Anda di halaman 1dari 14

Tugas Pendidikan Agama

“Islam Tetang Pelayanan Kesehatan”


Dosen Pengampu : Saniah, S.Ag

Oleh :
Annisa Rizky Puteri

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI


POLITEKNIK UNGGULAN KALIMANTAN
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah mengenai Islam tentang Pelayanan
Ksehatan walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Serta saya juga berterima kasih
kepada ibu Saniah, S.Ag selaku dosen mata kuliah Agama yang sudah memberikan
kepercayaan menyelesaikan tugas ini.
Saya sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan kita menyangkut tentang pelayanan kesehatan. Saya pun
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang sudah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri ataupun orang
yang membacanya. Sebelumnyasaya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritikdan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di saat yang akan datang.

Banjarmasin, 18 September 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
D. Manfaat ........................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Perintah Islam untuk Menjaga Diri dari non Muhrim .............................. 3
B. Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini .................... 5
C. Pandangan Islam terhadap Fenomena dalam dunia Kesehatan ............... 7
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tempat pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat umum dimana seluruh
kalangan masyarakat akan berinteraksi disana. Diantaranya seperti Rumah sakit, Puskesmas,
Klinik, dan lain-lain. Rumah sakit (hospital) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan
profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan
lainnya. Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian
meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau
bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan
diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien.
Di tempat pelayanan kesehatan seperti itulah batasan antara laki-laki dan perempuan
menurut islam akan dikesampingkan. Maksudnya dikesampingkan pada kalimat barusan
adalah kaburnya hijab antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim ini. Dapat kita lihat
di tempat pelayanan kesehatan bahwa baik dokter, perawat ataupun petugas pelayanan
kesehatan lainnya akan melakukan berbagai interaksi dengan pasien. Tindakan-tindakan
tersebut merupakan serangkaian prosedur yang mesti dijalani menurut profesi masing-masing.
Diantaranya seperti dokter atau perawat yang harus melakukan pemeriksaan fisik terhadap
pasiennya yang pastinya harus menyentuh tubuh pasien, melakukan injeksi (suntikan) dibagian
tertentu yang kadang harus mmbuat pasienmembuka pakaiannya. Tidak hanya itu, bahkan
kadang dokter atau perawat harus memegang alat vital dari kliennya untuk berbagi keperluan
seperti pada pemasangan kateter atau operasi pada bagian tersebut yang tidak jarang bahwa
petugas medis yang berlainan jenis kelaminlah yang melakukan tindakan tersebut.
Sedangkan yang kita ketahui bahwa islam melarang hamba-hamba Nya untuk menjaga
dirinya dari orang yang bukan muhrimnya. Selain itu juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara kalian
dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita yang
tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani dalam Kitab Al-Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad
hasan]. Jadi sebenarnya bagaimanakah pandangan islam mengenai fenomena yang ada di
tempat pelayanan kesehatan ini. Suatu kondisi yang sangat tidak mungkin untuk ditinggalkan
sebab keurgentannya. Lalu bagaimana pula sosok seorang tenaga medis dan para medis yang
seharusnya agar dalam menjalankan tugasnya tetap berjalan pada syariat agama Islam dan

1
benar-benar akan mendatang kan kemaslahatan bagi para pasien yang datang untuk berobat di
tempat pelayanan kesehatan tersebut. Serta bagaimana pula peran serta dari lembaga
berwenang kedokteran menyikapi aturan yang sesuai dengan syariat islam ini.
Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini mencoba untuk membahas mengenai
dilema yang ada ini. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa Islam merupakan agama
yang rahmatan lil alaminserta tsabat wa muruna dan Al-basathah yaitu perpaduan antara tetap
dan menerima perubahan.
B. Rumusan Masalah

Adapun dari latar belakang tersebut kami dapat menarik sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Kenapa islam memeritahkan untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non
muhrim ?
2. Bagaimana Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini ?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan ?

C. Tujuan
Makala ini bertujuan untuk menjelaskan:
1. Dasar hukum Islam yang memerintahkan untuk menjaga diri dan hijabnya
terhadap non muhrim.
2. Berbagai macam fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan.
3. Pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan.

D. Manfaat
Adapun dari makalah ini, kami dapat memberikan manfaat yang sangat banyak
baik untuk kami sebagai mahasiswa, dan juga manfaat bagi masyarakat, adapun
penjabarannya sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Dari makalah ini manfaat yang didapat bagi mahasiswa diantaranya, mahasiswa
dapat memahami betul mengenai konsep Islam, dan mampu merealisasikan peranan
agama Islam dalam proses pelayanan kesehatan.
2. Bagi Masyarakat
Dari makalah ini manfaat yang didapat bagi masyarakat diantaranya, masyarakat
mulai memahami serta terbukanya wawasan baru mengenai manfaat agama dalam dunia
kesehatan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non muhrim

Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk beluk yang ada di kehidupan
manusia dan semua ciptaan Allah. Adapun yang termasuk yang dibahas adalah mengenai
hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Di dalam agama ini diatur
bagaimana hubungan antar seorang wanita dan laki-laki selayaknya menurut pandangan Islam.

Adapun perintah Allah swt. yang berkaitan dengan etika hubungan antara lelaki dan
wanita pada (QS. Al-Ahzab : 53). Kalau ada sebuah keperluan terhadap lawan jenis, harus
disampaikan dari balik tabir pembatas.

Asy Syaikh berkata, Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan
ituhanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila
dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz
(berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya) maka KEHARAMAN berjabat
tangan tidak diragukan lagi. Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi - YAITU
TIADANYA SYAHWAT DAN AMAN DARI FITNAH – meskipun jabatan tangan itu antara
seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya,
mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.Bahkan
berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak
terpenuhi. Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang
disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi
hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan TIDAK BAIK hal ini diperluas kepada
orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati,
dan meneladani Nabi saw. - tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah
berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat).
Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah – yang komitmen pada agamanya

3
– IALAH TIDAK MEMULAI BERJABAT TANGAN DENGAN LAIN JENIS.
Tetapi, apabila diajak berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya1.

Dari Ma'qil bin Yasar Radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang diantara
kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus menyentuh wanita
yang tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani dalam KitabAl-Kabir, Bab XX No. 211 dengan
isnad hasan].

Dari ‘Aisyah ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membai’at para perempuan
dengan perkataan. Tidak pernah tangan Rasulullah SAW memegang tangan para perempuan,
kecuali tangan perempuan yang telah menjadi miliknya (artinya perempuan yang telah
dinikahinya = istri Nabi). [Bukhari]

Tidak hanya itu, dalam islam juga melarang agar kaum muslimin tidak berdua-
duan (LARANGAN BERKHALWAT) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpidato: “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita
kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali
bersama mahramnya”. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya isteriku pergi untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kewajiban
mengikuti peperangan ini dan itu. Beliau bersabda: “Berangkatlah untuk berhaji bersama
isterimu”. [Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad]

Hendaklah para muslimah tidak duduk-duduk dengan lelaki lain, hanya untuk sekedar
ngobrol tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Duduk-duduk yang diperbolehkan hanya bila
ada kebutuhan yang bersifat syar’I (dibolehkan agama)2.

Namun untuk saat ini orang mengira bahwa bila kita tidak berjabat-tangan dengan yang
bukan muhrim berarti kurang sopan atau tidak saling menghargai, padahal keramahan dan
kesopanan yang dimaksud oleh syari’at Islam bukanlah terletak pada jabatan tangan antara
wanita dan lelaki yang bukan muhrim. Kita sebenar- nya juga tidak perlu bingung

1
Salafytobat, Bersentuhan dengan wanita, bacaan alfatihah, haji/umrah, gerakan jari
shalat(Jakarta, 2008)
2
AMR abdul Mun’im. 30 Larangan agama bagi wanita (Jakarta, 1998). Hal 42.
4
dengan kritikan orang lain (kolot, kurang sopan dll) mengenai amalan kita, karena kritikan ini
tidak ada habis-habisnya, yang penting sebagai seorang muslim atau muslimah ialah sebaik
mungkin menjalani perintah Allah swt. dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan yang telah
digariskan oleh syari’at Islam.

B. Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini


Dalam ilmu kedokteran / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit, dokter
perlu melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar, maupun dari
dalam, sehingga pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan pakaiannya.
Pemeriksaan dilakukan oleh dokter di ruang pemeriksaan, di mana dokter dapat memeriksa
pasien dengan leluasa tanpa dapat dilihat dan didengar oleh orang lain. Dokter dan tenaga
para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan manusia, baik dalam ruang
pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan3.
Dalam prakteknya di tempat pelayanan itu sendiri banyak sekali kondisi yang membuat
interaksi antara tenaga medis dengan pasiennya yang kadang membuat kita bertanya
mengenai hal tersebut dalam pandangan Islam seperti yang telah kita bahas pada bagian A
sebelumnya. Adapun prosedur-prosedur yang sering dilaksanakan dalam tahap pemeriksaan
di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain tersebut antara lain:
a. Mengambil anamnesa (riwayat penyakit)
Pasien diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dokter secara jujur
dan jelas, karena kadang –kadang pasien tidak ingin menceritakan riwayat penyakitnya
karena merasa malu.
b. Melakukan inspeksi
Inspeksi ini sudah dilakukan sejak pasien memasuki kamar kerja dokter, cara dia
berjalan, normal atau dipapah, napas sesak, kemudian bentuk badan,emosionalnya,dan
lain-lain
c. Melakukan palpasi
Yaitu meraba tubuh dengan telapak tangan. Untuk ini perlulah pasien diminta untuk
membuka pakaiannya terutama bagian atas, kalau nanti ternyata diperlukan
pemeriksaan yang lebih lengkap barulah si pasien diminta untuk membuka celana, gune
pemeriksaan dalam, baik melalui vagina maupun anus (dubur).

3
Dr. H. .Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995),
hal. 113
5
d. Melakukan perkusi
Yaitu dengan memukulkan jari tengah kanan diatas jari tengah tangan kiri yang
diletakkan dibagian atas tubuh yang diperiksa. Pada perkusi akan menimbulkan suara
sehingga dapat ditentukan batas konfigurasi jantung, paru-paru dan sebagainya.
Apakah ada cairan di rongga dada atau pada rongga perut.
e. Melakukan aukultasi
Dengan alat pendengar stetoskop dokter dapat mendengar bunyi-bunyi udara di dalam
paru-paru, baik yang normal maupun yang tidak normal, bunyi jantung yang normal
dan yang tidak normal, bunyi bising, bunyi gerakan usus dan sebagainya.
f. Pemeriksaan Pelengkap
Dilakukan dengan alat-alat seperti Reflek hamer dan Elektro Cardiograf, alat yang
untuk mencatataktivitas jantung yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa abnormal
yang tidak diketahui dengan cara-cara diatas.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Permeriksaan darah untuk mengetahui sel-sel darah, berbagai macam zat-zat dalam
darah seperti gula, empedu , kolesterol, asam urat, dan sebagainya.

Pendek kata dengan berbagai cara pemeriksaan ini dokter mendapat bahan-bahan dalam
menegakkan suatu diagnosa penyakit.
Yang jelas ialah bahwa dalam pemeriksaan ini:
i. Dokter dan pasien berada berduaan di dalam suatu ruangan.
ii. Dokter melihat dan meraba sebagian atau seluruh badan penderita, termasuk bagian
auratnya.
iii. Dokter yang memeriksa dapat sejenis dengan penderita yaitu dokter laki-laki
memeriksa penderita laki-laki atau tidak sejenis yaitu dokter wanita memeriksa
penderita laki-laki dan sebaliknya4.
Tidak hanya itu, dalam pelayanan kesehatan masih banyak sekali tindakan medis yang
membuat antara tenaga medis dan petugas kesehatan terjadi interaksi yang “melanggar” aturan
agama yang telah kita bahas sebelumnya pada bagian A. Contohnya seperti tindakan operasi.
Tidak jarang para dokter atau pun perawatnya yang berlawanan jenis dengan pasien. Belum
lagi jika yang dilakukan operasi adalah bagian vital dari pasien. Seperti operasi pengangkatan

4
Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995),
hal. 114-117.
6
rahim ataupun operasi kanker payudara. Atau tindakan pemasangan kateter( pemasangan suatu
alat ke bagian alat pengeluaran urin untuk mempermudah pasien buang air kecil). Dan disini
lah terlihat sekali peran tenaga medis yang membuat mereka harus melihat bahkan memegang
alat kelamin pasiennya, dan tidak jarang pula yang melakukan itu adalah tenaga medis yang
bukan muhrim dengan pasiennya.
Belum lagi pada kasus dokter kandungan yang dokternya adalah seorang laki-laki.
Dalam pemeriksaannya maupun proses kelahiran itu dokter tersebut akan sering berinteraksi
dengan kliennya,yaitu para wanita. Dan mungkin masih banyak fenomena lain di tempat
pelayanan kesehatan yang melibatkan interaksi antara tenaga medis atau para medis dengan
pasiennya yang bukan muhrim.

C. pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan


Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya,
karena Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan Allah
dalam surat Al Isra’ :70.
Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien,
segala tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas keyakinan.
Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka
dokter berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya
didasarkan pada keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang berbunyi
: yang darurat dapat membolehkan yang dilarang.
Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu
hukum. Ada kaidah Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan
kemudahan dan kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: ‘Kondisi darurat
menjadikan sesuatu yang haram menjadi mubah’5.
Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah
yaitu kaidah pokok dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa kemudharatan
harus dilenyapkan yang bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77), contohnya meminum khamar
dan zat adiktif lainnya yang dapat merusak akal, menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi
peminumnya kan menurunkan produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping
merusak diri penghisapnya juga mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap

5
A. sihabuddin. Telaah kritis atas doktris faham salafi/wahabi (www.google.com , 2009)
7
keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama justru
memberikan keluasan6.
Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan.
Umumnya darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan
menjadi kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan
sebagainya.
Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu dokter
memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga medis itu
sendiri7.
Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan
diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki. Karena
dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh dunia, di mana
terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun yang sejenis homoseksual
antara dokter dan pasien8.
Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan
jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau orang
yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap pasrah
(tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa pembolehan
yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat aurat orang lain,ada
batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-qur’an ( Q.S Al-baqarah : 173; Al-an’am :145
;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat batas9.
Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat diperlukan, karena
itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap berlaku ketentuan umum tidak
boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan
jenis sebagai upaya sadd al-Dzari’at (menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan),
disarankan disertai mahram dan prioritas diobati oleh yang sejenis.
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak disampaikan
oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali menyatakan boleh bagi
dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang bukan mahram khusus pada bagian

6
Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal. 108.
7
Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995),
hal. 122.
8
Dr. H. Yurnalis Uddin, Islam untuk disiplin ilmu kedokteran dan ksehatan 1(Jakarta, 1995),
hal. 122 dan 125.
9
Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal. 130
8
tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter
wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan10.
Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan
sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati penyakitnya.
Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan hingga genetalianya, tetapi jika
pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai genitalian dan sekiatarnya maka perlu
ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan
berobat kepada lain jenis dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian,
dianjurakan bagi pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter
atau yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan
langsung[12]11.

10
Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal.
132.
11
Zuhroni, dkk, Islam untuk disiplin ilmu kesehatan dan kedokteran 2 (Jakarta,2003), hal.
133.
9
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa dalam kondisi darurat diperbolekan
bagi tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis kepada pasiennya yang berbeda jenis
kelamin jika itu benar-benar akan mendatangkan banyak kemaslahatan bagi pasien dengan
syarat-syarat yang telah diatur pula misalnya pasien yang tetap ditemani oleh keluarganya
saat pemeriksaan ataupun hanya memeriksa bagian tubuh pasien yang perlu-perlu saja.
Tenaga kesehatan pun harus dituntut untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik
yang telah dibuat oleh institusi terkait dan mereka juga harus memiliki sikap dan jiwa yang
sesuai dengan syariat islam agar dapat mencerminkan diri sebagai tenaga kesehatan yang
islami pula.

B. Saran
Para pelayan kesehatan diharapkan memahami betapa pentingnya peran Agama dalam
pelayanan.
Saya sebagai penyusun makalah ini menyatakan siapapun yang membaca makalah ini
dapat memahami pengertian dan menjalankan pelayanan dengan Berdasarkan Pendidikan
Agama Islam.
Demikianlah penjelasan tentang Islam dan Pelayanan Kesehatan, bila kiranya ada
salah dalam penulisan kata-kata kami mohon maaf, semoga makalah ini dapat bermanfaat bgi
kita semua.

10
DAFTAR PUSTAKA

2016/09/16,
https://www.google.com/search?q=pandangan+islam+tentang+pelayanan+kesehatan&sourcei
d=chrome&ie=UTF-8#

2016/09/17, https://dwidayantimartini.wordpress.com/2013/01/20/penanganan-proses-pelayanan-
dengan-berdasarkan-pendidikan-agama/

11

Anda mungkin juga menyukai