Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

ILMU AKHLAK

Dosen pembimbing :
Hasanah, S.Pd.I., M.A

Oleh :

Rival Farlevi - 190603127

Nurul Arti Ramadhani - 160603248

Ihdina Putra – 190603101

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UIN AR – RANIRY

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, Yang mana kami dapat
menyelesaikan makalah pada mata kuliah ilmu akhlak tentang “SEJARAH PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK”

Makalah ini digunakan mahasiswa semester 3 program study PERBANKAN SYARIAH


fakultas ekonomi dan bisnis islam universitas UIN ARRANIRY banda aceh, yang dimaksudkan
untuk mempermudah mahasiswa dalam pehamaman materi mata kuliah tersebut. Mudah
mudahan makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat yang besar pada para
mahasiswa/i.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Hasanah, S.Pd.I., M.A selaku dosen
mata kuliah ilmu akhlak, terima kasih kepada kelompok 2 ,serta pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, dengan kerendahan hati, kami memohon maaf .

Dan terima kasih atas sumbang sarannya.

Banda Aceh, oktober 2020

KELOMPOK 2

~i~
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

2.1 Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam.......................................................................................2

2.1.1 Akhlak Pada Bangsa Yunani........................................................................................2

2.1.2 Akhlak Pada Bangsa Nasrani.......................................................................................3

2.1.3 Akhlak Pada Bangsa Romawi......................................................................................3

2.1.4 Aklak Pada Bangsa Arab.............................................................................................4

2.2 Aklak Pada Agama Islam.......................................................................................................4

2.3 Akhlak Pada Zaman Baru......................................................................................................6

2.4 Masa Pertengahan..................................................................................................................8

2.5 Masa Modern/Saat Ini............................................................................................................9

BAB III PENUTUP...................................................................................................................11

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................................11

3.2 Saran.......................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................13

~ ii ~
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kata akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal manusia di muka
bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat atau tradisi yang sangat dihormati oleh
setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam
aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-semata
berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu juga masih
terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman modern.
Pada pembahasan ini kami akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan ilmu akhlak
dari zaman Yunani sampai zaman Modern.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1. Bagaimana akhlak diluar agama Islam?
1.2.2. Bagaimana akhlak pada agama Islam?
1.2.3. Bagaimana akhlak pada zaman baru?

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ilmu akhlak diluar agama Islam
1.3.2. Untuk mengetahui akhlak pada agama Islam
1.3.3. Untuk mengetahui perkembangan akhlak pada zaman baru

~1~
2 BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ILMU AKHLAK DI LUAR AGAMA ISLAM (YUNANI, NASRANI, ROMAWI,


BANGSA ARAB)

2.1.1   Akhlak pada Bangsa Yunani


Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah
munculnya apa yang disebut Phisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana. Sedangkan sebelum
itu dikalangan bangsa Yunani tidak di jumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa
itu perhatian meraka tercurah pada penyelidikan nya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia sehingga hasil yang di dapatnya adalah ilmu akhlak yang
berdasar pada logika murni. Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena manusia secara fitrah telah
dibekali potensi bertuhan, beragama dan cenderung kepada kebaikan, disamping juga memiliki
kecendrungan kepada keburukan, dan ingkar kepada Tuhan.
Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah
Socrates dia berpendapat bahwa akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan menjadi benar,
kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan, sehingga ia berpandapat bahwa  keutamaan
adalah ilmu.
Selanjutnya datanglah Plato. Ia seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates
padangannya dalam bidang akhlak berdasarkan pada teori contoh. Menurutnya bahwa apa yang
terdapat pada yang lahiriah ini sebenarnya telah ada contohnya terlebih dahulu, sehingga yang
tampak ini hanya merupakan bayangan atau fotocopy dari contoh yang tidak tampak (alam
rohani atau alam idea). Teori ini selanjutnya digunakan Plato dalam menjelaskan masalah
akhlak.
Setelah Plato, datang pula Aristoteles. Sebagai seorang murid Plato, Aristoteles berupaya
membangun suatu yang khas, dan para pengikutnya disebut sebagai kaum Peripatisc. Ia
berpendapat bahwa tujuan akhir yang di kehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya
adalah bahagia atau kebahagiaan. Jalan untuk menapai kebahagiaan ini adalah dengan

~2~
mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya. Dan masih banyak lagi pemikir akhlak di zaman
Yunani.
Keseluruhan pelajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir Yunani tersebut tampak
bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal pikiran yang
sehat dari manusia. Karenanya disebutkan bahwa ajaran akhlak yang dikemukakan para pemikir
yunani bersifat anthropocentris (memusat pada manusia). Penadapat yang demikian itu dapat saja
diikuti sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan al-Sunnah
.
2.1.2.      Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi Agama Nasrani berhasil mempengaruhi pemikiran manusia
dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak dalam Kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini
bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan membentuk patokan-
patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupa masyarakat. Dengan
demikian ajaran akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri (memusat pada tuhan)
dan sufistik (bercorak batin).
Menurut ahli-ahli filsafat Yunani bahwa pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah
pengetahuan dan kebijaksanaan, sedangkan menurut Agama Nasrani bahwa pendorong berbuat
kebaikan ialah cinta dan imam kepada Tuhan berdasarkan petunjuk Kitab Taurat. Selain itu
Agama Nasrani menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sungguh mensucikan roh yang
terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan.
Akibat dari paham akhlak yang demikian itu, kebanyakan para pengikut pertama dari agama ini
suka menyiksa dirinya, menjauhi dunia yang fana, beribadah, zuhud dan hidup menyendiri.

2.1.3.      Akhlak pada Bangsa romawi (Abad Pertengahan)


Kehidupan bangsa Eropa padaabad pertengahan dikuasai oleh gereja. Gereja berkeyakinan
bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu tentu
benar adanya. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal pemikiran untuk penelitian.
Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan
oleh gereja. Namun demikian sebagian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran
Plato, Aristoteles, Stoics untuk memperkuat ajaran gereja.

~3~
Dengan demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran
akhlak yang dibangun dengan perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Corak ajaran
yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran agama itu, nantinya akan
dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam seba

2.1.4.      Akhlak pada Bangsa Arab


Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak memiliki ahli-ahli filsafat yang mengajak pada
paham tertentu seperti bangsa Yunani dan Romawi. Pada masa itu bangsa Arab hanya
mempunyai ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut dapat
dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan, mendorong
pada perbuatan yang utama dan menjauhi dari perbuatan yang tercela dan hina. Hal yang
demikian misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan Luqmanul Hakim, Aktsam
bin Shaifi, dan pada syair-syair yang dikarang oleh Zuhair bin Abi Sulman dan Hakim al-Thai.

2.2 AKHLAK PADA AGAMA ISLAM

Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik
pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar
percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dialah pencipta, pemelihara, pemberi rahmat,
pelindung terhadap apa yang ada di dunia ini. 
Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan
memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Hukum-hukum
Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan
perbuatan yang baik.

‫ان َوإِيتَا ِء ِذي‬


ِ ‫س‬َ ‫بَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرونَإِنَّ هَّللا َ يَأْ ُم ُر بِا ْل َعد ِْل َواإْل ِ ْح‬
‫ا ْلقُ ْربَ ٰى َويَ ْن َه ٰى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْل‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS . An-Nahl, 16:90)

~4~
Ayat tersebut diatas memberikan petunjuk yang jelas bahwa Al-Quran sangat
memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan menunjukan perbuatan-perbuatan yang
merupakan akhlak mulia seperti berbuat kebajikan, memberi makan kaum kerabat dan lain-lain
yang disebutkan di ayat lain baik yang berhubungan dengan ibadah, diri sendiri, hubungan sosial,
dan lain-lain. Apa yang diperintahkan Allah tersebut kemudian dilaksanakan oleh manusia yang
akibatnya tentu untuk manusia itu sendiri. Orang yang melakukan perbuatan baik tentu akan
mendapat keuntungan yang lebih baik di dunia dan di akhirat.
Selain berisi perintah, Al-Quran juga mengandung larangan seperti larangan syirik, berjudi,
minum khamr, berzina, menggunjing, sumpah palsu dll. Misalnya dalam ayat berikut:

ِ ‫سأَلُونَ َك َع ِن ا ْل َخ ْم ِر َوا ْل َم ْي‬


‫س ِر ۖ قُ ْل فِي ِه َما إِ ْث ٌم َكبِي ٌر‬ ْ َ‫َما أَ ْكبَ ُر ِمنْ نَ ْف ِع ِه َماي‬
ُ‫س َوإِ ْث ُمه‬
ِ ‫َو َمنَافِ ُع لِلنَّا‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya" ( QS. Al-Baqarah, 2:219)
            Ayat diatas menunjukan dari sebagian perbuatan yang dilarang Allah yai tu meminum
minuman keras, berjudi. Perbuatan tersebut diakui mengandung kenikmatan, kelezatan tetapi
bahaya yang ditimbulkan jauh lebih besar dari manfaatnya.
Sangatlah jelas bahwa dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengandung pokok-pokok
akidah kegamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip dan tata nilai perbuatan manusia. Ayat-
ayat diatas juga menunjukan dengan jelas bahwa ajaran akhlak dalam Islam dengan sumbernya
Al-Quran sangat lengkap, jelas, dan mendalam.
Mengenai pembinaan akhlak dapat dijelaskan pendapat Ath-Thabatabi sebagai berikut;
1.   Pertama, menurut petunjuk al-Qur’an dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada
kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya.
2.   Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu kerangka
peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan kebenaran yang tidak dapat diingkari. Hal itu

~5~
disebabkan karena manusia yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia
menghendakinya. Perbuatan itu sesuai kehendak jiwa yang diketahuinya secara jelas.

ْ ‫َولِ ُك ٍّل ِو ْج َهةٌ ُه َو ُم َولِّي َها فَا‬


ِ ‫ستَبِقُو ْا ا ْل َخ ْي َرا‬
‫ت‬
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah (dalam membuat) kebaikan.(QS Al-Baqarah, 2:148)
3.   Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan
berdasarkan emosi dan dorongan hawa nafsu.

Sejalan dengan lahirnya para pemikir dan filosof Islam yang berkembang dengan pengaruh
filsafat Yunani di zaman daulat Bani Abbasiyah,akhlak dalam Islam diwarnai dengan corak yang
bersifat falsafi dan rasionalistik. Seperti yang terdapat dalam ajaran Muktazilah.
Dengan demikian akhlak dalam Islam memiliki dua corak. Pertama, akhlak yang bercorak
normatif, yang bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah.akhlak model ini bersifat universal,
mutlak dan absolut. Kedua, akhlak yang bercorak rasional dan kultural yang didasarkan pada
pemikiran akal sehat seta adat istiadat dan kebudayaan yang berkembang. Akhlak model ini
bersifat relatif, nisbi, dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

2.3 AKHLAK PADA ZAMAN BARU

Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan filsafat
Yunani kuno. Itali juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka yang semula
terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran yang
lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.
Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah akhlak. 
Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiris dan tidak
mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang ada pada
manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini menghasilkan
perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya tidak mempunyai
lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan keadilan sosial menjadi di

~6~
perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan pada
perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri.
Ahli filsafat Perancis yaitu Desrates (1596-1650 M), termasuk pendiri filsafat baru dalam
Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya:
1.      Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya. Dan apa yang
didasarkan kepada sangkaan dan apa yang tumbuhnya dari adat kebiasaan saja, wajib di tolak.
2.      Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya yang semudah-mudahnya,
lalu meningkat kearah yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya, sehingga
tercapai tujuan kita.
3.      Wajib bagi kita jangan menetapkan sesuatu hokum akan kebenaran sesuatu soal, sehingga
menyatakannya dengan ujian. Descartes dan pengikut-pengikutnya suka kepada paham Stoics,
dan selalu mempertinggi mutu pelajarannya sedang Gassendi dan Hobbes dan pengikutnya suka
kepada paham Epicurus dan giat menyiarkan aliran pahamnya.

Kemudian lahir pula Bentham (1748-1832) dan John Stoart Mill (1806-1873). Keduanya
berpindah paham dari faham Epicurus ke faham Utilitarianim.
Pemikir akhlak yang selanjutnya dapat dijumpai pada Immanuel Kant. Pemikiran akhlak
yang dikemukakan Immanuel Kant juga bersifat anthropocentris (memusat pada kemampuan dan
potensi manusia). Ia berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak adalah perasaan kewajiban
intuitif.
Pokok bahasan mengenai intuisi diklasifikasikan menjadi empat:
1.      Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan. Dengan intuisi ini banyak manusia yang
menghabiskan umurnya untuk mengabdikan diri kepada pengembangan ilm pengetahuan.
2.      Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan sebagaimana telah diuraikan diatas.
3.      Intuisi estetika, yakni cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan.
4.      Intuisi agama, yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dan segala isinya, yakni
Tuhan.

~7~
Pemikir barat dibidang akhlak selanjutnya adalah Bertrand Russel. Berbeda dengan Kant,
Russel menolak adanya intuisi akhlaki dan keindahan esensial suatu perbuatan. Menurut Russel
manusia tidak mampu memahami keindahan dan keburukan pada perbuatan. Dia juga menolak
keindahan dan keburukan roh. Menurutnya manusia sama sekali tidak mempunyai akal atau roh
murni.

2.4 MASA PERTENGAHAN

Pada abad XV (awal abad pertengahan) di Eropa mulailah bangkit para ahli-ahli berfikir
yang kembali mempelajari filsafat yunani, mula-mula di Italia kemudian di seluruh Eropa.
Mereka mulai membangun dan melihat segala sesuatu dengan kritis, sehingga masa itu
dideklarasikan sebagai era kemerdekaan berfikir. Sebagai hal yang tidak luput dari kritik dan
penyelidikan adalah etika (akhlak) yang telah dikaji dan dibangun pemikirannya oleh para filosof
Yunani dan para pengikutnya.

Perkembangan filsafat abad pertengahan selanjutnya di daratan Eropa, dimana gereja pada
waktu itu memarangi filsafat Yunani-Romawi dan menentang penyiaran ilmu-ilmu dan
kebudayaan atau adap-istiadat kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat kebenaran
telah diterima melalui wahyu. Apa yang diperintahkan oleh wahyu pasti benar, maka tidka ada
artinya lagi untuk menyelidiki tentang kenyataan hakekat hal ikhwal tentang akhlak, sehingga
filsafat yang menentang ajaran dan dogma Nasrani dibuang jauh-jauh.

Walau demikian, terdapat sebagian pemimpin agama Nasrani memakai filsafat untuk
membantu pembenaran agama melalui akal. Dengan demikian, filsafat dipilah menjadi dua,
pertama yang sesuai dengan ajara nasrani akan diambil dan kedua yang tidak sesuai akan
dibuang jauh-jauh. Ahli filsafat Eropa yang lahir pada masa ini tentu melahirkan pemikiran
filsafat yang coraknya berhaluan (paduan) antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Diantara
tokoh-tokohnya adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274). Kemudian
datanglah Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri pada manusia
yang dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk

~8~
2.5 MASA MODERN/SAAT INI

Yang dimaksud dengan periode modern disini adalah masa yang dumulai dari tahun 1800
M, sampai fase kita sekarang ini. Dalam fase ini juga terdapat gejala kebangkitan umat islam di
berbagai belahan dunia. Ditandai denga jatuhnya Mesir ke tangan barat, menginsyafkan dunia
islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di barat telah timbul peradaban
baru yang lebih tinggi.

Pada Akhir abad kelima belas yaitu menjelang fase modern, Eropa mulai mengalami
kebangkitan dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan tehnologi. Kehidupan mereka yang
semula terdotrin oleh ajaran gereja kemudian digeser dengan memberikan peran yang besar
kepada akal pikiran. Pergeseran paradigma ini terjadi hingga beberapa generasi yang akhirnya
melahirkan para tokoh dan pemikir hebat pada masanya masing-masing. Banyak tokoh pemikir
akhlak yang lahir pada abad baru ini, diantaranya Descartes, Shafesbury dan Hatshon, JS Mill
Kant dan Bertrand Russel. Para tokoh ini tidak hanya membicarakan tentang ilmi dan teknologi,
seperto rumus kimia atau fisika, tetapi juga filsafat dan akhlak. Pemikiran akhlak telah banyak
mereka kemukakan dan tersebar dalam berbagai literatur mengenai etika, dan sebagian menjadi
pedoman hidup masyarakat Eropa hingga saat ini. Pemikiran tentang akhlak ini selnjutnya dapat
dijumpai pada Immanuel Kant, ia berpendapat bahwa kriteria perbuatan akhlak adalah perasan
kewajiban intuitif. Bahkan ia berkeyakinan bahwa “keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan
melalui argumentasi akal murni, keberadaan Tuhan hanya bisa didapat melalui intiusi akhlaki”.

Kant beranggapan bahwa manusia merasakan larangan dan perintah intuisinya. Larangan
berbohong, berhianat, dan perintah mencintai orang lain semua itu telah ada dalam diri manusia
secara fitri. Pemikiran Kant tersebut sejalan dengan apa yag disampaikan Allah dalam al-Quran :

‫ن‬ َّ ُ ‫َو َه دَ ْي َن اه‬


ِ ‫الن ْج دَ ْي‬

Artinya : “ Maka kami telah memberi petunjuk kepada nya (manusia) dua jalan mendaki
(baik dan buruk) “. (QS. Al-Balad : 10)

~9~
Dalam ayat lain juga dijelaskan:

َ ‫فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬


‫ور َها َوتَ ْق َو ٰى َها‬

Artinya : “Maka aku (Allah) mengilhami (jiwa manusia) kedurhakaan dan ketakwaan “. (QS.
Asyams: 8)

Walaupun kedua potensi ini (baik-buruk) terdapat dalam diri manusia, namun isyarat al-
Qur’an menunjukkan bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan,
dan pada dasarnya manusia lebih cenderug kepada kabaikan.28 Melihat fenomena munculnya
para pemikir dan pegiat bidang akhlak atau etika dan moral, menyadarkan kita, bahwa bagsa
Eropa tidak sepenuhnya matrealistis. Dalam pandangan sisi lain juga melahirkan pemikiran-
pemikiran hebat dalam bidang akhlak. Tidak sekedar teori tetapi jauh melampaui batas wacana
karena menjadi paradigma berfikir dan berbuat. Lebih jauh menjadi dasar pijakan dalam
berkehidupan sesama manusia

~ 10 ~
3 BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1.   Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani


Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama berusaha dengan
sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan ilmu pengetahuan. Lalu datang
Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah
pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam
rohani. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengikutnya
disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang
teduh.
2.   Akhlak pada Agama Nasrani
Menurut agama ini bahwa Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang menentukan dan
membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupa
masyarakat. Dengan demikian ajaran akhlak pada Agama Nasrani ini tampak bersifat teo-centri
(memusat pada tuhan) dan sufistik (bercorak batin).
3.   Sejarah   Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad pertengahan)
Pada abad pertengahan, Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada saat itu, Gereja
memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno.
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang
terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar.
4.   Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak kepada
aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus, Zeno, Plato, dan Aristoteles.
Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu
itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan
kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan
diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.

~ 11 ~
5.   Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya
pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya
kepada Tuhan dan juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat
ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
6.   Pada masa modern banyak bermunculan para filosof dan pemikir yang banyak melakukankritik
dan pembaharuan termasuk di bidang akhlak. Selanjutnya pandangan akhlak mereka diarahkan
pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat yang mandiri.

3.2 SARAN

Sebagai mahasiswa hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah perkembangan
akhlak untuk memperbaiki etika dan pribadi serta menjadi agen perubahan moral yang semakin
bobrok seiring perkembangan zaman.

~ 12 ~
DAFTAR PUSTAKA

 Nata, Abudin, Akhlaq Tasawuf,  ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012 )


 http://www.sarjanaku.com/2010/10/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html
 http://www.kitabisa.com/2011/9/pertumbuhan.dan.perkembangan.akhlaq.html

~ 13 ~

Anda mungkin juga menyukai