Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA DOKTER MUSLIM

Dosen Pengampu: Zainal Arifin,M.Ag


Disusun Oleh:
Kelompok 8
Jihan Fadillah 2211102414038
Shinta 2211102414049
Melda Saputri 2211102414008
Masliana 2211102414010
M.Ahmady Amri 2211102417031
Nizar Atoillah 2211102417025
Muhammad Rafli 2211102417009

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN DAN S1 KESEHATAN LINGKUNGAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya makalah tentang "ETIKA DOKTER
MUSLIM".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua mahasiswa yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal
jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah
hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi
untuk pembaca
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
A.Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
B.Rumusan Masalah............................................................................................................................ 4
C.Tujuan Penelitian ............................................................................................................................. 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
A.Dokter muslim ................................................................................................................................. 5
B.Etika bagi para dokter Muslim ......................................................................................................... 6
C.Sifat Etika Kedokteran Islam .......................................................................................................... 10
D.Kode etik islam bidang kedokteran ............................................................................................... 11
BAB III .................................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................................... 13
A.Kesimpulan .................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Salah satu karakteristik dokter islam adalah profesionalisme. Tidak hanya dalam
kedokteran, semua pekerjaan di butuhkan adanya profesionalisme. Profesionalisme adalah
sikap profesional, dan profesional menyebut profesi sebagai pekerjaan yang utama, yang
disebut pekerjaan, yang artinya pekerjaan itu bukan pelengkap waktu senggang atau sekedar
hobi. Dengan pemahaman ini, profesionalisme merupakan hal yang krusial bagi keberhasilan
perusahaan, organisasi, dan institusi. Jika perusahaan, organisasi, dll. Ingin membuat rencana
ini berhasil, mereka harus melibatkan orang-orang yang dapat bekerja secara profesional.
Tanpa profesionalisme, lembaga dan organisasi tersebut tidak akan dapat mencapai hasil
yang maksimal.
Di harapkan di dalam dunia kerja sebagai petugas medis, harus menerapkan
keprofesionalisme dalam syariat islam, selain itu juga bisa sekaligus belajar bagaimana cara
hidup sesuai tuntutan islam, agar hidup kita menjadi lebih berkualitas, sehingga di dalam
hidup sekaligus di kehidupan dunia kerja memiliki karakter islam yang kuat. Karakteristik
dokter dalam dunia kerja terbentuk dari proses pendidikan. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta merupakan salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan profesi
kedokteran dengan senantiasa menanamkan karakter Islam tercermin dalam Visi “Pada tahun
2025 menjadi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang bertata kelola baik,
berlandaskan nilai-nilai Islam, mampu bersaing di tingkat Nasional dan diakui di tingkat
Internasional”. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melaksanakan internalisasi
dan integrasi nilai-nilai Islam dalam kegiatan pendidikan, penelitian, pelayanan dan
pengabdian kepada masyarakat di bidang kedokteran dan kesehatan. Berdasarkan hal itu,
maka kelak diharapkan menjadi seorang dokter muslim yang menjalankan profesi dengan
kecakapan dan ketulusan, dan memerhatikan adab-adab islami.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan di atas maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap karakter dokter muslim ?

C.Tujuan Penelitian
1.Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap karakter dokter muslim
BAB II
PEMBAHASAN

A.Dokter muslim
Sebagaimana telah menjadi karakter umumsarjana Muslim di bidang-bidang ilmu
pengetahuan lainnya, ahli-ahlimedis Muslim adalah penerimawaris yang baik dan sekaligus
pemberi waris yang produktif. Mereka dengan penuh antusias dan apresiasi mempelajari
khasanah ilmu pengetahuan dari berbagai tradisi dan peradaban pra-Islam. Kemudian, secara
kreatif mereka pun mengembangkan ilmu pengetahuan dengan berbagai cabang yang baru
dalam sebuah cara pandang, paradigma atau pandangan dunia yang sesuai dengan nilai-nilai
Tauhid dan Islam.
Pada jaman yang kian berkembang ini telah banyak terjadi berbagai macam kasus yang
memperburuk nama banyak dokter. Beberapa di antaranya mungkin dikarenakan oleh sikap
dan perilaku seorang dokter dalam menghadapi dan melayani pasiennya. Oleh karena itu,
dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu etika untuk menjalankan
profesinya. Agar dapat tercapai suatu keserasian, kecocokan dan komunikasi yang baik antara
dokter dengan pasien dan lingkungannya. Dalam hal ini kita membahas tentang etika
doktermuslim.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berartiadat, budi pekerti (bahasa Inggris =
ethics). Di sini etika dapatdipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan. Dalam filsafat
pengertian etika adalah telah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaannya.
Kesusilaan yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seseorang atau
merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau
golonganmasyarakat tertentu bagi anggota-anggotanya.
Dalam hal ini, diperlukan etika bagi para dokter Muslim. Kadang kesusilaan didasarkan pada
agama, sehingga bilamana yang berkuasa itu agama, maka agama menjadi guruetika. Dalam
melaksanakan etika terkandung unsur-unsur pengorbananbagi sesama manusia dan unsur
dedikasi atau pengabdian terhadap sesama manusia.
Sebagai suatu pendidikan profesi, pendidikan kedokterandiharapkan dapat menghasilkan
dokter yang menguasai teori-praktik kedokteran beserta perilaku dan etika yang mulia. Saat
upacara wisuda, semua calon dokter harus mengucapkan sumpah dokter disaksikan oleh
dekan, Direktur Rumah Sakit, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan, para dosen
dan anggota keluarga.
Dalam mengikrarkan sumpah yang didampingi oleh para pemuka agama, calon dokter
berjanji akan mengamalkan Kode Etik Kedokteran. Dengan adanya hal tersebut diharapkan
kelak para calon dokter akan menjadi dokter yang beretika mulia, bertanggungjawab dan taat
pada hukum yangberlaku.
B.Etika bagi para dokter Muslim

Dalam etika kedokteran Islam, tercantum nilai-nilai Alquran dan Hadits yang merupakan
sumber segala macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia
akhirat.Etika kedokteran mengatur kehidupan, tingkah laku seorang dokter dalam
mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika kedokteran
islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama Thibbun Nabawi, yang
mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekannya.
Berikut ini dibahas mengenai etika seorang Dokter muslim terhadap sang Pencipta, terhadap
pasien, dan terhadap sejawatnya:

1. Etika Dokter Muslim terhadap sang Pencipta


Seorang dokter muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah
SWT. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa diiringi ridha Allah SAW.
Adapun contoh etika terhadap sang Pencipta disebutkan bahwa:

a) Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam
bidang kesehatan dan kedokteran.
b) Melaksanakan profesinya hanya karena Allah.
c) Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah hak Allah.
d) Melaksanakan profesinya dengan iman supaya janganmerugi.

2. Etika Dokter Muslim terhadap pasien:


Hubungan antara dokter dengan pasien merupakan hubungan antarmanusia dan manusia.
Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-
masing mempunyai nilai yang berbeda.
Masalah semacam ini akan dihadapi oleh Dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu
sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya. Untuk melaksanakan tugasnya dengan
baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang telah tertanam
dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter Muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan
profesi yang selama ini dianutnya.
Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan bahwa seorang dokter
muslim wajib:

a) Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musabab timbulnya penyakit, kekuatan tubuh


orang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat yang
cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim di manaia sakit,
daya penyembuhan obat itu.
b) Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat yang
dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.
c) Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna,
mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa dan pengobatannya, berlaku lemah
lembut, menggunakan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya.

3. Etika Dokter Muslim terhadap Sejawatnya:

Para Dokter di seluruh dunia mempunyai kewajiban yang sama. Mereka adalah kawan-kawan
seperjuangan yang merupakan kesatuan aksi dibawah panji perikemanusiaan untuk
memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengganggu keselamatan dan kebahagiaan
umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milik bersama.
Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan mereka
menempatkan para dokter pada suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Hal-hal
tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan tolong-menolong yang senantiasa
perlu dipertahankan dandikembangkan.
Mengenai etika yang bagi Dokter Muslim kepada Sejawatnya yaitu:

a) Dokter yang baru menetap di suatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya
yang telah berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup
dengan memberitahukan tentang pembukaan praktiknya kepada teman sejawat yang
berdekatan.
b) Setiap Dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-
pertemuan yang diadakan.
c) Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik, seminar, workshop, bila ada
kesempatan. Sehingga dapat dengan mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi
kedokteran.

Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim ialah:

a) Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial yang
ditunjukkan kepada masyarakat.
b) Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan
profesional
c) Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaannya dan harus
percaya diri.
d) Bersikap mandiri dan orisinal karena pengetahuan yang diwarisi secara turun temurun
dari buku-buku masih jauh memadai.
e) Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat, sehingga dapat melakukan pekerjaanya di
dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan agama.
f) Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien
miskin.
g) Seorang dokter muslim harus hidup seimbang, tidak berlebih-lebihan, tidak
membuang waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan yang
menyebabkan lupa kepada Allah SWT.
h) Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara.
i) Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan
profesinya karena semua agama menghormatiprofesi dokter.

Istilah Arab untuk menyebut dokter adalah hakim, salah satu nama Allah yang berarti orang
yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan. Kasus yang menyangkut etika dokter muslim
dalam praktek. Kesalehan seorang dokter ditekankan oleh kalangan pengobatan Yunani,
sebagaimana seorang dokter dianggap sebagai penjaga tubuh dan jiwa. Ihwal etika medis
dalam islam, seperti halnya etika secara umum, terdapat dua pengaruh langsung, yaitu dari
bangsa Yunani dan Iran.
Banyak kasus-kasus yang dipertentangkan. Seperti misalnya:
a) Bolehkah seorang dokter meminta bayaran?
Jika boleh, seberapa besar? Hal tersebut merupakan masalah yang terus diperdebatkan dalam
islam. Masalah ini tampaknya merupakan bagian dari masalah yang lebih besar: Bolehkah
seorang guru, terutama guru agama, menerima bayaran. Bahkan dewasa ini sebagian
kalangan tetap mengharamkan meminta bayaran dalam pengajaran Al Qur'an dan
penyebarluasan ilmu keagamaan.

Menurut sebuah hadits, diperbolehkan membayar seorang dokter untuk pelayanan


medisnya. Al-Dzahabi mengisahkan suatu hari sekelompok sahabat Muslim tiba di
sukutertentu, yang memperlakukan mereka dengan ramah. Tiba-tiba salah satu anggota suku
tersebut digigit ular dan para pengembara itu dimintai tolong untuk menyembuhkan.
Kemudian orang yang tergigit tersebut sembuh dan suku membayar sejumlah seratus ekor
kambing. Sebuah transaksi yang dibolehkan oleh Rasulullah. Dari sinilah legalitas untuk
meminta bayaran atas perawatan itu bermula. Namun banyak kalangan yang tidak setuju
untuk mencari nafkah dari orang sakit.
b) Bolehkah seorang dokter Muslim melakukan transplantasi organ?

Seringkali terdapat kasus mengenai organ tubuh seorangpasien yang tidak dapat berfungsi
dengan baik lagi. Tidak ada cara untuk mengobatinya kecuali dengan transplantasi organ
(seperti mata, jantung dan lain sebagainya) dari orang yang telah meninggal. Hingga kini
pendapat agama menentang keras praktik ini. Terdapat suatu hukum klasik yang
menyebutkan bahwa "Kebutuhan manusia hidup menjadi prioritas dibandingkan manusia
mati." Tetapi ketika seorang ulama terkemuka ditanya mengenai persoalan tersebut, Beliau
menjawab negatif. Namun sikap masyarakat secara umum positif terhadap masalah
transplantasi organ tubuh, meskipun ada ketidaksetujuan dari kaumulama.

c) Bolehkah seorang dokter Muslim melakukan pengembangan bayi tabung?

Pengembangan bayi tabung tidak dilarang dalam Islam asalkan penyatuan terjadi antara gen
suami dan istri. Kekhawatiran bahwa proses ini "mencampuri kehendak Allah" sama sekali
tidak berdasar. Prosesnya sama dengan pembenihan bibit tanaman dalam suatu kondisi
terkendali, kemudian dipindahkan ketempat yang tepat ketika bibit tersebut telah cukup kuat
untuk tumbuh di tempat itu. Yang dikhawatirkan bukanlah bahwa orang mencoba "menyaingi
Allah"dengan melakukan hal tersebut, melainkan jika orang mencoba bersaingdengan setan
dan menyimpangkan sifat manusia. Islam tidak mengizinkan penyatuan gen antara laki-laki
dan wanita yang bukan suami istri karena itu merupakan perzinaan.

d) Bolehkah seorang Dokter Muslim melakukan tindakaneuthanasia?

Euthanasia merupakan suatu masalah yang banyak menarik perhatian dan banyak dibicarakan
orang. Euthanasia (dari bahasa Yunani, eu = baik, thanatos = mati) secara etimologi berarti
"mati yang baik" atau "mati yang tenang". Kemudian definisi euthanasiaberkembang, karena
adanya perbedaan titik pandang dalam menjelaskan "mati yang baik".

Akibatnya timbul berbagai definisi mengenai euthanasia. Euthanasia banyak dilakukan sejak
jaman dahulu kala dan banyak memperoleh dukungan tokoh-tokoh besar dalam sejarah.
Namun dalam agama terdapat beberapa pendapat yang tidak membenarkan hal tersebut.
Berdasar bahwa Allah-lah yang menentukan kapanseseorang harus mati.
4.Etika pasien terhadap dokter
Menurut pendapat Abu Bakar Al-Razi, baik pasien maupun dokter harus memenuhi
etika. Beliau menganjurkan pasien agar mengikuti dangan ketat perintah dokter, menghormati
dokter, dan menganggap dokter sebagai sahabat terbaiknya. Pasien harus berhubungan
langsung dengan dokter dan tidak boleh merahasiakan penyakit yang dideritanya.Tentu akan
lebih baik jika orang meminta nasihat dokter tentang cara menjaga kesehatan sebelum
membutuhkan pengobatan. Bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan merupakan
sebuah prinsip yang dianjurkan oleh semua dokter.

C.Sifat Etika Kedokteran Islam


Pakar andrologi, Prof. dr. Muhammad Kamil Tadjudin, Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta, mengatakan, etika kedokteran dalam Islam
mempunyai sifat yang tetap. Berbeda dengan etika kedokteran sekuler yang cenderung
berubah-ubah.
Etika kedokteran Islami, menurutnya mempunyai perbedaan secara mendasar dengan etika
kedokteran sekuler. Etika kedokteran Islami diturunkan dari tradisi dan kepercayaan agama,
sehingga bentuknya akan tetap untuk selamanya. Sebaliknya etika kedokteran sekuler
dirumuskan oleh masyarakat yang sikapnya berubah-ubah. "Contohnya adalah sikap tentang
aborsi yang berkisar antarasikap melarang semua bentuk aborsi sampai diperbolehkannya
aborsi atas permintaan," paparnya. Demikian pula halnya sikap terhadap "gay" dan
euthanasia, yang juga berkisar dari pelarangan penuh sampai diperbolehkan dengan indikasi
tertentu. Beliau juga mengatakan, antara etika kedokteran Islami dan kedokteran sekuler
memiliki perbedaan mendasar, misalnya etikatentang pemberian nasihat moral terhadap
seorang pasien. Sebagai contoh, jika ada seorang pasien yang mengadakan "chek up" pada
seorang dokter Muslim dan dia mendapat keterangan bahwa orang itu sering minum alkohol,
maka, walaupun orang itu sehat, wajib bagi dokter Muslim memberi nasihat untuk tidak
minum alkohol. Sementara dalam etika kedokteran sekuler, nasihat moral itu mungkin tidak
dilakukan, meskipun alkohol menimbulkan bahaya, baik bagi diri maupun masyarakat
sekitar. Contoh nasihat moral lainnya adalah tentang pencegahan penyakit kelamin terhadap
para lelaki "hidung belang".
Menurut Tadjudin, seorang dokter sekuler mungkin akan menganjurkan penggunaan
kondom, sedangkan seorang dokter Muslim akan menasihatkan abstinensi. Kasus yang sama
juga terjadi terhadap isu-isu kontemporer kedokteran, seperti reproduksi berbantuan atau
pembuahan telur di luar rahim melalui fertilisasi (bayi tabung). Dalam kasus ini, menurut
Tadjudin, dalam pandangan etika kedokteran Islam hal itu dibolehkan jika dilakukan dengan
sel kelamin (sperma dan telur)yang berasal dari suami-istri yang sah. "Tapi jika penggunaan
sperma atau telur itu bukan berasal dari suami-istri yang sah tidak dapat dibenarkan, termasuk
penggunaan rahim yang lain dari wanita yang mempunyai telur untuk membesarkan
blastosis," jelasnya. Alasan tidak boleh rahim wanita lain yang mempunyaitelur untuk
membesarkan blastosis, jelas Tadjudin, karena akantimbul masalah keturunan, yakni siapa
ibu sebenarnya (dari "anak" hasil pembuahan itu). Padahal, Alquran surat al-Furqan ayat
5menyebutkan: "Dan Dia yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia menjadikannya
mempunyai keturunan dan mushaharah dan Tuhanmu senantiasa Maha Kuasa." Selain tidak
jelasnya masalah keturunan tadi, tambah Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
(BAN-PT) itu, juga timbul masalah baru, apakah memasukkan sperma atau blastosis asing ke
dalam rahim seorang wanita tidak merupakan tindakan yang dapatdigolongkan zina?Meski
demikian, Tadjudin tidak menampik bila sementara kalangan yang berpendapat bahwa
menanamkan blastosis yang berasal dari sperma dan telur sepasang suami-istri ke perempuan
lainadalah analog dengan menyusui anak orang lain atau bagi perempuan penerima blastosis
itu analog dengan ibu susu.

D.Kode etik islam bidang kedokteran

Kode etik islam untuk bidang kedokteran akan segera diberlakukan. Hal ini telah
dibahas melalui Konferensi ke-8 Organisasi Ilmu Kedokteran Islam, yang berlangsung di
Kairo, Mesir. Konferensi ini ditutup dengan disetujuinya draft pedoman etika
ilmu kedokteran internasional pertama yang berbasis pada perspektif Islam. Draft yang
berjudul 'Kode etik Islam bidang kedokteran dan kesehatan' tersebut, materinya akan
disempurnakan, diedit dan akan diterbitkan oleh Organisasi Ilmu Kedokteran Islam (IOMS).
Ide untuk menerbitkan kode etik Islam di bidang kedokteran ini muncul sejak tahun 1981,
ketika IOMS berinisiatif untuk mengadaptasi dokumen tentang etika kedokteran Islam hasil
dari konferensi di Kuwait. Dokumen itu antara lain menyebutkan, 'Manusia harus
diperlakukan seperti apa yang digariskan Tuhan di mana Diamenetapkan bahwa umatnya
sebagai khalifahNya di bumi.'

Konferensi yang dimulai tanggal 11 Desember 2004, diselenggarakan oleh IOMS


bekerjasama dengan Organisasi Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Islam
(ISESCO), Dewan Organisasi Internasional Ilmu Kedokteran (CIOMS), Ajman University
Network dan Organisasi Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan PBB (UNESCO).
Konferensi itu dihadiri oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti Syeh Yusuf Alqardawi dan
Haytham Al-Khayat.Dalam acara penutupan, para peserta konferensi telah menyepakati 14
rekomendasi untuk mengembangkan dan memungkinkan kode etik Islam bidang kedokteran
itu diberlakukan. Menteri-menteri pendidikan, rektor di sekolah-sekolah kedokteran di negara
Arab dan negara Islam diminta untuk mulai memasukkan dan mengenalkan kode etik dalam
kurikulum pendidikannya.
Usulan lainnya yang muncul adalah mensosialisasikan kode etik yang baru ini melalui situs-
situs milik lembaga kedokteran dan kesehatan. Kode etik islam bidang kedokteran ini bukan
hanya untukkalangan kedokteran profesional, tapi juga untuk keluarga dan masyarakat pada
umumnya, seperti diungkapkan oleh Dr. Mu'men S. Hadidi, Kepala Institut Nasional
Kedokteran Forensik dari Yordania. Setelah konferensi ini, kantor WHO wilayah Mediterania
Timur akan bekerja sama dengan menteri-menteri kesehatan di wilayah itu akan membentuk
komite ad hoc yang akan menindaklanjuti penyusunan kode etik tersebut. Sebelumnya, IOMS
akan merancang sebuah workshop untuk menggali masukan bagaimana kode etik ini nantinya
akan bermanfaat dan menyebarluaskannya ke seluruh kalangan profesional di dunia
kesehatan.
Dalam pidatonya, Ketua IOMS, Dr. Abd Al-Rahman El-Awady mengusulkan adanya
penggalangan dana dari kalangan Muslim untukmembiayai riset-riset di bidang kesehatan di
negara-negara Islam. Sementara itu, Kepala Ajman University Network, Dr. Saed Salman,
mengusulkan diselenggarakannya konferensi yang membahas masalah etika yang berkaitan
dengan industri farmasi dan riset tentang obat-obatan.
Konferensi ke-8 IOMS juga membahas tentang hubunganantara dokter dan pasiennya
termasuk soal praktek kedokteran, kewajiban dan tanggung jawabnya, serta masalah riset di
bidangbiomedis yang melibatkan bagian tubuh manusia. Para dokter danilmuwan dalam
konferensi itu juga membahas isu-isu sensitif sepertisoal bayi tabung, euthanasia dan
rekayasa jenis kelamin bayi.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Etika dokter Muslim melibatkan penghormatan pada Sang Pencipta, pelayanan yang
bermoral kepada pasien, dan kerjasama positif antar-dokter.
Nilai-nilai Islam menjadi landasan utama dalam membentuk sikap dan tindakan dokter
Muslim dalam praktik kedokteran,dapat disimpulkan bahwa praktik kedokteran dalam
perspektif Islam mengandung nilai-nilai etika yang kuat. Dokter Muslim diharapkan
menjalankan tugasnya dengan kesadaran akan tanggung jawab moral dan kemanusiaan. Etika
kedokteran Islam menjadi panduan dalam berinteraksi dengan Sang Pencipta, merawat pasien
dengan penuh perhatian, dan menjalin hubunganpositif dengan sesama dokter. Dengan
adanya Kode Etik Islam bidang kedokteran, diharapkan praktik kedokteran akan selaras
dengan prinsip-prinsip agama, memberikan pelayanan yang bermutu, dan meningkatkan
kesejahteraan umat manusia. Semua aspek etika dokter Muslim, termasuk hubungan dengan
Sang Pencipta, pasien, dan sesama dokter, mencerminkan komitmen pada nilai-nilai moral
dan agama. Dalam dinamika perkembangan ilmu kedokteran, tantangan etika muncul dalam
menghadapi isu-isu kontemporer. Kesimpulannya, praktik kedokteran yang sesuai dengan
etika Islam membentuk landasan yang kokoh untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan bermartabat
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, dr, 1991. Memahami Etika Kedokteran. Kanisius: Yogyakarta.


2. Komalawati, D Veronica, SH, M.H., 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter.
Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
3. Taher, Tarmizi, M.D., 2003. Medical Ethics. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
4. Rahman, Fazlur, 1999. Etika Pengobatan Islam. Mizan: Bandung.
5. Direktur Pelaksana Pusat Kajian Filsafat Madina Ilmu(PKFMI), www.pelita.or.id, 26
Maret 2005, Dokter Muslim.
6. Bergerak, www.eramuslim.com, 23 April 2005, Kode Etik Islam Bidang Kedokteran
Akan Segera Diberlakukan.
7. Anonim_1, www.uinjkt.ac.id, 15 Maret 2005, Etika Kedokteran Islam
8. Anonim_2, www.ksdak.com, 17 Maret 2005, Tindakan Euthanasia Dilarang Dalam
Islam

Anda mungkin juga menyukai