Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya dengan sangat sederhana. Semoha makalah ini dapat
dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
administrasi Pendidikan dan profesi keguruan.
Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara
teknis maupun materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi penyempurnaan
makalah ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan setimpal kepada
mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan itu sebagai
ibadah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Sri Wahyuni
2202030042
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………………..1
Daftar Isi…………………………………………………………………………………...2
BAB I (Pendahuluan)…………………………………………………………………….3
1.1 Latar belakang……………………………………………………………….3
1.2 Rumusan masalah…………………………………………………………..3
BAB II (Pembahasan)……………………………………………………………………4
2.1 Muamalah…………………………………………………………………….4
Kesimpulan………………………………………………………………………………26
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. MUAMALAH
2.1.1 Pengertian Muamalah
Di dalam Islam transaksi lebih dikenal dengan istilah muamalah. Adapun pengertian
dari muamalah itu sendiri adalah suatu kegiatan tukar menukar barang yang
memberikan manfaat tertentu. Pada dasarnya ada banyak sekali kegiatan yang
termasuk ke dalam muamalah, sehingga bagi umat Islam bisa memilih macam
muamalah yang sesuai dan saling memberikan manfaat satu sama lain.
Dengan demikian, muamalah dapat dikatakan sebagai salah satu syariat Islam
dalam bidang ekonomi. Adapun beberapa contoh transaksi yang termasuk dalam
muamalah, seperti upah mengupah, sewa menyewa, jual beli, dan sebagainya.
Transaksi muamalah bisa juga dilakukan pada kegiatan permodalan dan usaha karena
kedua kegiatan transaksi tersebut masih masuk ke dalam kegiatan transaksi
muamalah.
Apabila, umat Islam melakukan transaksi yang sesuai dengan muamalah atau
syariat Islam, maka kehidupan kitab akan menjadi lebih terjamin. Terlebih lagi, kita akan
terhindar dari perbuatan yang tercela, seperti merugikan, curang, dan sebagainya.
Dengan terhindar dari perbuatan tercela, maka kita terhindar juga dari dosa. Selain itu,
kegiatan transaksi muamalah juga bisa mengurangi terjadinya konflik karena salah satu
pihak merasa dirugikan.
Maka dari itu, alangkah baiknya mulai sekarang ketika melakukan transaksi jual beli
menggunakan sistem ekonomi syariah Islam, yaitu muamalah. Dengan menggunakan
muamalah, kita akan mendapatkan keberkahan dari transaksi yang dilakukan sekaligus
sama-sama mendapatkan manfaat dan yang terpenting tidak saling merugikan satu
sama lain.
4
2.1.2 Ayat-Ayat Tentang Larangan-Larangan dalam Transaksi
Muamalah
Transaksi ekonomi syariat Islam itu sendiri sudah tercantum di dalam ayat-ayat Al-
Quran dan hadist-hadist Nabi. Berikut ini beberapa ayat Al-Quran dan hadist nabi yang
berkaitan dengan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan dalam kegiatan
transaksi muamalah.
1. Larangan Melakukan Kecurangan pada Timbangan, Kualitas, Takaran, dan
Kehalalan
Di dalam Islam ketika berdagang atau bertransaksi sangat dilarang untuk
melakukan kecurang yang bisa merugikan salah satu pihak. Kecurangan yang
dilakukan bukan hanya pada saat menimbang saja, tetapi tidak melakukan kecurangan
pada kualitas barang, takaran barang yang akan dijual, dan kehalalan dari barang yang
akan dijual.
Apabila seorang penjual melakukan kecurangan yang bisa merugikan pembeli,
makai a akan mendapatkan celaka seperti firman Allah yang terkandung di dalam Al-
Quran surat Al-Muthaffifin ayat 1-3
Artinya: Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang).
(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi.
5
2. Larangan Menggunakan Transaksi dengan Cara yang Zalim
Dengan tidak melakukan perbuatan zalim antar sesama umat muslim, maka
perdamaian akan tercipta. Dalam melakukan transaksi muamalah tidak boleh dilakukan
dengan perbuatan yang zalim. Rasulullah S.A.W melarang bagi seluruh umat muslim
yang satu dengan umat muslim yang lainnya saling melakukan perbuatan zalim.
Hadits yang dikutip dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang diambil dari sabda
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tersebut mengandung larangan agar sesama
hamba Allah tidak saling mendengki, saling menipu, dan saling marah hingga
memutuskan hubungan persaudaraan.Muslim satu dengan muslim lainnya adalah
saudara sehingga tidak boleh ada perbuatan zalim atau aniaya di antara sesama
muslim. Bahkan dengan tegas hadits tersebut melarang umat muslim untuk menghina
dan mendustakan orang lain. Haram darah setiap muslim atas muslim yang lain.
3. Larangan Melakukan Kegiatan Riba
Di dalam Islam melakukan transaksi yang mengandung unsur riba sangatlah dilarang
karena bisa memberikan hutang yang lebih banyak. Kegiatan transaksi yang mengandung riba
akan membuat seorang hamba kesulitan dalam membayar hutang. Hal ini dikarenakan bunga
pada hutang juga harus dibayar. Maka dari itu, dalam Islam kegiatan transaksi yang
mengandung unsur riba hukumnya adalah haram dan itu sudah terkandung di dalam Al-Quran
surat Al-Imran ayat 130
6
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
4. Larangan Berspekulasi atau Berjudi
Larangan berikutnya yang tidak boleh dilakukan dalam transaksi muamalah adalah
larangan berspekulasi. Transaksi yang mengadung berspekulasi dilarang dalam Islam
karena keuntungan dan kerugian yang diperoleh tidak jelas.
Bukan hanya larangan berspekulasi saja, di dalam Islam bermain judi dilarang. Hal
ini dikarenakan ketika berjudi kita akan mencari duit atau barang yang bisa
dipertaruhkan, sehingga bisa merugikan diri sendiri dan pasti akan mendapatkan dosa
dari Allah.
Larangan transaksi berspekulasi dilarang dengan jelas seperti yang diikuti dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu dalam hadits Muslim Turmudzi, Nasa’, Abu Daud, Ahmad,
dan Ibnu Majah. Hadits tersebut secara tegas berbunyi, “Nabi melarang jual-beli
spekulasi (gharar).
Surat Al-Maidah ayat 90
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban
untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu
beruntung.
7
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
6. Larangan Melakukan Kegiatan Bertransaksi Barang-Barang Haram
Sudah merupakan kewajiban bagi umat Islam untuk menjual dan membeli barang-
barang yang halal. Oleh karena itu, barang-barang yang haram tidak boleh dibeli,
bahkan tidak boleh untuk dijual.
Ahmad dan Abu Dawud
Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena telah
diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan
memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu
kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”.
8
1. Jual Beli
Dalam Bahasa Arab, jual beli sering disebut dengan nama ba’i yang secara Bahasa
berarti tukar menukar. Sementara itu, bagi Sebagian ulama mengartikan jual beli secara
syar’i sebagai suatu akad yang di mana di dalam akad tersebut mengandung suatu sifat
menukar dari harta yang satu dengan harta lainnya.
Dasar hukum jual beli sudah tercantum di dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, yang
berbunyi.
Artinya:
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa
jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia
berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.
Di dalam Islam, ada beberapa syarat untuk melakukan transaksi jual beli yang sesuai
dengan syariat.
A. Harus ada barang atau uang yang bisa dijadikan sebagai alat tukar untuk
transaksi. Selain itu, barang atau uang yang dijadikan sebagai alat tukar harus
halal dan suci.
B. Penjual dan pembeli harus dalam keadaan sehat, baik itu secara jasmani atau
berakal, dalam keadaan baligh atau dewasa, dan transaksi yang dilakukan harus
sesuai dengan keinginan bukan paksaan.
9
C. Jual beli dalam Islam harus ada akad atau ijab qabul, yang bisanya berbunyi
“barang ini saya jual kepada Anda dengan harg20 ribu rupiah” kemudian pembeli
menjawab, “saya setuju dengan harga 20 ribu rupiah
2. Khiyar
Khiyar adalah suatu transaksi muamalah yang di mana penjual dan pembeli dapat
melanjutkan transaksi, atau tidak melanjutkan transaksi. Dalam Islam, khiyar
memberikan kebebasan kepada penjual dan pembeli untuk berpikir terlebih dahulu
sebelum melakukan transaksi supaya tidak ada penyesalan ketika selesai bertransaksi.
A. Khiyar Majis
Khiyar majis adalah penjual dan pembeli dapat memilih, apakah ingin
melanjutkan transaksi atau tidak selama mereka masih dalam tempat yang
sama.
B. Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah transaksi muamalah dengan sebuah syarat yang telah
disepakati antara dua belah pihak.
C. Khiyar Aibi
Khiyar syarat adalah transaksi muamalah yang di mana pembeli dapat
mengembalikan barang yang sudah dibeli selama barang tersebut tidak ada
yang rusak ketika pertama kali membelinya.
. 3. Mukhabarah
Mukhabarah adalah transaksi muamalah yang berkaitan dengan pembagian ladang
atau sawah yang di mana pembagian tersebut disesuaikan dengan kesepakatan yang
sudah disetujui, bisa seperdua, sepertiga, bahkan bisa lebih. Sementara itu, bibit atau
benihnya berasal dari pemilik tanah.
Misalnya, ada seorang petani yang sudah mengelola sawah milik orang lain,
kemudian petani tersebut tetap mengelola sawah tanpa mengeluarkan biaya untuk
membeli benih. Lalu, muncullah kesepakatan yang terjadi antara petani dan pemilik
10
sawah dan kesepakatan itu berupa petani akan memperoleh hasil bertani sebanyak
seperdua dari semua jumlah hasil panen.
4. Muzara’ah
Muzara’ah adalah transaksi muamalah yang berupa kerja sama yang terjadi pada
bidang pertanian yang di mana seorang petani yang mengelola sawah akan
menyediakan benihnya dan membagi hasilnya dengan pemilik sawah sesuai dengan
kesepakatan.
Misanya, ada seorang petani sedang mengelola sawah milik orang lain, kemudian
petani tersebut mengeluarkan biaya untuk membeli benih. Kesepakatan yang telah
disetujui antara petani dengan pemilik tanah adalah petani akan memperoleh seperdua
dari semua jumlah hasil panen.
5. Musaqah
Musaqah adalah kerja sama dalam bidang perkebunan yang di mana pemilik kebun
akan memberikan tanah atau kebunnya kepada petani untuk dikelola. Kemudian, hasil
panen akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang sudah terjadi
6. Utang Piutang
Utang piutang adalah transaksi yang dilakukan oleh peminjam hutang dengan
penerima hutang dengan suatu perjanjian yang di mana penerima hutang akan
meberikan suatu barang kepada pemberi hutang, kemudian barang tersebut akan
dikembalikan setelah penerima hutang melunasi hutangnya.
Misalkan ada seseorang yang meminjam hutan dan memberikan handphone sebagai
jaminan. Setelah peminjam hutang melunasi hutangnya, maka pemberi hutang akan
mengembalikan handphone tersebut
.
7. Perbankan Syariah
Dewasa ini, sudah banyak orang yang menyimpan uangnya di bank, terlebih lagi
sudah mulai banyak bank syariah di berbagai daerah. Sama dengan bank pada
umumnya, bank syariah berfungsi untuk menyimpan uang nasabah dengan baik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bank syariah adalah suatu Lembaga
11
keuangan yang mengelola keuangan dan menyimpan uang nasabah sesuai dengan
sistem syariah Islam.
8. Syirkah
Syirkah adalah suatu transaksi muamalah dengan sebuah akad antara kedua belah
pihak atau lebih dengan tujuan yang sama, yaitu membuat kesepakatan untuk
mendirikan sebuah usaha dengan harapan memperoleh keuntungan. Ada beberapa
jenis syirkah, yaitu syirkah ‘abdan, syirkah ‘inan, syirkah wujuh, dan syirkah
mufawdhah.
A. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah salah satu jenis syirkah yang dilakukan oleh kedua belah
pihak, tetapi kedua belah pihak tersebut tidak memberikan modal dan hanya
memberikan tenaga atau bekerja.
B. Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘inan adalah syirkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang di
mana kedua belah pihak saling memberikan kontribusi pada modal dan kerja.
C. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah salah satu bentuk kerja sama yang dilakukan dengan
melihat kedudukan, ketokohan, dan keahlian.
D. Syirkah Mufawadah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah yang dilakukan oleh kedua belah pihak
dengan cara mempersatukan semua jenis syirkah.
12
Misalkan, budi ingin tidak memiliki buku mata pelajaran matematika, kemudian ia
meminjam buku itu kepada Andi dan berjanji kalau besok pagi akan dikembalikan.
Keesokan harinya, Budi mengembalikan buku mata pelajaran matematika yang sudah
dipinjam kepada Andi.
A. Tanah atau lahan diberikan tanda secukupnya saja. Apabila tanah kosong
memiliki kelebihan, maka bisa diberikan oleh orang lain.
B. Memiliki kesanggupan dan alat yang cukup untuk memiliki tanah itu, bukan
hanya sekadar menandai lahan saja.
13
Jadi muamalah madiyah ini tentang suatu benda, apakah benda ini halal, haram
atau syubhat. Dan bagaimana jika benda tersebut menyebabkan kemaslahatan serta
kemudharatan bagi manusia. Ruang lingkup muamalah madiyah yaitu meliputi : jual
beli, gadai, jaminan dan tanggungan, syirkah, mukhabarah dan mudharabah. Ruang
lingkup muamalah dilihat dari segi tujuannya yaitu meliputi :
Hukum Keluarga (Ahkam Al Ahwal Al-Syakhiyyah
Hukum Perdata (Al Ahkam Al Maliyah)
Hukum Pidana (Al-Ahkam Al-Jinaiyyah)
Hukum Acara (Al-Ahkam Al-Murafa’at)
Hukum Perundang-Undangan (Al-Ahkam Al-Dusturiyyah)
Hukum Kenegaraan (Al-Ahkam Al-Duwaliyyah)
Hukum Keuangan dan Ekonomi (Al-Ahkam Al-Iqtishadiyyah Wa Al-Maliyyah
1. Prinsip-prinsip Muamalah
Adapun prinsip dalam muamalah diantaranya adalah sebagai berikut:
o Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan
oleh al-qur’an dan sunnah rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan luas
perkembangan bentuk dan macam muamalat baru sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.
o Muamalah dilakukan atas dasar sukarela , tanpa mengandung unsur paksaan.
Agar kebebasan kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
o Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk
muamalat dilakukan ats dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
14
o Jual beli online menurut islam dibolehkan asalkan sesuai dengan syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam islam . karena Kepuasan pelanggan dan
kesenangan hati penjual adalah point paling penting dari hukum jual beli online
dalam islam. Dan juga apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah
melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat
maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli
lainnya. barang yang diperjual belikan disyaratkan dapat dilihat secara langsung
oleh kedua belah pihak.
o Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak terjadi penipuan (ghoror)
dalam jual beli karena Rasulullah melarang
o praktek yang demikian, sebagaimana dalam sebuah hadis dinyatakan yang
Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan.
(HR.Muslim).
Namun ada beberapa prinsip yang menjadi acuan dan pedoman secara umum untuk
kegiatan mumalat ini. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Muamalah adalah Urusan Duniawi Muamalat berbeda dengan ibadah. Dalam
ibadah, semua perbuatan dilarang kecuali yang diperintahkan. Oleh karena itu,
semua perbuatan yang dikerjakan harus sesuai dengan tuntuna yang diajarkan
oleh Rasulullah.
Sebaliknya, dalam muamalat, semua boleh kecuali yang dilarang. Muamalat atau
hubungan dan pergaulan antara sesama manusia di bidang harta benda
merupakan urusan duniawi, dan pengaturannya diserahkan oleh manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, semua bentuk akad dan berbagai cara transaksi yang
dibuat oleh manusia hukumnya sah dan dibolehkan. Asal tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara‘.
2. Muamalat harus Didasarkan kepada Persetujuan dan Kerelaan Kedua Belah
Pihak. Persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi
merupakan asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap akad. Hal ini
didasarkan kepada firman Allah dalam surat an-nisa. (4): 29:
15
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu33; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain Setiap transaksi dan hubungan
perdata (muamalat) dalam Islam tidak boleh menimbulkan kerugian kepada diri
sendiri dan orang lain hal ini didasarkan pada hadis Nabi Shallallahu alaihi
wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah addaruquthni dan lain-lain dari Abi
Sa'id al-khudri bahwa Rasulullah bersabda:
ال ضر ر و ال ضرار
“Janganlah merugikan diri sendiri dan janganlah merugikan orang lain.”
16
Mohammad Daud Ali mengemukakan 18 Prinsip yang menjadi asasasas
hukum Islam di bidang muamalah asas-asas tersebut adalah sebagai berikut
1. Asas kebolehan atau mubah Azas
ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata,
sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Alquran dan as-sunnah.
Dengan demikian, pada dasarnya segala bentuk hubungan perdata boleh
dilakukan, selama tidak ditentukan lain dalam Alquran dan as-sunnah. Ini
berarti bahwa.
Islam membuka pintu selebar-lebarnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk mengembangkan dan menciptakan bentuk dan
macam hubungan perdata baru, Sesuai dengan perkembangan zaman
dan kebutuhan masyarakat.
17
untuk mengaturnya atas dasar kesukarelaan masing-masing. Asas ini
Sebagaimana telah penulis Kemukakan dibuka, bersumber dari AlQuran
surat annisa (4) ayat 29.
18
Ayat Al Maidah ayat 5:
19
haknya misalnya mendapat imbalan (pahala) setelah ia menunaikan
kewajibannya terlebih dahulu.
20
12. Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa
Asas ini mengandung makna bahwa seseorang akan memperoleh
suatu hak, misalnya berdasarkan usaha dan jasa baik yang dilakukannya
sendiri maupun yang diusahakannya bersama-sama dengan orang lain.
Usaha dan jasa yang dilakukan haruslah usaha dan jasa yang baik,
bukan usaha dan jasayang mengandung unsur kejahatan keji dan kotor.
Usaha dan jasa yang dilakukan melalui kejahatan, kekejian, dan
kekotoran tidak dibenarkan oleh hukum Islam.
21
Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang
berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.
22
yang akan memanfaatkannya telah mengadakan hubungan perdata para
pihak dapat memilih ketentuan lain berdasarkan kesukarelaan asal
ketentuan itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam
hukum Islam (syara')
23
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak
ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksisaksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
24
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Dalam bermuamalah sesuai syariat Islam, tersirat makna yang mengandung sifat tolong
menolong. Sifat ini sangat dianjurkan sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2
berikut ini:
هّٰللا ُ هّٰللا
ِ ش ِد ْي ُد ا ْل ِع َقا
ب َ َ ََّ ۗ اِن َو َت َع َاو ُن ْوا َعلَى ا ْلبِ ِّر َوا ل َّت ْق ٰوى َۖ واَل َت َع َاو ُن ْوا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َوا ْل ُعدْ َوا ِن َۖ وا َّتقوا
Artinya:
Ayat tersebut menjadi penguat adanya muamalah, yang mana Allah memberikan
perintah kepada hambanya yang beriman agar saling tolong-menolong dalam kebaikan
Perintah Allah tersebut seiring dengan perintah-perintah Allah lainnya yang mewajibkan
kita untuk hidup dengan saling menolong. Menopang dan tidak hanya mementingkan
kepentingan diri sendiri.
25
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dalam masalah muamalat, adat kebiasaan bisa dijadikan dasar hukum dengan
syarat hubungan keperdataan tersebut tidak dilarang oleh al-qur’an dan as-sunnah. Ini
transaksi baru sesuai dengan perkembangan zaman sepanjang itu tidak merugikan diri
masyarakat.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012 ),3. 3 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013),3.
http://www.stiualhikmah.ac.id/index.php/artikel-ilmiah/116-fatwa-mui-mengenai-mlm,
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-muamalah/
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/
http://etheses.iainkediri.ac.id/2377/3/931203915%20bab2.pdf
27
28