MUSLIM)
MAKALAH
Oleh :
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat Nya berupa kesehatan, kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini dapat saya selesaikan dengan tepat waktu.
Tidak lupa pula, saya ucapkan terimakasih kepada dosen, teman-teman dan
orangtua yang telah ikut berkontribusi mendukung dan memberikan semangat serta
beberapa ide sehingga saya mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Saya sebagai penyusun berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman dam
membantu pembaca dalam menambah pengetahuan luas mengenai ilmu-ilmu yang akan
dibahas nanti. Terlepas dari itu juga, saya sadar akan banyaknya kekurangan yang ada
dari susunan maupun isi makalah ini sehingga saya berharap akan adanya kritik serta
saran yang bersifat membangun terciptanya makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermualah atau pun berdagang sudah menjadi kegiatan pekerjaan yang ada
dari zaman Rasulullah SAW dahulu. Kegiatan ini juga kerap menjadi penghantar
atau perantara suatu budaya serta peradaban dalam memasuki antar bangsa dan
negara yang ada dibumi ini. selain dari itu berdagang juga merupakan pekerjaan
yang sunnah bagi umat-umatnya Nabi Muhammad, yang garis besarnya berdagang
tanpa melalaikan perintah Allah atau sesuai dengan syari’at-syari’at agama islam
yang telah diajarkan.
Kita tengah hidup dilingkungan sosial dengan sikap toleransi antar umat
beragama. Dan ini tidak menutup kemungkinan adanya kontak social yang umat
muslim lakukan dengan orang-orang non muslim termasuk dalam kegiatan
bermuamalah atau berdagang, sehingga dengan keadaan ini terdapat hal-hal yang
perlu untuk umat muslim ketahui hukum serta batasannya dalam berdagang dengan
orang-orang non muslim yang telah Allah perintahkan melalui ayat-ayat Al-Qur’an.
Maka dari sedikit penjabaran mengenai latar belakang ini, dengan tema yang
dimaksud adalah mengenai permasalahan masa kini yang berkaitan dengan cabang
Ulumul Qur’an sehingga dari itu saya mengambil judul “Hukum Bermuamalah
Dengan Orang Kafir (Non Muslim)” yang akan dibahas sesuai dengan temanya.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut saya mengidentifikasi permasalahan yang
mungkin akan menjadi pembahasan sebagai berikut:
1. Pengertian bermuamalah dan hukumnya dalam Agama Islam.
2. Macam-macam orang kafir (Non Muslim).
3. Interaksi yang diperbolehkan umat muslim dengan orang kafir.
4. Hukum muamalah dengan orang kafir (Non Muslim) menurut Islam.
C. Pembatasan Masalah
1
2
cabang Ulumul Qur’an. Dari itu saya membatasi permasalahan yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Pengertian Muamalah dan hukumnya dalam Islam.
2. Hukum bermuamalah dengan orang kafir (non muslim) menurut Islam
D. Rumusan Masalah
Dengan adanya pembatasan masalah diatas, saya merumuskan pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaiman pengertian dari muamalah serta hukumnya dalam agama
Islam?
2. Bagaiaman Hukum dalam bermuamalah dengan orang-orang kafir (non
muslim) menurut Islam?
E. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan disusunnya pembahasan
dalam makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari muamalah serta hukumnya dalam
agama Islam.
2. Untuk mengetahui Hukum dalam bermuamalah dengan orang-orang kafir
(non muslim) menurut Islam.
F. Manfaat
Dalam pembelajaran Ulumul Qur’an, perlu adanya pengaplikasiannya
dengan permasalahan yang ada pada masa kini sehingga dengan begitu
pembelajarannya dapat dengan mudah dipahami dan dimengerti dengan baik.
Sehingga manfaat dari makalah ini sendiri yang sesuai dengan pernyataan diatas
adalah untuk memberikan satu contoh mengenai pembelajaran Ulumul Qur’an,
yang dari itu dapat pula memberikan para pembaca wawasan bagaimana
sesungguhnya petunjuk Al-Qur’an itu sungguh tidak membatasi ruang lingkup
zaman dan waktu dalam menjawab semua persoalan yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Hukum Bermuamalah Dalam Agama Islam
Muamalah memiliki 2 pandangan pengertian, yaitu pandangan secara luas
dan pandangan secara sempit. Pengertian muamalah secara luas yakni perbuatan
dan urusan manusia dalam hal-hal duniawi, yang dengan ini telah Allah atur sebagai
petunjuk dan arahan untuk manusia itu sendiri. Adapun pengertian sempitnya yakni
perbuatan atau kegiatan yang dengan akad untuk saling menukar manfaatnya sesuai
aturan-aturan yang telah Allah tetapkan.
Jika didalam konteks sempitnya, bermuamalah sering disebut dengan
kegiatan berniaga atau berdagang karena memiliki makna kegiatan saling tukar
menukar dan bisa diartikan lain dengan kegiatan jual beli. Lalu bagaimana dengan
hukum muamalah dalam agama Islam sendiri?
Dalam agama islam terdapat 4 prinsip bermuamalah, yaitu: 1) Muamalah itu
mubah, asalkan sesuai dengan aturan Allah yang telah ditetapkan, 2) Muamalah
dilakukan tanpa adanya paksaan atau maksudnya adalah secara sukarela dari
masing-masing pelaku muamalahnya, 3) muamalah yang dilakukan menghasilkan
mafaat bukannya kemudharatan, 4) muamalah dilakukan dengan nilai keadilan.
Jika dilihat dari ke-4 prinsip tersebut, maka hukum bermualamalah ini dapat
disimpulkan boleh dilakukan dengan melihat pada aturan-aturan yang telah Allah
tetapkan yang wajib pula untuk diikuti dan ditaati. Dengan demikian kegiatan
bermuamalah disini akan terus mendatangkan hal-hal yang baik dan bermanfaat
tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Aturan-aturan yang Allah telah tetapkan disini tidak hanya terpaku pada
proses kegiatan bermuamalah namun juga pada adab yang harus dilakukan oleh
seorang mukmin dalam bermuamalah. Dalam QS An-Nur, Allah berfirman :
ً۬ ً۬ رج
ٱلزك َٰوة ۙ يَ َخافُونَ يَ ۡو ً۬ما َّ ال َّل ت ُۡلهيہمۡ ت َجـ َٰرة َو َل بَ ۡيع عَن ذ ۡكر
َّ ٱّلل َوإقَام ٱل
َّ صلَ ٰوة َوإيتَا ٓء ِ
صـ ُٰر ُ ُب فيه ۡٱلقُل
َ وب َو ۡٱۡل َ ۡب ُ َّتَتَقَل
Artinya “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.” (Q.S. An-Nur: 37).
3
4
orang kafir, karena perkara ini menyangkut kedalam perkara wala’ wal
bara’ (loyalitas dan permusuhan).
Hukum bermuamalah dengan orang kafir (non muslim) ini dibolekan namun
dibatasi dengan hal-hal berikut ini:
1. Boleh bertransaksi jual beli, sewa menyewa asal barang-barangnya halal
2. Boleh memberi pinjaman atau meminjam dari mereka walaupun dengan
menggadaikan barang. Hal ini sesuai dengan riwayat Imam Bukhari bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat sedangkan baju perangnya
digadaikan kepada seorang Yahudi dengan 30 sha’ gandum.
3. Boleh untuk saling wakafkan selama bukan untuk hal-hal yang haram dan
mudharat bagi umat muslim itu sendiri.
4. Orang Kafir Dzimmi dan Mu’ahidd tidak boleh diganggu selama mereka
melaksanakan kewajiban mereka dan tetap mematuhi perjanjian.
5. Tidak boleh dan haram mengizinkan mereka membangun rumah ibadahnya
dilingkup muslim.
6. Hukum Qishas (nyawa) tetap diberlakukan kepada mereka.
7. Boleh melakuka perjanjian damai dengan mereka, namun tidak boleh bersifat
selamanya dengan kedamaian demi kebaikan umat muslim sendiri. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-Anfal:61, yang artinya “tetapi jika
mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertakwalah
kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Yang
mana pada ayat ini mereka yang dimaksud adalah orang kafir.
8. Darah, harta dan kehormatan Kafir Dzimmi dan Kafir Mu’ahid haram untuk
dibunuh. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS.Al-Mumtahanah:8,
yang artinya “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan
tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.” Yang mana lpada ayat ini, orang
kafir yang dimaksud adalah orang kafir dzammi dan kafir mu’ahid. Pada dalil
lain juga disebutkan, dalam hadistnya Rasulullah SAW bersabda
“Barangsiapa yang membunuh seorang dari ahli dzimmah, maka ia tidak
akan mencium aroma Surga. Sesungguhnya aroma Surga dapat tercium dari
6