Anda di halaman 1dari 15

kelas

MAKALAH AKHLAK DAN TASAWUF


GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN PEMIKIRAN AKHLAK

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu:

Hj. Ida Firdaus, M.Pd. I

Disusun Oleh:
Ayu Septiani (2031060027)
Kelas/Prodi: 2A, Psikologi Islam

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Segala puji bagi Allah SWT. atas segala Rahmat dan taufik-Nya, sehingga tugas makalah dapat
saya selesaikan dengan lancar. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi
Muhammad Saw. yang telah membimbing manusia ke jalan yang lurus dan di ridhai Allah SWT.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan Tasawuf, yang berupa
penjelasan tentang garis-garis besar perkembangan pemikiran akhlak. Saya menyadari bahwa
penyajian makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Demikian yang dapat saya sampaikan, berharap laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Atas bantuannya saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum wr.wb.

Lampung, Maret 2021

Ayu Septiani
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ............................................................................................................................i
BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan......................................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akhlah periode Yunani............................................................................................
2.2 Akhlak periode abad pertengahan...........................................................................
2.3 Akhlak periode bangsa Arab...................................................................................
2.4 Akhlak pada periode abad modern..........................................................................
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................
3.2 Saran ............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Membahas tentang akhlak, tidak pernah lepas dari perilaku manusia. Karena akhlak sudah ada
sejak manusia itu dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama kali, yaitu Nabi Adam as sampai
sekarang ini. Baik buruknya akhlak seseorang akan terliat dari bagaimana perilaku mereka.
Tentunya akhlak seseorang akan mempengaruhi kedudukan mereka dalam masyarakat luas serta
di hadapan Allah Swt.

Akhlak merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Karena manusia tanpa akhlak,
akan kehilangan derajatnya sebagai makhluk Allah yang paling mulia.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu
maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung pada
bagaimana akhlaknya. Apabila baik akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila rusak
akhlaknya, maka rusaklah lahir batinnya.

Konsep akhlaqul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya mengatur
hubungan antara manusia, alam sekitarnya tetapi juga terhadap penciptaannya. Allah
menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran. Namun, tidak semua orang
mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarnakan keterbatasan pengetahuan manusia dalam
menggali ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Quran itu sendiri. Oleh karna itu, permasalahan ini
diangkat, yakni keterkaitan akhlak islam dengan ilmu yang berdasarkan Al-Quran dan Hadits.

Karena akhlak sudah ada sejak manusia pertama kali, yaitu Nabi Adam as. Tentu akhlak
memiliki sejarah yang luar biasa. Pertumbuhan dan perkembangannya pun tentu sangat menarik
untuk kita pelajari. Mulai dari ilmu akhlak di luar Islam, akhlak bangsa Ibrani, akhlak dalam
ajaran Islam serta akhlak sebelum Islam. Dimana memiliki pemikir-pemikir yang berbeda setiap
perkembangannya.
Akhlak memiliki sejarah yang luar biasa, mulai dari akhlak sebelum islam dan setelah datangnya
islam serta akhlak di luar islam. Untuk itu pada kesempatan ini saya akan membahasnya dalam
makalah yang berjudul “Garis-garis Besar Perkembangan Pemikiran Akhlak”. Semoga apa yang
saya sajikan sedikit bisa membantu menambah pemahaman sahabt/i semua dalam memahami
Ilmu Akhlak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Seperti apa akhlak pada masa Yunani?
2. Seperti apa akhlak pada periode abad pertengahan?
3. Seperti apa akhlak pada periode Bangsa Arab?
4. Bagaimana akhlak pada abad modern?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui perkembangan akhlak pada periode Yunani


2. Untuk mengetahui akhlak pada periode abad pertengahan
3. Untuk mengetahui akhlak pada periode Bangsa Arab
4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak pada abad modern
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Akhlak pada periode Yunani

Pertumbuhan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya orang-orang yang
bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa Yunani tidak dijumpai
pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian mereka tercurah pada
penyelidikannya mengenai alam.

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran
filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat
filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani berbeda-beda.
Tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar
menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah
airnya.

· Tokoh-tokoh sofistik (500-450 SM)

Para filusuf Yunani kuno tidak banyak memperhatikan akhlak, mereka lebih banyak menaruh
perhatian terhadap alam. Hal itu terjadi sebelum kemunculan tokoh-tokoh sofistik (bijaksana).
Pandangan para tokoh sofistik mengenai kewajiban ini memunculkan pandangan mengenai
prinsip-prinsip akhlak yang di ikuti dengan berbagai kecaman terhadap sebagian tradisi lama dan
pelajaran-pelajaran yang diberikan generasi sebelumnya. Hal ini tentu membangkitkan
kemarahan kaum konservatif.

Plato kemudian muncul. Ia menentang tokoh-tokoh sofistik, Plato menyebut mereka sebagai
“sofistry” yang artinya “memutar lidah dalam penyelidikan dan perdebatan mereka.”
· Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia adalah tokoh
pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu pengetahuan. Ia
berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia harus didasarkan
pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh karena
itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun
sama-sama didasarkan pada Socrates.

· Cynics dan Cyrenics (444-370 SM)

Cynics dan Cyrenics adalah para pengikut Socrates, tetapi ajaran keduanya bertolak belakang.
Diantara ajarannya adalah bahwa Tuhan dibersihkan dari segala kebutuhan dan bahwa sebaik-
baiknya manusia adalah yang memiliki perangai akhlak ketuhanan. Dengan akhlak ketuhannan
ini seseorang sedapat mungkin meminimalisasi kebutuhan dan terbiasa dengan hidup menderita.
Ia menganggap hina kekayaan, menjauhi segala kelezatan, terbiasa dengan kemiskinan, dan tidak
memedulikan hinaan orang atas kemiskinannya.

Jika cynics berpendapat bahwa kebahagian itu terletak pada upaya menghindari kelezatan,
Cyrenics berpendapat bahwa kebahagiaan itu justru terletak pada upaya mencari kelezatan.

· Plato (427-347 SM)

Datanglah Plato (429-347 SM) murid Socrates, dia berpendapat bahwa dibelakang alam wujud
(fisik) ada alam lain yang bersifat ruhani (metafisika) dan setiap benda yang berjasad itu
mempunyai gambar yang tidak berjasad di alam ruhani. Dia juga berpandapat bahwa di dalam
jiwa ada berbagai kekuatan yang berlainan, dan keutamaan timbul dari keseimbangan kekuatan-
kekuatan itu yang juga tunduk kepada akal. Menurut ajarannya terdapat empat pokok-pokok
keutamaan yaitu kebijaksanaan, keberanian, kesucian, dan keadilan, yang manjadi syarat untuk
tegak dan lurusnya bangsa-bangsa dan perseorangan.
· Aristoteles (394-322 SM)

Kemudian datang Aristo atau Aristoteles (384-322 SM) murid Plato. Dia membuat aliran baru
dan pengikutnya dinamakan peripatetics. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir manusia adalah
kebahagiaan. Cara mencapai kebahagiaan menurutnya ialah dangan mempergunakan kekuatan
akal sebaik-baiknya. Aristoteles juga menciptakan teori “tengah-tengah” yaitu setiap keutamaan
berada diantara dua keburukan.

2.2 Akhlak pada periode abad pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu, gereja
berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kedudayaan kuno
gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang telah
diperintahkan oleh wahyu itu tentu benar. Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi penggunaan akal
dan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asal tidak bertentangan dengan doktrin yang
dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat geraja. Diluar
ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.

Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu merupakan
perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya yang termasyhur
adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274).

Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri pada
manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran
akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara merka
yang termasyhur ialah Abelard, sorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas,
seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia (1226-1274).
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama
itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam
sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.

2.3 Akhlak pada periode Bangsa Arab

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana bangsa
Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya
pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu
mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai
akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-
Tha’i.

Adapun sebagian syair dari kalangan Bangsa Arab diantaranya: Zuhair ibn Abi Salam yang
mengatakan: ”barang siapa menepati janji, tidak akan tercela; barang siapa yang membawa
hatinya menunjukkan kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Contoh lainnya,
perkataan Amir ibnu Dharb Al-Adwany ”pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak. Barang siapa
yang mengumpulkan suatu antara hak dan batil tidak akan mungkin terjadi dan yang batil itu
lebih utama buatnya. Sesungguhnya penyelesaian akibat kebodohan”.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang
minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan
mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan
kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka
tersebut saja sudah ada muatan-muatan akhlak.

Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat yang
mempunyai aliran-aliran tertentu seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus,
Plato, zinon, dan Aristoteles, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah
membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.
Setelah sinar Islam memancar, maka berubahlah suasana laksana sinar matahari menghapuskan
kegelapan malam, Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi Bangsa yang unggul di segala
bidang, berkat akhlak karimah yang diajarkan Islam.

Firman Allah yang mengungkap tentang “Akhlak” yaitu Surat An-Nahl ayat 90:

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala
sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul
Alam.

