Anda di halaman 1dari 14

AKHLAK TASAWUF

Dosen Pengampu : Eriksan Askala M.Pd.I

DISUSUN OLEH:

Kelompok 3 Kelas D Semester II

Eka Wijiastuti (2011050343)


Khairunnisa Dwi Prastica (2011050334)
Sakinah Qurrota Aini (2011050309)

PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI LAMPUNG
2021
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 4

A. LATAR BELAKANG …………………………………………………... 4


B. RUMUSAN M ASALAH ………………………………………………... 5
C. TUJUAN ………………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………….. 6

A. FASE YUNANI ………………………………………………………… 6


B. FASE ARAB PRA ISLAM ………………………………………………. 9
C. FASE ISLAM …………………………………………………………... 10
D. FASE ABAD PERTENGAHAN …………………………………………... 11
E. FASE MODERN ………………………………………………………... 12

BAB III PENUTUP ………………………………………………………… 13

A. KESIMPULAN ………………………………………………………….. 13
B. SARAN ………………………………………………………………… 13

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt Tuhan semesta alam karna berkat izin dan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini pada tepat waktu.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Akhlak Tasawuf“ .
Adapun masalah yang di bahas dalam makalah ini yaitu “Perkembangan Pemikiran Dalam
Akhlak Islam”.

Dalam penulisan makalah ini penulis menemui berbagai hambatan dikarenakan


kurangnya ilmu pengetahuan penulisan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah sederhana ini.

Penulis sadar akan kemampuan menulis yang masih sederhana. Tapi dalam makalah ini
penulis telah berusaha semaksimal mungkin, tetapi penulis yakin bahwa penulisan makalah ini
masih banyak memimiliki kekurangan, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini.

Akhir kata, harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terima kasih!

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, 2 April 2021

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan” atau
“penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi‟at, adab, atau tingkah
laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan.

Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya


sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat yang
sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.

Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam
aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata
berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih
terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.

Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang mana
persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Di antara
pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan, ini juga berkaitan dengan ilmu
akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam tentang persoalan akibat munculnya berbagai
aliran.

Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah
perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern dan baik dan buruk.

4
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada Fase Yunani?

2. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?

3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?

4. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?

5. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran dalam akhlak Islam
pada Fase Yunani

2. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.

3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.

4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad Pertengahan.

5. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam pada Fase


Modern

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fase Yunani

Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa Yunani
tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa itu perhatian mereka
tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.[1]

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun
lebih bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani
berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa
Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya.[2]

Pandangan dan pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara redaksional
berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan angkatan muda Yunani
agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya.

Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :

1. Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu
pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia
harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat pada
ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan
akhlak walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates

2. Cynics dan Cyrenics

Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya
dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut
golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah
orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara pemimpin paham golongan Cynics

6
yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada tahun 323 SM. Adapun golongan
“Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan
mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara
manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-
pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi kelezatan
hidupnya.

3. Plato (427-347 SM)

Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam
bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato untuk menjelaskan
masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal
dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak memadukan antara unsure yang
datang dari diri manusia sendiri dan unsure yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa
akal pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur
dari yang bersifat mutlak.

Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:

a) Hikmah/kebijaksanaan,

b) Keberanian,

c) Keperwiraan

d) Keadilan.

4. Aristoteles (394-322 SM)

Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana pengikutnya diberi
nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran sambil berjalan, atau karena ia
mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya. Dan
ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya
ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari
pengikut paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai
kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.

7
Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah antara boros
dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.

5. Stoics dan Epicurics

Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda penyelidikanya dalam
akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan
secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “stoics” ini diikuti oleh banyak
ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6 SM - 65 M), Epicetetus (60 – 110 M)
dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).

Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala sesuatu yang
bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan pergi, dan kita tidak perlu
melekat pada salah satunya. Segala ide tentang kesengsaraan dan kebahagiaan berasal dari
pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci dari Stoisisme. Kedamaian batin atau
peace of mind akan kita alami kalau kita mau berpikir rasional.

Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan manusia. Filsafatnya dititikberatkan


pada etika yang akan memberikan ketenangan batin.

6. Agama Nasrani

Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah
berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang
tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa
Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk
patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya
adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan
sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta sejalan
dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam persoalan baik dan buruk, sehingga kedudukan
para pendeta sama dengan kedudukan para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani
pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan
menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan
berdasarkan petunjuk kitab Taurat.

8
B. Fase Arab Pra Islam

Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar biasa,
perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa Arab dapat
dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki perangai halus dan
rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan : “Siapa yang
menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa hatinya menuju kebaikan yang
menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.[3] Adapun Amir ibnu Dharb Al-„Adwaniy “pikiran itu
tidur dan nafsu bergejolak. Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan”.

Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “ jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah
kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan;
kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara
adalah sabar”.[4] Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada budaknya “Sesungguhnya kikir
itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri; bermurahlah dalam cinta karena
sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang yang belas kasih. Orang yang mulia akan
takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.[5]

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang
minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-
filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya
para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair
yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.

Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala
sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul
Alam.

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana
bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi
hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada
waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung
nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan
Hatim Ath-Tha‟i.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang
minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-
filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya
para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair
yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.

9
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala
sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul
Alam.[6]

C. Fase Islam

islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar dalam
bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk menyempurmakan
akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam islam,
masih diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori.

Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib ini
berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah kepulangannya dari
perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajar tentang akhlak dan berbagai
keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula dalam kitab Nahj Al-Balagah yang banyak
dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al-„Asykari dalam kitabnya Az-
Zawajir wa Al-Mawa‟izh.

Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran
Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu‟min wa Al-Fajr, kitab
akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun
mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval
Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.

Ketiga, pada abad ketiga H, Ja‟far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani‟at min Dukhul
Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak adalah:

1. Ar-Razi (250-313H)

walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya
dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan ruhani). Buku ini
menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupsksn filsafat akhlak
terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.

2. Pada abad ke empat H,

Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan Makarim Al-akhlak. Pada abad ini
dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak.
Demikian juga ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa‟ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).

10
3. Pada abad ke lima H,

Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa Tath-hir Al-A‟araq dan
Adab Al-„Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu aliran akhlak yang sebagai
materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan
ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan situasi
zamannya.

4. Pada abad ke enam H,

Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khatir wa Nuzhah An-Nazhir.

5. Pada abad ke tujuh H,

Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf


Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta‟alimin.

Pada abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih Al-
Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-
Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.[7]

D. Fase Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu
gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang
telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya.

Oleh kerana itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang dikeluarkan
oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu
penggunaan filsafat tidak diperkenankan.

Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran
agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam
sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.

Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-abad
pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi dan
menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan. Gereja percaya bahwa hakikat kebenaran itu wahyu

11
yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu hanya membolehkan orang berfilsafat dalam batas-batas
tertenttu, sekadar memperkuat kepercayaan-kepercayaan keagamaan.

Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu memerangi
filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Namun diantara golongan
gereja ada juga yang menerima percikan filsafat selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja.

Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu
merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya yang
termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274).

Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri
pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

E. Fase Modern

Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan zaman
kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsyafkan dunia
islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul peradaban
baru yang lebih tinggi.

Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-1873) dipindahkannya paham
Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di Eropa dan mempunyai pengaruh besar
disana. Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran baik buruknya sesuatu
ditentukan oleh kegunaannya.

Herbert Spencer (1820-1903) mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap


(evolusi) dalam akhlak manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir Perancis yang menjadi
pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat kebiasaan harus
ditolak.

Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan berbagai mazhab
etika antara lain sebagai berikut:

1. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama

2. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran

3. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu

ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama) [8]

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis
Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali
bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat
Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan
„teori contoh‟. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles
(394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi
pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.

Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi
Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk menyempurnakan
akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih terus diperbincangkan.

Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang
akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.

Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di
temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya
satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad
saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur‟anul Karim yang diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya

B. Saran

Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi yang begitu
canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak kita, oleh karena itu kita
sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai memilah-milah mana hal yang baik
dan yang buruk untuk diri kita.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta: Amzah.

Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.

Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/perkembanganakhlak di akses diakses pada 20 maret 2019 jam


20.35

[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000), hlm. 59

[3] Dr.Yusuf Musa, Falsafatu Akhlak il Islam, Kairo, tahun 1963, hlm.86

[4] Ibid hlm. 10

[5] Ibid hlm. 12

[6] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 56-57

[7] Ibid Hal. 57-60

[8]
https://www.kompasiana.com/eganurfadillah5648/5c0697416ddcae79410fcae2/perkembangan-
pemikiran-dalam-akhlak-islam?page=all di akses diakses pada 20 maret 2019 jam 10.35

14

Anda mungkin juga menyukai