Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK

(AKHLAK TASAWUF)

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Akhlak Tasawuf

Dosen:

Disusun Oleh:

Kelompok I

Hj. Yuliantini (2103 0802 16 1001)

Tiara Kirana (2103 0802 16 1027)

Yuni Mulyani (2103 0802 16 2007)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna
“pembuatan” atau “penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna
perangai, budi, tabi’at, adab, atau tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan perbuatan
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan.

Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa


sebenarnya sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan
istilah adat istiadat yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan
masyarakat.

Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah
pernah membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan
timbulnya berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan,
bahwa ahli-ahli semata-semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan,
bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di
zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.

Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk.
Yang mana persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak
dan ilmu estetika. Di antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat
dua alasan, ini juga berkaitan dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui
pandangan islam tentang persoalan akibat munculnya berbagai aliran.

Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang


sejarah perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern
dan baik dan buruk.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut maka dapat kami rumuskan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani?
b. Bagaimana akhlak pada abad pertengahan?
c. Bagaimana sejarah akhlak pada Bangsa Arab sebelum Islam?
d. Bagaimana sejarah akhlak pada Bangsa Arab setelah Islam?
e. Bagaimana akhlak pada zaman barat (zaman baru)?
f. Bagaimana pengertian baik dan buruk?
g. Bagaimana ukuran baik dan buruk?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan ilmu akhlak pada


zaman yunani
b. Untuk mengetahui perkembangan akhlak pada abad pertengahan.
c. Untuk mengetahui sejarah akhlak pada Bangsa Arab sebelum islam.
d. Untuk mengetahui sejarah akhlak pada bangsa arab setelah islam.
e. Untuk mengetahui perkembangan kondisi ilmu akhlak pada zaman Barat
(zaman baru)
f. Untuk mengetahui pengertian baik dan buruk lebih luas lagi
g. Agar dapat mengetahui perbandingan ukuran antara baik dan buruk
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembngan Akhlak pada Zaman Yunani

