Anda di halaman 1dari 25

PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN MENURUT PANDANGAN

AGAMA ISLAM

DOSEN PEMBIMBING:

H. Muhamad Dimyati., S.Pd.I, M.Pd

DISUSUN OLEH : KELOMPOK I

1. Jibran Ibrani 5. M.Syarif Hidayatullah

2. Khairil Anwar 6. Lilis Sopiana

3. Lalu Syahrul Azkian 7. M.Fatoni Hakim

4. Lalu Mohamad Naufal Rifqi

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM 2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Pemurah
dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-
Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah pendidikan
agama islam dengan judul “Pelaksanaan pelayanan kesehatan menurut pandangan
agama islam” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan


dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya.
Untuk itu kami pun tidak lupa mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak
yang sudah membantu kami dalam rangka menyelesaikan makalah ini.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa
serta aspek-aspek lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami membuka
seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberikan kritik ataupun
sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari makalah yang sederhana


ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah lainnya yang masih
berhubungan pada makalah-makalah berikutnya.

Mataram, Oktober 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan pustaka.........................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non muhrim....................4
a. Madzhab Hanafi :...............................................................................................6
b. Madzhab Maliki:................................................................................................6
c. Madzhab Syafi’i :...............................................................................................7
d. Madzhab Hanbali:..............................................................................................7
2.2 Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini.....................................8
2.3 Pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan.................................11
2.4 Kode etik keperawatan dan sifat-sifat yang harus dimiliki tenaga medis...............13
A. Praktek sehari-hari (Fry, 1994);...........................................................................13
B. Ayat yang menyangkut etika keperawatan...............................................................14
BAB.................................................................................................................................21
PENUTUP.......................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................21
3.2 Saran......................................................................................................................21
Daftar Pustaka..............................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat
umum dimana seluruh kalangan masyarakat akan berinteraksi disana.
Diantaranya seperti Rumah sakit, Puskesmas, Klinik, dan lain-lain.
Rumah sakit (hospital) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan
profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan
tenaga ahli kesehatan lainnya.

Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi


ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula
meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah
sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya
memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh
kepada pasien.

Di tempat pelayanan kesehatan seperti itulah batasan antara


laki-laki dan perempuan menurut islam akan dikesampingkan.
Maksudnya dikesampingkan pada kalimat barusan adalah kaburnya
hijab antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim ini. Dapat
kita lihat di tempat pelayanan kesehatan bahwa baik dokter, perawat
ataupun petugas pelayanan kesehatan lainnya akan melakukan
berbagai interaksi dengan pasien.

Tindakan-tindakan tersebut merupakan serangkaian prosedur


yang mesti dijalani menurut profesi masing-masing. Diantaranya
seperti dokter atau perawat yang harus melakukan pemeriksaan fisik
terhadap pasiennya yang pastinya harus menyentuh tubuh pasien,
melakukan injeksi (suntikan) dibagian tertentu yang kadang harus
mmbuat pasien membuka pakaiannya.

1
Tidak hanya itu, bahkan kadang dokter atau perawat harus
memegang alat vital dari kliennya untuk berbagai keperluan seperti
pada pemasangan kateter atau operasi pada bagian tersebut yang tidak
jarang bahwa petugas medis yang berlainan jenis kelaminlah yang
melakukan tindakan tersebut.

Sedangkan yang kita ketahui bahwa islam melarang hamba-


hambaNya untuk menjaga dirinya dari orang yang bukan muhrimnya.
Selain itu juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam : "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian
dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus
menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani
dalam Kitab Al-Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad hasan]. Jadi
sebenarnya bagaimanakah pandangan islam mengenai fenomena yang
ada di tempat pelayanan kesehatan ini.

Suatu kondisi yang sangat tidak mungkin untuk ditinggalkan


sebab keurgentannya. Lalu bagaimana pula sosok seorang tenaga
medis dan para medis yang seharusnya agar dalam menjalankan
tugasnya tetap berjalan pada syariat agama Islam dan benar-benar
akan mendatang kan kemaslahatan bagi para pasien yang datang untuk
berobat di tempat pelayanan kesehatan tersebut. Serta bagaimana pula
peran serta dari lembaga berwenang kedokteran menyikapi aturan
yang sesuai dengan syariat islam ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap
non muhrim.?

2. Bagaimana fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat


ini.?

3. Bagaimana pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia


kesehatan.?

2
4. Bagaimana kode etik keperawatan dan sifat-sifat yang harus
dimiliki tenaga medis.?

1.3 Tujuan pustaka


1. Memahami perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya
terhadap non muhrim

2. Memahami bagaimana fenomena yang ada di tempat pelayanan


kesehatan saat ini

3. Memahami bagaimana pandangan islam terhadap fenomena dalam


dunia kesehatan

4. Memahami bagaimana kode etik keperawatan dan sifat-sifat yang


harus dimiliki tenaga medis

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non
muhrim
Dienul Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk
beluk yang ada di kehidupan manusia dan semua ciptaan Allah.
Adapun yang termasuk yang dibahas adalah mengenai hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Di dalam agama
ini diatur bagaimana hubungan antar seorang wanita dan laki-laki
selayaknya menurut pandangan Islam.

Adapun perintah Allah swt. yang berkaitan dengan etika


hubungan antara lelaki dan wanita pada (QS. Al-Ahzab : 53). Kalau
ada sebuah keperluan terhadap lawan jenis, harus disampaikan dari
balik tabir pembatas

Banyak pendapat dari berbagai ulama mengenai hubungan


antara laki-laki dan wanita ini, antara lain:

Asy syaikh berkata, pertama, bahwa berjabat tangan antara


laki-laki dan perempuan itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai
dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi
fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz
(berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya; penj.) Maka
keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi.

Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - yaitu


tiadanya syahwat dan aman dari fitnah – meskipun jabatan tangan itu
antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara
sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka
berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.

Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun


haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi. Kedua,

4
hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang
disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau
semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara
mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi
membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap
hati-hati, dan meneladani nabi saw.

Tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau


pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak
mempunyai hubungan yang erat). Dan yang lebih utama bagi seorang
muslim atau muslimah – yang komitmen pada agamanya – ialah tidak
memulai berjabat tangan dengan lain jenis. Tetapi, apabila diajak
berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya.

Dari ma'qil bin yasar radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan,


rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "andaikan
ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi,
yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita
yang tidak diperbolehkan baginya". [thabrani dalam kitabal-kabir, bab
xx no. 211 dengan isnad hasan].

Dari ‘aisyah ia berkata: nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


membai’at para perempuan dengan perkataan. Tidak pernah tangan
rasulullah saw memegang tangan para perempuan, kecuali tangan
perempuan yang telah menjadi miliknya (artinya perempuan yang
telah dinikahinya = istri nabi). [bukhari]

Tidak hanya itu, dalam islam juga melarang agar kaum


muslimin tidak berdua-duan (larangan berkhalwat) seperti yang
dijelaskan sebagai berikut:

Dari ibnu abbas, ia berkata: aku pernah mendengar nabi


shallallahu ‘alaihi wa sallam berpidato: “janganlah sekali-kali seorang
lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali wanita itu
bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali

5
bersama mahramnya”. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan
berkata: wahai rasulullah, sesungguhnya isteriku pergi untuk
menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban mengikuti
peperangan ini dan itu. Beliau bersabda: “berangkatlah untuk berhaji
bersama isterimu”. [bukhari, muslim, ibnu majah dan ahmad]

Hendaklah para muslimah tidak duduk-duduk dengan lelaki


lain, hanya untuk sekedar ngobrol tanpa ada maksud dan tujuan
tertentu. Duduk-duduk yang diperbolehkan hanya bila ada kebutuhan
yang bersifat syar’i (dibolehkan agama).

Beberapa pendapat ulama-ulama dari empat madzhab besar


diantaranya:

a. Madzhab Hanafi :
1) Haram menyentuh wajah dan dua telapak tangan perempuan
bukan muhrim, sekalipun aman dari syahwat.

2) Berjabat tangan dengan perempuan tua yang sudah tidak


bersyahwat lagi; At-Thahawi berkata tidak mengapa.
Manakala Syamsudin Ahmad bin Qaudar berkata tidak halal
sekalipun aman dari syahwat.

3) Imam al-Kasaani berkata: “menyentuh (wanita) lebih


berpotensi mem- bangkitkan syahwat daripada sekedar
melihat ” [Bada'iu ash-Shana`i']

b. Madzhab Maliki:
1) Haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim.
Ini dinyatakan oleh al-Imam al-Baaji, al-Qadhi Abu Bakar
Ibnul Arabi dan As-Shawi.

2) Hukum berjabat tangan dengan perempuan tua, menurut


Syeikh Abul Barakat Ahmad bin Muhamad bin Ahmad ad-
Durdair ia tidak dibenarkan.

3) Imam Abul Barokaat menyatakan: “Tidak boleh berjabat


tangan dengan wanita (bukan muhrim) walaupun kaum

6
lelaki sudah tidak memiliki lagi keinginan (hasrat)
kepadanya .” [asy-Syahush Shaghir IV/760].

c. Madzhab Syafi’i :
1) Imam An-Nawawi di dalam beberapa karyanya, as-
Syaribini dan lain-lain ulama as-Syafi’iyyah menyatakan
haram berjabat tangan dengan perempuan bukan muhrim.

2) Imam an-Nawawi berkata: “Memandang wanita (bukan


muhrim) saja haram, maka menyentuhnya tentu lebih haram
lagi, karena terasa lebih nikmat .” [Roudhotu ath-Thalilibin
VII/28].

3) Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar halaman 228 berkata:


“Para sahabat kami (dari kalangan Syafi’iyyah) mengatakan
bahwa setiap hal yang dilarang untuk dilihat, maka dilarang
pula untuk menyentuhnya. Bahkan menyentuh itu lebih
besar lagi urusannya, karena telah dibolehkan bagi
seseorang untuk melihat seorang wanita yang bukan
muhrimnya pada saat hendak menikahi- nya, pada saat jual
beli, pada saat mengambil barang dan menyerahkannya
dan yang semisal dengan hal tersebut di atas. Akan tetapi
tetap tidak diper- bolehkan baginya pada saat-saat tersebut
untuk menyentuhnya”.

d. Madzhab Hanbali:
1) Imam Ahmad ketika ditanya tentang masalah berjabat
tangan dengan perempuan bukan muhrim, beliau menjawab:
“Aku membencinya.”

2) Mengenai berjabat tangan dengan perempuan tua: Imam


Ishaq bin Mansur al-Marwazi menukil dari imam Ahmad, ia
tidak dibenarkan (tidak dibolehkan). Sementara Ibnu Muflih
menyatakan; pemilik an-Nazham mengatakan makruh dan

7
dengan anak kecil (yang belum baligh) dibolehkan dengan
tujuan budi pekerti.

3) Imam al-Marruzi (ada yang membaca : al-Marwazi)


mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada Ahmad bin
Hanbal. ” Apakah anda membenci jabat tangan dengan
kaum wanita (non muhrim)?”" Beliau menjawab: “Aku
membencinya.” [Masa`il Ahmad wa Ishaq I/211]. Masih
banyak lagi pendapat ulama dari empat madzhab yang
mengharamkan berjabatan tangan dengan wanita bukan
Muhrim.”(A.Shihabuddin. Telaah Kritis atas Doktrin paham
Salafi/Wahabi.

Dari berbagai mazhab para ulama diatas dapat kita lihat ada
persamaan dan perbedaan pandangan dari setiap ulama. Namun
untuk saat ini orang mengira bahwa bila kita tidak berjabat-tangan
dengan yang bukan muhrim berarti kurang sopan atau tidak saling
menghargai, padahal keramahan dan kesopanan yang dimaksud oleh
syari’at Islam bukanlah terletak pada jabatan tangan antara wanita
dan lelaki yang bukan muhrim. Kita sebenar- nya juga tidak perlu
bingung dengan kritikan orang lain (kolot, kurang sopan dll)
mengenai amalan kita, karena kritikan ini tidak ada habis-habisnya,
yang penting sebagai seorang muslim atau muslimah ialah sebaik
mungkin menjalani perintah Allah swt. dan Rasul-Nya dan menjauhi
larangan yang telah digariskan oleh syari’at Islam.

2.2 Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini


Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan
diagnosa suatu penyakit, dokter perlu melaksanakan pemeriksaan
pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar, maupun dari dalam,
sehingga pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan
pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter di ruang
pemeriksaan, di mana dokter dapat memeriksa pasien dengan leluasa
tanpa dapat dilihat dan didengar oleh orang lain. Dokter dan tenaga

8
para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan manusia,
baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan.

Dalam prakteknya di tempat pelayanan itu sendiri banyak


sekali kondisi yang membuat interaksi antara tenaga medis dengan
pasiennya yang kadang membuat kita bertanya mengenai hal
tersebut dalam pandangan Islam seperti yang telah kita bahas pada
bagian A sebelumnya. Adapun prosedur-prosedur yang sering
dilaksanakan dalam tahap pemeriksaan di Rumah Sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lain tersebut antara lain:

a. Mengambil anamnesa (riwayat penyakit)


Pasien diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dokter secara jujur dan jelas, karena kadang –
kadang pasien tidak ingin menceritakan riwayat penyakitnya
karena merasa malu.

b. Melakukan inspeksi
Inspeksi ini sudah dilakukan sejak pasien memasuki
kamar kerja dokter, cara dia berjalan, normal atau dipapah,
napas sesak, kemudian bentuk badan,emosionalnya,dan lain-
lain

c. Melakukan palpasi
Yaitu meraba tubuh dengan telapak tangan. Untuk ini
perlulah pasien diminta untuk membuka pakaiannya terutama
bagian atas, kalau nanti ternyata diperlukan pemeriksaan yang
lebih lengkap barulah si pasien diminta untuk membuka
celana, gune pemeriksaan dalam, baik melalui vagina maupun
anus (dubur).

d. Melakukan perkusi
Yaitu dengan memukulkan jari tengah kanan diatas jari
tengah tangan kiri yang diletakkan dibagian atas tubuh yang
diperiksa. Pada perkusi akan menimbulkan suara sehingga

9
dapat ditentukan batas konfigurasi jantung, paru-paru dan
sebagainya. Apakah ada cairan di rongga dada atau pada
rongga perut.

e. Melakukan aukultasi
Dengan alat pendengar stetoskop dokter dapat
mendengar bunyi-bunyi udara di dalam paru-paru, baik yang
normal maupun yang tidak normal, bunyi jantung yang normal
dan yang tidak normal, bunyi bising, bunyi gerakan usus dan
sebagainya.

f. Pemeriksaan Pelengkap
Dilakukan dengan alat-alat seperti Reflek hamer dan
Elektro Cardiograf, alat yang untuk mencatataktivitas jantung
yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa abnormal yang tidak
diketahui dengan cara-cara diatas.

g. Pemeriksaan Laboratorium
Permeriksaan darah untuk mengetahui sel-sel darah,
berbagai macam zat-zat dalam darah seperti gula, empedu ,
kolesterol, asam urat, dan sebagainya.

Pendek kata dengan berbagai cara pemeriksaan ini dokter


mendapat bahan-bahan dalam menegakkan suatu diagnosa
penyakit yang jelas ialah bahwa dalam pemeriksaan ini:

a) Dokter / Perawat dan pasien berada berduaan di dalam


suatu ruangan.
b) Dokter / Perawat melihat dan meraba sebagian atau seluruh
badan penderita, termasuk bagian auratnya.
c) Dokter / Perawat yang memeriksa dapat sejenis dengan
penderita yaitu dokter laki-laki memeriksa penderita laki-
laki atau tidak sejenis yaitu dokter wanita memeriksa
penderita laki-laki dan sebaliknya.

10
2.3 Pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan
Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati
manusia yang lainnya, karena Allah sebagai khalik sendiri
menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah dalam surat Al
Isra’ :70.

Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan


sesuatu kepada pasien, segala tindakan yang harus mereka kerjakan
haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.

Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa


penyakit, maka dokter berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa
luar dalam pasien dibolehkan hanya didasarkan pada keadaan darurat,
sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi : yang
darurat dapat membolehkan yang dilarang.

Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu


hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka
Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah
lain menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram
menjadi mubah’.

Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka


terdapat dua kaidah yaitu kaidah pokok dan kaidah cabang. Kaidah
pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan harus dilenyapkan
yang bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum
khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat merusak akal,
menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan
menurunkan produktivitasnya.

Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri


penghisapnya juga mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama
menganggap keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika
kesempitan itu datang agama justru memberikan keluasan.

11
Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan
gampang dilakukan. Umumnya darurat baru dijadikan pilihan
manakala memang kondisinya akan menjadi kritis dan tidak ada
alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan
sebagainya.

Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka


sebaiknya sewaktu dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik
dari keluarga maupun dari tenaga medis itu sendiri.

Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis,
pasien perempuan diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-
laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena dalam dunia kedokteran
sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana
terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun
yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan


berobat kepada lawan jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada,
dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang yang sejenis.
Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap
pasrah (tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama
sepakat bahawa pembolehan yang diharamkan dalam keadaan darurat,
termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada batasnya yang
secara umum ditegaskan dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-
an’am :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat
batas.

Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang


sangat diperlukan, karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak
terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak boleh
melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam
pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzari’at
(menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai
mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis.

12
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat
juga banyak disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal,
tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi dokter/ tabib
laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus
pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya,
demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien
laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.

Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang


melihat aurat perempuan sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk
keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya. Seluruh tubuhnya
boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya,
tetapi jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian
dan sekitarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota keluarga
laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada
lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal
demikian, dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang
tidak diobati. Demikian pula dokter atau yang sejenisnya harus
membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan
langsung.

2.4 Kode etik keperawatan dan sifat-sifat yang harus dimiliki tenaga
medis

A. Praktek sehari-hari (Fry, 1994);


a. Jujur terhadap Suatu ungkapan tentang bagaimana perawat wajib
bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik
yang menentukan dan menuntun perawat dalam pasien

b. Menghargai pasien

c. Beradvokasi atas nama pasien

Etika keperawatan mengidentifikasi, mengorganisasikan,


memeriksa dan membenarkan tindakan-tindakan kemanusiaan
dengan menerapkan prinsip-prinsip tertentu serta, menegaskan

13
tentang kewajiban-kewajiban yang secara sukarela diemban oleh
perawat dan mencari informasi mengenai dampak dari keputusan-
keputusan perawat.

B. Ayat yang menyangkut etika keperawatan

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-
orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya“ (QS Al-Maidah 5:2)

14
Melihat bagaimana besarnya amal dan pengabdian yang
diberikan oleh dokter atau perawat , maka islam menganjurkan
beberapa sifat-sifat yang harus dipunyai antara lain :

1. Beriman

Sebab tanpa iman segala amal saleh sebagai dokter dan


tenaga para medis akan hilang sia-sia dimata Allah. (Q.S
Al ashr : 1-3)

2. Tulus-ikhlas karena Allah (Q.S Al-bayyinah :5)

3. Penyantun
Artinya ikut merasakan penderitaan orang lain dan Karena
itu suka menolong orang lain dalam kesukaran. (Q.S Al-
baqarah : 263)

4. Peramah
Bergaul dengan tidak kaku dan menyenangkan. (Q.S Ali
Imran : 159)

5. Sabar
Tidak lekas emosionil dan lekas marahQ.S Asy syura :43)

6. Tenang

Tidak gugup betapa pun keadaan gawat. (Dalam sabda


Rasulullah : “Tetaplah kamu bersikap tenang” riwayat At
thabrani dan Bhaiqi)

7. Teliti
Berhati-hati, cermat dan rapi

8. Tegas
Terang,nyata, dan tidak ragu-ragu.

15
9. Patuh pada peraturan
Suka menurut perintah

10. bersih, apik , suci. (Q.S At taubah : 108)

11. Penyimpan rahasia (Q.S An-nisa 148)

12. Dapat dipercaya (Q.S Al mu’minun : 1-11)

13. Bertanggung jawab (Q.S Al isra’ : 36)

Di dalam literatur lain, terdapat karakteristik yang harus dimiliki


oleh seorang tenaga kesehatan, adalah menurut Ja’far Khadim Yamani,
ilmu kesehatan dapat dikatan islami, mempersyaratkan dengan 9
karakteristik, yaitu :

1. Tenaga kesehatan harus mesngobati pasien dengan ihsan dan


tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Al-Qur’an.

2. Tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsure


haram.

3. Dalam pengobatan tidak boleh mengakibatkan mencacatkan


tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada alternative lain.

4. Pengobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid’ah.

5. Hanya dilakukan oleh tenaga medis yang ,menguasai di bidang


medis.

6. Tenaga kesehatan memiliki sikap-sikap terpuji, tidak pemilik rasa


iri, riya, tkabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina
lainnya.

7. Harus berpenampilan rapid an bersih.

8. Lembaga-lembaga pelayanan kesehatan mesti bersikap simpatik.

9. Menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambing-


lambang non-islami.

16
Disamping itu menurut Dr. Zuhair Ahmad al- Sibai dan Dr.
Muhammad ‘ali al-Ba dalam karyanya Al-Thabib, Adabu wa antara lain
dikemukan bahawa tenaga kesehatan muslim harus berkeyakinan atas
kehormatan profesi , menjernihkan nafsu,lebih mendalami ilmu yang
dikuasai, menggunaka metode ilmiah dalam berfikir, kasih
sayang,benar dan jujur, rendah hati, bersahaja dan mawas diri.

a. Berkeyakinan dan kehormatan atas profesi

Bahwa profesi kesehatan adalah salah satu profesi yang sangat


mulia tapi tergantung dengan dua syarat, yaitu :
1) Dilakukan dengan sngguh-sumngguh dan dengan penuh
keikhlasan
2) Menjaga akhlak mulia dalamperilaku dan tindakan-tindakan
sebagai tenaga kesehatan

Disamping itu, tenaga kesehatan selalu menjadi


tumpuan pasien, keluarga, masyarakat , bahkan bangsa.
Mengingat kedudukan profesi kesehatan tersebut, seharusnya
dalam menjalankan profesinya tidak hanya berfikir tentang
materi tetapi lebih kepada pengabdian dan perbaikan umat.
Keyakinan akan kehormatan profesi tersebut merupakan
motivator untuk memelihara akhlak yang baik dalam
hubungannya dengan masyarakat.

b. berusaha menjernihkan jiwa

Kejernihan jiwa akan menentukan kualitas perbuatan manusia


secara keseluruhan, jika seseorang termasuk tenaga kesehatan
hatinya jernih maka perbuatan akan selalu positif.

c. lebih mendalami ilmu yang dikuasai

Dalam hadist nabi disebutkan bahwa mencari ilmu


merupakan kewajiban sepanjang hidup. Sebagaimana diketahui

17
bahwa ilmu pengetahuan iytu dari hari ke hari selalu mengalami
perkembangan. Karena itu, agar setiap tenaga kesehatan tidak
ketinggalan informasi dan ilmu pengetahuan dan lebih mendalami
bidang profesinya, maka dituntut untuk selalu belajar. Dalam
islam sangat ditekankan dalam mengamalkan segala sesuatu agar
dilakukan secara professional dan penuh ketelitian.

d. Menggunakan metode ilmiah dalam berfikir

Bagi tenaga kesehatan muslim diharuskan dalam berfikir


menggunakan metode ilmiah sesuai dengan kaidah logika ilmiah
sebagaimana terjabar dalam disiplin ilmu kesehatan modern.
Ajaran islam sangat menekankan agar berfikir atau merenung
terhadap berbagai sebab, tujuannya agar mendapat keyakinan
yang benar.

e. Memiliki rasa cinta kasih

Rasa cinta kasih adalah cahaya yang timbul dari hati yang
terdalam, dia akan dapat menyinari orang lain, alam semesta dan
segala sesuatu. Cahaya itu kemudian memantul kepada dirinya
sendirinya dan melimpah kepadanya kejernihan, kerelaan, dan
kemantapan.

f. Keharusan Brsikap Benar dan Jujur

Benar dan jujur bagi seorang tenaga kesehatan yang selalu


berkomunikasi dengan masyarakat merupakan keharusan agar
mendapat kepercayaan dari pasien dan masyarakat. Yang
dimaksud dengan benar dan jujur disini adalah sifat yang
komprehensif mempunyai banyak makna, termasuk menepati
janji dan menunaikan amanah. Al-qur’an sangat menekankan
sikap benar dan jujur, diantaranya terdapat dalam firman Allah
SWT ( Q.S At-taubat : 119)

18
g. Berendah hati (tawadhu)

Setiap orang, terutama orang yang melayani kepentingan


umum termasuk tenaga kesehatan dituntut bersifat rendah hati.
Sifat yang sering membuat seseorang dijauhi dalam pergaulan
biasanya karena kesombongan dan keangkuhan. Kesombongan
dan keangkuhan biasanya lahir karena ada perasaan, ilmu, atau
pengaruhnya. Ajaran islam sangat mengecam perbuatan angkuh
dan sombong. Disisi lain dijelaskan bahwa Allah akan
mengangkat derajat ornag yang merendahkan diri (tawadhu).

h. keadilan dan keseimbangan

Tenaga kesehatan termasuk orang yang banyak berurusan


dengan masalah manusia dan kemanusiaan. Kehidupan seseorang
tenaga kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas hubungan
dengan masyarakat itu. Ajaran islam sangat menganjurkan untuk
berperilaku adil dan berkeseimbangan dalam berbagai urusan,
tidak berkelebihan atau over acting dalam gaya hidup, khususnya
dalam masalah tarif praktek,dan bayaran seghingga mengurangi
dan menodaiprinsip-prinsip yang mesti dijunjung tinggi sebagai
pelayan masyarakat.

i. Mawas diri

Mengingat tugas tenaga kesehatan melayani masyarakat dan


tanggung jawab menyangkut nyawa dan keselamatan seseorang.
Mereka sering menjadi sasaran tuduhan, itu dsebabkan adanya
anggapan masyarakat yang menganggap bahwa mereka adalah
ornag yang paling mengetahui rahasia kehidupan dan kematian.
Dengan senantiasa mawas diri, seorang dokter muslim akan sadar
atas segala kekurangannya sehingga di masa mendatang akan
memperbaikinya, juga akan terhindar dari berbagai sifat tercela
lain seperti sombong, riya, angkuh, dan lainnya.

19
j. ikhlas, penyantun, ramah, sabar, dan tenang.

Tenaga kesehatan muslim juga harus ikhlas dalam


menjalankan pekerjaannya, semua dilakukan sebagai ibadah
untuk mencari ridha Allah. Berbuat ikhlas sangat dituntut dalam
islam, sebagai mana dinyatakan dalam Al-Qur’an (Q.S Al-
Bayyinat:5).

Tenaga kesehatan muslim juga dituntut penyantun, ikut


merasakan penderitaan orang lain sehingga berkeinginan untuk
menolongnya. Dokter muslim juga dituntut ramah, bergaul
dengan luwes, dan menyenangkan. Juga dituntuk bersikap sabar,
tidak emosional dan lekas marah, tenang penyantun, ramah,
sebagaimana dianjurkan dalam ayat Al-Qur’an (Q.S ali imran:
159)

20
BAB

PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu
hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka
Islam memberikan kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain
menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan sesuatu yang haram
menjadi mubah’.

Melihat bagaimana besarnya amal dan pengabdian yang


diberikan oleh dokter atau perawat , maka islam menganjurkan
beberapa sifat-sifat yang harus dipunyai antara lain :

1. Beriman 8. Tegas

2. Tulus-ikhlas karena Allah 9. Patuh pada peraturan

3. Penyantun 10. bersih, apik , suci.

4. Peramah 11. Penyimpan rahasia

5. Sabar 12. Dapat dipercaya

6. Tenang 13. Bertanggung jawab

7. Teliti

3.2 Saran
Mengingat profesi kita adalah profesi yang menjadi pondasi
dalam kehidupan ini untuk itu mari kita tingkatkan pengetahuan dan
gairah belajar demi keberlangsungan bangsa ini dan meningkatkan
keimanan kepada Allah SWT agar tidak lepas dari syariat islam dalam
menjalankan tugas kita

21
Daftar Pustaka
Salafytobat, Bersentuhan dengan wanita, bacaan alfatihah,
haji/umrah, gerakan jari shalat (Jakarta, 2008)

AMR abdul Mun’im. 30 Larangan agama bagi wanita (Jakarta,


1998). Hal 42.

Salafytobat, Bersentuhan dengan wanita, bacaan alfatihah,


haji/umrah, gerakan jari shalat (Jakarta, 2008)

Dr. H. .Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan


ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal. 113

Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan


ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal. 114-117.

A. sihabuddin. Telaah kritis atas doktris faham salafi/wahabi


(www.google.com , 2009)

Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2


(Jakarta,2003), hal. 108.

Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan


ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal. 122.

Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan


ksehatan 1(Jakarta, 1995), hal. 122 dan 125.

Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2


(Jakarta,2003), hal. 130.

Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2


(Jakarta,2003), hal. 132.

Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2


(Jakarta,2003), hal. 133.

22

Anda mungkin juga menyukai