Anda di halaman 1dari 17

AKHLAQ

TASAWUF
KELOMPOK 2
Anggota Kelompok

RUKMINI
ANSHARI FA
I S NA NI UZ I

IKHLASUL
AMAL
Latar Belakang Masalah
Sebagai bagian integral dari kehidupan manusia akhlak muncul sejak manusia pertama kali diciptakan.
Akhlak muncul secara alami dari dalam diri seseorang sejak seorang manusia lahir. Hal ini disebabkan
setiap manusia memiliki intuisi dan naluri untuk mengenal nilai baik dan buruk, benar dan salah, layak dan
tidak layak, dan sebagainya. Artinya, tanpa adanya ajaran apapun yang diterima manusia dari luar, dalam
dirinya terdapat sensor alami atas berbagai hal untuk dinilai sebagai positif atau negatif. Walaupun secara
alami memiliki naluri dan intuisi baik, tidak menutup pula kemungkinan bahwa pengaruh lingkungan ikut
membentuk pola prikehidupan pribadi. Hal ini disebabkan pengaruh negatif atau buruk dari luar terlalu
kuat dan setiap hari atau setiap saat mempengaruhinya. Sedikit demi sedikit naluri dan intuisi baiknya akan
terkontaminasi menjadi buruk dan negatif. Bahkan tidak sedikit, pengaruh baik lingkungan pun bersaing
dengan pengaruh buruk dalam membentuk pola dan prilaku sesorang yang sering dimenangkan oleh
pengaruh buruk. Adanya pengaruh luar yang infiltrasi ke dalam diri manusia tersebut yang menjadikan
keburukan cepat menyebar pada orang atau komunitas lain.

Hal ini menjadi alasan kemudian atas turunnya wahyu atau agama pada setiap ummat
atau komunitas. Tidak lain tujuannya adalah memberi petunjuk ke jalan yang baik, yang
akan menghadirkan ketentraman dan kebaikan hidup baik secara personal maupun sosial.
Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah perkembangan pemikiran dalam:

• Akhlaq Islam • Fase Islam


• Fase Yunani • Fase Pertengahan
• Pra-Islam • Fase Modern
Penjelasan Pertama
Menurut para ahli akhlak dapat diartikan sebagai sebuah tatanan normatif yang dengannya dapat diketahui nilai baik dan buruk
atas tingkah laku seorang manusia secara keseluruhan. Artinya, penilaian terhadap manusia tersebut menyangkut berbagai
dimensinya secara menyeluruh. Penilaian itu dapat kapada diri manusia sebagi individu maupun sebagai makhluk sosial, baik
tingkah laku itu berhubungan dengan Tuhannya, maupun tingkah laku itu berhubungan dengan manusia lain sesamanya, bahkan
tingkah laku yang berhubungan dengan makhluk lain alam secara keseluruhan sekalipun. Apabila pendapat tersebut diterima,
berarti bahwa akhlak sudah ada dan muncul sejak adanya manusia pertama kali, yaitu masa nabi Adam. Dengan kata lain akhlak
telah menjadi tatanan normatif yang mengatur kehidupan manusia pertama tersebut dalam beriteraksi dengan Tuhan dan
lingkunganya. Lebih jauh dapat dimaknai, bahwa akhlak muncul bersamaan dengan munculnya manusia pertama kali, walaupun
akhlak belum terdefinisikan secara ilmiah saat itu. Namun demikian, secara ilmiah belum ada penyeledikian akhlak pada masa
nabi Adam tersebut. Kabar yang sampai kepada umat manusia periode berikutnya hanya melalui wahyu dan kitab suci agama-
agama samawi.
fase yunani
Pertumbuhan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah
munculnya orang-orang yang bijaksana (500-450 SM).

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun


ilmu akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia. Ini
menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat
filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para
filosof Yunani berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama,
yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi
nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka
terhadap tanah air.
Tokoh-Tokoh Sofistik (500-450 SM)

Socrates (469-399 SM)


Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan
hubungan antar manusia harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu terdapat
pada ilmu”.

