Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Ayu Septiani (2031060027)
Kelas/Prodi: 2A, Psikologi Islam
Assalamualaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah SWT. atas segala Rahmat dan taufik-Nya, sehingga tugas makalah dapat
saya selesaikan dengan lancar. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi
Muhammad Saw. yang telah membimbing manusia ke jalan yang lurus dan di ridhai Allah SWT.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf, yang berupa
penjelasan mengenai pengertian dan ukuran baik dan buruk serta standar baik dan buruk
berdasarkan ajaran Akhlak, Moral, Etika dan Susila. Saya menyadari bahwa penyajian makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun.
Demikian yang dapat saya sampaikan, berharap laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Atas bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb.
Ayu Septiani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ............................................................................................................................i
BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian baik dan buruk.......................................................................................
2.2 Ukuran baik dan buruk............................................................................................
2.3 Standar baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam...................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pernyataan – pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat dijadikan rumusan masalah
sehingga para pembaca menilai sesuatu itu baik atau buruk memiliki indikator yang pasti. Untuk
itu dijadikan pembahasan masalah adalah Bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut
pandangan Islam.
PEMBAHASAN
Dalam ilmu akhlak kita berjumpa dengan istilah baik buruk, benar salah, apakah kita pakai itu
banar atau salah dan apakah kebiasaan-kebiasaan yang kita perbuat untuk baik apa buruk.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir (dalam bahasa arab) / good (dalam
bahasa Inggris). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa
keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. Pengertian baik menurut Ethik
adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan. Sebaiknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk
tujuan apabila yang merugikan, atau yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan adalah buruk
dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan memberikan perasaan
senang atau bahagia. Dan adapula yang berpendapat yang mengatakan bahwa secara umum,
bahwa yang disebut baik / kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi tujuan manusia. Walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini berbeda-beda,
sesungguhnya pada akhirnya semuaya mempunyai tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-
tiap sesuatu, bukan saja manusia akan tetapi binatang pun mempunyai tujuan.
Mengetahui sesuatu yang baik sebagaimana disebutkan bahwa akan mempermudah dalam
mengetahui yang buruk dan diartikan dan diartikan sesuatu yang tidak baik. Dengan demikian
yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang tidak baik, dan tidak
disukai kehadirannya oleh manusia. Kebaikan yang berhubungan dengan tujuan ini dapat kita
bedakan dengan kebaikan sebagai tujuan sementara untuk mencapai tujuan terakhir. Tujuan
sementara mungkin hanya sekali bagi seseorang atau sesuatu golongan. Dan tujuan sementara ini
sebagai alat atau jalan untuk mencapai tujuan akhir ini terdapat bermacam-macam dan beraneka
ragam.
Didalam akhlak Islamiyah, antara baik sebagai akhlak / cara / tujuan sementara harus segaris
atau sejalan dengan baik sebagai tujuan sementara dan tujuan akhir berada dalam satu garis lurus
yaitu berdasarkan satu norma karena didalam akhlak Islamiyah ini disamping bai itu harus benar.
Missal untuk menjadi seorang pengusaha yang kaya. Ia harus berusaha dengan jalan yang halal,
tidak dengan menganiaya orang lain, tidak dengan jalan korupsi. Sebab didalam akhlak
Islamiyah ada garis yang jelas antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang boleh dilampaui
atau tidak, antara halal dan haram. Berbeda dengan akhlak Machiavelli, yang dianut oleh
komunis untuk mencapai tujuan dapat dengan segala macam cara, seperti untuk mencapai
kemenangan kekuasaan memelaratkan rakyat agat bisa dikuasai dan untuk mencapai
kemenangan dengan membinasakan orang lain. Jadi menurut akhlak Islam, perbuatan itu
disamping baik juga harus belajar, yang benar juga harus baik.
Benar dan Salah
Pengertian menurut etika (Ilmu akhlak) ialah hal-hal yang sesuai dengan peraturan-peraturan
sebaliknya. Pengertian salah menurut etika hal yang tidak sesuai dengan peraturean-peraturan
yang berlaku.
Secara objektif “benar” adalah satu, tidak ada dua benar yang berrtentangan. Kebenaran yang
objektif yang merupakan kebenaran yang pasti dan satu itu adalah kebenaran yang didasarkan
kepada peraturan yang dibuat adalah kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat
oleh Yang Maha Satu, Yang Maha Mengetahui akan segala sesuatu yang Maha Benar.
Dan peraturan yang buat manusia yang bersifat relative itu adalah benar apabila tidak
bertentangan dengan peraturan yang objektif yang dibuat oleh Yang Maha Satu Yang Maha
Benar, yaitu peraturan yang bertentangan dengan wahyu, karena kebenaran mutlak adalah
kebenaran dari Yang Maha Benar.
Artinya:
Kebenaran adalah Tuhanmu dan janganlah kalian termasuk orang yang ragu-ragu.
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia, akan dijamin kebenarannya apabila peraturan-
peraturan itu tidak bertentangan dengan peraturan yang dibuat oleh Tuhan.
Sifat dari baik dan buruk didasarkan pada pandangan filsafat yang sesuai dengan sifat dari
filsafat itu sendiri yaitu berubah relative nisbi dan tidak universal. Sifat baik buruk yang
dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya subjektif, local dan temporal. Dan oleh
karenanya nilai baik buruk itu sifatnya relative.
2.2 Ukuran Baik dan Buruk
Setiap gerak dan langkah untuk mencari nilai, sudah tentu manusia memiliki suatu standar untuk
mengukur sesuatu yang baik dan buruk. Baik dan buruk kadang-kadang diukur oleh adat. Ukuran
adat istiadat ini tentu saja berbeda-beda disetiap tempat. Sebab, adat istiadat sangat dipengaruhi
oleh faktor geografis dan lingkungan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Atas dasar
ini muncul berbagai aliran diantaranya:
Menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh
masyarakat. Didalam masyarakat kita jumpai adat istiadat yang berkenaan dengan cara
berpakaian, makan, minum, bercakap-cakap dansebagainya. Orang yang mengikuti cara-cara
yang demikian itulah yang dianggap orang yang baik, dan orang yang menyalahinya adalah
orang yang buruk. Setiap bangsa memiliki adat istiadat tertentu. Apabila seorang dari mereka
menyalahi adat istiadat itu, sangat dicela dan dianggap keluar dari golongan bangsanya.
Pada masa sekarang, kirta dapat membenarkan adat istiadat semacam itu dan bukan
mengingkarinya, dan bila adat istiadat itu banyak salahnya, maka tidak tepat dijadikan ukuran
baik dan buruk bagi perbuatan-perbuatan kita. Poedja Wijatna mengatakan bahwa adat istiadat
pada hakikatnya produk budaya manusia yang sifatnya nisbi dan relative. Keberadaan paham
adat istiadat ini menunjukkan eksistensi dan pesan moral dalam masyarakat. Berpegang adat
istiadat itu, meskipun tidak benar ada juga faedahnya, sebab ada juga orang-orang yang tidak
mau melanggar adat istiadat yang baik, dan banyak pula orang-orang yang tidak mau
mengikutinya adat istiadat dari lingkungannya.
Aliran Hedoisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada pemikiran filsafat
Yunani. Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang
banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak
mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula yang
mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus
dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Maka apabila terjadi
keraguan dalam memilih sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak sedikitnya
kelezatan dan kepedihannya dan sesuatu itu baik apabila diri seseorang yang melakukan
perbuatan mengarah kepada tujuan.
a. Epicurus
Berpendapat bahwa kebahagiaan, kelezatan ialah tujuan manusia, tidak ada kekuatan dalam
hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Kelezatan akal dan rohani
itu lebih penting dari kelezatan badan. Epicurus pun berpendapat bahwa sebaik-baik kelezatan
yang dikehendaki ialah kelezatan “ketentraman aka”.
b. Golongan Epicurus
Berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan itu tidak diukur dengan kelezatan dan kepedihan yang
terbatas waktunya saja, tetapi wajib bagi tiap-tiap manusia melihat ke semua hidupnya.
Epicurus menyebutkan 3 macam kelezatan:
1. Egositic Hedoisme
Dinyatakan bahwa ukuran kebaikan adalah kelezatan diri pribadi orang yang berbuat. Karena
dalam aliran ini mengharuskan kepada pengikutnya agar menyerahkan segala perbuatan untuk
menghasilkan kelezatan yang sebesar-besarnya.
2. Universalistic Hedoisme
Menyatakan bahwa aliran ini mengharuskan agar manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan
yang sebesar-besarnya untuk sesame manusia dan bahkan pada sekalian makhluk yang
berperasaan.
Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu berbagai baim dan
buruk dengan sekilas tanpa melihat buah / akibatnya. Aliran Intuitionesme berpendirian bahwa
setiap manusia mempunyai kekuatan naluri batiniah yang dapat membedakan sesuatu itu baik
atau buruk dengan hanya selintas pandang. Jadi sumber pengetahuan tentang suatu perbuatan
mana yang baik atau mana yang buruk adalah kekuatan naluri. Kekuatan Naluri atau batin ioni
terkadang berbeda refleksinya karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi dasarnya tetep
sama dan berakar pada tubuh manusia.
Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak terambil dari
keadaan dari luarnya. Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani / kekuatan batin yang ada dalam durinya, dan
sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin
dipandang buruk.
Penentuan baik buruk perbuatan melalui kata hati yang dibimbing oleh ilham / intuisi ini
hanyalah dianut dan dikembangkan oleh para pemikir akhlak dari kalangan Islam. Falsafah
akhlak mengatakan bahwa etika adalah tidak emosionalistik tetapi etika adalah ilham-ilham
intuisi, menurut kekuatan itu tidak berupa emosi dan rasio akan tetapi kekuatan itu
mengintruksikan pada manusia agar melakukan berbagai kewajiban dalam hidupnya dan
kekuatan itu terletak dalam diri dan batin manusia. Paham Intution telah dikecam yang berkata
akan adanya Insting didalam manusia yang dapat memperdayakan antara baik dan buruk,
sebagaimana panca indra yang dapat memperbedakan antara macam-macam warna dan suara
bahwa manusia itu berselisih dalam memberi hokum kepada hal-hal yang sudah terang.
Dengan mengikuti uraian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa penentuan baik buruk yang
berdasarkan intuisi ini dapat menghasilkan penentuan baik dan buruk yang berdasarkan intuisi
ini dapat menghasilkan penentuan baik dan buruk secara universal atau berlaku bagi masyarakat
pada umumnya. Hal ini dapat dipahami karena manusia betapapun memiliki tempat tingga,
kebangsaan, ras, agama dan lainnya berbeda.
Maksud dan paham ini adalah untuk sesame manusia / semua makhluk yang memiliki perasaan.
Dalam abad sekarang ini kemajuan dibidang teknik cukup meningkat, dan kegunaanlah yang
menentukan segala-galanya. Namun demikian paham ini terkadang cenderung akstrem dan
melihat kegunaan hanya dari sudut pandang materialistic kegunaan dalam arti bermanfaat yang
tidak hanya berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa
diterima. Dan kegunaan bisa juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah
orang yang memberi manfaat pada yang lainnya.
Menurut pahamm ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.
Paham ini pernah dipraktekkan pada penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah
dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup
feodalisme, kolonialisme, dictator dan tiranik. Perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkan
menjadi pegangan bagi masyarakat, mengingat orang yang bodoh dan lemah selalu
mengharapkan pertolongan dan bantuannya. Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu
pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham utalisme
tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.
Menurut paham ini dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan,
sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam
paham ini keyakinan feologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting,
karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan
tidak beriman kepadanya. Menurut Poedjawitna aliran ini dianggap paling baik dalam praktek,
namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidakumuman dari ukuran baik
dan buruk yang digunakannya. Diketahui bahwa didunia ini terdapat bermacam-macam agama,
dan masing-masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-masing. Agama
Hindu, Budha, yahudi. Kristen, dan Islam, misalnya masing-masing memiliki pandangan dan
tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda.
Mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di ala ini mengalami evolusi
yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Paham ini pertama muncul
dibawah oleh seorang ahli pengetahuan bernama “LAMARK”. Dia berpendapat bahwa jenis
binatang itu berubah satu sama lainnya. Pendapat ini bukan hanya berlaku pada benda-benda
yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi juga berlaku pada benda
yang tak dapat dilihat / diraba oleh indra, seperti akhlak dan moral.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809 – 1882) adalah seorang ahli pengetahuan yang
paling banyak mengemukakan teorinya. Dia memberikan penjelasan tentang pahamm ini dalam
bukunya The Origin of species. Dikatakan bahwa perkembangan ala mini didasari oleh
ketentuan-ketentuan berikut:
1.ketentuan alam (selection ao nature)
2.perjuangan hidup (straggle for life)
3.kekal bagi yang lebih pantas (survival for the fit test)
Yang dimaksud dengan ketentuan alam adalah bahwa alam ini menyaring segala yang maujud
(ada). Berdasarkan ciri-ciri hukum alam yang terus berkembang ini dipergunakan untuk
menentukan baik dan buruk.
Aliran idealisme merupakan factor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan yang nyata.
Menurut Immanual kant untuk dapat terealisasinya tindakan dari kemauan yang baik, maka
kemauan yang perlu dihubungkan dengan suatu hal yang akan menyempurnakannya. Dijelaskan
pokok-pokok pandangan Immanual Kant:
Tiap umat manusia mempunyai adat / tradisi dan peraturan tertentu yang dianggap baik untuk
dilaksanakan. Karena itu, kapan dan dimanapun juga, dipengaruhi oleh adat kebiasaan atau
tradisi bangsanya, karena lahir dalam lingkungan bangsanya. Harus diakui, bahwa aliran ini
banyak mengandung kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan, karena tidak umum.
Dengan demikian, maka terjadilah bermacam-macam perbedaan adat / kebiasaan diantara
bangsa-bangsa, tidak itu saja, bahkan perbedaan antar suku. Adapun sumber daripada adat
kebiasaan antara lain:
1.Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh nenek moyangnya
2.Perbuatan / peristiwa secara kebetulan, meskipun tidak berdasarkan kepada akal.
3.Anggapan baik dari nenek moyangnya terhadap sesuatu perbuatan yang akhirnya diwariskan
secara turun temurun.
4.Perbuatan orang-orang terdahulu
Yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut aliran ini adalah perbuatan
yang sesuai dengan ftrah / naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah
batin. Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada suatu tujuan
tertentu. Dengan memenuhi panggilan nature setiap sesuatu akan dapat sampai kepda
kesempurnaan. Karena akal pikiran itulah yang menjadi wasilah bagi manusia untuk mencapai
tujuan kesempurnaan, maka manusia harus melakukan kewajibannya dengan berpedoman
kepada akal.
Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia,
adalah didasarkan atas ajaran Tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan / dilarang oleh-Nya.
Dengan perkataan theologies saja nampakanya masih samara karena didunia ini terdapat
bermacam-macam agama yang mempunyai kitab suci sendiri-sendiri yang antara satu dengan
yang lain tidak sama. Sebagai jalan keluar dari kesamaran itu ialah dengan mengkaitkan etika,
theologies ini dengan jelas kepada agama, missal etika theologies menurut Kristen, ertika
theologies menurut Yahudi dan Theologis menurut Islam.
2.3 Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus berdasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan
al-hadits.
Didalam al-Qur’an maupun hadits dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu pada kebaikan
dan ada pula istilah yang mengacu kepada yang buruk misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah,
karimah, mahmudah, dan al-birr.
Untuk menghasilkan suatu kebaikan itu islam memberikan tolok ukur yang jelas, yaitu selama
perbuatan yang dilakukan itu ditujukan untuk mendapat keridloan Allah yang dalam
pelaksanaannya dilakukan dengan ikhlas. Untuk itu peranan niat yang ikhlas sangat penting.
Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalan (menjalankan) agama dengan lurus”. (QS. Al-Bayyinah, 98: 5).
Selanjutnya dalam menentukan perbuatan yang baik dan buruk itu, Islam memperhatikan kriteria
lainnya yaitu dari segi cara melakukan perbuatan itu. Seseorang yang berniat baik, tetapi dalam
melakukannya menempuh cara yang salah, maka perbuatan tersebut dipandang tercela.
Namun demikian, al-Qur’an dan al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup.
Keduanaya bersifat terbuka untuk menghargai bahkan menampung pendapat akal pikiran, adat
istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia.
Dalam al-Qur’an missal ada ayat yang menjelaskan tentang perintah berbakti kepada orang tua,
namun dalam al-quran tidak ada penjabarannya. Untuk menjabarkannya bisa digunakan
ketentuan dalam etika atau moral (adat istiadat) yang berlaku di masyarakat. Orang Jawa
misalnya berbeda cara menghormati kedua orang tua dengan orang Sunda, Bali, Sumatera dan
seterusnya. Namun perbedaan itu tidak keluar dari kerangka Islami masih dalam tema
menghormati kedua orang tua. Dengan demikian keuniversalan ketentuan baik buruk dalam
Islam tetap sejalan dengan kekhususan yang terdapat pada nilai budaya yang berkembang dalam
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Baik dan buruk yang menjadi tolok ukur perilaku manusia pada dasarnya akan kembali pada hati
nurani manusia itu sendiri, sehingga manusia bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan
menjauhi perbuatan yang buruk.
Dalam ajaran Islam baik dan buruk dinilai dari beberapa kriteria seperti niat dari hati manusia,
dan bagaimana langkah yang ditempuh dalam melakukan perbuatan itu. Perbuatan yang baik
dalam Islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-hadits, dan
perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan al-hadits
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung pada pandangan dan
penilaian masing-masing yang merumuskannya dan pengertian ini bersifat subjektif, karena
bergantung pada individu yang menilainya.
SARAN
Dalam penulisan makalah ini saya menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran serta masukan yang membangun penulis
agar dapat menyusun makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abiddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT raja grafindo Persada Mustofa,
Mahmud. 1994. Aqidah dan Syari’at Islam. Jakarta: Bumi Aksara Al Baqir,