Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Perkembangan Dan Pemikiran Akhlak Dalam Islam

Disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Akhlak dan Tasawuf

Dosen pengampu : Ahmad Nadirin M.H

Disusun Oleh :

1. Ilham Fadly Firdaus (2108205019)


2. Cintya Clarisa (2108205035)
3. Alfina Yunizar (2108205037)
4. Deviyana Putri (2108205007)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

AKUNTANSI SYARIAH

2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam karna berkat izin dan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini pada tepat waktu.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Akhlak Tasawuf“ .
Adapun masalah yang di bahas dalam makalah ini yaitu “Perkembangan Pemikiran Dalam
Akhlak Islam”.

Dalam penulisan makalah ini penulis menemui berbagai hambatan dikarenakan


kurangnya ilmu pengetahuan penulisan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah sederhana ini.

Penulis sadar akan kemampuan menulis yang masih sederhana. Tapi dalam makalah ini
penulis telah berusaha semaksimal mungkin, tetapi penulis yakin bahwa penulisan makalah ini
masih banyak memimiliki kekurangan, Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini.

Akhir kata, harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terima kasih!

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Cirebon, 11 September 2021

Penuli
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 3
A. Fase Yunani.................................................................................................................. 3
B. Fase Arab Pra Islam...................................................................................................... 6
C. Fase Islam..................................................................................................................... 8
D. Fase Abad Pertengahan................................................................................................ 10
E. Fase Modern................................................................................................................. 11

BAB III PENUTUP..................................................................................................................... 12


A. Kesimpulan................................................................................................................... 12
B. Saran dan Harapan........................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak sudah ada sejak manusia itu dilahirkan. Mulai dari manusia yang pertama kali, yaitu
Nabi Adam as sampai sekarang ini. Baik buruknya akhlak seseorang akan terlihat dari
bagaimana perilaku mereka. Tentunya akhlak seseorang akan mempengaruhi kedudukan mereka
dalam masyarakat luas serta di hadapan Allah SWT.

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan” atau
“penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi’at, adab, atau tingkah
laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan. Tujuan akhlak adalah menciptakan kebahagiaan 2 tempat ( dunia dan akhirat ),
kesempurnaan jiwa bagi manusia, kekuatan dan ketentraman bagi masyarakat.

Karena akhlak sudah ada sejak manusia pertama kali, yaitu Nabi Adam as. Tentu akhlak
memiliki sejarah yang luar biasa. Pertumbuhan dan perkembangannya pun tentu sangat menarik
untuk kita pelajari. Mulai dari ilmu akhlak di luar Islam, akhlak bangsa Ibrani, akhlak dalam
ajaran Islam serta akhlak sebelum Islam. Dimana memiliki pemikir-pemikir yang berbeda setiap
perkembangan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah perkembangan pemikiran akhlak dalam islam?


2. Siapa sajakah tokoh-tokoh filsuf akhlak pada fase-fase nya?

C. Tujuan

1. Untuk memahami sejarah perkembangan pemikiran akhlak dalam islam.


2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsuf akhlak pada fase-fasenya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fase Yunani

Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah
munculnya orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di
kalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena
pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.[1]
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak
adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Tujuan para filosofis yaitu menyiapkan
angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.[2]

Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :

1. Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip
ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar
manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu
terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai
pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates.

2. Cynics dan Cyrenics

. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),2000,  hlm. 59


1

2
. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 1997,  hlm. 41
Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics.
Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370
SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan
sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara
pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada
tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di
Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama
dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan
cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada
manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan
memenuhi kelezatan hidupnya.

3. Plato (427-347 SM)

Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya
dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato
untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan
yaitu arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato
tampak memadukan antara unsur yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure yang
datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi rohaniah,
sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak.

Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:


 Hikmah/kebijaksanaan.
 keberanian.
 Keperwiraan.
 Keadilan.
4. Aristoteles (394-322 SM)
Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana
pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran
sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki
dalam akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang
dikehendaki manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi
pengertiannya tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut paham
utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai
kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya.

Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan
adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah
antara boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.

5. Stoics dan Epicurics

Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda


penyelidikanya dalam akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah
kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham
“stoics” ini diikuti oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6
SM - 65 M), Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).

Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala


sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan
pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang kesengsaraan
dan kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci dari
Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami kalau kita mau berpikir
rasional.
B. Fase Arab Pra Islam

Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar
biasa, perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa
Arab dapat dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki
perangai halus dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang
mengatakan : “Siapa yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa
hatinya menuju kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Adapun Amir ibnu
Dharb Al-‘Adwaniy “pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak. Sesungguhnya penyesalan itu
akibat kebodohan”.

Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “ jujur adalah pangkal keselamatan; dusta
adalah kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi
kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan
sebaik-baik perkara adalah sabar”. Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada
budaknya “Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri;
bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang
yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki
jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran
yang minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari
filosof-filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum
diketahui adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif
bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang
berbuat keburukan.
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber
dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah
ciptaan sang Khalikul Alam. [3]

C. Fase Islam

Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar
dalam bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk
menyempurmakan akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis
ilmu akhlak dalam islam, masih diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa teori.

Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi
Thalib ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah
kepulangannya dari perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajar
tentang akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula dalam
kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin
Abdillah Al-‘Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa’izh.

Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin
Mahran Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa
Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-
tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-
Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.

Ketiga, pada abad ketiga H, Ja’far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak
adalah:

3
. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 56-57
1. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu
Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani
(kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini
merupsksn filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.
2. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan Makarim
Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi yang melakukan
penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’ilnya, dan
Ibnu Sina (370-428H).
3. Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak
wa Tath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu
aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan
pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya.
4. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khatir
wa Nuzhah An-Nazhir.
5. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak
An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta’alimin.

Pada abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami


Ashabih Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din
Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.[4]

D. Fase Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada


waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari
wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu
tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang
4
. Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 57-60
dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar
ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.

Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan
ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat
dalam Islam sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum
Muktazilah.

Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-
abad pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi
dan menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan. Gereja percaya bahwa hakikat
kebenaran itu wahyu yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu hanya membolehkan orang
berfilsafat dalam batas-batas tertenttu, sekadar memperkuat kepercayaan-kepercayaan
keagamaan.

Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu
memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Namun
diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat selama tidak
bertentangan dengan ajaran gereja.

Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu
merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya
yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274).

Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan


naluri pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

E. Fase Modern

Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan
zaman kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat
menginsyafkan dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di
Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi.

Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-1873) dipindahkannya


paham Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di Eropa dan mempunyai
pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran baik
buruknya sesuatu ditentukan oleh kegunaannya.

Herbert Spencer (1820-1903) mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap


(evolusi) dalam akhlak manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir Perancis yang
menjadi pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat
kebiasaan harus ditolak.

Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan berbagai
mazhab etika antara lain sebagai berikut:

1. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.


2. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
3. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu
ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu
Nabi Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk
menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih
terus diperbincangkan.
Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang
akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.
Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di
temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah,
hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi
Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur’anul Karim yang diwahyukan oleh
Allah swt. Kepadanya.

B. SARAN DAN HARAPAN


Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca mengetahui dan memahami
sejarah perkembangan pemikiran akhlak dalam islam dan fase-fase lainya serta tokoh
yang berperan di dalamnya. Demikian makalah yang kami buat dan kami membutuhkan
kritik dan saran dari pembaca karena kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Harapan kedepannya semoga kita semua bisa memahami materi ini tidak
hanya dari makalah yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010

2. Mustafa.  Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.

3. Nata, Abuddin.  Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000.

Anda mungkin juga menyukai