Cynics dan Cyrenics (444-370 SM)


Jika cynics berpendapat bahwa kebahagian itu terletak pada
upaya menghindari kelezatan, Cyrenics berpendapat bahwa
kebahagiaan itu justru terletak pada upaya mencari
kelezatan.
Plato (427-347 SM)
Menurut ajarannya terdapat empat pokok-pokok keutamaan yaitu kebijaksanaan,
keberanian, kesucian, dan keadilan, yang manjadi syarat untuk tegak dan lurusnya
bangsa-bangsa dan perseorangan.

Aristoteles (394-322 SM)


Cara mencapai kebahagiaan menurutnya ialah dangan mempergunakan kekuatan
akal sebaik-baiknya. Aristoteles juga menciptakan teori “tengah-tengah” yaitu setiap
keutamaan berada diantara dua keburukan.
fase arab pra-islam
Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai
mana bangsa Yunani zeno, Plato dan Aristotels. Hal ini karena penyelidikan
terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.
Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli
hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai
akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi
Sulma, dan Hatim Ath-Thai. Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum
islam telah memiliki pemikiran yang minimal dalam bidang akhlak, dan
belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-filosof Yunani kuno.
fase islam
Dalam islam tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah
guru besar dalam bidang akhlaq, dan kita ketahui bersama beliau diutus
adalah untukmenyempurnakan akhlaq manusia. Sebagaimana beliau
bersabda: [1]

‫اَألْخ الِق َم َك اِر َم ُألَتِّم َم ُبِع ْثُت ِإَّنَم ا‬

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan


keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).
tokoh islam yang secara khusus
berbicara tentang akhlaq
Ar-Razi (250-313H)
walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-
Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb
Ar-Ruhani (kesehatan ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan
ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupsksn filsafat akhlak
terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.

Ibnu Maskawaih (w. 421 H)


menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa Tath-hir Al-A’araq dan Adab
Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu aliran akhlak
yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari
Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum islam
serta diperkaya dengan pengalaman hidup penulis dan situasi
zamannya.
fase pertengahan
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu, gereja
berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kedudayaan kuno gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan
oleh wahyu itu tentu benar. Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asal tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh
gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat geraja.

ThomasAquinas (1226-1274)
Abelard (1079-1142) Shakespear
Fase modern
Pada pertengahan akhir abad ke-15, Eropa mulai bangkit. Para ilmuan mulai menghidup-suburkan
filsafat Yunani Kuno. Akal mulai dibangunkan dari tidurnya. Sebagian ajaran klasik dikritik
sehingga tegaklah kemerdekaan akal. Diantara ajaran yang dikritik sekaligus diselidiki adalah
ajaran akhlak yang dibawa bangsa Yunani dan bangsa bangsa setelahnya.

Thomas Hill Green


Descrates (1596-1650) Victor Cousin
(1836-1882)
(1792-1867)
Dari bahasan diatas dapat dipahami bahwa pada era modern itu
bermunculan berbagai mazhab etika antara lain sebagai berikut:
a. Ada yang tetap mempertahankan corak paham lama.
b. Ada yang secara radikal melakukan revolusi pemikiran.
c. Tidak sedikit yang masih tetap konsisten mempertahankan etika
teologis, yaitu ajaran akhlak yang berdasarkan ketuhanan (agama).
Kesimpulan
Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun
masih terdapat dan di temui kekurangan-kekurangan yang
menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah, hanya satu
yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di
ajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-
Qur’anul Karim yang diwahyukan oleh Allah swt. Kepadanya.
Referensi
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010
Syarjaya, Syibli. Akhlak Tasawuf. Banten: IAIB Press. 2015
Mustafa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010

al-‘adabul fauqol ‘ilmi. Adab itu lebih tinggi dari pada ilmu.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai