OLEH
KELOMPOK 3
KHALIDA ROZANA ZULFA : 20221100103
MIRNA : 20221100107
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur
yang berjudul “Perkembangan Pemikiran Akhlak dalam Islam” ini. Sholawat
serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada junjungan kita baginda Nabi
Muhammad saw. beserta keluarga, kerabat, sahabat, serta pengikut beliau illa
yaumil qiyamah.
Tujuan kami menulis makalah ini yaitu guna memenuhi tugas dari mata kuliah
Akhlak dan Ilmu Tasawuf, yang diampu oleh Bapak Drs. H. Abdul Wahab
Syakhrani, S.Ag.,MM. Serta guna menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi
penulis maupun pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini mungkin masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
berharap adanya kritik positif serta saran yang membangun, sehingga di kemudian
hari kami dapat memperbaiki penulisan selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan permintaan maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan yang ada. Semoga karya ini dapat
mendatangkan manfaat untuk kita semua. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Akhlak Fase Yunani ................................................................. 3
1. Tokoh-Tokoh Sofistik (500-450 SM) ................................ 3
2. Socrates (469-399 SM) ...................................................... 4
3. Cynics dan Cynerics ........................................................... 4
4. Plato (427-347 SM) ............................................................ 4
5. Aristoteles (394-322 SM) ................................................... 5
6. Stoics dan Epicurics ........................................................... 5
7. Agama Nasrani ................................................................... 6
B. Akhlak Fase Arab Pra Islam .................................................... 6
C. Akhlak Fase Islam...........................................................................7
D. Akhlak Fase Abad Pertengahan ....................................................8
E. Akhlak Fase Modern ................................................................ 9
1. Descrates (1596-1650) ....................................................... 9
2. Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-
1903) ................................................................................. 10
3. Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798- 1857)
........................................................................................... 10
iii
iv
A. Latar Belakang
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab اخالقyang secara bahasa bermakna budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat yang merupakan sifat dari manusia yang
terdidik oleh keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan-
perbuatan melalui proses pemikiran, pertimbangan, analisa dan ketangkasan.1
Akhlak tidak pernah lepas dari manusia, karena akhlak sudah ada sejak manusia
dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama, yakni Nabi Adam as. sampai
sekarang. Baik buruknya akhlak seseorang akan terlihat dari bagaimana perilaku
mereka. Akhlak seseorang akan memengaruhi kedudukan mereka dalam
masyarakat luas serta di hadapan Allah Swt.
Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
sehingga melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pemikiran maupun pertimbangan lebih lanjut. Melacak sejarah perkembangan
akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di
muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat yang sangat
dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat. Akhlak adalah pembeda
antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Karena jika manusia
tidak memiliki akhlak, maka ia akan kehilangan derajatnya sebagai makhluk Allah
yang paling mulia di muka bumi.
Selama lebih kurang seribu tahun, ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “Kerajaan Filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya
berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-
ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan
berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman
sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.
1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akhlak.
1
2
Pada pembahasan ini, kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah
perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam
makalah ini, antara lain:
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu akhlak pada fase zaman Yunani?
2. Bagaimana sejarah ilmu akhlak pada fase Arab pra Islam?
3. Bagaimana sejarah ilmu akhlak pada fase Islam?
4. Bagaimana perkembangan ilmu akhlak pada fase abad Pertengahan?
5. Bagaimana perkembangan ilmu akhlak pada zaman Modern?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan ilmu akhlak pada fase
zaman Yunani.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah ilmu akhlak pada fase Arab pra Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah ilmu akhlak pada fase Islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ilmu akhlak pada fase abad
pertengahan.
5. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ilmu akhlak pada fase zaman
Modern.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 59.
3
Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 41.
3
4
alam ruhani. Dia juga berpandapat bahwa di dalam jiwa ada berbagai kekuatan
yang berlainan, dan keutamaan timbul dari keseimbangan kekuatan-kekuatan itu
yang juga tunduk kepada akal. Menurut ajarannya terdapat empat pokok-pokok
keutamaan yaitu kebijaksanaan, keberanian, kesucian, dan keadilan, yang
menjadi syarat untuk tegak dan lurusnya bangsa-bangsa dan perseorangan.
7. Agama Nasrani
Pada akhir abad ke-3 Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu
telah berhasil memengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok
ajaran akhlak yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu
memberikan pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber dari
segala akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk patokan-
patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam
arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-
Nya.
Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri (memusat pada
Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa
oleh para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam
persoalan baik dan buruk, sehingga kedudukan para pendeta sama dengan
kedudukan para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong
untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan,
sedangkan menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan
iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan
dan melarang berbuat keburukan.
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber
dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada di langit dan di bumi
adalah ciptaan sang Khalikul Alam.4
Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi
Thalib ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan
setelah kepulangannya dari Perang Shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak
pelajar tentang akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin
pula dalam kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh ulama Sunni, seperti
Abu Ahmad bin Abdillah Al-‘Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-
Mawa’izh.
Kedua, tokoh Islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin
Mahran Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab Al-Mu’min
wa Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam Islam. Selain itu dikenal
tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu
Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir, Nauval Al-Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
Ketiga, pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qumi menulis kitab Al- Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang
akhlak adalah:
4
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 56-57.
8
1. Ar-Razi (250-313H), walaupun masih ada filusuf lain seperti Al-Kindi dan
Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak yang berjudul Ath-
Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan tentang kesehatan
ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting yang
bertujuan untuk memperbaiki moral-moral manusia.
2. Pada abad ke-4 H, Ali bin Ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan
Makarim Al-Akhlak. Pada abad ini, dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi
yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga Ikhwan Ash-Shafa
dalam Rasa’ilnya, dan Ibnu Sina (370-428 H).
3. Pada abad ke-5 H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-
Akhlak wa Tath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab ini
merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dari
konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan
hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan situasi
zamannya.
4. Pada abad ke-6 H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-
Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.
5. Pada abad ke-7 H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-
Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta‟alimin. Pada
abad-abad sesudahnya dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami
Ashabih Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin
Ad- Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-
Anwar.5
5
Ibid, h. 57-60.
9
ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah
diterima dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya.
Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan
penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan
doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan
pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak
diperkenankan.
Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu
memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima
dari wahyu. Namun diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan
filsafat selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja.
Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa
itu merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-
pemukanya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142 M) dan Thomas Aquinas
(1226-1274 M).
Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya
perasaan naluri pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.
1. Descrates (1596-1650 M)
Diantara sekian tokoh Barat yang memperhatikan kajian akhlak adalah
Descartes, filsuf dari Prancis. Ia telah meletakkan dasar-dasar baru bagi ilmu
pengetahuan dan filsafat, di antaranya:
10
Dari bahasan di atas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan
berbagai mazhab etika, antara lain sebagai berikut:
1. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.
2. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
3. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis,
yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sejarah perkembangan akhlak pada zaman Yunani Socrates dipandang sebagai
perintis Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak
menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-
347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates.
Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam
lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah
muridnya Plato. Pengikutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran
sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.
Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu
tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran
akhlak tersebut. Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun
masih dapat ditemui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang
sempurna dan ditemui celah, hanya satu yang kebenarannya mutlak yaitu akhlak
yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. dengan panduannya yaitu Al-Qur’anul
Karim yang diwahyukan oleh Allah Swt., kepadanya.
Melalui jalannya waktu, perkembangan dalam akhlak pun membaik. Kendati
pasang-surut tak dapat dihindarkan, setidaknya dari segi filsafat maupun tindakan
ada perubahan. Ditambah berkembangnya zaman yang begitu cepat, teknologi
merajai segala pandangan, akhlakul karimah menjadi tantangan terberat untuk
berkuasa. Turunnya moral karena faktor “trend medsos”, membuat perkembangan
akhlak masa kini menurun dari kadar ‘bagus’. Menyikapi teknologi dengan benar
dan tepat memang perlu, dan harus pula dibarengi dengan ilmu. Jangan hanya
karena banyak orang mengikuti, tidak tahu itu baik atau tidak. Tantangan besar bagi
akhlakul karimah yang semakin ditinggalkan dalam gemerlap media sosial,
perlahan pula perkembangan pemikiran akhlak menurun dari kebajikan.
12
13
B. Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi
yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak
kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai
memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita. Bijaklah
memilih, pandailah berbuat. Karena sekali salah langkah dalam cahaya media
sosial, maka sakit untuk kembali ke jalan yang benar. Hendaknya jangan hanya
mengikuti seseorang yang dianggap baik dalam perbuatannya, perkataannya, atau
pemikirannya saja, tetapi carilah pula ilmu untuk mengetahui mana yang benar dan
mana yang buruk. Karena sesuatu yang kita anggap baik belum tentu selaras dengan
pendapat orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
14