Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Muhammad Reski

NPM : 2351010218

KELAS : ES (F)

MK/Topik : Akhlak dan Tasawuf

Dosen Pengampu : Reni Ferlitasar, S.Sos.M.si

A. ILMU AKHLAK DILUAR AGAMA ISLAM

Sejarah yang mempelajari batas antara baik dan buruk antara terpuji dan tercela, tentang
perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang.
Sejarah ilmu akhlak adalah sejarah yang menggali tentang tingkah laku baik dan buruk, ilmu
yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh
usaha dan pekerjaan mereka dari masa ke masa. 1

Ilmu akhlak diluar islam adalah pengetahuan-pengetahuan tentang akhlak yang tidak
didasarkan pada Al Quran dan Al Hadist. Ada beberapa akhlak diluar islam yaitu:

1. Akhlak Bangsa Yunani

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa yunani terjadi setelah munculnya
apa yang disebut shopisticians yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 M). Sedangkan
sebelum itu dikalangan bangsa yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, sebab pada
saat itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.

Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak ialah pemikiran
filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia. Ilmu akhlak yang mereka bangun lebih
bersifat filosofis. Pikiran dan pendapat para ilmuan berbeda- beda, namun tujuan mereka adalah
satu yaitu menyiapkan angkatan muda yunani agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka
dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya. Pandangan dari kewajiban-kewajiban
ini menimbulkan pandangan mengenai pokok-pokok akhlak, dan diikuti oleh kecaman-kecaman
mengenai sebagian adat lama dan pelajaran-pelajaran yang dilakukan oleh orang-orang dahulu.

Adapun tokoh-tokoh filsuf yunani yang tercatat sebagai pelopor pertama kali pemikiran di
bidang akhlak yaitu:

1
Yatimi Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqura'an, (Jakarta; Amzah, 2007), hlm 236

2
a) Socrates (469-399 S.M)

Socarates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ialah yang pertama kali yang
bersungguh-sungguh membentuk pola hubungan antar manusia dengan dasar ilmu pengetahuan.
Socrates menyelidiki kejadian alam dan benda-benda langit karena menurutnya kurang beguna.
Ia menyelidiki perbuatan yang mengenai kehidupan. dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk
hubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila didasarkan kepada ilmu pengetahuan.2

b) Cynics (444-370 S.M)

Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala keburuhan dan sebaik-baik
manusia adalah orang yang berperanagai ketuhanan.

c) Cyrenics

Golongan ini dibangun oleh Aristippus. Mereka berpendapat bahwa mencari kelezatan dan
menjauhi kepedihan merupakan satu-satunya tujuan hidup yang benar serta perbuatan yang
utama adalah perbuatan yang tingkat dan kadar kelezatannya lebih besar dari pada kepedihannya.

d) Plato (427-347 S.M)

Pandangannya sisalam akhlak berdasarkan “teori contoh”. Jelasnya dia berpendapat bahwa
dibelakang alam lahir ini tedapat alam lain yaitu alam rohani. Dia juga berpendapat bahwa di
dalam di dalam jiwa adda kekuatan bermacam-macam dan keutamaan itu timbul dari
perimbangan kekuatan itu, dan tunduknya kepada hukum akal. Menurutnya pokok-pokok
keutamaan itu ada empat, yakni:

- Hikmah kebijaksanaan,
- Keberanian,
- Keperwiraan,
- Keadilan.
e) Aristoteles (394-322 SM)

Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki oleh manusia mengenai segala
tindakan adalah bahagia. Dan jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan
mempergunakan akal sebaik-baiknya. 3

f) Stoics dan Epicurus

Keduanya berbeda pendapat dalam mengemukakan pendapatnya tentang kebaikan. Stoics


berpendirian sebagaimana paham cynics. Sedangkan epicurus mendasarkan pemikirannya
berdasarkan pemikiran pada paham cyrenics.
2
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm 154
3
Moh Ardani, Akhlak Tasawuf (Nilai-Nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf), (Jakarta: Karya Mulia,
2005), hlm 34-35

3
2. Akhlak Bangsa Nasrani

Pada akhir abad ketiga masehi, tersiarlah agama nasrani di Eropa. Agama itu dapat mengubah
pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran ahklak yang tersebut dalam taurat dan
injil. Menurut agama ini bahwa tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-patokan
akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial. Agama ini menyebutkan
bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang disukai tuhan serta melaksanakannya dengan
sebaik-baiknya. Ajaran akhlak pada agama nasrani tampak bersifat Teo-Sentris dan memusat
pada Tuhan.

Menurut agama Nasrani, bahwa pendorong berbuat kebaikan adalah cinta dan iman kepada
Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat. Agama Nasrani juga menghendaki agar manusia
bersuha bersungguh-sungguh mensucikan ruh yang terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa,
baik dalam bentuk pemikiran ataupun berbuatan. Akibat dari paham yang seperti itu, kebanyakan
para pengikut agama ini suka menjauhi kemewahan dunia yang fana, beribadah, zuhud, dan
hidup menyendiri di gereja. 4

3. Akhlak Bangsa Romawi

Pada abad pertengahan gereja memerangi filsafat Yunani dan Romawi, serta menentang
penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah
diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu benar, maka tidak ada artinya
lagi untuk menyelidiki tentang kenyataan(hakikat) itu. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada
masa abad pertengahan adalah ajaran akhlak yang dibangun dari peradapan antara ajaran Yunani
dan Nasrani. Diantara mereka yang termasyhur adalah Abelard, Thomas Aquinas,. Sifat
ajarannya adalah memadukan antara pemikiran filsafat Yunani dengan ajaran agamanya.

4. Akhlak Bangsa Arab

Pada awalnya bangsa arab tidak memiliki ahli-ahli filsafat yang mengajak pada aliran
tertentu. Saat itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikamah dan ahli syair yang mengandung
nilai-nilai akhlak. Misalnya Luqman, Aktsan Shaifi, Zubair bin Abu Sulma, dan Hatim at-Thai.
Setelah islam memancar, maka suasana bagaikan sinar matahari menghapus kegelapan malam.
Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi bangsa yang unggul di segala bidang, berkat
akhlakul karimah yang diajarkan Islam.

Setelah masuknya Islam akhlak itu mesti berdasarkan pada ajaran Alqur’an dan hadits.
Mereka jarang menggunakan ilmu pengetahuan karena merasa telah puas mengambil akhlak dari

4
Ahmad Amin, Ilmu Akhlak. (Jakarta: Bulan Bintang, 1975). Hlm 141

4
agama. Oleh karena itu kebanyakan mereka menulis buku-buku tentang akhlak berdasarkan
dasar agama saja.5

5. Akhlak Agama Hindu

Akhlak agama Hindu berdasarkan pada kitab Weda (1500 SM), selain mengajarkan dasar-
dasar ketuhanan juga mengajarkan prinsip-prinsip akhlak Hindu yang wajib dipegang teguh oleh
pengikut-pengikutnya. Adapun tanda-tanda yang dipandang baik dalam akhlak agama hindu
adalaahKemerdekaan Kesehatan Kekayaan Kebahagiaan. Hal ini dapat dicapai jika seseorang
patuh melaksanakan upacara kemerdekaan dengan baik dan sempurna. Alamat-alamat kejahatan
seperti perhambaan, sakit, fakir, celaka. Keempat alamat kejahatan tersebut timbul akaibat tidak
melaksanakan upacara agama dengan dengan hati penuh kesungguhan.

6. Akhlak Agama Budha

Pengajaran Budha dikenal tokohnya dengan nama Buddha Gautama yang dilahirkan kurang
lebih 25 abad yang lalu sehingga kini masih banyak pengikut-pengikutnya terutama di Tiongkok,
Burma, Jepang, dan juga Indonesia. Pokok-pokok ajaran dalam pengajaran budha ada empat,
yaitu:

a. Sengsara, sakit sebagai keadaan lazim dalam alam ini.


b. Kembali kedalam dunia disebabkan kotornya ruh dengan nafsu syahwatnya terdahulu.
c. Untuk menyelamatkan diri dalam usaha pencapaian nirwana, maka hendakalah
melepaskan diri dari segala pengaruh syahwat.
d. Wajib menjauhkan segala rintangan yang menghalangi seseorang dalam melepaskan
nafsu syahwatnya, yakni dengan menanamkan segala keinginan dan kesukaan.

Untuk mencapai cita-cita tersebut, di adakanlah satu pola aspek yang meliputi delapan
perkara, yaitu:

- Melazimi kebaikan.
- Bersifat kasih saying
- Suka menolong
- Mencintai orang lain.
- Memaafkan orang.
- Ringan tangan dalam kebaikan.
- Mencabut diri sendiri dari segala kepentingan yang penting-penting.
- Mogok dari hajat kalau perlu dikorbankan untuk menolong orang lain.

5
Hamzah Yakub, Etika Islam Pembinaan Karimah (suatu pengantar), (Bandung: Dipenegoro, 1988), hlm 41

5
Budha Gautama berusaha mengembangkan ajaran tersebut. Dengan ketekunannya itu maka
Budha Gautama berhasil mengembangkan ajaran-ajarannya dimana-mana.6

B. AKHLAK DI ZAMAN ISLAM

Akhlak dalam agama Islam berdasarkan alquran dan haits nabi. Sedangkan ilmu akhlak dalam
islam yaitu suatu pengetahuan yang mempelajari tentang akhlak manusia yang berdasarkan pada
Al Qur’an dan Hadits. Pada dasarnya agama islam mengajarkan mempercayai tuhan yang Esa,
yang menguasai alam semesta dan hari pembalasan.

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,menghargai akal pikiran melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan
material dan spiritual. Islam mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu,bersikap
terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, antifeodalistis, dan sikap-
sikap positif lainnya.

Akhlak dalam islam merupakan jalan hidup manusia yang sempurna dan menuntut umat
kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Dalam al quran Allah telah berfirman dalam Shad (38)
ayat 46 :

َ ‫ص َٰنَ ُهمٓبِخَا ِل‬


ٓ‫صةٓٓ ِذ ْك َرىٓٱلد َِّار‬ ْ َ‫إِنَّآٓأ َ ْخل‬
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka)
akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.”(Shad : 48)

Tujuan yang tertinggi dari segala tingkah laku manusia menurut islam adalah mendapatkan
Ridho Allah swt. Ahli pemikir Islam giat menyuarakan akhlak islam 7 , menerangkan sebagai
berikut :

1) Ahmad bin Muhammad bin Yakub (Ibnu Maskawih 170-241)

Dalam bukunya Tahdzibul Akhlak, menerangkan hal-hal yang ditonjolkan pada jiwa manusia
mempunyai tiga tingkatan yaitu :

- Annafsul Bahimiyah (Nafsu kebinatangan), yang buruk.


- Annafsul Suburayah (nafsu binatang buas), yang sedang.
- Annafsul Nathiqah (jiwa yang cerdas), yang baik menurut anggapannya.

2) Ikhwanusshafa (922-1012 M)

Ikhwanusshafa adalah sekelompok ahli pikir yang terdiri dari Abu Sulaiman bin Mur’syir Al-
Busti Al-Muaddasi, Abul Hasan Ali bin Harun Az-Zanjabi, Abu Ahmad Al-Miharajjani, Aufi,

6
Yatimi Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqura'an, (Jakarta; Amzah, 2007), hlm 242
7
Yatimi Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqura'an, (Jakarta; Amzah, 2007), hlm 246

6
dan Zaid bin Rifa’ah. Adapun pokok-pokok pikiran mereka tentang akhlak adalah sebagai
berikut :

- Syariat Islam yang suci.


- Sikap zuhud an kerohanian.
- Perbuatan yang muncul dari renungan akal dan pikiran.
- Perasaan cinta terutama pada Allah.
- Rendah hati.

3) Imam Al-Ghazali (1058-1111 M)

Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, mengngkapkan pendangan akhlak sebagai berikut :

Akhlak berarti bentuk jiwa dan sifat-sifat yang buruk kepada sifat-sifat yang baik. Akhlak
baik akan menguatkan berfikir, kekuatan hawa nafsu dan kekuatan amarah. Akhlak adalah
kebiasaaan jiiwa yang menumbuhkan perbuatan spontan dan tingkah laku manusia. Tingkah laku
seseorang adalah lukisan hatinya. Kepribadian manusia sebenarnya cenderung pada kebajikan
dibanding kejahatan. Jika itu dapat dilatih, dikuasai, diubah kepada akhlak yang terpuuji.

4) Ibnu Bayan (880-975 M)

Pandangan akhlak menurutnya adalah sebagai berikut :

- Faktor kerohanian yang menggerakan manusia melakukan perbuatan baik.

Sebagian akhlak manusia ada yang sama dengan hewan. Manusia yang tidak mengindahkan
sifat kesempurnaan (akalnya) berarti hanya mencukupkan dirinya pada sifat-sifat hewani saja
dan keutamaannya menjadi hilang.

C. AKHLAK PADA ZAMAN BARU

Ilmu akhlak dari zaman ke zaman ialah ilmu akhlak yang mempelajari akhlak berdasarkan
waktu ke waktu yaitu mulai dari zaman Nabi Adam hingga abad modern ini. Tiap-tiap zaman
akhlaknya selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan sebagai berikut:

- Pemerintahannya.
- Agama dan keyakinannya.
- Ilmunya.
- Kebudayaannya.
- Tempatnya (negaranya).
- Tempat tinggalnya.
- Harta bendanya.
- Keluarganya.
- Kedudukannya.

7
- Keberaniannya.

Pengaruh-pengaruh tersebut terus berkembang sampai akhir zaman (kiamat). Pada abad
pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli ilmu pengetahuan menghidupkan filsafat yunani kuno di
seluruh Eropa. Akhlak dari zaman jahiliyah hingga sekarang ternyata masih ada contohnya yaitu
orang-orang yang masih mempercayai tentang ramalan, perdukunan dan taklid (ikut-ikutan tanpa
tahu dasar). Dari zaman ke zaman akhlak manusia ada yang semakin bagus namun ada juga yang
akhlaknya bertambah buruk. Semuanya disebabkan karena keadaan yang dialaminya.

Di zaman yang semakin canggih seperti ini justru akhlak manusia semakin menurun. Banyak
sekali alat-alat canggih untuk berbuat kebaikan namun tidak kalah juga alat-alat yang digunakan
untuk berbuat kejahatan. Kenyataannya , akhlak –akhlak yang dimilik orang-orang saat ini
banyak akhlak buruknya. Bukan hanya orang-orang nonmuslim tetapi justru kaum muslimin itu
sendiri yang banyak memiliki akhlak demikian, mereka buta dengan harta kekayaan, sehingga
berani melakukan apa saja untuk mendapatkannya walaupun dengan cara yang tidak halal.
Mereka hanya memikirkan kebahagiaan didunia semata dan tidak memperhatikan kebahagian di
akhirat.8

PENDAPAT :

Menurut pendapat saya menegenai akhlak diluar agama islam, akhlak di zaman islam, dan
akhlak pada masa baru yaitu untuk akhlak yang tidak baik ataupun yang baik itu sama sama
dilakukan oleh beberapa individu dan masyarakat. Akhlak diluar agama islam dan Akhlak pada
masa baru bervariasi berdasarkan kultur, tradisi, dan nilai nilai yang berbeda. Akhlak di zaman
islam berpengaruh dari ajaran agama islam, yang memerintahkan kepada manusia untuk
berakhlak yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk.

REFRENSI :

Abdullah, Yatimi. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur'an. Jakarta; Amzah.

Ahmad, Amin. 1975. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang.

Ardani, Moh. 2005. Akhlak Tasawuf, (Nilai- Nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadah dan
Tasawuf). Jakarta: Karya Mulia.

Yakub, Hamzah. 1988. Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (suatu pengantar). Bandung:
Dipenegoro.

8
M.Yatimi Abdullah, Studi akhlak dalam perspektif Al-qur'an, (Jakarta: Amzah, 2007) hlm 245-255

Anda mungkin juga menyukai