Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM AKHLAK ISLAM

DOSEN PENGAMPU : Dedy Isnanto, M.Ud

Disusun oleh : Sitiya Dwi Fransiska

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-FALAH RIMBO BUJANG TEBO-JAMBI


TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan lancar.

penulis  mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun  demi
penyempurnaan laporan ini, Semoga laporan ini berguna bagi pembaca  secara umum dan
penulis secara khusus. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Rimbo Bujang, Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................................

1.3 Tujuan ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Fase Yunani

2.2 Fase Arab Pra Islam

2.3 Fase Islam

2.4 Fase Abad Pertengahan

2.5 Fase Modern

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

3.3 Daftar Pustaka


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna“pembuatan”
atau “penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi‟at, adab,
atau tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pemikiran maupun pertimbangan. Sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan
bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan
istilah adat istiadat yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap pernah membangun
“kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam aliran
filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata
berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga
masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman
modern. Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang mana
persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Di
antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan, ini juga berkaitan
dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam tentang persoalan akibat
munculnya berbagai aliran. Pada pembahasan ini saya sebagai pemakalah akan
menjelaskan tentang sejarah perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman
Modern dan baik dan buruk.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas kita dapat merumuskan beberapa masalah, diantaranya sebagai
berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada Fase Yunani?

2. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?

3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?

4. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?

5. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran dalam akhlak Islam
pada Fase Yunani

2. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.

3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.

4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad Pertengahan.

5. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam pada Fase Modern

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Fase Yunani

Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa Yunani
tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa itu perhatian mereka
tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.1

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah pemikiran
filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih
bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani
berbeda-beda. Tetapi komponen dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda
bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya.2

Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah:

1. Socrates (469-399 SM)

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia adalah tokoh
pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu pengetahuan. Ia
berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia harus didasarkan
pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat pada ilmu”. Oleh
karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak
walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates.

2.Cynics dan Cyrenics

Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics. Keduanya dari
pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414– 370 SM). Menurut
golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan dan sebaik-baik manusia adalah
orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara pemimpin paham golongan
Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada tahun 323 SM. Adapun golongan
“Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).

Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan
mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo sentris) dengan cara
1
http://id.wikipedia.org/wiki/perkembanganakhlak di akses diakses pada minggu/14maret2021

2
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000), hlm. 59
manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia (antro-
pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan memenuhi hidupnya.

3. Plato (427-347 SM)

Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam bidang
akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato untuk menjelaskan
masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal
dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak memadukan antara unsure
yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure yang datang dari luar. Unsur dari diri manusia
berupa akal pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-
nilai luhur dari yang bersifat mutlak. Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada
empat antara lain

a) Hikmah/kebijaksanaan
b) Keberanian
c) Keperwiraan
d) Keadilan.
4. Agama Nasrani3

Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah
berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak yang
tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa
Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan menentukan segala bentuk
patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya
adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Ajaran akhlak pada agama
Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak
agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics
dalam persoalan baik Lodan buruk, sehingga kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan
para ahli filsafat di Yunani. Menurut ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan perbuatan
baik ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani pendorong
berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.

2.2 Fase Arab Pra Islam

3
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2000), hlm. 59
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang minimal
dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata dari filosof-filosof Yunani kuno.
Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat dan
aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-ahli syair yang menganjurkan
untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan. Setelah agama islam datang,
munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala sesuatu yang ada di dunia ini.
Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang Khalikul Alam. 4

Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana bangsa
Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya
pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu
itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-
nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma, dan Hatim Ath-
Tha‟i.

2.3 Fase Islam

Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar dalam bidang
akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untukmenyempurmakan akhlak. Akan
tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam islam, masih
diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori. Pertama, tokoh yang pertama
kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib ini berdasarkan sebuah risalah yang
ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah kepulangannya dari perang shiffin di dalam risalah
tersebut terdapat banyak pelajar tentang akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah
ini tercermin pula dalam kitab Nahj Al-Balagah yang banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti
Abu Ahmad bin Abdillah Al-„Asykari dalam kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa‟izh. Kedua, tokoh
islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran Abu An-Nasr As-Saukuni,
ulama abad kedua H. Ia menulis kitab Al-Mu‟min wa Al-Fajr, kitab akhlak yang pertama kali
dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab
tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin
Abu Bakar. Ketiga, pada abad ketiga H, Ja‟far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani‟at min
Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak adalah:

1. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-
Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan
ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupsksn
filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.

4
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia), 2010. Hal. 56-57
2. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan
Makarim Al-akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farab yang
melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan Ash-Shafa dalam
Rasa‟ilnya, dan Ibnu Sina (370-428H).
3. Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa
Tath-hir Al-A‟araq dan Adab Al-„Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu
aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan
pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya. 5

4. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbiin AlKhatir wa
Nuzhah An-Nazhir.
5. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak An-
Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta‟alimin. Pada abad-abad
sesudahnya dikenal bebera kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih Al-Qulub karya
Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-Dhiniyah karya
amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.6

2.4 Fase Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu
gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang
telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu tidak ada artinya lagi
penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja
asalkan tidak bertentangan dengan doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki
perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat
tidak diperkenankan. Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat
Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang
terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat pada pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum
Muktazilah. Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-
abad pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi dan
menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan.

Gereja percaya bahwa hakikat kebenaran itu wahyu yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu
hanya membolehkan orang berfilsafat dalam batas-batas tertenttu, sekadar memperkuat
5
Ibid Hal. 57-60

6
Ibid Hal. 57-60
kepercayaan-kepercayaan keagamaan. Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja.
Gereja pada waktu itu memerangi filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran
ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima
dari wahyu. Namun diantara golongan gereja ada juga yang menerima percikan filsafat
selama tidak bertentangan dengan ajaran gereja.

Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu merupakan
perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya yang
termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274). Kemudian datang
Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri pada manusia dapat
digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

2.5 Fase Modern

Periode modern dimulai dari tahun 1800 sampai fase kita sekarang, merupakan zaman
kebangkitan umat islam. Ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsyafkan dunia
islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul peradaban
baru yang lebih tinggi. Sejak Abad Pertengahan, zaman John Stuart Mill (1806-1873)
dipindahkannya paham Epicurus ke paham Utilitarisme. Pahamnya terbesar di Eropa dan
mempunyai pengaruh besar disana. Utilitarisme adalah paham yang memandang bahwa ukuran
baik buruknya sesuatu ditentukan oleh kegunaannya. Herbert Spencer (1820-1903)
mengemukaan paham pertumbuhan secara bertahap (evolusi) dalam akhlak manusia.

Descartes (1596-1650) seorang ahli pikir Perancis yang menjadi pembangun mazhab
rasionalisme. Segala persangkaan yang berasal dari adat kebiasaan harus ditolak. Dari bahasan
diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu bermunculan berbagai mazhab etika antara
lain sebagai berikut:

1) Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama


2) Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran
3) Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika teologis, yaitu ajaran
akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).7

7
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu
Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila
didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena,
yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan „teori
contoh‟. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322
SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran
sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh. Pada saat islam masuk lahirlah seorang
guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka
bumi tiada lain untuk menyempurnakan akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau
menulisnya masih terus diperbincangkan.Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit
dan mulai merngkaji ilmu tentang akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan
menyelidiki ajaran akhlak tersebut. Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak
namun masih terdapat dan di temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang
sempurna dan ditemui celah, hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak
yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur‟anul Karim yang
diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya

3.2 SARAN

Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi yang begitu
canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak kita, oleh karena itu
kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai memilah-milah mana hal yang
baik dan yang buruk untuk diri kita.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif Alquran. Jakarta:

Amzah.

Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.

Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai