Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN JIWA (“Family

psychoeducation for major depression”)


A.    LATAR BELAKANG
Depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan (suasana hati atau mood) yang
ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, merasa tidak
berharga, merasa hidupnya hampa dan tidak ada harapan, pemikirannya berpusat pada
kegagalan dan kesalahan diri atau menuduh diri, dan sering disertai iri dan pikiran bunuh diri.
Penderita depresi sering tidak berminat pada penampilan diri dan aktivitas sehari-hari.
Depresi sering juga disebut sebagai depresi berat (major depression), gangguan depresi
mayor (major depressive disorder) atau depresi klinis (clinical depression). Depresi
mempengaruhi perilaku, pola pikir dan perasaan seseorang yang terserang. Depresi sering
mengganggu kegiatan sehari-hari dan dapat menyebabkan seseorang merasa bahwa sudah
tidak ada lagi guna bagi dirinya untuk terus hidup.
Depresi biasanya memerlukan pengobatan jangka panjang. Meskipun demikian,
banyak penderita depresi yang merasa nyaman dan bisa beraktivitas seperti biasa setelah
minum obat. Akibat dari penderita depresi berat memerlukan pengobatan jangka panjang dan
perlu pengawasan dalam minum obat, maka peran serta keluarga sangatlah penting
untukmencegah kekambuhan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis
jurnal dengan judul “Family psychoeducation for major depression” untuk mengetahui
seberapa efektifkah peran serta keluarga dalam mencegah kekambuhan pasien dengan
diagnosa depresi berat.

B.     TUJUAN ANALISIS JURNAL


B.1. Tujuan umum
Untuk menguji psikoedukasi keluarga tentang kesehatan jiwa dalam pemeliharaan
pengobatan pasien depresi dan untuk mengetahui pengaruh emosi keluarga yang
diekspresikan (EE) pada efektivitas pengobatan pasien depresi berat.
B.2 Tujuan Khusus
1.      Mengetahui kasahihan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian Family
psychoeducation for major depression
2.      Mengetahui kesahihan hasil penelitian Family psychoeducation for major depression
3.      Mengetahui apakah penelitian Family psychoeducation for major depression dapat
diterapkan dalam perawatan pasien jiwa di rumah sakit
4.      Merekomendasikan rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan dalam merawat pasien
dengan depresi berat

ANALISIS JURNAL
A.    JUDUL JURNAL
Family psychoeducation for major depression: randomised controlled trial ( pendidikan
kesehatan jiwa bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan
depresi berat)
B.     TUJUAN PENELITIAN
Untuk menguji psikoedukasi keluarga dalam pemeliharaan pengobatan pasien depresi dan
untuk mengetahui pengaruh emosi keluarga yang diekspresikan (EE) pada efektivitas
pengobatan pasien depresi berat.
C.    METODE PENELTIAN
1.      Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah randomised controlled trial
atau uji acak terkontrol. Sebuah percobaan acak terkontrol (RCT) adalah jenis percobaan
ilmiah/bentuk uji klinis yang paling umum digunakan dalam pengujian keselamatan (atau
lebih spesifik, informasi tentang efek samping perawatan ) dan keberhasilan atau efektivitas
dari kesehatan pelayanan (seperti obat-obatan atau perawatan ) atau kesehatan teknologi
(seperti obat-obatan , peralatan medis atau pembedahan ). Hal yang membedakan RCT
adalah bahwa subjek studi telah menjalani penilaian kelayakan sebelum dilakukan
rekrutmen. Biasanya sampel yang ada dibagi menjadi dua dengan perlakukan yang berbeda
yaitu sampel yang satu menjalani perlakukan yang sebenarnya sedangkan kelompok yang
lainnya hanya sebagai control saja.
2.      Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian, yaitu a set (or collection) of all
elements possessing one or more attributes interests. Jadi setiap anggota populasi harus
mempunyai karakteristik tertentu yang sama yang akan diteliti. Populasi dalam penelitan ini
adalah semua pasien yang mengalami depresi berat yang menjalani pengobatan Departemen
Psikiatri, fakultas kedokteran universitas Kochi dan Rumah Sakit Doujin Jepang yang
berjumlah 103 pasien.

3.      Sampel
Sampel adalah sebagian (cuplikan) dari populasi yang masih mempunyai ciri dan
karakteristik yang sama dengan populasi dan mampu mewakili keseluruhan populasi
penelitian. Sampel dipergunakan ketika jumlah seluruh anggota populasi terlalu banyak
sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap populasi secara
keseluruhan, misalnya populasi penelitian adalah masyarakat pada suatu kota tertentu.
Sampel juga digunakan ketika jumlah populasi secara keseluruhan tidak dapat ditentukan
secara pasti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami
depresi berat yang menjalani pengobatan Departemen Psikiatri, fakultas kedokteran
universitas Kochi dan Rumah Sakit Doujin Jepang yang telah memenuhi criteria inklusi dan
ekslusi yang ditentukan oleh peneliti. Adapun criteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini
adalah ;
a.       Criteria inklusi
-          Pasien yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian
-          Pasien dengan usia 18-85 tahun.
-          Diagnosis penyakit depresi berat menurut DSM-IV.21 ( menunjukan gejala-gejala mood
depresi hampir sepanjang hari, hilang minat dan rasa senang secara nyata dalam aktivitas
normal, berat badan menurun atau bertambah, insomnia atau hipersomnia, agitasi atau
retardasi psikomotor, kelelahan atau tidak punya tenaga, rasa tidak berharga atau perasaan
bersalah berlebihan, sulit berkonsentrasi, pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide
bunuh diri.
-          Pasien yang menjalani terapi berkelanjutan dengan antidepresan selama penelitian
-           Pasien tidak lagi menjalani terapi electroconvulsive (ECT), atau direncanakan untuk
menjalani ECT.
-          Pasien yang hidup dengan keluarga selama 3 bulan atau lebih sebelum berpartisipasi
dalam penelitian ini dan yang diharapkan untuk hidup dengan keluarga selama periode
investigasi.
-          Pasien memiliki setidaknya satu anggota keluarga hidup dengan pasien yang bersedia
untuk wawancara keluarga (orang tua relatif 18 tahun atau lebih yang pernah kontak dengan
pasien untuk waktu yang lama dianggap sebagai anggota keluarga utamanya).
b.      Criteria eksklusi
-          Pasien yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian denga berbagai alasan
-          Usia pasien kurang dari 18 tahun dan lebih dari 85 tahun
-          Tidak terdiagnosis depresi berat menurut DSM-IV.21
-          Pasien yang diduga menderita penyakit organik dan telah diperiksa dengan MRI
4.      Hasil Penelitian
Setelah dilakukan psychoeducation pada keluarga kelompok yang diteliti ditemukan
bahwa waktu untuk kambuh cenderung lebih lama di bandingkan kelompok control
( kelompok yang keluarganya tidak mendapat psycoeducation). yang dihitung secara statistik
menggunakan Kaplan-Meier survival analisis, P = 0,002. Tingkat kekambuhan sampai
dengan 9-bulan follow-up adalah 8% dan 50% masing-masing (rasio risiko 0,17, 95% CI
0,04-0,66; jumlah yang diperlukan untuk mengobati 2,4, 95% CI 1,6-4,9).         

PEMBAHASAN
A.    Kesahihan Metode Penelitian
1.      Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
dengan desain cohort dimana keluarga pasien telah di berikan intervensi terlebih dahulu dan
kemudian kondisi klien di follow up selma sembilan bulan kedepan. Penelitian cohort sering
disebut penelitian prospektif adalah suatu penelitian survei yang paling baik dalam mengkaji
hubungan antara faktor risiko dengan efek (penyakit). Artinya, faktor risiko yang akan
dipelajari diidentifikasi dahulu, kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek,
yaitu penyakit atau salah satu indikator status kesehatan. Kelebihan dalam studi kohort ini
adalah   
a.       Studi kohort merupakan desain yang terbaik dalam menentukan insidens dan perjalanan
penyakit atau efek yang diteliti
b.      Dapat dipakai untuk mengetahui ada tidaknya asosiasi antara faktor risiko dan penyakit.
c.       Dapat memberi keterangan yang lebih lengkap mengenai faktor risiko yang dialami oleh
indvidu dan riwayat alamiah perjalanan penyakit.
d.      Dapat sangat mereduksi bias informasi. Tidak akan terjadi masalah recall atau memori.
e.       Masalah etika lebih sedikit dibandingkan dengan study eksperimental.
f.       Dapat dipakai langsung untuk menghitung insidens rate dari penyakit dan risiko relatif
dari faktor risiko yang sedang diteliti.
g.      Informasi mengenai studi mudah dimengerti oleh orang yang bukan ahli epidemiologi.
h.      Karena pengamatan dilakukan secara kontinu dan longitudinal, maka studi kohort
memiliki kekuatan yang andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan yang semakin
meningkat.

Sedangkan kelemahan dalam studi kohort ini adalah


a.       Memerlukan ukuran sampel yang besar, terutama untuk jenis penyakit yang sedikit
dijumpai dimasyarakat. Hendaklah dihindari dengan memilih kasus yang sering terjadi, atau
penyakit yang tidak kompleks.
b.      Memerlukan waktu follow up yang cukup lama. Untuk itu perlu dipilih penyakit-
penyakit yang mempunyai masa inkubasi yang singkat.
c.       Biaya yang diperlukan selama studi cukup besar dan mahal.
d.      Follow up kadang-kadang sulit dilaksanakan dan loss follow up dapat mempengaruhi
hasil penelitian.
e.       Studi kohort seringkali rumit. Untuk menghindarinya pilihlah populasi yang stabil, dan
tidak berpindah-pindah tempat.
f.       Kurang efisien segi waktu maupun biaya untuk meneliti kasus yang jarang terjadi.
g.      Terancam terjadinya drop out atau terjadinya perubahan intensitas paparan atau faktor
risiko akan dapat mengganggu analisis.
h.      Dapat menimbulkan masalah etika oleh karena peneliti membiarkan subyek tekena
paparan yang dicurigai atau dianggap dapat merugikan subyek. Hendaknya memilih faktor
risiko atau exposure yang tidak berbahaya.
Emosi Disajikan dievaluasi dengan menggunakan Sampel Pidato Lima Menit (FMSS)
Sikap Skala Keluarga (FAS). Dalam wawancara untuk FMSS tersebut, seorang anggota
keluarga diperintahkan untuk berbicara dengan bebas tentang karakter pasien dan hubungan
mereka selama 5 menit tanpa ada sanggahan dari pewawancara. Pidato tersebut kemudian
dievaluasi oleh dua penilai yang telah disertifikasi melalui pelatihan resmi untuk FMSS dari
sekolah kedokteran University of California di Los Angeles.
Penilaian pada FMSS terdiri dari empat kategori dari pernyataan awal, hubungan,
komentar kritis dan ketidakpuasan , yang digunakan untuk menilai kritik, dan enam kategori
self-sacrificing/overprotection, kurangnya objektivitas, tampilan emosional, pernyataan sikap,
komentar positif dan detail yang berlebihan, untuk menilai overinvolvement emosional
(EOI). Penentuan status EE didasarkan pada kategori-kategori, dan anggota keluarga
diklasifikasikan sebagai tinggi atau rendah . Rendah EE peserta lebih diklasifikasikan ke
dalam EE rendah murni, dan mereka di perbatasan antara EE tinggi dan rendah. Peserta
dengan salah satu dari kategori awal, hubungan pernyataan atau kritik dinilai memenuhi
kriteria peringkat untuk 'kritis' digolongkan sebagai 'kritis tinggi'.
Demikian pula, siapa pun memenuhi kriteria rating untuk salah satu self-
sacrifice/overprotection kategori, kurangnya objektivitas atau layar emosional
diklasifikasikan sebagai 'EOI tinggi'. Peserta dinilai sebagai kriteria memuaskan selama lebih
dari dua dari tiga kategori pernyataan sikap, komentar positif atau detail yang berlebihan juga
dinilai sebagai EOI tinggi. Jika hanya satu kategori hadir, peserta digolongkan sebagai batas
EOI / EE rendah. Jika ketidakpuasan hanya hadir, mereka digolongkan sebagai batas kritis /
rendah EE.
Untuk mengevaluasi keadaan depresi pasien digunakan Skala Penilaian Depresi
Hamilton (HRSD) dan Depresi Beck (BDI) sebelum intervensi dan setelah 9 bulan. Hamilton
Anxiety Rating Scale digunakan untuk melihat tingkat keparahan terhadap gangguan
kecemasan seorang pasien. HARS terdiri- atas 14 item penilaian (Norman,2005) , yaitu:
1.      Anxious mood; bagian ini akan melihat kondisi emosi pasien yang menunjukkan
ketakutan yang luar biasa terhadap ketidakpastian masa depan, merasa khawatir, merasa tidak
aman, mudah tersinggung, dan kecemasan.
2.      Ketegangan (tension); bagian ini akan melihat ketidakmampuan pasien untuk bersikap
relaks,
3.      tidak nervous, ketegangan, gemetaran, dan kepenatan. 3. Ketakutan (fear); bagian ini
akan melihat ketakutan pasien di keramaian, terhadap binatang, di tempat umum, sendirian,
lalulintas,
4.      orang asing, kegelapan, dll.
5.      Sulit tidur (insomnia); bagian ini akan melihat pengalaman pasien terhadap durasi tidur
dan
6.      kepulasan tidur selama 3 malam sebelumnya. Catatan: tanpa penggunaan obat penenang.
7.      Sulit konsentrasi dan daya ingat; bagian ini akan melihat ketidakmampuan pasien untuk
8.      berkonsentrasi, mengambil keputusan terhadap kejadian sehari-hari, dan lemahnya daya
ingat.
9.      Depressed mood; bagian ini akan melihat komunikasi pasien baik secara verbal maupun
10.  non-verbal tentang kesedihan, depresi, tanpa harapan, kemurungan, dan ketakberdayaan.
11.  Gejala-gejala somatik umum: muscular; pasien merasa lemah, sakit, ketegangan otot
seperti pada bagian leher dan rahang.
12.  Gejala-gejala somatik umum: sensory; pasien merasa penat dan lemah, atau mengalami
gangguan fungsi perasa seperti: tinnitus, mata kabur, sensasi panas-dingin dan keringat
buntat.
13.  Gejala-gejala yang berhubungan dengan jantung (cardiovascular); termasuk tachycardia,
jantung berdebar, tekanan pada bagian dada, dentaman pada pembuluh darah, dan perasaan
seakanakan ingin pingsan.
14.  Gejala-gejala yang berhubungan dengan pernafasan; seperti merasa sesak nafas
ataukontraksi pada tenggorokan atau dada, atau rasa seperti tercekik.
15.  Gejala-gejala yang berkaitan dengan usus (Gastro-intestinal); seperti sulit menelan,
merasa ada tekanan pada bagian perut, gangguan pencernaan (rasa panas pada bagian perut,
sakit perut berhubungan dengan makanan, mual dan muntah), perut terasa keroncongan dan
diare.
16.  Gejala-gejala yang berhubungan dengan saluran kencing (genito-urinary); termasuk
gejala-gejala non-organik atau psikis, seperti: sering atau susah buang air kecil, menstruasi
tidak teratur,anorgasmia, ejakulasi dini.
17.  Gejala-gejala otonomik lainnya, seperti mulut terasa kering, pucat, sering keluar keringat
dingin dan pusing, Sikap pada saat wawancara; seperti: pasien kelihatan tertekan, nervous,
gelisah, tegang, suara gemetar, pucat, keluar keringat.
Setiap item bernilai 0, 1, 2, 3 atau 4. Nilai 0 menunjukkan tidak ada gejala-gejala yang
tampak, dan nilai 4 menunjukkan gejala-gejala dominan dan sangat mengganggu. Total nilai
yang diperoleh menunjukkan tingkat keparahan: rendah (total nilai < 17); rendah sampai
sedang (total nilai: 18 – 24); sedang sampai parah (total nilai: 25 – 30); dan sangat parah
(total nilai > 30).
Sedangkan Depresi Beck Untuk membantu mengungkapkan tingkat depresi
seseorang dapat menggunakan skala depresi beck yang disebut BDI (The Beck Depression
Inventory). Skala BDI (The Beck Depression Inventory), terdiri dari 21 kelompok aitem yang
menggambarkan 21 kategori sikap dan gejala depresi, yaitu: sedih, pesimis,merasa gagal,
merasa tidak puas, merasa bersalah, merasa dihukum, perasaan benci pada diri sendiri,
menyalahkan diri sendiri, kecenderungan bunuh diri, menangis, mudah tersinggung, manarik
diri dari hubungan social,tidak mampu mengambil keputusan, merasa dirinya tidak menarik
secara fisik, tidak mampu melaksanakan aktivitas, gangguan tidur, merasa lelah, kehilangan
selera makan, penurunan berat badan, preokupasi somatic dan kehilangan libido sex (dalam
Lestari, 2003).
Masing-masing kelompok aitem terdiri dari 4-6 pernyataan yang menggambarkan dari
tidak adanya gejala sampai adanya gejala yang paling berat. Skor berkisar antara 0-3.
Pernyataan yang menunjukan tidak adanya gejala depresi diberi skor 0, skor 1 untuk
pernyataan yang menggambarkan adanya gejala depresi ringan, skor 2 untuk pernyataan yang
menggambarkan gejala depresi sedang, sedangkan skor 3 untuk gejala depresi berat. Skor
yang dipakai untuk masing-masing 3 kelompok aitem adalah pernyataan dengan skor
tertinggi. Skor total berkisar antara 0-63. indikasinya jumlah nilai 0-9 dianggap normal,
jumlah nilai 0-15 depresi ringan, 16-23 depresi sedang dan jumlah 24-63 depresi berat.
Secara umum intervensi pasien dan keluarga dilakukan pada saat pasien datang untuk
berkonsultasi pada ahli kejiwaan. Pasien-pasien tersebut diarahkan untuk memeriksakan diri
pada ahli jiwa yang telah di sediakan tetapi identitas menjadi peneliti di rahasiakan.
Sedangkan keluarga yang menjadi termasuk dalam kelompok percobaan menjalani kursus
materi selama empat sesisetiap dua minggu sekali. Setiap sesi berlangsung 90-120 menit: 30
menit pertama dikhususkan untuk menyediakan informasi tentang depresi dan
pengobatannya, dan 60-90 menit berikutnya dikhususkan untuk diskusi kelompok dan
pemecahan masalah untuk high-EE situasi yang dialami oleh keluarga yang berpartisipasi.
Sebuah rekaman video dan buku teks yang menjelaskan tentang depresi dan
pengobatan telah disusun untuk penelitian ini dan digunakan sebagai bahan mengajar. Dalam
kelompok latihan pemecahan masalah, anggota keluarga diminta untuk bekerja sama dalam
menyusun daftar solusi yang mungkin dapat dilakukan, membahas kelebihan dan
kekurangan, dan mencari solusi terbaik dalam menanggapi tingginya EE situasi yang
disarankan oleh anggota keluarga. Para terapis mencoba untuk meminimalkan intervensi
mereka untuk menghormati otonomi keluarga dan untuk memberdayakan mereka secara
maksimal.
Dari segi sampel, pembagian kelompok untuk menjadi kelompok kontrol (n=32) dan
kelompok yang diintervensi tidak dibagi sama rata (n=25). Dalam perjalanannya 3 pasien dan
keluarga mengundurkan diri karena ada anggota keluarga yang meninggal dan ada salah satu
pasien yang meninggal. Tetapi dalam penelitian ini tidak menjadi masalah, karena hanya
melihat secara umum karakteristik pasien berdasarkan kekambuhan terhadap intervensi
psikoedukasi pada keluarga.
Dapat disimpulkan bahwa, dari segi sampel sudah memadai bahkan melebihi yang
dianjurkan yaitu minimal 5 orang untuk desain eksperimental. Design yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sangat baik yaitu dengan memberikan intervensi terlebih dahulu pada
kelompok yang diteliti (keluarga), dan kemudian mengikuti perkembangan pasien sebagai
hasil atas intervensi yang diberikan pada keluarga. Setelah itu, hasil tersebut di bandingkan
dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi dan di analisis menggunakan
program SPSS 17.0 for windows yang tidak diragukan lagi kesahihannya.
Dari segi alat ukur yang digunakan, Skala Penilaian Depresi Hamilton (HRSD) dan
Depresi Beck (BDI) merupakan alat ukur depresi yang digunakan di seluruh dunia. Peneliti
yang digunakan untuk penelitian ini merupakan peneliti yang telah memiliki sertifikasi dari
fakultas kedokteran universitas california di los angles. Bahan yang digunakan untuk
memberikan psikoedukasi telah dibuat sebelumnya agar sesi pertemuan dapat tertata dengan
baik.
2.      Kesahihan Hasil Penelitian
Kekambuhan terjadi sebelum selesainya penilaian 9-bulan tindak lanjut pada 2 pasien
(8%) pada kelompok intervensi dan 15 (50%) pada kelompok kontrol. Kaplan-Meier analisis
survival mengungkapkan bahwa waktu untuk kambuh secara statistik signifikan lebih lama
pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol (χ2 = 9,57, df = 1, P = 0,002). Para
skenario terburuk analisis sensitivitas tidak merubah hasil (χ2 = 6,63, df = 1, P = 0,01). Rasio
hazard (HR) kambuh dengan 9 bulan adalah 0,17 (95% CI 0,04-0,75; uji eksak Fisher, P =
0,002). Pada saat kambuh nilai rata-rata adalah 22,5 HRSD dan 29,1 dan rata-rata skor BDI
adalah 26,5 dan 25,2 pada kelompok intervensi dan kontrol masing-masing.
Tingkat remisi pada 9 bulan adalah 83% dan 33% masing-masing, menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (uji eksak Fisher, P = 0,001). Ketika
gender dan usia pasien, durasi penyakit, skor HRSD dan status EE pada awal dimasukkan ke
dalam analisis bahaya proporsional Cox, hanya skor HRSD muncul sebagai prediktor
signifikan (OR = 1,08, 95% CI 1,03-1,14, P = 0,003) dan efek dari intervensi tetap bermakna
secara statistik (OR = 0,17, 95% CI 0,04-0,75, P = 0,02).
Analisis survival adalah suatu metode yang berhubungan dengan waktu, mulai dari
time origin atau start point sampai dengan terjadinya suatu kejadian khusus atau end point.
Dengan kata lain, analisis survival memerlukan data yang merupakan waktu survival dari
suatu individu. Dalam bidang kesehatan data ini diperoleh dari suatu pengamatan terhadap
sekelompok atau beberapa kelompok individu dan dalam hal ini adalah pasien, yang diamati
dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari setiap individu (Collet, 1994). Kegagalan yang
dimaksudkan antara lain adalah kematian karena penyakit tertentu, keadaan sakit yang
terulang kembali setelah pengobatan atau munculnya penyakit baru. Apabila kegagalan yang
diamati adalah terjadinya kematian pada pasien maka waktu survival yang dicatat antara lain
sebagai berikut :
a.       Selisih waktu mulai dilakukannya pengamatan sampai terjadinya kematian dan data
tersebut termasuk data tidak terpotong (uncensored data).
b.      Jika waktu kematiannya tidak diketahui, maka memakai selisih waktu mulai
dilakukannya pengamatan sampai waktu terakhir penelitian dan data tersebut termasuk data
terpotong (censored data).
Menurut Cox dan Oakes (1984), terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menentukan waktu survival secara tepat, yaitu sebagai berikut :
a.       Waktu awal tidak ambigu yang berarti tidak ada dua pengertian atau lebih.
b.      Definisi terjadinya kegagalan secara keseluruhan harus jelas.
c.       Skala waktu sebagai satuan pengukuran harus jelas.
Ada beberapa teori yang pernah membahas tentang survival analysis atau
Proportional hazard model yaitu diantaranya adalah Kaplan-meier dan Cox Pada mulanya
permodelan dari teori ini digunakan pada cabang ilmu kedokteran, dimana mereka
menganalisis kematian atau harapan hidup seseorang. Dari hasil diatas memang terbukti
bahwa pasien yang keluarganya menjalani psikoedukasi yang tertata dan secara rutin
dilakukan, akan meningkatkan pengetahuan mereka. Sebelumnya keluarga tersebut telah
menjalani latihan pemecahan masalah, anggota keluarga diminta untuk bekerja sama dalam
menyusun daftar solusi yang mungkin, membahas kelebihan dan kekurangan, dan mencari
solusi terbaik untuk merawat keluarga mereka yang mengalami depresi berat.
IMPLIKASI KEPERAWATAN

Pada orang dewasa, depresi lebih sulit dikenali karena gejala seperti kecapekan,
kehilangan minat, gangguan tidur, gangguan nafsu seksual- sering dikira karena disebabkan
oleh penyakit lain. Gejala depresi pada orang dewasa sering tidak terlalu jelas. Mereka hanya
merasa kurang memuaskan hidupnya, bosan, merasa dirinya tidak berharga atau tidak ada
harapan lagi. Mereka juga biasanya hanya ingin tinggal dirumah dari pada harus
bersosialisasi keluar atau mengerjakan sesuatu yang baru. Bila sampai ada keinginan untuk
bunuh diri, maka itu merupakan salah satu tanda serius dari depresi yang tidak boleh
dipandang enteng. Pada orang dengan depresi, laki laki dewasa tua mempunyai rsiko tertinggi
untuk bunuh diri.
Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab atau factor resiko terkena depresi,
yaitu antara lain:
1.      Kesepian atau keterasingan (loneliness)
2.      Pengalaman hidup yang menekan (stressful) akhir akhir ini
3.      Kurangnya dukungan sosial
4.      Riwayat penyakit depresi pada keluarga
5.      Perbedaan biologis (neurotransmitter atau hormonal)
6.      Adanya masalah keluarga atau masalah perkawinan
7.      Masalah keuangan
8.      Adanya trauma atau pelecehan pada masa kanak kanak
9.      Menganggur atau tidak punya pekerjaan
10.  Penyalah gunaan obat atau narkotika
11.  Pola pikir yang negatif.
Dari beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab depresi adalah sebagaian
besar dari faktor eksternal termasuk ekonomi dan sosial lingkungan. Penelitian yang telah di
bahas sebelumnya merupakan suatu gambaran bahwa pasien yang sedang menjalani maupun
telah menjalani pengobatan kejiwaan memerlukan dukungan sosial yang kuat, yang dapat
membuat mereka nyaman. Salah satunya adalah dari dukungan keluarga
Keluarga membutuhkan dukungan penuh dari tenaga kesehatan dalam segi pemberian
pengetahuan kejiwaan, bagaimana mereka harus memperlakukan pasien dengan depresi
berat. Jika pasien tersebut masih menjalani terapi di rumah sakit jiwa, maka ada beberapa hal
yang dapat dilakukan oleh perawat untuk melakukan terapi pada pasien tersebut yaitu
1. Mencegah agar tidak kambuh.
Proses pemulihan dari depresi berat kadang tidak berjalan lurus. Untuk itu, setiap
penderita depresi harus melakukan upaya upaya pencegahan agar dirinya tidak jatuh lagi
kedalam depresi. Hal hal yang perlu dilakukan untuk mencegah agar tidak kambuh adalah:
a.       Mempelajari seluk beluk penyakit depresi, seperti gejala, berbagai cara pengobatan dan
pemulihan depresi.
b.      Perawat memonitor perubahan suasana hati dan mengenal tanda tanda awal terjadinya
depresi. Depresi biasanya tidak terjadi mendadak, ada suatu proses, sehingga bila tanda tanda
awal tersebut diketahui, maka tindakan pencegahan untuk menghindari dari depresi bisa
dilakukan. Tanda tanda bahaya (warning sign) depresi misalnya: perubahan pola tidur,
perubahan perasaan seperti merasa tidak berharga, perubahan pola makan, dan lain lain.
c.       Perlu pula mengajari hal hal yang dapat memicu depresi, seperti kurang tidur, ada
tenggat waktu (deadline) pekerjaan yang mendesak, bertengkar dengan atasan atau saudara
dekat, dan lain lain. Hal hal yang dapat memicu depresi sebisa mungkin dihindari.
d.      Mempelajari hal hal yang bila dilakukan akan membuat perasaan menjadi baik, seperti
curhat dengan keluarga/ teman dekat, melukis atau menulis, main music, jalan kaki pagi, dll.
Bila ada tanda awal akan kambuh, maka perlu dilakukan kegiatan yang bisa menghindarkan
dari kambuhnya depresi dengan melakukan kegiatan kegiatan yang bisa membuat suasana
hati kembali menjadi baik.
e.       Bila kondisi semakin memburuk segera hubungi dokter yang merawat agar tidak perlu
terkena depresi lagi.

2. Membangun hubungan yang mendukung (support network).


Adanya keluarga, saudara atau teman dimana pasien bisa “curhat” sangat penting untuk
mencegah dan mengatasi depresi. Terisolasi atau merasa sendirian tanpa teman dapat
membuat depresi menjadi lebih berat. Agar jiwa tetap sehat atau menjadi semakin sehat,
semua orang perlu berteman dan persahabatan. Agar bisa terbangun jaringan pertemanan atau
persaudaraan yang mendukung, maka upayakan untuk:
a.       Mempunyai saudara atau teman yang dipercaya. Upayakan agar kita punya seseorang
dimana kita bisa menceritakan perasaannya dan meminta dukungan mereka.
b.      Mencoba untuk tetap ikut kegiatan sosial meskipun diawalnya kita merasa berat atau
tidak menyukainya. Ketika depresi biasanya seseorang senang menyendiri, namun berada
diantara teman dan saudara akan membuat penderita depresi merasa lebih baik.
c.       Upayakan untuk bergabung dengan kelompok support group for depression. Bertemu dan
berbicara dengan orang orang yang sama sama sedang berusaha mengatasi depresi bisa
membuat depresi berkurang. Bila dikota kita belum ada kelompok seperti itu, kita bisa
membantu terbentuknya support group for depression di kota kita masing masing.

Pendekatan keluarga dan pemberian pendidikan kesehatan jiwa sangat penting


dilakukan. Hal-hal tersebut diatas dapat dapat dianjurkan pada saat pasien dan keluarga
berkunjung ke poli jiwa, maupun pada saat pasien sedang di rawat di bangsal. Semua hal
tersebut memang dirasa sangat berat karena berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya
tingkat pengetahuan keluarga dan pasien.
Banyak sekali cara yang dapat di lakukan bagi keluarga pasien selain hanya berbicara
pada saat keluarga berkunjung seperti memberikan leaflet, video,buku, agar kklien dan
keluarga tetap mengingat apa yang semestinya mereka lakukan. Terapi di ruangan bagi
pasien juga banyak yang dapat dilakukan seperti terapi kognitif perilaku, membangun daya
tahan, terapi aktifasi perilaku, mengendalikan stres, pencegahan bunuh diri.

Anda mungkin juga menyukai