1. Tokoh – tokoh sofistik (500-450 SM)


Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani
baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Penyelidikan ahli –ahli filsafat
Yunani kuno tidak banyak memperhatikan pada akhlak, kebanyakan
penyelidikannya mengenai alam. Sehingga datang Sophisticians ialah
orang yang bijaksana yang menjadi guru terbesar di beberapa negeri.
Pikiran dan pendapat mereka berbeda –beda, tetapi tujuan mereka adalah
satu, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa yunani, agar menjadi
nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah airnya.
2. Socrates (469-399 SM)
Socrates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang
pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar
manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Sehingga ia berpendapat bahwa
keutamaan itu adalah ilmu. Namun demikian, para peneliti terhadap
pemikiran Socrates ada yang mengatakan bahwa Socrates tidak
menunjukkan dengan jelas tujuan akhir dari akhlak dan tidak memberikan
patokan-patokan untuk mengukur segala perbuatan dan
menghukumkannya baik atau buruk. Akibatnya, maka timbullah beberapa
golongan yang mengemukakan berbagai teori tentang akhlak yang
dihubungkan pada Socrates.
3. Cynics dan Cyrenics
Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan
Cyrenics. Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun
oleh Antistenes (414 - 370 SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan
itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang
yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara pemimpin paham
golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada
tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus
yang lahir di Cyrena (kota Barka di utara Afrika).
Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan
yang baik, utama dan mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat
pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara manusia berupaya mengindentifikasi
sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada manusia
(antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan
dirinya dan memenuhi kelezatan hidupnya.
4. Plato (427-347 SM)
Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates.
Pandangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori
model ini digunakan Plato untuk menjelaskan masalah akhlak. Di antara
model ini adalah model untuk kebaikan yaitu arti mutlak, azali, kekal dan
amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak memadukan
antara unsure yang datang dari diri manusia sendiri dan unsure yang
datang dari luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi
rohaniah, sedangkan unsure dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari
yang bersifat mutlak.
Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara
lain:
a) Hikmah/kebijaksanaan,
b) Keberanian,
c) Keperwiraan
d) Keadilan.
5. Aristoteles (394-322 SM)
Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang
mana pengikutnya diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka
memberikan pelajaran sambil berjalan, atau karena ia mengajar di tempat
berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan mengarangnya.
Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki manusia
mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya
tentang bahagia lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut paham
utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan menurut pendapatnya jalan
mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal pikiran
sebaik-baiknya.
Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-
tiap keutamaan adalah tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti
dermawan adalah tengah-tengah antara boros dan kikir, keberanian adalah
tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
6. Stoics dan Epicurics
Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda
penyelidikanya dalam akhlak “stoics” berpendirian sebagai paham
“Cynics”, dan telah kami beri pejelasan secukupnya. Akan tetapi perlu
kami katakan disini, bahwa paham “stoics” ini diikuti oleh banyak ahli
filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6 SM - 65 M),
Epicetetus (60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).
Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah
menjalani segala sesuatu yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan
dan kesengsaraan datang dan pergi, dan kita tidak perlu melekat pada salah
satunya. Segala ide tentang kesengsaraan dan kebahagiaan berasal dari
pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci dari Stoisisme.
Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami kalau kita mau
berpikir rasional.
Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan manusia.
Filsafatnya dititikberatkan pada etika yang akan memberikan ketenangan
batin.
7. Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa.
Agama ini telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa
pokok-pokok ajaran akhlak yang tersebut dalam kitab Taurat dan Injil.
Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak.
Dengan demikian ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat
teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut
ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong buat melakukan perbuatan baik
ialah pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani
bahwa pendorong berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepada Tuhan
berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
2.2 Akhlak Pada Abad Pertengahan
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh
gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta
menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan
bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang telah
diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu tidak ada
artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan
doktrin uang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan
menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan
filsafat tidak diperkenankan.
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran
filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai
dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam sebagaimana terlihat pada
pemikiran aklhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.
2.3 Sejarah Akhlak pada Bangsa Arab sebelum Islam.
Bangsa Arab pada Zaman Jahiliyah tidak ada yang menonjol dalam
segi filsafat sebagaimana Bangsa Yunani (Socrates, Plato dan
Aristoteles), Tiongkok dan lain-lainnya. Disebabkan karena penyelidikan
akhlak terjadi hanya pada Bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, Bangsa Arab waktu itu ada yang mempunyai ahli-ahli
hikwah yang menghidangkan syair-syair yang mengandung nilai-nilai
akhlak.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki
kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang
berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang
tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah
yang diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat
mereka tersebut saja sudah ada muatan-muatan akhlak.
2.4 Sejarah Akhlak pada Bangsa Arab setelah Islam.
Islam datang mengajak pada kepercayaan bahwa Allah SWT adalah
sumber segala sesuatu di seluruh alam. Akhlak dalam islam merupakan jalan
hidup manusia yang paling sempurna dan menuntun umat kepada kebahagiaan
dan kesejahteraan. Tujuan yang tertinggi dari segala tingkah laku manusia
menurut pandangan islam adalah mendapatkan ridho dari Allah SWT. Allah SWT
berfirman:

Artinya: “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberike pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran. Q.S An-Nahl: 90
Tokoh yang pertama kali menggegas atau menulis ilmu akhlak dalam
islam adalah:
Pertama, Ali bin Abi Thallib. Ini berdasarkan risalah yang ditulisnya
untuk puteranya, Al-Hasan.
Kedua, Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani, ulama abad ke-2
H. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa Al-Fajir.
Ketiga, pada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qaummi menulis kitab Al-
Mani’at min Dukhul Al-Jannah.
2.5 Akhlak pada Zaman Barat (Zaman Baru)

Pada akhir abad ke lima belas masehi, Eropa mulai mengalami


kebangkitan dalam bidang dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Penyelidikan baru mempunyai jasa dalam menentukan macam-


macam hak dan kewajiban dan menimbulkan perasaan perseorangan akan
besar tanggungnya dihadapan masyarakat dan terhadap dirisendiri.
Pandangan filsafat ternyata tidak memuasakan ahli-ahli fikir zaman
baru.  Oleh karena itu muncullah reformasi pemikiran yang menonjolkan
identitasnya sendiri, diantaranya sebagai berikut:
1. Descartes
Seorang ahli filsafat perancis menjadi pembangun madhab
rasionalisme untuk ilmu pengetahuan dan filsafat, ia telah menciptakan
dasar-dasar baru diantaranya:

