangan hidup para penganut
Islam. Prinsip halal dan haram dalam Islam didasarkan pada ajaran Al-Quran
dan Sunnah. Al-Quran dan Sunnah mengajarkan bahwa Allah telah
menentukan apa yang halal dan apa yang haram, dan bahwa umat Muslim
harus mengikuti prinsip-prinsip ini dengan ketat. Prinsip halal dalam Islam
meliputi semua tindakan yang diizinkan oleh Allah, sedangkan prinsip haram
meliputi semua tindakan yang dilarang oleh Allah. Beberapa contoh tindakan
yang halal di antaranya makan makanan yang diizinkan, menikah secara sah,
dan berdagang dengan cara yang jujur dan baik. Sementara itu, beberapa
contoh tindakan yang haram di antaranya makan makanan yang haram,
melakukan perjudian, dan mencuri.
Dalam Islam, prinsip halal dan haram sangat penting untuk kesehatan
jiwa dan tubuh umat Muslim. Hal ini karena tindakan-tindakan yang diizinkan
oleh Allah akan memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan jiwa dan tubuh,

1
2

sementara tindakan-tindakan yang dilarang akan merusak kesehatan jiwa dan


tubuh. Prinsip-prinsip halal dan haram dalam Islam juga mengajarkan agar
umat Muslim selalu mempertimbangkan akibat dari setiap tindakan yang
dilakukan. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk selalu berpikir
dan bertindak dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam menjalani
hidupnya.
Akan tetapi, perkembangan yang pesat dalam bidang teknologipangan,
menjadikan tidak mudah untuk menentukan kehalalan suatu produk pangan.
Terlebih jika pangan itu berasal dari negara yang mayoritas nonmuslim.
Namun demikian, umat Islam tetap wajib memperhatikan kehalalan
produk tersebut.1 Karena itu, umat Islam harus memahami betul
makna halal dan haram apa jenis-jenis yang dihalalkan dan
diharamkan. Dengan mengetahui hal ini, umat Islam akan mudah
memilih dan memilah yang halal dari yang haram. Dengan memahami
bahan-bahan yang haram, baik lama maupun yang modern, akan
mudah untuk mengidentifikasi produk yang haram. Pada makalah ini akan
dipaparkan lebih lebih lanjut mengenai pengertian halal dan haram hingga
prinsip-prinsip tentang halal dan haram dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan halal dan haram?
2. Apa saja tujuan dari pengaturan halal dan haram?
3. Apa saja prinsip-prinsip halal dan haram dalam islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian halal dan haram
2. Untuk mengetahui tujuan dari pengaturan halal dan haram
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip halal dan haram dalam islam

1
Gema Rahmadani, Halal dan Haram dalam Islam, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol. 02,
No. 02, 2015, h. 20.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Halal dan Haram


Halal (halla, yahillu, hillan = membebaskan, melepaskan,
memecahkan, membubarkan, dan membolehkan. Segala sesuatu yang
menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya. 2 Istilah ini
dalam bahasa sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada
makanan dan minuman atau segala sesuatu yang diizinkan untuk dikonsumsi
menurut dalam Islam. Sedangkan dalam konteks yang lebih luas istilah halal
merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam (aktivitas,
tingkah laku, cara berpakaian dll).Halal merupakan sesuatu yang boleh
dilakukan. Bagi yang melakukannya tidak ada hukuman baginya. Halal
dibenarkan untuk dilakukan karena ia dapat melepaskan diri seseorang dari
bahaya atau ikatan yang membahayakan seseorang.
Dengan demikian, halal artinya boleh atau mubah untuk dilakukan. Jika
berkaitan dengan sesuatu yang dikonsumsi, maka artinya sesuatu itu boleh
dikonsumsi. Hal ini berarti sesuatu yang boleh dikonsumsi tidak mengandung
bahanbahan yang tidak halal (haram).3 Kedudukan halal itu jelas. Syaratnya
untuk terpenuhinya sesuatu menjadi halal ada dua. Pertama, apa-apa yang baik,
tidak dilarang syariat. Kedua, apa saja yang diperoleh dengan cara yang benar.
Dua syarat ini harus terpenuhi kedua-duanya. Jika hanya terpenuhi salah
satunya, maka sesuatu ytersebut belum dapat dikatakan halal.
Haram (Ar.; al-haram) Kata haram berasal dari Bahasa Arab dengan
akar kata ḥ-r-m (‫)دشو‬. Kata haram dalam posisinya sebagai lawan dari kata
halal. Haram adalah istilah yang berhubungan dengan hukum yang dalam
Islam, yaitu suatu perkara yang dilarang oleh syara’, bagi pelakunya
disediakan hukuman dan Larangan tersebut dapat menimbulkan bahaya. Dari
sisi bahasa, haram adalah dilarang/terlarang atau tidak diizinkan. Haram adalah
salah satu bentuk hukum taklifi. Menurut ulama ushul fikih, terdapat dua
2
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2006).
3
Anton Apriyantono, Tanya Jawab Soal Halal (Jakarta: Khairul Bayan, 2004).

3
4

definisi haram, yaitu dari segi batasan dan esensinya serta dari segi bentuk dan
sifatnya. Dari segi batasan dan esensinya, Imam al-Ghazali merumuskan haram
dengan sesuatu yang dituntut syar’i (Allah SWT dan Rasul-Nya) untuk
ditinggalkan melalui tuntutan secara pasti dan mengikat.
Dari segi bentuk dan sifatnya, Imam al-Baidawi merumuskan haram
dengan sesuatu perbuatan yang pelakunya dicela.4 Istilah lain yang dapat
diungkapkan untuk hal-hal yang diharamkan dan dianggap sebagai perbuatan
haram, antara lain: batil, rijs, khaṭi’, fasiq, dan lain-lain. Kedudukan haram itu
jelas. Syarat sesuatu itu disebut sebagai haram ada dua. Pertama, apa-apa saja
yang diharamkan oleh syariat. Kedua, apa-apa saja yang diperoleh tidak
dengan cara yang benar. Dari dua syarat ini, jika hanya terpenuhi salah satu,
sudah memenuhi syarat untuk membuat sesuatu itu menjadi haram
kedudukannya dalam hukum.

B. Tujuan Pengaturan Halal dan Haram


Ulama menegaskan bahwa hukum Islam diciptakan untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. Kemaslahatan yang bersifat primer
(dharuriyati), sekunder (hajiyat), dan ada yang bersifat tersier (tahsiniyat),
sebagaimana dinyatakan Imam Al-Ghazali dan Al-Syaitibi, tugas syariah
berorientasi pada terwujudnya tujuan-tujuan kemanusiaan yang terdiri atas
bagian primer, sekunder, dan tersier. Primer, artinya sesuatu yang harus ada
guna terwujudnya kemaslahatan agama dan dunia. Apabila sesuatu itu hilang,
kemaslahatan manusia akan sulit terwujud, bahkan akan menimbulkan
kerusakan, kekacauan dan kehancuran.
Di sisi lain, kebahagiaan dan kenikmatan akan lenyap dan kerugian
yang nyata akan muncul. Untuk menjaga hal tersebut diperlukan dua hal yaitu
sesuatu yang dapat menjaga dan mengukuhkan pondasi kaidah syariat yang
merupakan aspek utama untuk menjaga keberadaan syariat dan sesuatu yang
dapat mencegah pelanggaran langsung atau tidak langsung terhadap syariat dan

4
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009).
5

merupakan aspek untuk menghindari kepunahan syariat.5 Imam al-Qarafi


menambahkan komponen ketiga, yaitu kehormatan yang sering disebut sebagai
harga diri. Oleh karena itu, syariat mengharamkan fitnah atau menuduh
berzina (qadzaf), membicarakan aib orang lain (ghibah). Menurut Imam al-
Syaitibi, kemaslahatan yang bersifat sekunder adalah segala hal yang
dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang
biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan.
Apabila syariat bertujuan untuk menjaga kemaslahatan, ini dapat
dipahami bahwa syariat bertujuan mencegah dan menghilangkan kerusakan-
kerusakan. Prinsip ini ditegaskan dalam Hadits “Tidak ada kemudaratan dan
tidak boleh memudaratkan”, maksudnya adalah seseorang tidak boleh merusak
dirinya dan orang lain, tidak boleh membuat kerusakan atau membalas dengan
kerusakan. Imam Syaitibi mengisyaratkan bahwa pemeliharaan kemaslahatan
atau tujuan-tujuan syariat dapat di wujudkan dalam dua bentuk, yaitu positif
(ijabiyyah) dan negatif (salabiyah), positif dalam arti syariat yaitu harus
memelihara hal-hal yang dapat menegakan dan mengkukuhkan pilar-pilarnya
dan negatif dalam syariat yaitu mencegah pelanggaran langsung atau tidak
langsung yang dapat merusaknya. Oleh karena itu mencegah kerusakan sangat
diperlukan untuk menegakan kemaslahatan.6

C. Prinsip-prinsip Tentang Halal dan Haram dalam Islam


Prinsip-prinsip tentang halal dan haram dalam Islam tentang adalah
sebagai berikut:
1. Pada Dasarnya Segala Sesuatu Hukumnya Mubah
Asal mulanya segala yang diciptakan Allah adalah mubah, kecuali
ada nash yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nash yang sah karena
ada sebagian hadits lemah atau tidak ada nash yang tegas dan

5
Farid Adnir, Halal Dan Haram Menurut Perspektif Hadis Serta Pandangan Masyarakat
Terhadap Produk Halal, Penelitian Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2020, h. 19-20.
6
Muchtar Ali, Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah dan Tanggung Jawab Produk
Atas Produsen Industri Halal, AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol.16, No. 2, 2016, h. 291-306.
6

menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap seperti hukum asalnya, yaitu
mubah.
2. Penghalalan dan Pengharaman Hanyalah Wewenang Allah SWT.
Setinggi apapun kedudukan dan ilmu manusia, baik dalam bidang
agama maupun duniawi maka mereka tidak dapat untuk menentukan halal
dan haram. Hak menentukan halal dan haram tersebut semata-mata
hanyalah wewenang Allah SWT.
3. Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram Termasuk
Kemusyrikan
Islam menentang orang-orang yang mengharamkan dan yang
menghalalkan sesuatu. Perbuatan tersebut mengandung makna keburukan
dan kekerasan terhadap manusia serta tidak adanya tanpa yang benar.
Ketika seseorang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang
halal maka akan muncul syari’at baru yang akan menyebabkan terjadinya
perbuatan bid’ah (mengada-ada).
4. Dalam Sesuatu yang Halal Ada Hal yang Menjadikan Kita Tidak
Memerlukan Lagi yang Haram
Bukti bahwa Islam adalah agama yang baik dan mudah adalah
tiada sesuatu yang diharamkan kecuali ia digantikan dengan sesuatu yang
lebih baik darinya. Contohnya, Islam mengharamkan kepada mereka
mengundi nasib dengan anak panah, lalu menggantikannya dengan doa
istikharah, Allah mengharamakan riba dan menggantikannya dengan
perdagangan yang halal dan Allah mengharamkan zina dan homoseksual,
lalu menggantikannya dengan pernikahan yang halal.
5. Situasi Darurat Membuat yang Haram Menjadi Boleh
Islam mempersempit wilayah haram, akan tetapi Islam sangat tegas
terhadapa segala masalah haram, dengan menutup segala jalan yang
mengantarkan kepada keharaman. Sesuatu yang haram boleh dikonsumsi
dalam keadaan darurat dengan tidak berlebihan.7
6. Niat yang Baik Tidak Dapat Menghalalkan yang Haram
7
Amir Salim, Muharir dan Mahendra, Sosialisasi Produk Halal Dalam Islam Pada
Perusahaan Limbah CV. Abinesia Vol. 01, No. 02, 2021, h. 57.
7

Al-Qaradawi mengatakan bahawa perkara yang haram akan tetap


menjadi haram meskipun didampingi dengan niat yang baik. Contohnya
seperti orang yang mengumpulkan harta dengan hasil riba, judi, dan
selainnya dengan tujuan untuk membangun masjid, maka apa yang
dilakukannya tersebut tidaklah berbuah pahala melainkan akan menjadi
dosa karena harta yang dihasilkan tidak halal walaupun niatnya baik.
7. Menghindari Syubhat Agar Tidak Jatuh ke dalam Hal yang Haram
Al-Qaradawi menyebutkan bahwa diantara rahmat Allah untuk
manusia adalah Allah tidak membiarkan manusia hidup dalam kesamaran
(ketidakjelasan) terhadap perkara-perkara yang halal dan haram. Perkara
syubhat adalah satu perkara yang samar atau tidak jelas hukumnya apakah
halal ataupun haram ataupun secara ringkasanya syubhat adalah perkara
yang tidak diketahui hukum pastinya.8

8
Muhammad Ikhlas Rosele, Syed Mohd Jeffri Syed Jaafar, dan Mohd Anuar Ramli, Prinsip-
Prinsip Halal Dan Haram Menurut Yusuf Al-Qaradawi, 2015, h. 6-12.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa halal dan
haram di dalam Islam haruslah diperhatikan karena ini sebagai patokan
kehidupan bagi umat muslim. Halal artinya boleh atau mubah untuk
dilakukan. Jika berkaitan dengan sesuatu yang dikonsumsi, maka artinya
sesuatu itu boleh dikonsumsi. Hal ini berarti sesuatu yang boleh
dikonsumsi tidak mengandung bahanbahan yang tidak halal (haram).
Pengaturan halal dan haram bertujuan agar segala hal yang dilakukan
manusia dapat teratur dengan baik dan kehidupan manusia akan tetap
menjadi baik. Salah-satu prinsip halal dan haram dalam Islam adalah
penentuan halal dan haram hanyalah wewenang dan hak Allah SWT. kita
sebagai manusia tidak dapat menentukan sesuatu ini halal atau haram
karena ini bukanlah wewenang dan hak kita sebagai manusia.

B. Saran
Menurut pendapat penulis, pada era zaman sekarang, sebuah
negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim seharusnya selalu
memperhatikan produk-produk yang tersebar ke masyarakat apakah
produk tersebut halal ataupun haram. Sebagai umat Islam, kita pun perlu
untuk menanamkan ke dalam diri kita agar selalu memperhatikan semua
yang di konsumsi dalam keadaan halal, karena ketika kita meninggalkan
sesuatu yang haram dan melakukan yang halal maka kita akan
mendapatkan pahala dari Allah SWT.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rahmadani, Gema. 2015. Halal dan Haram dalam Islam. Jurnal Ilmiah
Penegakan Hukum Vol. 02, No. 02. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023
pukul 22.30 WIB.
https://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum/article/view/1860/pdf1.
Dahlan, Abdul Aziz. 2006. Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve)
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009).
Apriyantono, Anton. 2004. Tanya Jawab Soal Halal (Jakarta: Khairul Bayan).
Adnir, Farid. 2020. Halal Dan Haram Menurut Perspektif Hadis Serta
Pandangan Masyarakat Terhadap Produk Halal. Penelitian Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023 pukul
17.00 WIB. http://repository.uinsu.ac.id/10151/1/penelitian%20farid
%20baru.pdf.
Ali, Muchtar. 2016. Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah dan
Tanggung Jawab Produk Atas Produsen Industri Halal. AHKAM : Jurnal
Ilmu Syariah Vol.16, No. 2. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023 pukul
17.59 WIB.
https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/4459/3187.
Salim, Amir Muharir dan Mahendra. 2021. Sosialisasi Produk Halal Dalam Islam
Pada Perusahaan Limbah CV. Abinesia. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat Vol. 01, No. 02. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023 pukul
20.00 WIB.
https://ejournal.stebisigm.ac.id/index.php/AKM/article/view/188/164.
Rosele, Muhammad Ikhlas Syed Mohd Jeffri Syed Jaafar dan Mohd Anuar Ramli.
2015. Prinsip-Prinsip Halal Dan Haram Menurut Yusuf Al-Qaradawi.
Diakses pada tanggal 13 Maret 2023 pukul 19.00 WIB.
https://www.academia.edu/4232062/Prinsip_Prinsip_Halal_Dan_Haram_
Menurut_Al_Qaradawi.

Anda mungkin juga menyukai