2.4 Akhlak pada abad Modern

Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat
Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula
terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang
lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.

Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak.
Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiric dan tidak
mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada
manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan
perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai
lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan social menjadi di
perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada
perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri. Ahli filsafat
Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat baru dalam Ilmu Pengetahuan
dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya:

· Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa
yang didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di
tolak.

· Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-
mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya,
sehingga tercapai tujuan kita.

· Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal,
sehingga menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-pengikutnya suka kepada paham
Stoics, dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan Hobbes dan
pengikutnya suka kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran pahamnya.

Kemudian lahir pula Bentham (1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-1873). Keduanya
berpindah paham dari faham Epicurus ke faham Utilitarianim. Setelah keadaannya muncul Green
(1836-1882) dan Hebbert Spencer (1820-19030, keduanya mencocokkan faham pertumbuhan
dan peningkatan atas akhlak sebagaimana yang kita ketahui.

1. Descrates (1596-1650)

Diantara sekian tokoh Barat yang memperhatikan kajian akhlak adalah Descartes, filsuf dari
Perancis. Ia telah meletakan dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan filsfat, di antaranya:

a. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum dipastikan nyata. Apa yang
didasarkan pada sangkaan semata dan tumbuh dari kebiasaan wajib ditolak;

b. Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang termudah lalu
mengarah pada yang lebih kompleks;

c. Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.

Pandangannya mengenai akhlak bersifat rasionalistik dan empirik. Ia tidak menerima sesuatu
yang belum diperiksa oleh akal dan penelitian empirik. Dalam melakukan penelitian hendaknya
dimulai dari yang sekecil-kecilnya dan semudah-mudahnya, lalu meningkat kearah yang lebih
kompleks dan rumit agar lebih mudah dipecahkan. Segala sesuatu dapat diterima apabila telah
lulus dari ujian dan penyelidikan tersebut. Segala sesuatu yang didasarkan pada sangkaan dan
apa yang ditumbuhkan dari adat istiadat wajib ditolak.

2. Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903)

Green dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Diantara pemikiran akhlak Green
adalah:

a. Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat menghendaki sabab ia
adalah plaku moral;

b. Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar diri, suatu
reproduksi dari kesadaran diri yang abadi;

c. Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang terakhir,

d. Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan moral adalah yang
memuaskan hasrat pelaku moral. Kebaikan yang sesungguhnya adalah tujuan yang memiliki
nilai yang mutlak. Ideal dari kehidupan yang sempurna adalah kesempurnaan manusia dalam
alam, ditentukan oleh kehendak yang selaras, kehendak yang mendorong tindakan yang utama.

3. Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857)

Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis sensasionalisme
ke arah spiritualisme meurut pemikirannya sendiri. Ia mengajarkan bahwa dasar metafisika
adalah pengamatan yang hati-hati dan analisis atas fakta-fakta tentang kehidupan yang sadar.

August Comte atau Auguste Comte (nama panjang Isidore Marie Auguste Francois Xavier
Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 – meninggal di Paris, Perancis, 5
September 1857 pada umur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan Perancis yang dijuluki sebagai
“bapak sosiologi”. Dia dikenal sebagai seorang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah
dalam ilmu sosial.

4. Shafesbury dan Hatshson

Keduanya memiliki pandangan akhlak yang bersifat antropocentris (mendasarkan diri pada
kemampuan manusia. Keduanya mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat indra insting
yang dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau jahat, indah dan
buruk.

5. Bentham (1748-1832 M) dan John Stuart Mill (1906-1873M)

Mereka merupakan tokoh yang banyak teerpengaruh pemikiran Epicurus dengan cara
mengubahnya menjadi paham utilitarianism, yaitu paham yang semula didasarkan pada
kebahagiaan yang bersifat individualistik kepada kebahagiaan yang bersifat universalistik.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu
Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila
didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena,
yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori
contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322
SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran
sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.

Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi Muhammad
saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk menyempurnakan akhlak, namun
yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih terus diperbincangkan.

Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang akhlak
dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.

Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di temui
kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya satu
yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Dengan panduannya yaitu Al-Qur’anul Karim yang diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya.

SARAN

Dalam penulisan makalah ini saya menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak terdapat kesalahan-kesalahan, baik dalam bahasanya, materi dan penyusunannya. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran serta masukan yang membangun penulis
agar dapat menyusun makalah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/perkembanganakhlak.

https://sina-na.blogspot.com/2013/12/perkembangan-pemikiran-dalam-akhlak.html

Mustafa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000.

Anda mungkin juga menyukai