Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKHLAQ TASAWUF

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM FASE PENDAHULU


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu matakuliah Akhlaq Tasawuf

Dosen Pengampu
Bapak Dr.Abdul Wadud Nafis, Lc. MEI.

Disusun Oleh
Dewi Uswatun Khasanah
(2020100260490)

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
WONOREJO-LUMAJANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, semoga kita
dapat menggunakannya untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada-Nya.
Alhamdulillah, atas izinnya Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya. Tugas makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah akhak tasawuf
dengan judul“perkembangan pemikiran islam fase pendahulu” yang diberikan beberapa
waktu yang lalu.

Meski telah disusun secara semaksimal mungkin, namun penulis sebagai manusia
biasa menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Besar harapan
Penulis makalah ini dapat menjadi sarana membantu pembaca dalam memahami apa saja
Model-model Pendidikan Islam yang diterapkan pada masa Rasulullah SAW. Demikian apa
yang bisa saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya ini, terima
kasih.

Lumajang, 09 September 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ iv


1. Latar Belakang ................................................................................................ v

2. Rumusan Masalah ........................................................................................... vi

3. Tujuan ............................................................................................................ vi

BAB II PEMBAHASANA ....................................................................................... 1

1. Fase Yunani .................................................................................................... 4

2. Fase Arab Pra Islam ....................................................................................... 5

3. Fase Islam ....................................................................................................... 6

4. Fase Abad Pertengahan .................................................................................. 6

5. Fase Modern ................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 8

1. Kesimpulan ................................................................................................... 8

2. Saran ............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 9

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan”
atau “penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi‟at, adab, atau
tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
yang melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan. Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa
sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal denganistilah adat
istiadat yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.

Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai
macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata
berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga
masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman
modern. Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang mana
persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Di
antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan, ini juga berkaitan
dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam tentang persoalan akibat
munculnya berbagai aliran. Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan
tentang sejarah perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern dan
baik dan buruk.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada

2. Fase Yunani?

3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?

4. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?

iv
5. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?

6. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran

2. dalam akhlak Islam pada Fase Yunani

3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.

4. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.

5. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad Pertengahan.

6. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam pada Fase Modern

iv
BAB II
PEMBAHASAN

1. Fase Yunani
Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah
munculnya orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan
bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa itu
perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam. Dasar yang digunakan
para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang
manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis.
Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani berbeda-beda.
Tetapi substansi dan tujuannya sama,yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani,
agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya. 1Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya
adalah :

a. Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip
ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan
antar manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa
“keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian
bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama- sama
didasarkan pada Socrates

b. Cynics dan Cyrenics

Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya
dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 –370 SM).
Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-
baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara
pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal

1
Abuddin Nata, akhlak tasawuf, (Jakarta:raja grafindo persada,2000), hlm. 59

1
pada tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir
di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama
dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo- sentris)
dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat
pada manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan
dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.

c. Plato (427-347 SM)


Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam
bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato untuk
menjelaskan masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan yaitu
arti mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato
tampak memadukan antara unsur yang datang dari diri manusia sendiri dan unsur yang
datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi rohaniah,
sedangkan unsur dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak.
Plato berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:

a) Hikmah/kebijaksanaan,

b) Keberanian,

c) Keperwiraan

d) d) Keadilan.

d. Aristoteles (394-322 SM)

Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana pengikutnya
diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran sambil
berjalan, atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam
akhlak dan mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki
manusia mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya
tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut paham utilitarianism dalam
zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah
mempergunakan kekuatan akal pikiran sebaik-baiknya. Selain itu Aristoteles ialah
pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah diantara kedua

2
keburukan, seperti dermawan adalah tengah- tengah antara boros dan kikir, keberanian
adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut. Stoics dan Epicurics Setelah
aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda penyelidikanya dalam
akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan
secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “stoics” ini diikuti
oleh banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6 SM – 65 M),
Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).

Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala


sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan
pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang kesengsaraan
dan kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci
dari Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami kalau kita mau
berpikir rasional. Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan manusia.
Filsafatnya dititik beratkan pada etika yang akan memberikan ketenangan batin.

e. Agama Nasrani

Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah
berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak
yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada
manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan
menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan
dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti
baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri
(memusat pada Tuhan) dan sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang
dibawa oleh para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam
persoalan baik dan buruk, sehingga kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan
para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan
perbuatan baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama
Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan
petunjuk kitab Taurat.

3
2. Fase Arab Pra Islam

Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar biasa,
perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa Arab dapat
dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki perangai halus
dan rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibnu Abi Salam yang mengatakan : “Siapa
yang menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa hatinya menuju
kebaikan yang menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.2

Adapun Amir ibnu Dharb Al-„Adwaniy “pikiran itu tidur dan nafsu bergejolak.
Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan”. Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “
jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah kerusakan; kejahatan adalah kekerasan;
ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan; kelemahan adalah penyebab kehinaan.
Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara adalah sabar”. Amr ibn al-Ahtam
pernah mengatakan kepada budaknya “Sesungguhnya kikir itu merupakan perangai yang
akurat lelaki pencuri;bermurahlah dalam cinta karena sesungguhnya kedudukan suci dan
tinggi adalah oang yang belas kasih. Orang yang mulia akan takut mencelamu, dan bagi
kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang baik”.3

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang
minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-
filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui
adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan
ahli-ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat
keburukan. Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber
dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah
ciptaan sang Khalikul Alam. Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi
filsafat sebagai mana bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena
penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-
syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-
Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-Tha‟i. Dapat dipahami

2 Dr. Yusuf musa, filsafat akhlak islam, kairo,tahun 1963, hlm.86

3
bid hlm.10 Ibid hlm.12

4
bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang
akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno.

3. Fase Islam
Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar dalam
bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk menyempurmakan
akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam
islam, masih diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori. Pertama,
tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib ini berdasarkan
sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah kepulangannya dari
perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajar tentang akhlak dan
berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin pula dalam kitab Nahj Al-Balagah
yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al-„Asykari
dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa‟izh. Kedua, tokoh islam yang pertama kali
menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad
kedua . Ia menulis kitab Al-Mu‟min Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal
dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab
tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan
Muhammad bin Abu Bakar. Ketiga, pada abad ketiga H, Ja‟far bin Ahmad Al-Qumi
Menulis kitab Al- Mani‟at min Dukhul Al-Jannah.

Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak adalah: Ar-Razi
(250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-Razi
telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath- Thibb Ar-Ruhani (kesehatan
ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan
filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia. Pada abad ke
empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan Makarim Al-akhlak. Pada
abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi yang melakukan penyelidikan tentang
akhlak. Demikian juga ikhwan Ash- Shafa dalam Rasa‟ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).
Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa
Tath-hir Al-A‟araq dan Adab Al-„Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu
aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan

5
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum 4islam serta diperkaya dengan
pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya.

Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khatir
wa Nuzhah An-Nazhir. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis
kitab Al- Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta‟alimin. Pada
abad-abad sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih Al-Qulub
karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad- Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah
karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.

4. Fase Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu
itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan
kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari
wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu
tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang
dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar
ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan. Corak ajaran akhlak yang
sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan
dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat
pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah. Ilmu filsafat,termasuk
didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad- abad pertengahan, sangat tertekan,
sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi dan menentang penyebaran ilmu dan
kenegaraan. Gereja percaya bahwa hakikat kebenaran itu wahyu yang tidak mungkin salah
lagi. Wahyu hanya membolehkan orang berfilsafat dalam batas-batas tertentu, sekadar
memperkuat kepercayaan-kepercayaan keagamaan.

Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu
memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Namun
diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat selama tidak
bertentangan dengan ajaran gereja. Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat

4
Rohison anwar, akhlak tasawuf,(bandung:pustaka setia), 2010. Hal. 56-57

6
akhlak yang lahir pada masa itu merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran
Nasrani. Pemuka- pemukanya yang termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas
Aquinas (1226-1274). Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan
adanya perasaan naluri pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk

5. Fase Modern
Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan zaman
kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsyafkan
dunia islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi. Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-
1873) dipindahkannya paham Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di
Eropa dan mempunyai pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah paham yang
memandang bahwa ukuran baik buruknya sesuatu ditentukan oleh kegunaannya. Herbert
Spencer (1820-1903) mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap (evolusi) dalam
akhlak manusia. Descartes (1596-1650) seorang ahli piker Perancis yang menjadi
pembangun mazhab rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat kebiasaan
harus ditolak. Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu
bermunculan berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut: 5

a. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama


b. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran
c. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu ajaran
akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama)

5
Ibid hal. 57-6

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai
perintis Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak
menjadi benar kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347
SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah
pemikirannya dalam Etika berdasarkan „teori contoh‟. Dia berpendapat alam lain
adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya
plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan
atau di tempat berjalan yang teduh.
Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu
Nabi Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk
menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya
masih terus diperbincangkan. Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit
dan mulai merngkaji ilmu tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik
dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut. Begitu banyak pendapat-pendapat tentang
ajaran akhlak namun masih terdapat dan di temui kekurangan-kekurangan yang
menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya satu yang kebenarannya
mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan
panduannya yaitu Al-Qur‟anul Karim yang diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya
B. Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi
yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak
kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai
memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta:


Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Amzah.
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.
Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai