Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MAKALAH AKHLAK TASAWUF


SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG
AKHLAK

KELOMPOK II
- LAELY ANJAR WATI ( 170201040 )
- SUFRAINI ( 170201018 )
- NAVA YULIANA SAFITRI ( 170201131 )
- NURHIDAYAH (170201032)

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2017
i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah atas setiap kenikmatan yang Dia berikan tanpa terkecuali bagi setiap
mahluk di muka bumi ini baik bagi mereka yang dengan teguh menjalankan perintah-Nya
ataupun yang masih nyaman dengan kemaksiaatan yang dijalankannya karena sifat Allah yang
Maha Rahman. Dan dengan hidayah serta kasih sayang-Nya juga tidak lupa dibarengi dengan
usaha dan doa, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang kini telah hadir di hadapan
pembaca semua. Salawat dan salam kami sampaikan untuk Rasulullah Muhammad SAW, sang
pembawa kebenaran serta suri tauladan bagi seluruh umat manusia untuk berhijrah dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Selanjutnya, kepada Bapak Dosen yang kami hormati dan Sahabat/i seperjuangan yang
kami sayangi. Kami mengucapkan terima kasih karena telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyusun makalah yang kini telah hadir di hadapan Sahabt/i semua. Selain untuk
memenuhi tugas yang diberikan Dosen, penyusunan makalah ini juga adalah sebagai bentuk
kerja sama kami dengan Sahabat/i semua khususnya Fakultas Syariah dalam usaha mempelajari
mata kuliah Akhlak Tasawuf agar lebih mudah difahami sehingga kita semua nantinya mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian kata pengantar dari kami,namun dalam penyusunan makalah ini kami sadar
bahwa kami hanyalah mahluk Allah yang penuh dengan kekurangan. Untuk itu apabila dalam
penulisan makalah ini apabila terdapat kata-kata baik dari segi isinya, bahasa, analisis dan lain
sebagainya terdapat banyak kekurangan kami mohon maaf serta kami mengharap saran dan
kritik dari pembaca semua diiringi ucapan terima kasih.
Wassalam’alaikum Wr.Wb.

ii
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK.............. 2
A. Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam..................................................................... 2
B. Akhlak Pada Agama Islam................................................................................... 5
C. Akhlak Pada Zaman Baru.................................................................................... 10
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 13
Kesimpulan......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membahas tentang akhlak, tidak pernah lepas dari tingkah laku manusia. Karena
akhlak sudah ada sejak manusia itu dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama kali yaitu
Nabi Adam as sampai sekarang ini. Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang
tingkah laku manusia untuk dinilai apakah perbuatan tersebut tergolong baik, mulia, terpuji,
atau sebaliknya, yakni buruk, hina dan tercela. Selain itu dalam ilmu ini dibahas pula ukuran
kebahagiaan, keutamaan, kebijaksanaan, keindahan dan keadilan. Akhlak juga merupakan
pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya, karena manusia tanpa akhlak akan
kehilangan derajatnya sebagai makhluk Allah yang paling mulia.
Karena akhlak sudah ada sejak manusia pertama kali diciptakan, tentu akhlak
memiliki sejarah yang luar biasa, mulai dari akhlak sebelum islam dan setelah datangnya
islam serta akhlak di luar islam.. Untuk itu pada kesempatan ini kami akan membahasnya
dalam makalah kami yang berjudul “Sejarah Perkembangan Akhlak”. Semoga apa yang
kami sajikan sedikit bisa membantu menambah pemahaman sahabt/i semua dalam
memahami Ilmu Akhlak.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah : Bagaimana sejarah
perkembangan pemikiran tentang akhlak ?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui sejarah perkembangan
pemikiran tentang akhlak.

1
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK.
A. Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam
1. Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi
setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-
450 SM). Penyelidikan ahli –ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak memperhatikan pada
akhlak, kebanyakan penyelidikannya mengenai alam. Sehingga datang Sophisticians ialah
orang yang bijaksana yang menjadi guru terbesar di beberapa negeri. Pikiran dan pendapat
mereka berbeda –beda, tetapi tujuan mereka adalah satu, yaitu menyiapkan angkatan muda
bangsa yunani, agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban
mereka terhadap tanah airnya.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun Ilmu Akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang manusia. Sejarah mencatat
bahwa filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah
Socrates (469-399). Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak karena ia yang
pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan
dasar pengetahuan. Dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan
benar, kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan sehingga ia berpendapat bahwa
keutamaan itu adalah Ilmu. Akibatnya maka timbullah beberapa golongan. Golongan
pertama, Cynics berpusat pada Tuhan dengan cara manusia berupaya mengidentifikasikan
sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang wujudnya tampil
sebagai seorang zahid. Cynics berpendapat bahwa kebahagian itu menyingkirkan kelezatan
dan mengurangi sedapat mungkin. Sedangkan golongan kedua Cyrenics bersikap memusat
pada manusia (anthropocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya
dan memenuhi kelezatan hidupnya. Cyrenics berpendapat bahwa kebahagian itu dalam
menapai kelezatan dan mengutamakannya.
Pada tahap selanjutnya datanglah Plato (427-347 SM). Ia adalah seorang ahli filsafat
Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori
contoh. Teori contoh ini digunakan Plato untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara

2
contoh ini adalah contoh untuk kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna.
Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak memadukan antara unsure yang datang dari diri
manusia sendiri dan unsure yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal
pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur
dari yang bersifat mutlak. Perpaduan dari kedua inilah yang membawa manusia menjadi
orang yang utama. Berdasarkan pada teori ini, pokok-pokok keutamaan ada empat, yaitu
hikmah (kebijaksanaan), keberanian, keperwiraan dan keadilan. Kempat –empatnya itu
adalah tiang penegak bangsa –bangsa dan perseorangan. Hikmah ialah keutamaan yang
menguasai dan mengatur diri seseorang, keberanian adalah keutamaan dengan itu sedapat
mungkin menolak kejahatan dengan keperwiraan.
Setelah Plato, datang pula Aristoteles (394-322 SM) sebagai seorang murid Plato.
Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusia dari apa yang
dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Menurutnya tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah di antara kedua keburukan. Misalnya Dermawan adalah tengah-tengah antara
boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda penyelidikanya
dalam akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan
secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “ stoics” ini diikuti oleh
banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca ( 6 SM - 65 M ). Epicetetus
(60 – 140 M ) dan kaisar marcus orleus ( 121 – 180 M).

2. Akhlak pada Agama Nasrani


Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama ini telah
berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang
tersebut dalam kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber
akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus
dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Menurut agama ini
yang disebut baik ialah perbuatan yang disukai Tuhan serta berusaha melaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Dengan demikian ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat teo-centri (memusat
pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa

3
pendorong buat melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan
menurut agama Nasrani bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada
Tuhan berdasrkan petunjuk kitab Taurat.

3. Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan).


Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Yunani serta
menantang penyiaran ilmu dan kebudayaan. Gereja berkeyakinan “hakikat” telah diterima
dari wahyu. Namun demikian sebagai orang dari kalangan gereja ada yang mempergunakan
pemikiran Plato, Aristoreles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja dan
mencocokkannya dengan akal.
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan adalah
ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
Diantara mereka yang termasyhur ialah Abelard, seorang ahli filsafat Perancis (1079-1142)
dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Itali (1226-1274).

4. Akhlak pada Bangsa Arab


Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak
pada aliran paham tertentu, sebagaimana yang di jumpai pada bangsa Yunani dan Romawi
yang disebutkan diatas. Pada masa itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan
ahli syair. Di dalam kata hikmah dan syair dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar
berbuat baik dan menjauhkan keburukan , mendorong pada perbuatan yang tercela dan hina.
Misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan Luqmanul Hakim, Akstam bin
Shaifi, dan syair yang di karang oleh Zuhair bin Abu Sulma dan Hakim al-Thai.
Setelah datang agama Islam, ada ajaran agar orang-orang percaya bahwa Allah,
Sumber segala sesuatu di alam semesta ini. Segala yang ada di dunia ini baik itu gejala-
gejala yang bermacam-macam dan mahkluk yang beraneka ragam warna, dari biji yang ada
di bumi sampai dengan langit yang bertingkat, seluruhnya datang dari Allah. Dan dengan
kekuasaannya, alam dapat berdiri dengan teratur.
Allah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik (sempurna) dan
mengadakan jalan yang harus ditempuh. Allah menetapkan juga beberapa keutamaan seperti
benar dan adil dan menjadikan kebahagian di dunia dan kenikmatan di akhirat sebagai

4
pahala bagi orang ysng mengikutinya. Demikian pula Allah menjadikan lawan keutamaan
itu, seperti dusta dan kezaliman, larangan yang harus dijauhi, menjadikan sengsaraan di
dunia dan siksa di akhirat sebagaimana hukuman bagi yang melakukan.

5. Penyelidikan akhlak secara alamiah


Bangsa Arab masih sedikit yang menyelidiki akhlak berdasarkan ilmu pengetahuan.
Karena agama adalah menjadi dasar kebanyakan buku-buku yang ditulis dalam ahklak,
seperti yang kita lihat dalam bukunya Al-Ghazali dan Al-Mawardi.
Orang Arab yang melakukan penyelidikan tentang ahklak dengan dasar ilmu
pengetahuan ialah Abu Nasr Al Farabi. Ia meninggal dunia pada tahun 339 H. Di samping
juga Ikhwanus Sofa di dalam risalah brosurnya, dan Abu Ali Ibnu Sina (370-428 H). Mereka
telah mempelajari filsafat-filsafat Yunani, terutama pendapat-pendapat bangsa Arab yang
terbesar mengenai akhlak ialah Ibnu Maskawaih. Ia meninggal dunia pada tahun 421 H. dia
telah menyusun kitabnya yang terkenal (Tahdzibul akhlaq wa tathhirul a’raaq). Dia telah
menyampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan ajaran-ajaran Islam. Ajaran
Aristoteles banyak termasuk di dalam kitabnya, terutama penyelidikannya tentang jiwa.

B. Akhlak Pada Agama Islam


Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama islam dengan titik
pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak manusia
agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara,
Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Segala
apa yang ada di dunia ini, dari gejala-gejala yang bermacam-macam dan segala makhluk
yang beraneka warna, dari biji dan binatang yang melata di bumi sampai dengan kepada
langit yang berlapis semuanya milik Tuhan, dan diatur oleh-Nya.
Selain itu, agama islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna
dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini
terkandung dalam ajaran Al-Qur’an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang
didatangkan dari Nabi Muhammad SAW.

5
Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam.
Hukum-hukum islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-
pokok akhlak dapat dijumpai sumber aslinya dari dalam Al-Qur’an.
Allah SWT, berfirman :
Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukan kepada jalan yang lebih lurus. ( QS. Al-Isra’, 17 :
9)
Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk menjelaskan sesuatu.( QS. Al-Nahl, 16 : 89 )
Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang
mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip
perbuatan. Perhatian ajaran islam terhadap pembinaan akhlak ini lebih lanjut dapat dilihat
dari Al-Qur’an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah untuk melakukan kebaikan,
berbuat adil, menyuruh berbuat baik dan mencegah melakukan kejahatan dan kemungkaran.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini :
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berbuat adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.(
QA Al-Nahl 16 : 90 )
Ayat-ayat tersebut di atas memberikan petunjuk dengan jelas bahwa Al-Qur’an
sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan sekaligus menunjukan macam-
macam perbuatan yang ternasuk akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan
tentang keadilan, berbuat kebajikan, dan memberi makan kepada kaum kerabat. Sedangkan
pada ayat-ayat lain dalam Al-Qur’an yang tidak disebutkan seluruhnya di sini, dapat
dijumpai perintah beribadah kepada Allah, maengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi,
berbuat baik kepada Ibu-Bapak, berbuat dan berkata yang sopan, menghargai pendapat
orang lain, bersikap zuhud, sabar, ikhlas, amanah, jujur, benar, tawaddu, tawakkal, ridla,
qana’ah, menjaga tarji, menghindari perbuatan yang tidak ada gunanya, menyebarkan
keselamatan di muka bumi, kasih sayang kepada sesama, bertolong-tolongan dalam
kebaikan dan sebagainya.
Selain berisi perintah, Al-Qur’an juga mengandung larangan, seperti larangan
berbuat syirik ( menyekutukan Tuhan dengan selain-Nya ), durhaka kepada kedua orang tua,

6
mencuri, berzina, meminum minuman keras ( yang memabukan ), berjudi, bersumpah palsu,
mengurangi timbangan dan sebagainya. Semua larangan ini ditujukan untuk kebaikan dan
keselamatan manusia. Orang yang menjauhi perbuatan tersebut akan terbebas dari kesesatan
dan kesengsaraan, sedangkan orang yang mengerjakan perbuatan tersebut akan mengalami
akibatnya baik di dunia ini maupun di akhirat. Hal yang demikian misalnya dinyatakan
dalam ayat-ayat sebagai berikut :
Artinya ;
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya tersebut
tedapat dosa besar dan manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya. ( QS. Al-Baqarah 2 : 219 )
Artinya ;
Dan janganlah engkau dekati perbuatan zina karena ( di dalamnya ) terdapat keburukan
dan merupakan jalan yang buruk.( QS Al-Maidah: 32 )
Ayat-ayat di atas menunjukan sebagian dari perbuatan buruk yang dilarang Tuhan, yaitu
meminum minuman keras, berjudi, menentang Allah dan berbuat zina. Jika hal ini sudah
mendarah-daging dapat menganggu kehidupan rumah tangga, mengancam perekonomian
masyarakat dan membawa pada kehancuran moral.
Ayat-ayat tersebut di atas menunjukan dengan jelas ajaran akhlak dalam islam
dengan sumbernya Al-Qur’an demikian lengkap dan mendalam. Yakni tidak melarang dan
memerintah saja, melainkan menunjukan dengan jelas manfaat yang terkandung dalam
perintah tersebut dan bahaya yang terkandung dalam larangan.
Perhatian islam dalam pembinaan akhlak lebih lanjut dapat dijelaskan dengan
universalitas Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia. Hasil penelitian
Thabathabi terhadap Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia itu ada tiga
macam, dengan uraianya secara singkat sebagai berikut.
Pertama, menurut petunjuk Al-Qur’an, dalam hidupnya manusia hanya menuju
kepada kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan
merupakan suatu warna khusus di antara warna-warna kehidupan yang diinginkan manusia,
yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesentosaan, dan
lain-lain.

7
Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu
kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tidak
dapat diingkari, dalam suatu keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan.
Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal melakukan sesuatu setelah ia
menghendakinya.
Sesungguhnya, makan dan minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan
datang semua perbuatan ini dan perbuatan-perbuatan lain yang dilakukan manusia pada
beberapa keadaan, merupakan keharusan baginya dan pada keadaan yang lain, tidak
merupakan keharusan yakni, bermanfaat baginya suatu saat, dan membahayakan pada saat
yang lain. Dengan demikian perbuatan sosial dan individualnya tersebut dapat bernilai
akhlak apabila dilakukan denga tulus ikhlas dan pilihan sendiri.
Teori ini dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
Artinya :
Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah dalam kebaikan.( QS Al-Baqarah 2 : 148 )
Ketiga, jalan hidup yang terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan
fitrah, bukan berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.
Sebagai contoh dapat diperhatikan biji gandum. sejak hari pertama diletakan di
tanah, ia berjalan dalam proses penyempurnaan. Menghijau dan tumbuh sampai
terbentuknya bulir-bulir yang lipatanya berisi banyak biji gandum. Demikian pula dengan
biji padi, kenari, mangga, durian dan lain sebagainya. Al-Qur’an selanjutnya banyak
berbicara tentang ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya.
Selanjutnya perintah melaksanakan ibadah haji ditujukan agar orang mau bersyukur,
mengingat Allah, bersaudara dengan sesama muslim lainnya, berakhlak mulia, menjauhi
perbuatan buruk, berkata keji dan lain sebagainya. Demikian juga jika di dalam Al-Qur’an
berkenaan dengan sifat-sifat Tuhan, maka tujuannya antara lain agar manusia menghiasi
dirinya dengan akhlak dan sifat Tuhan tersebut menurut kadar kesanggupan manusia.
Selanjutnya perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak dapat pula dijumpai dari
perhatian Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana terlihat dalam ucapan dan perbuatanya yang
mengandung akhlak. Di dalam haditsnya, misalnya kita menemukan pernyataan bahwa
beliau diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Orang yang paling

8
berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Orang
yang paling sempurna amanya adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Tegasnya beliau mengatakan sebagai berikut :
ٌ َ‫ت اِل ُ ت ِم َم َم َكا ِر َم اًالَ ٌخال‬
‫ق‬ ُ ً‫بُ ِعث‬
Artinya :
Aku diutus ( oleh Allah ) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.( HR.Ahmad )
Ucapan-ucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu
diikuti pula oleh perbuatanya dan keperibadianya. Beliau di kenal sebagai orang shadik
(benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas). Adapun
akhlak Rasulullah yang demikian itu dinyatakan dalam ayat-ayat sebagai berikut :
Artinya :
Pada diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik-baik buat kamu sekalian.( QS Al-
Ahzab 33 : 21 )
Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut memberi petunjuk dengan jelas bahwa akhlak
dalam ajaran agama islam menemukan bentuknya yang lengkap dan sempurna, sehingga
dapat dikatakan islam adalah agama akhlak.
Namun demikian dalam pembentukan akhlak ini, Islam juga menghargai pendapat
akal pikiran yang sehat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Peranan akal pikiran
demikian besar dan dihargai adanya, termasuk perananya dalam menjabarkan akhlak. Ajaran
akhlak yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah bersifat absolut dan universal serta
mutlak, yakni tidak dapat ditawar-tawar lagi dan berlangsung sepanjang zaman. Dengan cara
demkian ajaran akhlak dalam islam dapat diterima oleh seluruh masyarakat berdasarkan
hasil ijtihad akal pikiran. Sebagai contoh menutup aurat adalah merupakan akhlak yang
bersifat absolut, mutlak dan universal, tetapi bagamana cara menutup aurat itu dapat
berbeda-beda. Untuk menentukan cara dan bentuk menutup aurat tersebut diperlukan
pemikiran akal yang sehat. Demikian pula menghormati kedua orang tua, ayah dan ibu
adalah akhlak yang bersifat mutlak, universal dan absolut.
Sejalan dengan masuknya pemikiran filsafat Yunani ke dalam Islam pada zaman
Daulat Abbasiyah ( 8-13 Masehi ), akhlak dalam islam di warnai oleh corak yang bersifat
falsafi dan rasionalitik. Para mutakallimin dari kalangan Muktazilah misalnya banyak
menggunakan akal pikiran sebagaimana terlihat dalam ajaran pokok yang lima, yaitu Al-

9
Tauhid ( mengesakan Allah ), Al-Adl ( keadilan ), Al-Wa’ad wa Al-Wa’id ( janji baik dan
ancaman buruk ), Al-Manzilah bain Al-manzilatain ( posisi di antara dua posisi ) dan Al-
Amr Al-Ma’ruf wa Al-Nahy an Al-Munkar ( perintah mengerjakan yang baik dan mencegah
perbuatan yang buruk )
Kelima ajaran muktazilah yang diketahui banyak dipengaruhi pemikiran filsafat
Yunani itu sangat erat kaitanya dengan akhlak. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika
Ahmad Mahmud Shubhi menulis buku berjudul Al-Falsafah Al-Akhlakiyah fi Al-Fikri Al-
Islami ( Falsafah Akhlak Dalam Pemikiran Islam ). Dalam buku tersebut ajaran Muktazilah
yang lima itu telah dikembangkan menjadi akhlak yang bercorak falsafi. Salah satu ajaran
tentang keadilan sebagaimana telah dituraikan di atas ternyata merupakan induk akhlak.
Dalam ajaran Muktazilah keadilan juga menempati posisi puncak.

C. Akhlak Pada Zaman Baru


Pada akhir abad limabelas masehi, Eropa mulai menglami kebangkitan dalam bidang
filsafat, Ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa eropa termasuk itali mulai
meningkatkan kegiatan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu pengetahuan teknologi tersebut
akan mulai difungsikan, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah
kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat sesuatu dengan pandangan baru, dan
mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru. Di antara yang mendapat kecaman dan
penyelidikan ialah persoalan ahklak yang dibawa oleh bangsa Yunani dan bangsa- bangsa
lainnya.
Kehidupan mereka yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai
digeser dengan memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala
sesuatu yang selama ini dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga
akhirnya mereka menerapkan pola bertindak dan berpikir secara liberal.
Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan
emperik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat
dalam ajaran agama. Pandangan baru terhadap akhlak tersebut pada tahap selanjutnya
mampu mengubah konsep-konsep akhlak termasuk dalam menilai sesuatu yang baik dan
mulia.

10
Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu diantarannya
adalah Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, JhonStuart Mill Kant dan Bertrand
Russel. Pemikiran akhlak telah banyak mereka kemukakan dan tersebar dalam berbagai
literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi pedoman hidup masyarakat barat dan eropa
hingga saat ini.
Ahli filsafat prancis yaitu Descartes termasuk pendiri filsafat baru dalam ilmu
pengetahuan dan filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, di antarnya adalah:
a. Tidak menerima sesuatu yan belum diperiksa akal dan nyata adanya.
b. Di dalam menyelidiki harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-
mudahnya, lalu meningkatkan kea rah yang lebih banyak susunannya.
c. Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga
menyatakan dengan ujian.
Descartes yang namanya disebutkan di atas adalah seoramg ahli filsafat perancis
yang hidup antara tahun 1596-1650 M. Pandangannya mengenai akhlak sangat bersifat
rasionalistik dan empirik. Ia tidak menerima segala sesuatu yang didasarkan pada sangkaan
dan apa yang ditumbuhkan dari adat kebiasaan wajib ditolak. Segala sesuatu baru dapat
diterima apabila telah lulus dari pengujian dan penyelidikan secara nasionalistik dan
empirik.
Selanjutnya Shafesbury dan Hatshson adalah tokoh yang memiliki pandangan akhlak
yang bersifat anthopocentris (mendasarkan diri pada kemampuan manusia). Kedua tokoh
tersebut berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indera insting yang dapat mengetahui
dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau yang jahat, indah dan buruk.
Selanjutnya Bentham (1748-1832) dan Jhon Stuart Mill (1906-1873) keduanya
termasuk tokoh yang banyak terpengaruh oleh pemikiran Epicurus dengan cara
mengubahnya menjadi paham utilitarianisme, yaitu paham yang semula didasarkan pada
kebahagiaan yang bersifat individualistik kepada kebahagiaan yang besifat universalistik.
Pemikiran tentang akhlak ini selanjutnya dapat dijumpai pada immanuel kant.
Pemikiran akhlak yang dikemukakkan Immanuel Kant juga besifat antropocentris (memusat
pada kemampuan dan potensi manusia). Kant berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak
adalah perasaan kewajiban intuisif. Kant mempunyai sebuah keyakinan berkaitan dengan
manusia. Keberadaan tuhan hanya bisa didapat melalui intusi akhlak. Mungkin di dunia ini

11
tidak ada seorangpun filosof yang begitu atas nisan immanuel Kant tertuliskan
pertkataannya yang sangat populer yang berbunyi “Dua hal yang selalu membangunkan
perasaan: langit yang dipenuhi oleh bintang dan intuisi yang berada dalam sanubarinya”.
Pokok bahasan tentang intuisi diklasifikasikan menjadi empat:
1. Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan intuisi ini banyak
manusia yang menghabiskan usianya untuk diabadikan kepada pengembangan ilmu
pengetahuan.
2. Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan bagaimana telah diuraikan
diatas.
3. Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan.
4. Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala
isinya, yakni tuhan.
Pemikir barat dibidang akhlak (etika) selanjutnya adalah Bertrand Russel. Corak
pemikiran akhlak yang dimajukan tokoh ini bersifat metearilistik. Menurutnya manusia
bersifat materialistik, dan dia tidak dari wujud benda. Berbeda dengan kant, russel menolak
adanya intuisi akhlak dan keindahan esensial suatu perbuatan. Menurut Russel manusia
tidak mampu memahami keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak
keindahan dan keburukan roh. Menurut manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh
murni.

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah ini bahwa sejarah perkembangan pemikiran tentang akhlak dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1. Ilmu akhlak di luar agama islam
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi
setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana
(500-450 SM). Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun Ilmu
Akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia, atau pemikiran tentang manusia.
2. Akhlak pada agama islam
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama islam dengan titik
pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak
manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dia-lah Pencipta,
Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap
segala makhluk-Nya.
3. Akhlak pada zaman baru
Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu diantarannya
adalah Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, Jhon Stuart Mill Kant dan
Bertrand Russel. Pemikiran akhlak telah banyak mereka kemukakan dan tersebar
dalam berbagai literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi pedoman hidup
masyarakat barat dan eropa hingga saat ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010).


Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014).

14

Anda mungkin juga menyukai