a.       Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum


dipastikan nyata. Apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja wajib
ditolak.
b.      Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan
yang termudah lalu mengarah pada yang lebih kompleks.
c.       Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu
2. John of Salisbury (1120-1180 M)
Ia adalah seorang filsuf Inggris. Ia terkenal dengan uraiannya yang
menjelaskan bahwa kekuatan spiritual berada di atas kekuatan duniawi.
Pendapat – pendapatnya diabadikan pada buku-bukunya. Buku
yang paling masyhur berjudul Stateman’s Book. Pada buku ini, ia
berbicara tentang dua pedang (kekuasaan), yaitu pedang fisik dan pedang
spiritual. Keduanya bersumber dari gereja dan harus kembali padanya.
3. Bentham (1748-1832) dan Stuart Mill (1806-1873)
Bentham dan Mill memindahkan paham Epicurus ke dalam paham
Utilitarianisme. Keduanya memindahkan dari paham Egoitic Hedonism
eke dalam paham Universalistik Hedonisme. Paham keduanya tersiar luas
di Eropa dan memberikan peran besar dalam pembentukan hukum dan
politik.
4. Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903)
Green dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Di
antara pemikiran akhlak Green adalah:
a. Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat
menghendaki sebab ia adalah pelaku moral;
b. Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang
sadar diri, suatu reproduksi diri kesadaran diri yang abadi;
c. Cita – cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang
terakhir;
d. Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan
moral adalah yang memuaskan hasrat pelaku moral.
5. Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Kant (1724-1831)
Dalam bukunya Ethica tampaknya mempunyai struktur seperti
sebuah sistem geometris. Spinoza menggunakan bebagai definisi, aksioma,
dan preposisi. Karya ini bukan semata –mata karya filosofi, melainkan
memiliki tujuan praktis: untuk mengajari pembacanya bahwa Tuhan
merupakan bagian dari penciptaan, bahwa semua hal yang eksis
merupakan manifestasi dari Tuhan – termasuk umat manusia.
Sementara itu, Kant meyakini adanya kesusilaan. Titik berat
etikanya adalah rasa kewajiban (panggilan hati nurani) untuk melakukan
sesuatu. Rasa kewajiban melakukan sesuatu berpangkal dari budi.
6. Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857)
Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser
filsafat Perancis dari sensasionalisme menjadi spiritualisme. Menurutnya
metafisika adalah pengamatan hati – hati dan analisis atas fakta – fakta
tentang kehidupan sadar.
August Comte atau juga Auguste Comte adalah seorang ilmuwan
Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Ia dikenal sebagai orang
pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah ke dalam ilmu sosial.
7. Pasca Mill dan Spencer
Sejak Mill dan Spencer hingga sekarang, penelitian tentang akhlak
hanya menjelaskan teori – teori sebagaimana diutarakan di atas. Dengan
kata lain, belum ditemukan teori lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Sejarah perkembangan akhlak pada zaman Yunani adalah: tokoh –
tokoh sofistik, Socrates, Cynics dan Cyrenics, Plato, Aristoteles,
Stoics dan Epicuris dan Agama Nasrani.
b. Akhlak pada abad pertgengahan adalah akhlak yang lahir di Eropa
dengan ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran
Yunani dan ajaran Nasrani. Diantara mereka yang termashyur
adalah Abelard, seorang ahli filsafat Perancis dan Thomas
Aquinas, seorang ahli filsafat agama berkebangsaan Italia.
c. Sejarah akhlak pada bangsa Arab sebelum islam bahwa akhlak
sebelum islam dalam keadaan jahiliyyah (bodoh), jahiliyyah dapat
diartikan pada masa itu kondisi akhlak dan moral masyarakat
mengalami kebobrokan yang begitu parah.
d. Sejarah akhlak pada bangsa arab setelah islam bahwa setelah islam
datang, islam mengajak pada kepercayaan bahwa Allah SWT dalah
sumber segla sesuatu di seluruh alam. Allah pun telah menetapkan
beberapa keutamaan yang harus diikuti, seperti kebenaran dan
keadilan; juga menghindari beberapa keburukan. Terdapat di Q.S
An-Nahl ayat 90
e. Sejarah akhlak pada zaman barat (zaman baru) yaitu Descates;
Jhon of Salisbury; Bentham dan Stuart Mill; Thomas Hill Green
dan Herbert Spencer; Spinoza, Hegel dan Kant; Victor Cousin dan
August Comte; Pasca Mill dan Spencer.
3.2 Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan
teknologi yang begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk
pada akhlak kita, oleh karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus
pandai-pandai memilah-milah mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin.2007. Study Akhlak dalam Perspektif  Alquran. Jakarta: Amzah.
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.
Nata, Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai